Anda di halaman 1dari 225

ANALISA PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO DALAM

MENINGKATKAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN


DI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
LUBUK SIKAPING TAHUN 2023

TESIS

Oleh :
YONG MARZUHAILI
NIM.2113101024

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT, atas rahmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “Analisa

Pelaksanaan Manajemen Resiko Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan

Kesehatan di Rawat Inap RSUD Lubuk Sikapiang Tahun 2023”. Proposal Tesis

ini disusun sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian dalam rangka

menyelesaikan program studi Magister Kesehatan Masyarakat.

Dalam kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang membantu dan membimbing dalam penyelesaian Tesis.

1. Ibu Dr.Hj. Evi Hasnita, S.Pd, Ns. M.Kes selaku Rektor Universitas FortDe

Kock Bukittinggi dan selaku Pembimbing I yang telah memberikan arahan

dan bimbingan dalam menyelesaikan Tesis

2. Ibu Dr. Oktavianis, S.ST, M.Biomed selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Universitas Fort De Kock Bukittinggi

3. Ibu Dr.Neila Sulung, S.Pd. Ns., M.Kes selaku Ketua Prodi Magister

Kesehatan Masyarakat Universitas Fort De Kock

4. Ibu Dr. Nurhayati, M. Biomed selaku Pembimbing II yang telah

memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan Tesis

5. Ibu Dr. Oktavianis, S.St.,M.Biomed selaku penguji I yang telah

memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan Tesis

6. Ibu Ns. Silvia ,M.Biomed selaku penguji II yang telah memberikan arahan

dan bimbingan dalam menyelesaikan Tesis

7. Untuk para dosen dan staf tata usaha Universitas Fort De Kock Bukittinggi,
khususnya dosen Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat yang

turut berperan banyak dalam memberikan saran, masukan dan arahan serta

turut berpartisipasi dalam penyusunan Tesis

Dalam penyusunan Tesis ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin

namun penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan Tesis ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih

Lubuk Sikaping, A g u s t u s 2023


DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iv

DAFTAR TABEL .......................................................................................... v

DAFTAR BAGAN.......................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 11
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 13
E. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Manajemen resiko……................................................ 15
B. Konsep Mutu pelayanan Kesehatan……………....................... 35
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep........................................................................ 46
B. Defenisi Operasiona.................................................................. 48
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ...................................................................... 55
B. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 55
C. Objek Penelitian ....................................................................... 55
D. Informan/ Partisipan ................................................................. 56
E. Instrumen Penelitian ................................................................. 56
F. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 57
G. Alat Pengumpulan Data ........................................................... 57
H. Analisis Data ........................................................................... 58
I. Keabsahan Atau Validitas Data................................................ 61
J. Etika Penelitian ........................................................................ 63

BAB V HASIL PENELITIAN 69


A. Penelitian Kuantitatif.................................................................
B. Defenisi Operasiona.................................................................. 80

BAB VI PEMBAHASAN
A. Hasil Kuantitatif........................................................................ 112
B. Hasil Kualitatif…….................................................................. 124

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan……........................................................................ 150
B. Saran………………. ................................................................ 151

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

No. Tabel halaman

2.1 Opsi perlakuan resiko................................................................................... 18


2.2 Kriteria Oncurance ...................................................................................... 22
2.3 Kriteria Severity .......................................................................................... 23
2.4 Kriteria detengtable……………………………………………………….. 24
3.1 Daftar Istilah ………………………………………………………………. 54
DAFTAR BAGAN

No. Bagan halaman

2.5 Kerangka teori ................................................................................................ 35


3.1 Kerangka Fikir ................................................................................................. 58
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Permohonan Menjadi Informan

Lampiran 2 : Pernyataan Persetujuan Menjadi Informan

Lampiran 3 : Pedoman Wawancara Mendalam

Lampiran 4 : Indikator Mutu Ruangan Rawat Inap

Lampiran 5 : lembar konsultasi pembimbing I

Lampiran 6 : lembar Konsultasi Pembimbing II


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat di perlukan dalam mendukung

penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelanggaraan pelayanan kesehatan di

rumah sakit mempunyai karekteristik organisasi yang kompleks terdiri dari jenis

pelayanan yang diberikan di rawat inap, rawat jalan, rawat darurat dimana

pelayanan yang terdiri pelayanan klinis, non klinis dan pelayanan penunjang

medik ini membutuhkan sumber daya manusia baik sumberdaya kesehatan dan

non kesehatan, juga memiliki fasilitas yang kompleks dalam upaya mendukung

penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit dan pada haketnya rumah sakit

berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi

yang dimaksud adalah memiliki makna tanggung jawab dalam penyelenggaraan

pelayanan kesehatan di rumah sakit ( Eni Isclawati et al., 2020).

Keamanan dan keselamatan pasien masih menjadi fokus perhatian utama

dalam pelayanan kesehatan karena risiko yang terkait dengan pemberian

pelayanan tersebut tidak akan dapat dihilangkan secara total. Layanan kesehatan

yang tidak aman dan memiliki potensi risiko yang mengancam nyawa menjadi

penyebab utama kematian dan peningkatan angka mortalitas pada pasien yang

dirawat di rumah sakit di berbagai Negara. Kejadian yang tidak diinginkan atau

insiden yang terjadi di rumah sakit telah dianggap sebagai masalah yang sangat
serius diberbagai belahan dunia, setiap tahunnya jumlah pasien yang meninggal

dunia akibat masalah ini melebihi jumlah pasien yang meninggal akibat kanker

payudara ataupun AIDS (Adibi et al., 2020).

Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien

lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien,

pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan

mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan

suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

(PERMENKES 11 Tahun 2017)

Masih tingginya prevalensi risiko pada pelayanan kesehatan seperti KTD

(Kejadian Tidak Diinginkan), KNC (Kejadian Nyaris Cedera), dan insiden klinis

lainnya menjadi perhatian besar pada organisasi penyedia layanan kesehatan

(Farokhzadian et al., 2018). Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa sekitar

2.9%-16.6% pasien mengalami kejadian yang tidak diinginkan dan 5%-13%

diantaranya berakibat pada kematian, dimana 50% dari kejadian ini sebenarnya

dapat dicegah (Adibi et al 2020). Di RSUD Lubuk Sikaping dari hasil survey data

awal didapatkan bahwa terdapat jumlah angka kejadian keselamatan pasien

berdasarkan insiden Tahun 2022 terdapat; 24 insiden tipe administrasi klinis, 3

prosedur klinis, 39 medikasi cairan infus, 5 tipe insiden nutrisi, 3 kejadian tipe

insiden prosedur klinis (Laporan Kejadian Keselamatan Pasien, Tahun 2022)

Dampak yang ditimbulkan ini berpengaruh kepada pasien, masalah ini juga

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap faktor sosioekonomi (Padersen et al

2023).
Codman membuat kategori tentang faktor-faktor yang membuat kegagalan

dalam pengobatan pasien yaitu ; Kesalahan yang berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan dan keterampilan tenaga medis, Kesalahan yang berhubungan dengan

kurangnya ketelitian dalam pertimbangan untuk tindakan operasi, Kesalahan yang

berhubungan dengan kurangnya perawatan dan kepedulian, Kesalahan yang

berhubungan dengan kurangnya peralatan, Kesalahan yang berhubungan dengan

kurangnya kemampuan mendiagnosa, Kondisi penyakit pasien yang sulit

disembuhkan, Penolakan pasien terhadap pengobatan dan Kejadian insiden atau

komplikasi yang tidak dapat dikontrol (Anika, 2021)

Manajemen terhadap kejadian yang tidak diharapkan menjadi fokus

perhatian penting setiap hari bagi organisasi dengan risiko tinggi seperti rumah

sakit. Dunia kedokteran moderen telah berkembang menjadi bentuk yang

kompleks pada proses perawatan dan pelayanannya. Hal ini menyebabkan

peningkatan peluang untuk perbaikan pelayanan namun dilain pihak juga

meningkatkan risiko terjadinya kejadian yang tidak diinginkan yang dapat

membahayakan pasien. Perubahan demografi pasien juga memberikan tantangan

dalam praktek kedokteran (Briner et al., 2010; Farokhzadian et al., 2018). Oleh

karena lingkungan rumah sakit serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan didalamnya

memiliki banyak risiko, maka program identifikasi risiko menjadi sangat penting

untuk efisiensi dan efektifitas pelayanan (Avia et al., 2019). Organisasi penyedia

layanan kesehatan bertanggungjawab untuk menyediakan layanan yang

berkualitas kepada pasien dan sekaligus bertanggungawab untuk menyediakan

lingkungan yang aman bagi pasien dan pegawai.


Dalam sistem layanan kesehatan, khususnya rumah sakit, permasalahan

yang disebabkan oleh kelalaian dan kinerja pegawai yang buruk selalu menjadi

momok yang menjerat pihak manajemen. Permasalahan yang sering muncul antara

lain kesalahan perawatan, kesalahan diagnosis, salah amputasi, cedera saraf pada

bayi saat persalinan, kematian ibu karena kesalahan penanganan, kesalahan

penggunaan alat, kesalahan daerah operasi, meninggalkan sponge pada daerah

operasi dan infeksi nosokomial (Zaboli et al., 2019). Dan untuk organisasi

penyedia layanan kesehatan yang kompleks seperti rumah sakit, tantangan

terhadap keselamatan pasien tersebut lebih sering disebabkan oleh faktor

organisasional dibandingkan faktor klinis. Oleh karena itu untuk mengatasi

tantangan ini maka perlu penerapan dan pengembangan Manajemen Risiko Klinis

yang sistematis (Briner et al., 2013: Dewi et al., 2023 ).

The Institute of Medicine (IOM) dalam laporannya mengindikasikan

bahwa sebagian besar risiko klinis bersumber dari permasalahan dan insufisiensi

pada sistem pelayanan kesehatan (Pasinringi et al., 2021). Dan meskipun WHO

telah menekankan Implementasi Manajemen Risiko Klinis, namun masih banyak

indikator yang menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan masih belum aman

seperti yang diharapkan dan bahwa hak-hak pasien masih belum sepenuhnya

dipenuhi. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 4%-17% pasien masih menderita

akibat bahaya Risiko klinis yang terjadi, seperti kecacatan, kesakitan,

memanjangnya waktu rawat inap bahkan kematian (Farokhzadian et al., 2018).

Risiko klinis menyebabkan masalah yang sangat serius dalam pelayanan

kesehatan, dan angka kematian akibat Risiko klinis ini melebihi angka kematian

akibat AIDS atau kanker payudara setiap tahunnya (Anika, 2021). Selain masalah
yang langsung ditimbulkan terhadap pasien, Risiko klinis juga menyebabkan

beban finansial yang sangat signifikan terhadap sistem pelayanan kesehatan

(Bleibtreu et al., 2022). Berdasarkan katagori resiko, manajemen resiko dapat

dibagi menjadi resiko strategis yang terkait dengan tujuan organisasi, resiko

operasional terkait rencana pengembangan untuk mencapai tujuan organisasi,

resiko keuangan terkait dalam penjagaan aset rumah sakit dan resiko kepatuhan

terkait dengan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

(PERMENKES 25 Tahun 2019)

Rumah sakit sebagai pemberi pelayanan publik yang akan berinteraksi

dengan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan, dimana masyrakat

yang akan mendapatkan pelayanan di rumah sakit akan berinteraksi dengan

sumberdaya manusia di rumah sakit, sarana dan fasilitas di rumah sakit sehingga

dalam interaksi selama pelayanan akan dirasakan bagaimana pelayanan yang

didapat dari mulai mendaftar sampai pasien pulang. Proses interaksi tersebut akan

memunculkan penilaian terhadap apa yang dirasakan oleh pasien selama mendapat

pelayanan yang diberikan pada pasien dan keluarga. Berdasarkan Indkes Kepusan

Masyarakat terhadap pelayanan di RSUD Lubuk Sikaping tahun 2022 yang

dilakukan oleh univesitas Andalas ditemukan penilaian yang sudah baik dan yang

belum baik, penilaian yang sudah baik terdiri dari keseuaian persyaratan

pelayanan, biaya tarif pelayanan, perilaku pelaksanaan, penanganan pengaduan

saran dan masukkan dan sarana prasarana sedangna penilaian yang kurang baik

terdiri dari sistim mekanisme dan prosedure pelayanan, waktu pelayanan, produk

spesifikasi jenis pelayanan, kopetensi petugas, ini merupakan salah satu mutu
pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat terhadap pelayanan prima di rumah

sakit.

Pelayanan prima adalah kepedulian terhadap pelanggan dengan

memberikan pelayanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan dalam memenuhi

kebutuhannya dan mewujudkan kepuasannya agar selalu loyal terhadap rumah

sakit. Pelayanan prima merupakan kepedulian pelanggan dengan memberikan

pelayanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan

mewujudkan kepuasannya agar selalu loyal kepada perusahaan (Galih, 2021).

Kualitas pelayanan adalah pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta

ketepatan penyampaiannya untuk menyeimbangkan harapan konsumen. Kualitas

layanan adalah “totalitas fitur dan karakteristik produk atau layanan yang memiliki

kemampuan untuk memuaskan kebutuhan”. Pentingnya kualitas pelayanan

dikarenakan kualitas pelayanan yang menjadi pembeda antara satu perusahaan

dengan perusahaan lainnya. Konsumen yang membeli dan mengkonsumsi jasa,

konsumen (dan bukan penyedia jasa) yang menilai tingkat kualitas jasa suatu

perusahaan. Bagi rumah sakit metode Service Excellent dan Service Quality perlu

diterapkan untuk meningkatkan kepuasan pasien di ruang rawat inap sehingga

pasien akan merasa puas terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan

(Novitasari, 2022)

Indek kepuasan pasien terhadap pelayanan di rumah sakit merupakan salah

satu indikator yang telah ditetapkan kementerian kesehatan secara nasional yang

disebut Indikator mutu Nasional yang terdiri dari 13 jenis indikator. Indikator yang

disusun secara nasional bertujuan untuk bagaimana pasien mendapatkan pelayanan

yang sesuai standar mutu dan bagaimana pasien mendapatkan asuhan yang aman
atau keselamatan pasien yang diutama dalam memberi asuhan kepada pasien,

terjadinya insiden keselamatan pasien dirumah sakit baik insiden kejadian nyaris

cedera, kejadian tidak cedera, kejadian tidak diharapkan dan sentinel ini dapat

disebabkan oleh sumber daya manusia kesehatan dan non kesehatan dimana

kompetensi petugas yang tidaak seragam, saran dan fasilitas, sistim infomasi yang

kurang jelas dan keterampilan komunikasi petugas yang masih rendah. Dari hasil

pengukuran insiden keselamatan pasien pada triwulan pertama berjumlah 26 kasus

dengan rincian 17 kasus di bulan Januari, 9 kasus di bulan februari sementara di

bulan Maret tidak ditemu dimana tipe insiden yang ditemui terbanyak adalah

kejadian Nyari cedera, ini masih ada ruangan atau unit yang belum membudaya

terhadap insiden keselamatan pasien dirumah sakit salah satunya budaya melapor

oleh petugas yang masih rendah, komplen yang disampaikan masyrakat terhadap

pelayanan baik langsung maupun tidak langsung seperti disampaikan di media

sosial akan pelayanan di rumah sakit ini akan berdampak terhadap citra rumah

sakit sehingga berakibat akan kepercayaan masyarakat terhadap pelayan di rumah

sakit.

Tingginya peran rumah sakit dalam masyarakat terlihat dengan

pembentukan Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) di Indonesia. KARS

dibentuk melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1128/MENKES/PER/II/2022. Dalam perkembangannya, pada tahun 2022 telah

ditetapkan standarisasi KARS terbaru yang berfokus kepada : pasien, kualitas

proses, kualitas output dan outcome, kekuatan implementasi serta keterlibatan

seluruh pegawai. (www.kars.or.id). Konsep tersebut telah mengarah kepada

perkembangan paradigma strategi manajemen risiko yang mengedepankan


kesiapan organisasi untuk menghadapi setiap kemungkinan risiko dalam

lingkungan bisnisnya dengan strategi yang tepat sebagai langkah proaktif dan

antisipatif sebelum terjadinya hal yang tidak diharapkan

RSUD Lubuk Sikaping mempunyai Visi adalah “Rumah Sakit yang

Dipercaya dan Bermutu dengan Mengutamakan Kepuasan Pasien “visi

dilaksanakan melalui penyelenggaraan pelayanan yang bermutu dan profesional

dengan mengutamakan keselamatan pasien. Tujuan yang akan dicapai RSUD

Lubuk Sikaping dalam mengwujudkan misinya adalah “ meningkatkan Derajat

kesehatan Masyarakat” ada pun sasaran startegis Menurunkan angka kesakitan dan

kematian. Untuk mencapai sasaran tersebut RSUD lubuk sikaping akan

menghadapi berbagai faktor internal maupun eksternal; yang secara langsung

maupun tidak langsung dapat menghambat pencapaian tujuan dan sasaran

organisasi. Ketidak pastian terhadap pencapaian tujuan dan sasaran inilah yang

disebut Resiko. Apabila RSUD lubuk sikapiing tidak dapat mengelolaa resiko

tersebut maka dapat dipastikan RSUD lubuk sikaping tidak akan mencapai tujuan

dan sasaran yang ditetapkan. Untuk melakukan antisipasi terhadap kondisi ketidak

pastian dimasa yang akan datang dan mengacu pada peraturan Menteri Kesehatan

No 25 tahun 2019 tentang Penerapan Manajemen Resiko di Lingkungan RSUD

Lubuk Sikaping dituntut untuk dapat mengelolaan resiko yang ada secara

terintegrasi.

Manajemen Risiko adalah proses yang proaktif dan kontinu meliputi

identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian, informasi komunikasi,

pemantauan, dan pelaporan risiko, termasuk berbagai strategi yang

dijalankan untuk mengelola Risiko dan potensinya. Manajemen Risiko


Terintegrasi adalah proses identifikasi, analisis, evaluasi dan pengelolaan

semua risiko yang potensial dan diterapkan terhadap semua

unit/bagian/program/kegiatan mulai dari penyusunan rencana strategis,

penyusunan dan pelaksanaan program dan anggaran, pertanggung jawaban dan

monitoring dan evaluasi serta pelaporan. (PERMENKES No 25 Tahun 2019).

Manajemen risiko memainkan peran yang sangat penting dalam mencegah

dan menangani kesalahan medis, karena dapat dilakukan identifikasi dan

pencegahan terhadap potensi risiko. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

menciptakan pemahaman yang luas dan mendalam t-entang manajemen kesalahan

medis dapat meningkatkan pelayanan kepada pasien yang berhubungan dengan

pelaporan insiden . Penerapan manajemen risiko telah terbukti mampu

menurunkan angka kesalahan pada unit gawat darurat (Zimmer et al., 2018).

Pendekatan yang berdasar pada manajemen risiko prospektif dapat secara efektif

meningkatkan keselamatan di rumah sakit (Yulianingtyas et al.,2018). Neale

Graham dalam penelitiannya menunjukkan bahwa 20% insiden terjadi di kamar

operasi Demikian juga dengan Handel yang menyatakan bahwa penerapan

program manajemen risiko dapat secara efektif mengurangi angka kesalahan

medis (Zaboli et al, 2019). Penelitian yang dilakukan di Kementerian Kesehatan

Pendidikan Kedokteran Iran mengungkapkan bahwa clinical governance

merupakan suatu kerangka kerja untuk mencapai pelayanan klinis yang prima

(Dehnavieh et al., 2018), dimana Manajemen Risiko Klinis merupakan komponen

yang penting dalam clinical governance tersebut (Mumpuni dkk, 2021), oleh

karena itu dapat dikatakan bahwa Manajemen Risiko Klinis memainkan peran

yang penting untuk mencapai pelayanan klinis yang prima.


Setelah melakukan penelitian terhadap human errors dan sistem

manajemen risiko klinis pada institusi kesehatan di Italia, Verbano dan Turra

menyimpulkan bahwa perhatian terhadap risiko dan manajemennya berbeda di

setiap rumah sakit yang berkaitan dengan perbedaan budaya pada setiap orang, dan

bahwa budaya risiko harus ditegakkan melalui program pelatihan manajemen

risiko, penerapan manajemen risiko klinis dan investigasi kebijakan, serta

penekanan pada tata kelola klinis di rumah sakit. Sementara Alan wolfe et al dalam

penelitiannya menyimpulkan bahwa setelah diterapkannya manajemen risiko di

unit gawat darurat terjadi penurunan angka kecelakaan/kesalahan medis dari

3,24%menjadi 0,48% (Zaboli et al., 2019).

Berdasarkan hasil penelitian Izza, 2022 tentang pelaksanaan manajemen

resiko di RS Dr. Kariadi Semarang pada masa pandemic bahwasanya penilaain

dari impelmentasi program manajemen resiko dinilai belum cukup optimal. Hal

ini dikarenakan masih terdapat kendala dalam pelaksanaannya seperti ketidak

pahaman pegawai berkaitan tentang manajemen risiko dimasa pandemic, belum

ada evaluasi yang berfokus pada manajemen risiko di rumah sakit. Kondisi ini

dimungkinkan karena factor COVID-19 yang melonjak meningkat, sehingga

semua unit/instalasi disibukan dengan kondisi saat ini. Terlebih banyaknya Naskes

dan Dokter yang menjadi korban dari meluasnya COVID-19 menjadikan system

menjadi tidak terkendali. Pemangku kebijakan sudah memiliki pemahaman baik,

namun masih terdapat kendala sehingga memerlukan beberapa strategi. Selain itu,

kendala berkaitan dengan pemantauan atau peninajaun berkala berkaitan dengan

manajemen risiko adalah sistem review risk register belum terintegrasi dengan

sistem Rumah Sakit (izza.,dkk, 2020)


Dari hasil capaian indikator mutu nasional tahun 2022 di rumah sakit

Umum daerah Lubuk Sikapiang didapatkan data 7 indikator dari 13 indikator yang

diterapkan di ruangan rawat inap terlihat bahwa capaian terhadap kepatuhan alur

klinis dimana standarnya 80 % ternyata masih 0 %, untuk kunjungan dokter sudah

baik yaitu 96,02 % dari standarnya yang harusnya 100 %, begitu juga untuk

ketepatan pelaksanaan identifikasi pasien sudah 86,82% dari standar 100%. Ada

beberapa standar indicator yang masih kurang dari standar yang diharapkan yaitu

kepatuhan petugas terhadap penerapan hand higien masih 74,04 % dan

penggunaan APD masih 85,25 % dari standarnya yang harusnya 100 %, Selama

ini penerapan manajemen resiko di Rumah sakit baru berupa pelaporan dan

identifikasi dari ruangan, namun belum sesuai dengan SOP yang seharusnya.

Instalasi rawat inap merupakan fasilitas layanan rumah sakit bagi pasien

yang harus menjalani rawatan beberapa waktu yang mendapatkan fasilitas

pelayanan kesehatan dari semua tenaga medis yang dibutuhkan pasien, interaksi

yang terjadi pada pasien dan tenaga kesehatan di ruangan rawat inap membutuhkan

waktu intens dan interaksi yang sering mengakibatkan resiko yang dialami pasien

atas keselamatan pasien menjadi prioritas utama diruangan rawat inap, oleh sebab

itu peneliti ingin menganalisa bagaimana penerapan manajemen resiko di instalasi

rawat inap RSUD Lubuk Sikaping.

B. Rumusan Masalah

Penerapan manajemen resiko belum dilakukan secara optimal di RSUD

Lubuk Sikaping, untuk itulah peneliti ingin melihat bagaimana Analisa


Penerapan Manajemen Resiko Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan

Di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Lubuk Sikaping.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisa penerapan manajemen resiko dalam rangka meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah

Lubuk Sikaping Tahun 2023.

2. Tujuan Khusus

a. Tujuan Kuantitatif

1) Mengetahui distribusi frekuensi pelaksanaan manajemen resiko di

rawat inap Rumah Sakit Umum daerah Lubuk Sikaping Tahun

2023

2) mengetahui distribusi frekuensi mutu pelayanan kesehatan di rawat

inap Rumah Sakit Umum daerah Lubuk Sikaping Tahun 2023

3) mengetahui hubungan pelaksanaan manajemen resiko dengan mutu

pelayanan kesehatan di rawat inap RSUD Lubuk Sikaping tahun

2023

b. Tujuan Kualitatif

1) Mengetahui penerapan manajemen resiko dilihat dari komponen

input (man,money,materi,method, kebijakan) dalam upaya


peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Ruangan Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Daerah Lubuk Sikaping Tahun 2023

2) Mengetahui penerapan manajemen resiko dilihat dari komponen

Proses (identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian, informasi

komunikasi, pemantauan, dan pelaporan risiko) dalam upaya

peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Ruangan Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Daerah Lubuk Sikaping Tahun 2023

3) Mengetahui penerapan manajemen resiko dilihat dari komponen

output (indikator mutu pelayanan) dalam upaya peningkatan mutu

pelayanan kesehatan di Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Umum

Daerah Lubuk Sikaping Tahun 2023

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman

Sebagai bahan informasi dan evaluasi tentang efektifitas penerapan

manajemen resiko dan sebagai bahan dalam upaya peningkatan mutu

pelayanan kesehatan di Kabupaten Pasaman

b. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan informasi dalam penerapan manajemen resiko

dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit dan

menjadi sumber informasi bagi penelitian selanjutnya terkait saran dan

masukan dari hasil penelitian ini

c. Bagi Manajemen Rumah sakit


Sebagai bahan monitoring evaluasi bagian mutu rumah sakit dalam

upaya peningkatan pelayanan prima di Rumah Sakit melalui penerapan

dari manajemen resiko terintegrasi.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Analisa pelaksanaan

manajemen resiko di rawat inap RSUD Lubuk Sikaping Tahun 2023. Waktu

penelitian ini akan dilaksanakan pada Mei – Juli 2023. Tempat penelitian ini

di rawat inap RSUD Lubuk Sikaping. Variabel dependen adalah mutu

pelayanan kesehatan dan Variabel independen dalam penelitian ini adalah

pelaksanaan manajemen resiko. Metode dalam penelitian ini menggunakan

metode penelitian campuran/ kombinasi (mixed methods) dengan desain

sequential explanatory design.

Rancangan kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan desain

penelitian deskriptif analitik. Sampel penelitian ini adalah seluruh perawat di

rawat inap. Tekhnik pengambilan sampel menggunakan Total sampling yaitu

seluruh perawat di rawat inap yaitu . Data dikumpulkan melalui pengisian

kuesioner, kemudian diolah secara komputerisasi. Analisis data menggunakan

Chi Squere, Sedangkan penelitian kualitatif dengan Informan/ partisipan dalam

penelitian ini terdiri dari informan utama dan informan tambahan, informan

utama adalah kepala bidang pelayanan dan keperawatan, dan kepala ruangan

rawat inap RSUD Lubuk Sikapiang, dan informan tambahan adalah keluarga

dan pasien yang pernah di rawat di RSUD Lubuk Sikaping yang diambil

dengan Teknik purposive sampling. Pengumpulan data pada penelitian ini


menggunakan Teknik Triangulasi dengan penggabungan teknik observasi,

wawancara mendalam dan dokumentasi terhadap informan penelitian.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Resiko Di Rumah Sakit

1. Defenisi

Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk

mengidentifikasi, menilai dan menyusun prioritas risiko, dengan

tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan dampaknya.

Manajemen risiko terintegrasi di rumah sakit adalah kegiatan

pengendalian yang menyeluruh berupa identifikasi dan evaluasi

untuk mengurangi risiko cedera dan kerugian pada pasien, karyawan

rumah sakit, pengunjung dan organisasinya sendiri sesuai standard

Akreditasi (The Joint Commission on Accreditation of Healthcare

Organizations/JCAHO) dan SPIP (Sistem Pengendalian Internal

Pemerintahan). Manajemen Risiko integrasi di Rumah Sakit ini

sifatnya terintegrasi dan diterapkan terhadap semua jenis pelayanan

dirumah sakit pada setiap level.

Jika risiko sudah dinilai dengan tepat, maka proses ini akan

membantu rumah sakit, pemilik dan para praktisi untuk menentukan

prioritas dan perbaikan dalam pengambilan keputusan untuk

mencapai keseimbangan optimal antara risiko, keuntungan dan

biaya. Dalam praktek, manajemen risiko terintegrasi berarti:


a. Menjamin bahwa rumah sakit menerapkan system yang sama

untuk mengelola semua fungsi-fungsi manajemen risikonya,

seperti patient safety, kesehatan dan keselamatan kerja, keluhan,

tuntutan (litigasi) klinik, litigasi karyawan, serta risiko keuangan

dan lingkungan.

b. Jika dipertimbangkan untuk melakukan perbaikan, modernisasi

dan clinical governance, manajemen risiko menjadi komponen

kunci untuk setiap desain proyek tersebut.

c. Menyatukan semua sumber informasi yang berkaitan dengan

risiko dan keselamatan, contoh: “data reaktif” seperti insiden

patient safety tuntutan litigasi klinis, keluhan, dan insiden

kesehatan dan keselamatan kerja, “data proaktif” seperti hasil

dari penilaian risiko; menggunakan pendekatan yang konsisten

untuk pelatihan, manajemen, analysis dan investigasi dari semua

risiko yang potensial dan kejadian actual

d. Menggunakan pendekatan yang konsisten dan menyatukan

semua penilaian risiko dari semua jenis risiko di rumah sakit

pada setiap level.

e. Memadukan semua risiko ke dalam program penilaian risiko dan

risk register

f. Menggunakan informasi yang diperoleh melalui penilaian risiko

dan insiden untuk menyusun kegiatan mendatang dan

perencanaan strategis.
2. Maksud, Tujuan dan Manfaat

a. Maksud

Pedoman manajemen resiko terintegrasi dimaksudkan untuk;

meningkatkan mutu pelayanan dan informasi untuk pengambilan

keputusan, perlindungan terhadap satuan kerja dan pegawai dan

mengurangi kejutan atas resiko yang tidak diinginkan

b. Tujuan

Pedoman manajemen resiko terintegrasi ditujukan untuk; mengantisipasi

dan mengenal segala bentuk resiko secara efektif dan efesien,

meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi, meningkatkan pencapaian

tujuan dan peningkatan kinerja, memberikan dasar pada setiap

pengambilan keputusan dan perencanaan

c. Manfaat

Manfaat manajemen resiko adalah; meninngkatnya mutu informasi untuk

pengambilan keputusan, melindungi pasien, staf klinis, tenaga kesehatan

dan tenaga lain yang berkerja di rumah sakit, fasilitas dan lingkungan bisnis

rumah sakit, mengurangi resiko yang tidak diinginkan

3. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup manajemen resiko rumah sakit meliputi; Pasien dan

keluarga, pengunjung, staf medis, tenaga kesehatan lain yang bekerja di rumah

sakitt. Fasilitas dan lingkungan Rumah Sakit yang terdiri dari; Keselamatan

dan keamanan, Bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbahnya; resiko

penanganan , penyimpanan dan penggunaan bahan radioaktif serta bahan

berbahaya lainnya dan limbah bahan berbahaya, Penganggulangan bencana


(emergency); resiko kemungkinan terjadi bencana, respon bila terjadi wabah,

bencana dan keadaan emergensi termasuk evaluasi lingkungan pasien secara

terintegrasi, Proteksi kebakaran (fire safety) resiko kebakaran dari

property/bangunan dan penghuninya, bisnis Rumah Sakit.

Pengelompokan berdasarkan katagori resiko

a. Strategi (terkait dengan tujuan organisasi): resiko yang mempengaruhi

pedoman rencana jangka panjang untuk pencapaian tujuan

b. Oprasional (rencana pengembangan untuk mencapai tujuan organisasi )

proses internal/eksternal yang mempengaruhi oprasional organisasi

c. Keuangan (menjaga aset): segala sesuatu yang menimbulkan rekanan

terhadap keuangan dan belanja organisasi.

d. Kepatuhan (kepatuhan terhadap hukum dan peraturan): tidak mematuhi

atau tidak melaksanakan peraturan / ketentuan yang berlaku/kepatuhan

terhadap hukum dan peraturan.

e. Reputasi (image yang dirasakan oleh masyarakat) : menurunnya

kepercayaan publik/masyarakat karena persepsi negative/image yang

dirasakan masyarakat.

f. Kebijakan : kebijakan organisasi baik internal/eksternal yang berdampak

langsung terhadap organisasi.

g. Resiko legal : tuntutan hukum terhadap organisasi

h. Resiko fraud ; kecurangan oleh pihak yang merugikan keuangan negara


Pengelompokan berdasarkan jenis resiko

a. Resiko klinis antara lain:

1) Resiko terkait dengan sistem manajemen obat

2) Resiko jatuh

3) Pengendalian resiko infeksi

4) Resiko terkait dengan masalah gizi

5) Resiko fasilitas dan peralatan (resiko kebakaran,cedera karena

penggunaan laser, resiko-resiko yang diakibatkan dari kondisi jangka

panjang)

b. Resiko non klinis

1) Resiko keuangan

2) Resiko hukum

3) Resiko properti

4) Resiko reputasi
4. Kerangka Kerja Manajemen Resiko

Mandat dan Komitmen

Rancangan Kerangka kerja untuk pengelolaan resiko


• Pemahaman organisasi dan konteksnya
• Akuntabilitas
• Integritas ke dalam proses organisasi
• Sumber daya
• Penetapan mekanisme komunikasi dan pelaporan inetrnal
• Penetapan mekanisme komunikasi dan pelaporan eksternal

Pengimplementasian manajemen
resiko
Perbaikan berkelanjutan
terhadap suatu kerangka Pengimplementasian suatu
kerja kerangka kerja untuk
pengelelolaan resiko
Pengimplemntasian suatu proses
manajemen resiko

Pemantauan dan Tinjauan suatu kerangka kerja

Penjelasan gambar

1. Mandat dan komitemen

Bagian awal dari manajemen resiko adalah memastikan adanya mandat

dan komitemen yang kuat dan berkelanjutan oleh seluruh struktur manajemen

resiko dan seluruh pemangku kepentingan terkait serta perencanaan strategis

untuk mencapai komitmen disemua tingkat.


Untuk mencapai komitmen disemua tingkat, seluruh struktur

manajemen resiko dan selurush pemangku kepentingan terkait harus;

Mendefenisikan dan mendukung kebijakan manajemen resiko; Memastikan

bahwa budaya dan kebijakan manajemen resio organisasi selaras; Menentukan

indikator kinerja manajemen resiko sejalan dengan indikator kinerja

organisasi; Menyelaraskan tujuan manajemen resiko dengan tujuan strategi

organisasi Memastian kepatuhan hukuman dan peraturan; Menetapkan

akuntabilitas dan tanggung jawab pada tingkat yang sesuai dalam organisasi.

Memastikan bahwa sumber daya yang diperlukan dialokasikan untuk

manajemen resiko; Menyampaikan manfaat manajemen resiko kepada semua

stakholder; dan Memastikan bahwa kerangka kerja untuk mengelola resiko

tetap sesuai.

2. Rancangan kerangka kerja Pengelolaan resiko


Rancangan kerangka kerja pengelolaan resiko meliputi :Pemahamaan

tentang organisasi dan konteknya; Menetapkan kebijakan manajemen resiko;

Akuntabilitas; Intergrasi ke dalam proses organisasi; Sumber daya;

Membangun komunikasi internal dan mekanisme pelaporan; dan Membangun

komunikasi eksternal dan mekainisme pelaporan.

3. Implementasi manajemen resiko

a. Menerapkan kerangka kerja untuk mengelola resiko

Dalam melaksanakan kerangka kerja organisasi untuk

mengelola resiko, organisasi harus: Menentukan waktu yang tepat dan

strategi untuk menerapkan kerangka kerja; Menerapkan kebijakan dan


proses manajemen resiko ke proses organisasi: Mematuhi persyaratan

hukam dan peraturan; Memastikan bahwa pengambilan keputusan,

termasuk pengembangan dan penetapan tujuan, sejalan dengan hasil dari

proses manajemen resiko: Berkomunikasi dan berkonsultasi dengan para

pihak terkait untuk memastikan bahwa kerangka kerja manajemen resiko

tetap sesuai.

b. Menerapkan proses manajemen resiko

Manjemen resiko harus dilaksanakan dengan memastikan bahwa

proses manajemen resiko diterapkan melalui rencana manajemen resiko di

semua tingkat dan fungsi organisasi yang relevan sebagai bagian dari

praktis dan proses

4. Monitoring dan tujuan kerangka kerja manajemen resiko

Dalam rangka memastikan bahwa manajemen resiko secara efektif

dan berkelanjutan dalam mendukung kinerja organisasi,organisasi harus:

Mengukur kinerja manajemen resiko melalui indikator, yang secara

berkala direvieu; Mengukur secara berkala kemajuan dan penyimpangan

dari rencana manajemen resiko; Meninjau secara berkala apakah kerangka

kerja manajemen resiko, kebijakan dan rencana masih sesuai, mengingat

konteks ekstrenal dan internal organisasi; laporan resiko kemajuan rencana

manajemen resiko dan seberapa baik kebijakan manajemen resiko

dilaksanakan ; dan Review efektifitas kerangka kerja manajemen resiko.

5. Perbaikan berkelanjuutan terhadap kerangka kerja manajemen resiko


Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi , keputusan harus dibuat

bagaimana kerangka manajemen resiko, kebijakan dan rencana dapat

diperbaiki. Keputusan ini harus mengarah pada perbaikan dalam

manajemen resiko organisasi dan budaya manajemen resiko.

5. Proses Manajemen Resiko

Manajemen risiko adalah sebuah tim yang dikoordinir

bersama dalam Komite Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien dan

Manajemen Risiko (KPMKP). Secara umum, proses manajemen

risiko terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

Gambar 2.1
Proses Manajemen Resiko

a) Kominikasi dan Konsultasi


Komunikasi resiko secara umum dapat diartikan proses interaktif

dalam hal tukur menukar informasi dan pendapat yang mencakup multi pesan

mengenai resiko dan pengelolaannya. Proses ini berjalan secara internal dalam

organisasi, bagian , unit atau ektrenal yang ditujukan kepada stekeholder

eksternal. Konsultasi dapat dijelaskan sebagai suatu proses komunikasi antara

organisasi dengan pemangku kepentingan, mengenai isu tertentu, terkait

dengan pengambilan keputusan termasuk penerapan manajemen resiko.

Bentuk komunikasi dan konsultasi dapat berupa:

a. Rapat berkala;

b. Rapat insidental;

c. Seminar/sosialisasi/workshop;atau

d. Forum pengelolaan resiko

b) Penetapan Konteks

Penetapan konteks merupakan artikulasi tujuan dan mendefeniskan

parameter eksternal dan internal untuk diperhitungkan ketika pengelolaan

resiko, kemudia menetapkan ruang lingkup dan kriteria resiko untuk prosedure

selanjutnya. Dalam menetukan konteks perlu diperhatikan beberapa hal

sebagai berikut:

a. Konteks Eksternal:

Konteks ekstrenal merupakan situasi dari luar yang dapat

mempengaruhi cara organisasi dalam mengelola resiko. Konteks

eksternal dapat meliputi tetapi tidak terbatas pada; Hukum, sosial

budaya politik, regulasi, keuangan, tekhnolgi, lingkungan ekonomi,

alam dan persaingan dengan organisasi lain dalam lingkup nasional,


regional atau international; dan Hubungan, persepsi dan nilai-nilai

pemangku kepentingan eksternal.

b. Konteks Internal

Konteks internal merupakan segala sesuatu dari dalam organisasi yang

dapat mempengaruhi cara organisasi dalam mengelola resiko. Hal ini

dapat meliputi namun tidak terbatas pada: Tata kelola , struktur, peran

dan akuntabitilats organisasi; Kebijakan, sasaran, dan strategi;

Kemampuan dan pemahaman tentang sumber daya

(modal,waktu,orang, prosedure, sistem dan tehnologi); Hubungan,

persepsi dan nilai-nilai- pemangku kepentingan internal dan budaya

oraganisasi; Sistem informasi arus informasi dan prosedure

pengambilan keputusan; Standar, panduan dan model yang diterapkan

oleh organisasi dan

Dalam menetapakan konteks dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Melakukan analisis secara umum tentang situasi internal dan eksternal

terkait dengan perkiraan skenerio keterjadian pernyataan resiko.

2) Memanfaatkan informasi dari berbagai sumber untuk melakukan

analisis situasi internal dan eksternal

3) Memahami tujuan satuan kerja melalui Rencana Strategis dan Rencana

Kinerja/ Penetapan Kinerja yang telah disusun.

4) Memahami jumlah dan jenis resiko yang siap ditangani atau diterima

organisasi dan kesiapan organisasi untuk menanggung resiko setelah

perlakukan resiko dalam upaya mencapai sasaran

c. Kriteria resiko
Satuan kerja harus menetapkan kriteria yang akan digunakan untuk

mengevaluasi signifikan resiko. Kriteria harus dapat mencerminkan nilai-nilai

organisasi, tujuan dan sumber daya. Beberapa kriteria yang dapat dikenakan

oleh atau berasal dari. Beberapa kriteria yang dapat dikenakan oleh, atau

berasal dari persyaratan hukum, peraturan dan persyaratan lain yang harus

diterapkan oleh organiasasi. Kriteria resiko harus konsisten dengan kebijakan

manajemen resiko organisasi, yang didefenisikan pada awal setiap prosedure

manajemen resiko dan terus ditinjau. Faktor yang harus dipertimbanhgkan

dalam mendefenisikan kriteria resiko sebagai berikut:

1) Sifat dan jenis sebab dan akibat yang dapat terjadi dan bagaimana akan

diukur;

2) Bagaimana kemungkinan akan didefenisikan;

3) Jangka waktu dari kemungkinan dan/atau konsukswensi;

4) Bagaimana tingkat resiko ditentukan;

5) Pandangan dari pemangku kepentingan;

6) Tingkat atau bobot yang dapat diterima atau ditoleransi dan

7) Apakah kombinasi dari beberapa resiko harus diperhitungkan, apabila

demikian, bagaimana dan kombinasi apa yang harus dpertimbangkan.

d) Penilaian Resiko

a. Identifikasi Resiko

Setiap pemilik resiko harus mengidentifikasi sumber resiko

area dampak , peristiwa (termasuk perubahan keadaan), penyebabnya


dan konsekwensi potensi resiko . tujuan dari langkah ini adalah untuk

menghasilkan daftar lengkap resiko berdasarkan peristiwa yang

mungkin mendukung, meningkatkan , mencagah, menurunkan,

mempercepat atau menunda pencapaian tujuan.

Metode identifikasi resiko dilakukan dengan metode Failure

Mode and Effect Analysis (FMEA). Untuk melaksanakan identifikasi

resiko dilingkungan kerja masing-masing, dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

1) Memahami dan mengidentifikasi kegiatan utama di unit kerja

2) Mengidentifikasi tujuan masing-masing kegiatan tersebut

3) Mengumpulkan data dan informasi tentang resiko yang mungkn

terjadi atas kegiatan tersebut, baik resiko yang pernah terjadi

maupun yang belom terjadi

4) Mencari penyebab dari resiko-resiko yang telah diidentifikasi untuk

mendapatkan penyebab uatamanya.

5) Mengidentifikasi apakah penyebab tersebut sifatnya dapat

dikendalikan (controllable) atau tidak dapat dikendalikan

(Uncontrollable) bagi unit kerja

6) Mengisi hasil butir-butir (1) – (6) di atas, dalam formulir

identifikasi resiko dan memperbaharuinya setiap saat terjadi

pernyataan resiko. Identifikasi pernyataan resiko dapat dilakukan

dengan penyelarasan terhadap perkembangan situasi lingkungan

internal dan eketrnal yang terjadi.

b. Analisis resiko
Analisis resiko melibatkan pengembangan akan pemahaman

resiko, analisis resiko memberikan masukan mengambil resiko untuk

dilakukan evaluasi dan keputusan apakah resiko perlu ditangani, dan

pada strategi resiko dan metode penanganan yang paling tepat.

Untuk melakukan analisa resiko di lingkungan kerja masing-

masing dengan urutan langkah sebagai berikut:

1) Dapatkan data hasil identifikasi resiko

2) Lakukan evaluasi atas kecukupan disain dan penyelenggaraan

sistem pengendalian intern yang sudah ada

3) Ukur tingkat probabilitas terjadinya resiko

4) Ukur tingkat besaran dampak jika resiko terjadi.

5) Hitung Skore resiko dengan mengalikan probabilitas dengan

dampak

6) Tentukan tingkat resiko termasuk resiko sangat rendah, rendah ,

sedang tinggi atau sangat tinggi.

7) Isikan hasil langkah-langkah di atas ke dalam formulis analisis

resiko

8) Dari resiko –resiko tersebut diatas, selanjutnya dibuat peta resiko

Perangkat yang dibutuhkan dalam melakukan analisis resiko adalah

sebagai berikut

Tabel 1.1
Kemungkinan (probabilitas) terjadi atas:
Level Kemungkinan Frekuensi Kriteria kemungkinan
(Probabilitas) (probabilitas)
Hampir Tidak terjadi >5 tahun/kali Peristiwa hanya akan timbul
(1) pada kondisi yang luar biasa.
Presentase : 0 – 10 %
Jarang terjadi (2) 2 – 5 tahun/ kali Peristiwa diharapkan tidak
terjadi
Presentasi : >10-30 %
Kadang terjadi (3) 1-2 tahun/kali Peristiwa kadang bisa terjadi
Presentasi : > 30-50%
Sering terjadi (4) Beberapa kali/tahun Peristiwa sangat mungkin
terjadi pada Sebagian kondisi
Presntasi: >50 – 90 % kegiatan
dalam 1 periode
Hamper pasti terjadi (5) Tiap minggu/kali Peristiwa selalu terjadi hamper
pada setiap kondisi.
Presentasi: > 90% dalam 1
periode

c. Katagori dampak (konsekuensi) terdiri dari

Katagori dampak sangat penting dalam menjamin identifikasi resiko

yang komprehensif dan pengikhtisaran atau pelaporan resiko. Katagori

dampak disusun sesuai dengan kondisi lingkungann organisasi.

S Level/ Dampak Tuntutan Penundaa Dampak pada Reputasi Dampak


k tingka keuangan ganti n kesehatan dan pada
o t rugi pelayanan keselamatan pihak
r terkait
e
1 Sangat <3% <1 juta <1 hari Luka kecil pada Diketahu Hanya
rendah anggaran kerja orang, beberapa i oleh terdampa
terhenti > 1 orang tidak ada seisi k pada 1
jam cedera kantor, pihak
rumor
2 Renda >3-5% > 1-5 juta > 1 -2 hari Luka kecil Dimuat Berdamp
h anggaran kerja berarti pada media ak 2-3
terhenti 8 orang/beberapa masa pihak
jam orang, dapat local,
diatasi pada namun
pertolongan cepat
pertama dilupaka
n orang
< 3 hari
3 Sedang >5-8% > 5-25 > 2-3 hari Luka berarti Dimuat Berdamp
anggaran juta kerja, pada beberapa dimedia ak 3-4
terhenti 1 orang, local pihak
hari berkurang maupun
fungsi social,
motoric/sensori namun
k, perpanjangan cepat
hari rawat dilupaka
n orang
> 3 hari
4 Tinggi >8-12% > 25-50 > 3-5 hari Luka serius Dimuat Berdamp
anggaran juta kerja pada orang/ dimedia ak 4-5
terhenti 1 beberapa orang, nasional pihak
minggu cedera luas dan
media
online,
diingat
sementar
a oleh
masyarak
at < 3
hari
5 Sangat >12 % > 50 juta > 5 hari Luka berganda Dimuat Berdamp
tinggi anggaran kerja, atau kematian dimedian ak lebih
terhenti atau cacat nasional/ dari 5
permanen permanen internasi
onal,
media
social
diingat
lama
masyarak
at > 3
hari

d. Katagori resiko

Katagori resiko sangat penting dalam menjamin identifikasi

resiko yang komprehensif dan pengihktisaran atau pelapooran resiko.

Kataogi resiko disusun sesuai dengan kondisi lingkungan organisasi.

Katagori resiko minimal adalah sebagai berikut:

a) Resiko keuangan: resiko yang disebabkan oleh segala sesuatu yang

menimbulkan tekanan terhadap pendapatan dan belanja rumah

sakit.

b) Resiko kebijakan/strategis: resiko yang disebabkan oleh adanya

penetapan kebijakan rumah sakit baik internal maupun eksternal

yang berdampak langsung terhadap rumah sakit.

c) Resiko kepatuhan yaitu resiko yang disebabkan oleh rumah sakit

atau pihak eksternaltidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan

peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku


d) Resiko fraud yaitu resiko yang disebabkan oleh kecurangan yang

disengaja oleh pihak internal yang menyebabkan kerugian

negara/rumah sakit

e) Resiko reputasi yaitu resiko yang disebabkan oleh menurunnya

kepercayaan public/ masyarakat yang bersumber dari persepsi

negatif tentang rumah sakit

f) Resiko operasional yaitu resiko yang disebabkan oleh

ketidakcukupan/dan atau tidak berfungsinya masalah internal,

kesalahan manusia dan kesalahan system dirumah sakit dan adanya

kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional rumah sakit

e. Skala resiko

Skala resiko merupakan kebijakan yang menjadi acuan dalam

menetapkan apakah suatu resiko perlu ditangani atau tidak. skala resiko

mencerminkan bagaimana rumah sakit menyeimbangkan efesiensi,

pertumbuhan , hasil dan resiko

f. Kebijakan Skala Resiko

Level resiko berdasarkan atas 2 (dua) elemen atau dimensi yaitu

level kemungkinan terjadi resiko dan level dampak (konsekuensi) resiko.

Kedua dimensi tersebut harus dikombinasikan dan diperhitungkan secara

bersamaan dalam penetuan level resiko. Level kemungkinan terjadinya

resiko , level dampak, dan level resiko masing-masing menggunakan 5

(lima) skala tingkat (level). Penetuan level resiko beserta dengan ukuran

prioritas menggunakan matriks analis resiko.

g. Evaluasi Resiko
Evaluasi resiko adalah proses membandingkan antara hasil analisa

resiko dengan kriteria untuk menentukan apakah resiko dapat diterima atau

ditoleransi

Tujuan evalauasi resiko adalah untuk membantu dalam membuat

keputusan, berdasarkan hasil analisis resiko, berkaitan dengan resiko yang

memerlukan prioritas penangannya

Evaluasi resiko menggunakan perbandingan tingkat resiko yang

ditemukan selama proses analisis dengan kriteria resiko yag dibuat ketika

konteksnya ditetapkan. Berdasarkan perbandingan ini penangan perlu

dipertimbangkan. Keputusan harus mempertimbangkan konteks yang lebih

luas dari resiko dan mencakup pertimbangan toleransi reiko yang

dirtanggung oleh pihak lain selain manfaat resiko bagi organisasi.

Keputusan harus dibuat sesuai dengan persyaratan hukum, peraturan dan

lainnya. Dalam beberapa situasi, evaluasi resiko dapat memyebabkam

keputusan untuk melakukan analisa lebih lanjut. Evaluasi resiko juga dapat

menyebabkan keputusan untuk tidak memperlakukan resiko dengan cara

lain selain mempertahankan pengadilan yang ada. Keputusan ini akan

dipengaruhi oleh karakteristik resiko organisasi dan kriteria resiko yang

telah ditetapkan.

Hasil evaluasi resiko sebagaimana dimaksud berisi uturan prioritas

resiko dan daftara yang akan ditangani dengan mengalikan score resiko

dengan menetukan rangking prioritas resiko dengan pengkalian score

resiko (Frekuensi x Dampak) x Score Controllability

h. Penanganan resiko/startegi mitiiigasi/reduksi resiko


Penangann resiko menggunakan pemilihan satu atau lebih pilihan

untuk memodifikasi resiko, dan melaksanakan pilihan tersebut.

Setelah diimplementasikan, penangannya atau modifikasi proses

pengendalian resiko. Penangan resiko terdiri atas siklus prosedur sebagai

berikut; Menilai penangan resiko;Memutuskan apakah tingkat resiko

residual yang ada; Jika tidak ditoleransi; menghasilkan penangan resiko

baru dan; Menilain efektivitas penangan itu.

Pemiilihan penangan resiko tidak harus saling tertutup atau tetap

dalam segala situasi. Pilihan yang dapat dilakukan mencakup hal berikut:

a. Menghidari resiko dengan memutuskan untuk tidak memulai

atau melanjutkan dengan kegiatan yang menimbulkan resiko.

b. Mengambil atau meningkatkan resiko untuk memanfaatkan

peluang

c. Menghilangkan sumber resiko

d. Mengubah lingkungan

e. Berbagi resiko ke pihak lain atau pihak tertentu (termasuk

kontak dan pembiayaan resiko)

f. Mempertahankan resiko dengan keputusan ; dan

g. Transfer dengan kontrak non insurence atau contractual

transfer

Langkah-langkah dalam merancang kegiatan pengendalian adalah

sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil penilaian resiko, pemilik resiko

mengidentifikasi apakah kegiatan pengendalian yang ada telah

efektif untuk meminimalkan resiko

b. Kegiatan pengendalian yang telah ada tersebut perlu dinilai

efektivitasnya dalam rangka mengurangi probailitas terjadinya

resiko (abatisasi) maupun mengurangi dampak resiko (mitigasi)

c. Selain itu juga perlu diperhatian ada/tidaknya pengendalian

alternatif (compaensing control) yang dapat mengurangi

terjadinya resiko.

d. Terhadap resiko yang belum ada kegiatan pengendalian

maupun yang telah ada , namun dinilai kurang atau tidak efektif

, perlu dirancang kegiatan yang baru/merevisi kegiatan

pengendalian yang sudah ada

e. Menerapakan kegiatan pengendalian yang telah dirancang

dalam mengelola resiko

Metode penangan resiko dapat menggunakan seperti tertuang

dalam bagan dibawah


Ket: Penjelasan Bagan Penanggan resiko

Dengan menarik garis antara impact dan probability, bila hasil yang

digambarkan dalam bagan didapatkan:

a. Impact/dampak low (rendah) dan probability /kemungkinan

low (rendah ) maka metode penangan resiko dengan cara di

accept

b. Impact/dampak medium (sedang) dan probability/kemungkinan

medium (sedang) maka metode penangan resiko dengan cara di

shere

c. Impact/dampak low (rendah) dan probability/kemungkinan

high (tinggi) maka metode penangan resiko dengan cara di

control

d. Impact/dampak high (tinggi)dan probability/kemungkinan high

(tinggi) maka metode penangan resiko dengan cara dilakukan

mitigasi dan control

e. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi adalah bagian dari proses manajemen

resiko yang memastikan bahwa seluruh tahapan proses dan fungsi

manajemen resiko memang berjalan dengan baik. Monitoring adalah

pemantauan rutin terhadap kinerja aktual proses manajemen resiko

dibandingkan dengan rencana yang akan dihasilkan. Evaluasi adalah


peninjauan atau pengkajian berkala atas kondisi saat ini dengan fokus

tertentu.

Monitoring dan evalausi marupakan bagian yang mendasar dan

sangat penting dalam proses manajemen resiko, terutama dalam proses

manajemen resiko bagi keseluruhan organisasi. Pelaksanaan monitoring

dan evaluasi secara berkelanjutan bertujuan untuk memberikan jaminan

yang wajar terhadap mencapaian sasaran penerapan sistem manajemen

resiko secara keseluruhan.

Pelaksanaan monitoring dilaksanakan dengan dua pendekatan yaitu

pemantauan berkelanjutan (on going monitoring) dilakukan oleh

pelaksanan pekerjaan dan pemantauan terpisah oleh satuan pengawas

internal. Sasaran dari monitoring dan evaluasi adalah untuk memberikan

jaminan terhadap pencapaian sasaran penerapan sistem manajemen resiko

secara keseluruhan. Oleh karenanya laporan monitoring dan evaluasi lebih

merupakan pelaporan terhadap kelemahan yang masih ada, tanpa

meninggalkan hal-hal positif yang telah dicapai. Pelaporan resiko berarti

memperbesar kegagalan pencapaian sasaran organisasi

B. Mutu Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit

1. Pengertian Mutu

Pengertian tentang mutu dapat berbeda makna bagi tiap orang karena mutu

memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya. Secara

sederhana dapat dikemukakan bahwa mutu atau kualitas menurut Bahasa

Indonesia ialah ukuran, derajat, taraf tentang baik buruknya suatu produk barang
atau jasa (Bustami, 2011).

Menurut Wijono Mutu adalah gabungan sifat-sifat produk atau jasa

pelayanan dari pemasaran, engineering, manufaktur, dan pemeliharaan dimana

produk dan jasa pelayanan dalam penggunaanya akan bertemu dengan harapan

pelanggan (Riyadi, 2015).

Effendi (2009) dalam Aji (2016), menyatakan mutu merupakan

keseluruhan karakteristik barang atau jasa yang menunjukan kemampuan dalam

menentuka kebutuhan konsumen, baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun

kebutuhan yang tersirat.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Mutu adalah kemampuan suatu

produk, baik barang maupun jasa atau layanan untuk memenuhi keinginan

pelanggan atau konsumen, sehingga setiap barang,

2. Pengertian Mutu Pelayanan Di Rumah Sakit

Menurut kemenkes RI Mutu Pelayanan Kesehatan adalah kinerja yang

menunjukan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang

menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata- rata penduduk

tetapi juga sesuai standar dan kode etik profesi yang telahditetapkan (Munijaya,

2010).

Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat terpenuhinya kebutuhan

masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan

standar profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya yang wajar, efisien,

efektif dalam keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat, serta

diselenggarakan secara aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan norma dan

etika yang baik (Bustami, 2011).


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan menurut

Azwar (1994) dalam Endarwati (2012) adalah unsur masukan, lingkungan dan

proses.

1) Unsur Masukan

Unsur masukan meliputi sumber daya manusia, dana dan sarana. Jika sumber

daya manusia dan sarana tidak sesuai dengan standar dan kebutuhan, maka

pelayanan kesehatan akan kurang bermutu. Upaya dalam meningkatkan mutu

diperlukan sumber daya manusia yang profesional (SDM) dan peningkatan

fasilitas kesehatan (Muninjaya, 2004).

2) Unsur Lingkungan

Unsur lingkungan meliputi kebijakan, organisasi dan manajemen.

3) Unsur Proses

Yang termasuk dalam Unsur proses adalah tindakan medisdan tindakan non-

medis. Tindakan nonmedis salah satunya adalah penerapan manajemen rumah

sakit yang merupakan proses dalam rangkaian kegiatan yang dilaksanakan

secara sistematis untuk mencapai tujuan (Endarwati, 2012).

3. Dimensi mutu pelayanan kesehatan

Dimensi mutu adalah suatu pandangan dalam menentukan penilaian

terhadap jenis dan mutu pelayanan dilihat dari akses, efektivitas, efisiensi,

keselamatan dan keamanan kenyamanan, kesinambungan pelayanan kompetensi

teknis dan hubungan antar manusia berdasarkan standar WHO (Endarwati, 2012).

Mutu merupakan konsep yang komprehensif dan multidimensional. Lori


DiPrete Brown et al. Dalam QA Methodology Refirement Series (1992) dalam

Bustami (2011) mengemukakan bahwa kegiatan penjaminan mutu menyangkut

satuatau beberapa dimensi mutu yaitu:

1) Kompetensi teknik (technical competence), yaitu berupa keterampilan,

kemampuan dan penampilan petugas, manajer danstaf pendukung, serta

bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah

ditetapkan dalam hal kepatuhan, ketepatan,kebenaran, dan konsistensi.

2) Akses terhadap pelayanan (access to service), maksudnya adalah

pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial dan

budaya, ekonomi, organisasi atau hambatan bahasa. Akses geografis

dapat diukur dengan jenis alat transportasi,jarak, waktu perjalanan dan

hambatan fisik lain yang dapat menghalangi pelanggan memperoleh

pelayanan

3) Efektivitas (effectiveness) merupakan kualitas pelayanan kesehatan

tergantung dari efektivitas yang menyangkut norma pelayanan

kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada.

4) Hubungan antar manusia (human relation), berkaitan dengan interaksi

antara petugas dengan petugas dan petugas dengan pasien/masyarakat.

Bentuk dari hubungan antar manusia ini antara lain dapat berupa

menghargai, menjaga rahasia, menghormati, mendengarkan keluhan,

responsif, dan memberikan perhatian.

5) Efisiensi (efficiency), merupakan dimensi yang penting dari kualitas

karena efisiensi akan mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan.

Apalagi sumber daya kesehatan pada umumnya terbatas. Efisiensi


merujuk pada penggunan tenaga, waktu, sarana / alat, dan dana.

6) Kelangsungan pelayanan (continuity of service), berarti pelanggan

akan menerima pelayanan lengkap yang dibutuhkantanpa mengulangi

prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu. Dalam hal ini pelanggan

juga harus mempunyai akses rujukan untuk pelayan spesialistis.

7) Keamanan (safety), berarti mengurangi resiko cedera, infeksi, efek

samping atau bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan. Apapun

yang dilakukan dalam pelayanan baik di puskesmas, rumah sakit atau

tempat pelayanan lainnya harus aman dari bahaya yang mungkin

timbul.

8) Kenyamanan (amenity), merupakan dimensi mutu yang tidak berkaitan

langsung dengan efektivitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi

kepuasan pelanggan (pasien) untuk mau datang memperoleh pelayanan

berikutnya. Dimensi kenyamanan berkaitan dengan penampilan fisik

tempat pelayanan, peralatan medis dan non-medis, kebersihan, sarana

yang tersedia. (Bustami, 2011)

4. Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan

Indikator Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan yang selanjutnya disebut

Indikator Mutu adalah tolok ukur yang digunakan untuk menilai tingkat capaian

target mutu pelayanan kesehatan di praktik mandiri dokter dan dokter gigi, klinik,

pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, laboratorium kesehatan, dan unit

transfusi darah (PERMENKES No 30 Tahun 2022)

Mutu Pelayanan Kesehatan adalah tingkat layanan kesehatan untuk

individu dan masyarakat yang dapat meningkatkan luaran kesehatan yang optimal,
diberikan sesuai dengan standar pelayanan, dan perkembangan ilmu pengetahuan

terkini, serta untuk memenuhi hak dan kewajiban pasien (PERMENKES No 30

Tahun 2022).

Indikator Mutu di Rumah Sakit yang dinilai di rawat inap adalah :

1) Kepatuhan kebersihan tangan

Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan

menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan tampak kotor atau

terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol based

handrubs) dengan kandungan alkohol 60-80% bila tangan tidak

tampak kotor. Kebersihan tangan yang dilakukan dengan benar adalah

kebersihan tangan sesuai indikasi dan langkah kebersihan tangan

sesuai rekomendasi WHO. Lima indikasi (five moment) kebersihan

tangan terdiri dari:

a) Sebelum kontak dengan pasien yaitu sebelum menyentuh

tubuh/permukaan tubuh pasien atau pakaian pasien, sebelum

menangani obat-obatan dan sebelum menyiapkan makanan pasien.

b) Sesudah kontak dengan pasien yaitu setelah menyentuh

tubuh/permukaan tubuh pasien.

c) Sebelum melakukan prosedur aseptik adalah kebersihan tangan

yang dilakukan sebelum melakukan tindakan steril atau aseptik,

contoh: pemasangan intra vena kateter (infus), perawatan luka,

pemasangan kateter urin, suctioning, pemberian suntikan dan lain-

lain.

d) Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien seperti muntah,


darah, nanah, urin, feses, produksi drain, setelah melepas sarung

tangan steril dan setelah melepas APD.

e) Setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien adalah melakukan

kebersihan tangan setelah tangan petugas menyentuh permukaan,

sarana prasarana, dan alat kesehatan yang ada di lingkungan

pasien, meliputi: menyentuh tempat tidur pasien, linen yang

terpasang di tempat tidur, alat alat di sekitar pasien atau peralatan

lain yang digunakan pasien

Penilaian indikator kepatuhan kebersihan tangan satuan

pengukuran persentase dimana target pencapaian > 85% dari hasil

perbandingan jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan

dengan jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya

dilakukan dalam periode observasi

2) Kepatuhan penggunaan alat pelindung diri

Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang

dirancang sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat,

cair, atau udara untuk melindungi pemakainya dari cedera atau

transmisi infeksi atau penyakit. Kepatuhan penggunaan APD adalah

kepatuhan petugas dalam menggunakan APD dengan tepat sesuai

dengan indikasi ketika melakukan tindakan yang memungkinkan

tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan

tubuh atau cairan infeksius lainnya berdasarkan jenis risiko transmisi


(kontak, droplet dan airborne). Penilaian kepatuhan penggunaan APD

adalah penilaian terhadap petugas dalam menggunakan APD sesuai

indikasi dengan tepat saat memberikan pelayanan kesehatan pada

periode observasi.

Penilaian indikator kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung diri,

menggunakan satuan pengukuran persentase dimana target pencapaian

100 % dari hasil perbandingan jumlah petugas yang patuh

menggunakan APD sesuai indikasi dalam periode observasi dengan

jumlah seluruh petugas yang terindikasi menggunakan APD dalam

periode observasi

3) Kepatuhan identifikasi pasien

Identifikasi pasien secara benar adalah proses identifikasi yang

dilakukan pemberi pelayanan dengan menggunakan minimal dua

penanda identitas seperti: nama lengkap, tanggal lahir, nomor rekam

medik, NIK sesuai dengan yang ditetapkan di Rumah Sakit.

Identifikasi dilakukan dengan cara visual (melihat) dan atau verbal

(lisan). Pemberi pelayanan melakukan identifikasi pasien secara benar

pada setiap keadaan terkait tindakan intervensi pasien Identifikasi

pasien dianggap benar jika pemberi pelayanan melakukan identifikasi

seluruh tindakan intervensi yang dilakukan dengan benar.

Penilaian indikator kepatuhan identifikasi pasien,

menggunakan satuan pengukuran persentase dimana target pencapaian

100 % dari hasil perbandingan jumlah Jumlah pemberi pelayanan yang


melakukan identifikasi pasien secara benar dalam periode observasi

dengan Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam periode

observasi

4) Kepatuhan waktu visite dokter

Waktu visite dokter adalah waktu kunjungan dokter untuk

melihat perkembangan pasien yang menjadi tanggung jawabnya.

Indikator ini dengan tujuan tergambarnya kepatuhan dokter melakukan

visitasi kepada pasien rawat inap sesuai waktu yang ditetapkan. Waktu

yang ditetapkan untuk visite adalah pukul 06.00 – 14.00. Penilaian

indikator kepatuhan waktu visite dokter, menggunakan satuan

pengukuran persentase dimana target pencapaian > 80 % dari hasil

perbandingan jumlah Jumlah pasien yang di-visite dokter pada pukul

06.00-14.00 dengan jumlah pasien yang diobservasi yang dilihat pada

studi dokumentasi laporan rekam medik

5) Kepatuhan terhadap alur klinis (clinical pathway)

Clinical Pathway adalah suatu perencanaan pelayanan

terpadu/terintegrasi yang merangkum setiap langkah yang diberikan

pada pasien, berdasarkan standar pelayanan medis, standar pelayanan

keperawatan dan standar pelayanan Profesional Pemberi Asuhan

(PPA) lainnya yang berbasis bukti dengan hasil terukur, pada jangka

waktu tertentu selama pasien dirawat di Rumah Sakit. Kepatuhan

terhadap clinical pathway adalah proses pelayanan secara terintegrasi

yang diberikan Profesional Pemberi Asuhan (PPA) kepada pasien yang


sesuai dengan clinical pathway yang ditetapkan Rumah Sakit.

Penilaian indikator kepatuhan waktu visite dokter,

menggunakan satuan pengukuran persentase dimana target pencapaian

> 80 % dari hasil perbandingan jumlah pelayanan oleh PPA yang sesuai

dengan clinical pathway dengan jumlah seluruh pelayanan oleh PPA

pada clinical pathway yang diobservasi dari data sekunder dari rekam

medis pasien.

6) Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh

Upaya pencegahan risiko jatuh meliputi: Asesment awal risiko

jatuh, Assesment ulang risiko jatuh, dan Intervensi pencegahan risiko

jatuh. Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh adalah

pelaksanaan ketiga upaya pencegahan jatuh pada pasien rawat inap

yang berisiko tinggi jatuh sesuai dengan standar yang ditetapkan

rumah sakit.

Penilaian indikator kepatuhan upaya pencegahan resiko pasien

jatuh, menggunakan satuan pengukuran persentase dimana target

pencapaian > 100 % dari hasil perbandingan jumlah Jumlah pasien

rawat inap berisiko tinggi jatuh yang mendapatkan ketiga upaya

pencegahan risiko jatuh dengan Jumlah pasien rawat inap berisiko

tinggi jatuh yang diobservasi. Data didapatkan dari data sekunder

menggunakan data dari rekam medis Rumah Sakit.

7) Kepuasan pasien.
Kepuasan pasien adalah hasil pendapat dan penilaian pasien

terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan

kesehatan. Unsur survei kepuasan pasien dalam peraturan ini meliputi:

persyaratan, sistem, mekanisme, dan prosedur, waktu penyelesaian,

biaya/Tarif, produk spesifikasi jenis pelayanan, kompetensi pelaksana,

perilaku pelaksana, penanganan pengaduan, saran dan masukan,

sarana dan prasarana. Penilaian indikator kepuasan pasien,

menggunakan satuan pengukuran dengan indeks dimana target

pencapaian > 76,61 dari hasil perbandingan total nilai persepsi seluruh

responden dengan total unsur yang terisi dari seluruh responden, yang

dikumpulkan dengan koesioner

D. Kerangka Teori

Kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan

suatu teori dengan faktor‐faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah

tertentu (Nursalam, 2009). Maka kerangka teori pada penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut


Mandat dan Komitmen

Mutu pelayanan kesehatan


rumah sakit:
Rancangan Kerangka kerja untuk pengelolaan resiko
• Pemahaman organisasi dan 1. Kepatuhan hand hygiene
konteksnya 2. Kepatuhan penggunaan
• Akuntabilitas APD
• Integritas ke dalam proses 3. Kepatuhan identifikasi
organisasi pasien
• Sumber daya 4. Kepatuhan penerapan
• Penetapan mekanisme komunikasi resiko jatuh
dan pelaporan inetrnal 5. Kepatuhan terhadap
• Penetapan mekanisme komunikasi clinical pathway
dan pelaporan eksternal 6. Kepatuhan visite dokter
7. Kepuasan pasien
8. Penundaan operasi elektif
9. Kepatuhan formularium
Perbaikan berkelanjutan Pengimplementasian manajemen nasional
terhadap suatu kerangka resiko 10. Waktu tanggap operasi SC
kerja emergency
11. 8. Penundaan
Pelaporan hasiloperasi
kritis
elektif < 30 menit
laboratorium
12. 9.
RataKepatuhan
rata waktuformularium
tunggu
a. Komunikasi dan konsultasi nasional
rawat jalan
13. 10. Waktu tanggap
Kecepatan operasi
waktu tunggu
b. Menetapkan konteks SC emergency
komplain
11. Pelaporan hasil kritis
c. Penilaian resiko
laboratorium < 30 menit
d. Identifikasi resiko 12. Rata rata waktu tunggu
rawat jalan
e. Analisa resiko 13. Kecepatan waktu
f. Evaluasi resiko tunggu komplain

Sumber: Sugiyono 2011; Olii 2018; Permenkes No 25 Tahun 2019; Permenkes No 30


Tahun 2022
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar

variabel penelitian. Variabel yang berkaitan , baik variabel penelitian maupun

variabel pengganggu ( confounding ) (Sugiyono, 2017)

Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen,

variabel independen dan variabel confounding. Untuk lebih jelasnya kerangka

konsep dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

a) Kerangka penelitian kuantitatif

Variabel Independen variabel Dependen

Pelaksanaan Manajemen Mutu pelayanan kesehatan rumah sakit:


resiko
1) Kepatuhan hand hygiene
a) Komunikasi dan 2) Kepatuhan penggunaan APD
konsultasi 3) Kepatuhan identifikasi pasien
b) Menetapkan konteks 4) Kepatuhan penerapan resiko jatuh
c) Penilaian resiko 5) Kepatuhan terhadap clinical pathway
d) Identifikasi resiko 6) Kepatuhan visite dokter
e) Analisa resiko 7) Kepuasan pasien
f) Evaluasi resiko
g) Perlakuan resiko
h) Monitoring dan
review

b) Kerangka Pikir Penelitian Kualitatif

Kerangka pikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan

antara variabel yang akan diteliti (Sugiyono, 2011). Kerangka pikir pada
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Manajemen Resiko merupakan proses


Masih belum tercapainya mutu identifikasi, analisis, evaluasi,
pelayanan Rumah sakit sesuai dengan pengendalian, informasi komunikasi,
Standar Indikator Mutu nasional pemantauan, dan pelaporan risiko

Penerapan manajemen resiko


merupakan keharusan Rumah Sakit
sesuai dengan PERMENKES 25
TAHUN 2019

Analisi Pelaksanaan Manajemen Resiko Rumah Sakit

Input Proses Output


1. Man (tenaga) Tahapan Pelaksanaan manajemen resiko Monitoring evaluasi
2. Money (Dana) berkala penerapan
3. Material (Sarana dan 1.identifikasi, system manajemen
prasarana) 2. analisis,
3. evaluasi, resiko
4. Method (Pelatihan)
4. Pengendalian,
5. Kebijakan
5. Informasi komunikasi,
6. pemantauan, dan
7. pelaporan risiko

Mutu Pelayanan Kesehatan

sumber: Sugiyono (2011), Permenkes No 25 Tahun 2019

B. Defenisi Operasional

1) Defenisi Operasional Kuantitatif


Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan penelitiuntuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap objek atau

fenomena. Definisi operasional dilakukan untuk membatasi ruang lingkup atau


variabel yang diamati

No Variabel Defenisi Cara Alat Ukur Hasil Skala


Operasional Ukur Ukur

1 Manajemen Suatu usaha atau wawancar Kuisioner Skor Ordinal


Resiko penatalaksaan a dengan yang
terkait pencegahan jumlah 20 diperoleh
terjadinya suatu pernyataan, berjumla
risiko dengan dengan skala h yaitu 0-
melakukan Guttman 20.
identifikasi, dimana
menyusun prioritas, didalam 0-6 Tidak
menganalisis dan pernyataan Berhasil.
mengurangi potensi Atau 7-13
risiko. Indikator pertanyaan kurang
manajemen risiko tersebut berhasil.
dalam penelitian ini tersedia dua 14-20
yang dinilai yaitu jawaban/alter Berhasil
ada indikator : natif yaitu Ya
a. Komunikasi dan Tidak.
dan konsultasi Dengan
b. Menetapkan ketentuan
konteks skor
c. Penilaian Ya : Skor
resiko 1 Tidak : Skor
d. Identifikasi 0
resiko
e. Analisa resiko
f. Evaluasi
resiko
g. Perlakuan
resiko
h. Monitoring
dan review

2 Mutu Tingkat layanan


pelayanan kesehatan untuk
kesehatan individu dan
di rawat masyarakat yang
inap Rumah dapat meningkatkan
Sakit luaran kesehatan
yang optimal,
diberikan sesuai
dengan standar
pelayanan, dan
perkembangan ilmu
pengetahuan terkini,
serta untuk
memenuhi hak dan
kewajiban pasien di
rawat inap
berdasarkan
indikator mutu di
rawat inap
berdasarkan
permenkes no 30
tahun 2022 yaitu:

a. Kepatuhan observasi Lembar Persentas Ordinal


kebersihan observasi e (%)
tangan; > 85 %
penilaian target
kepatuhan tercapai
pemberi
pelayanan yang < 85%
melakukan target tidak
kebersihan tercapai
tangan dengan
benar
b. Kepatuhan observasi Lembar Persentas Ordinal
penggunaan observasi e (%)
APD;
kepatuhan 100 % :
petugas dalam target
menggunakan tercapai
APD dengan
tepat sesuai < 100% :
dengan indikasi target
ketika tidak
melakukan tercapai
tindakan yang
memungkinkan
tubuh atau
membran
mukosa terkena
atau terpercik
darah atau
cairan tubuh
atau cairan
infeksius
lainnya
berdasarkan
jenis risiko
transmisi
(kontak, droplet
dan airborne)
c. Kepatuhan Observasi Lembar Persentas Ordinal
identifikasi observasi e (%)
pasien; proses 100 % :
identifikasi yang target
dilakukan tercapai
pemberi
pelayanan < 100% :
dengan target
menggunakan tidak
minimal dua tercapai
penanda
identitas seperti:
nama lengkap,
tanggal lahir,
nomor rekam
medik, NIK
sesuai dengan
yang ditetapkan
di Rumah Sakit.
d. Kepatuhan Studi Catatan Persentas Ordinal
Waktu Visite dokument Rekam medik e (%)
Dokter : asi rekam
kepatuhan medik > 80 %
dokter target
melakukan tercapai
visitasi kepada
pasien rawat < 80 %
inap sesuai target
waktu yang tidak
ditetapkan. tercapai
Waktu yang
ditetapkan untuk
visite adalah
pukul 06.00 –
14.00.
e. Kepatuhan Studi Catatan Persentas Ordinal
Terhadap Alur dokument Rekam Medik e (%)
Klinis (Clinical asi rekam
Pathway): medik > 80 %
kepatuhan target
seluruh tercapai
Profesional
Pemberi Asuhan < 80 %
terhadap alur target
klinis tidak
tercapai
f. Kepatuhan Studi Catatan Persentas Ordinal
Upaya dokument Rekam Medik e (%)
Pencegahan asi rekam 100 % :
Risiko Pasien medik target
Jatuh : tercapai
pelaksanaan
upaya < 100% :
pencegahan target
jatuh pada tidak
pasien rawat tercapai
inap yang
berisiko tinggi
jatuh sesuai
dengan standar
yang ditetapkan
rumah sakit
g. Kepuasan Wawancara Koesioner, Indeks ordinal
pasien: adalah berisi 30 score 0 –
hasil pendapat pertanyaan 120
dan penilaian dengan skore
pasien terhadap nilai 1- 4 > 76.61
kinerja target
pelayanan yang tercapai
diberikan oleh < 76.61
fasilitas target
pelayanan tidak
kesehatan tercapai

2) Daftar Istilah Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif dilakukan untuk mengkaji Analisa pelaksanaan

manajemen resiko dalam upaya peningkatan mutu pelayanan di rawat inap

RSUD Lubuk SIkaping. Dalam penelitian ini sebagai informan adalah Kabid

pelayanan, kabid Keperawatan, ka sie Penunjang Medis, Kepala Ruangan 12

Orang, Perawat Ruangan, keluarga dan pasien

1. Input

Semua hal yang diperlukan untuk mengetahui Analisa pelaksanaan

manajemen resiko terhadap peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.

Diantaranya:

a. Kebijakan

Defenisi: Ketentuan ketentuan yang menjadi pedoman dalam

pelaksanaan manajemen resiko dalampeningkatan mutu pelayanan

di rawat inap RSUD Lubuk sikaping

Alat ukur : pedoman wawancara, tape recordet dan buku catatan

Cara ukur: wawancara mendalam, merekan proses wawancara dan


mencatat hal hal penting

Hasil Ukur : data kualitatif

b. SDM

Defenisi: orang orang yang memiliki peranan dan tanggung jawab

dalam pelaksanaan manajemen resiko dalampeningkatan mutu

pelayanan di rawat inap RSUD Lubuk sikaping

Alat ukur : pedoman wawancara, tape recordet dan buku catatan

Cara ukur: wawancara mendalam, merekan proses wawancara dan

mencatat hal hal penting

Hasil Ukur : data kualitatif

c. Dana

Defenisi: biaya yang dianggarkan dalam pelaksanaan manajemen

resiko dalampeningkatan mutu pelayanan di rawat inap RSUD

Lubuk sikaping

Alat ukur : pedoman wawancara, tape recordet dan buku catatan

Cara ukur: wawancara mendalam, merekan proses wawancara dan

mencatat hal hal penting

Hasil Ukur : data kualitatif

d. Sarana/prasarana

Defenisi: alat atau bahan serta semua sarana prasarana yang

diperlukan dalam pelaksanaan manajemen resiko

dalampeningkatan mutu pelayanan di rawat inap RSUD Lubuk


sikaping

Alat ukur : pedoman wawancara, tape recordet dan buku catatan

Cara ukur: wawancara mendalam, merekan proses wawancara dan

mencatat hal hal penting

Hasil Ukur : data kualitatif

2. Proses

Defenisi: Proses Tindakan pelaksanaan manajemen resiko yakni proses

identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian, informasi komunikasi,

pemantauan, dan pelaporan risiko

Alat ukur : pedoman wawancara, tape recordet dan buku catatan

Cara ukur: wawancara mendalam, merekan proses wawancara dan

mencatat hal hal penting

Hasil Ukur : data kualitatif

3. Output

Defenisi: hasil yang diperoleh dari pelaksanaan manajemen resiko di

rawat inap RSUD Lubuk Sikapiang

Alat ukur : pedoman wawancara, tape recordet dan buku catatan

Cara ukur: wawancara mendalam, merekan proses wawancara dan

mencatat hal hal penting

Hasil Ukur : data kualitatif


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Untuk mengkaji kerangka analisa pelaksanaan manajemen resiko dalam

upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rawat inap RSUD Lubuk

Sikaping pada penelitian ini menggunakan mixed methods dengan

menggabungkan penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan cara mencampur

kedua metode tersebut secara seimbang. Metode penelitian ini menggunkan

explanatory sequential design atau rancangan metode campuran eksplanatoris

yang memiliki dua fase dimana pertama-tama mengumpulkan data kuantitatif dan

setelah itu mengumpulkan data kualitatif untuk membantu menjelaskan atau

mengebolarasi tentang hasil kuantitatif (Sugiyono, 2017).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Daerah Lubuk Sikapiang, dimana pengumpulan data direncanakan pada

bulan Mei sampai dengan Juli tahun 2023

C. Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah seluruh elemen yang terlibat dalam

pelaksanaan manajemen resiko di ruangan rawat inap yang meliputi pihak

manajemen ruangan rawat inap yaitu kepala ruangan, kepala instalasi rawat inap,

kepala bidang pelayanan dan kepala bidang keperawatan serta perawat ruangan

rawat inap RSUD Lubuk Sikapiang serta sasaran dari manajemen resiko yaitu
mutu pelayanan rumah sakit dan masyarakat pengguna layanan rumah sakit.

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yaitu seluruh tenaga

kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan manajemen resiko di rawat inap RSUD

Lubuk Sikaping. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 208 orang yang terdiri

dari dokter 25 orang, Perawat 158 orang, Farmasi 25 orang. Total populasi yaitu

205 orang.

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan rumus slovin dengan teknik

pengambilan sampling yaitu purposive random sampling. Adapun rumus yng

digunakan :

𝑁
1 + 𝑁 𝑥 𝑑2

208
1 + 208𝑥 0.072

208 =

2.0192

n= 103

Keterangan:

N = Populasi

n = sampel

d = nilai presisi yang diinginkan (0,07)

Total sampel dalam penelitian adalah 103 orang, dengan proporsi sebagai

berikut:
Dokter : 25/208 x 103 = 12 orang

Farmasi : 25/208 x 103 = 12 orang

Perawat : 158/208 x 103 = 79 orang

E. Informan/ Partisipan

Pemilihan informan/ partisipan pada penelitian ini menggunakan

teknik purposive sampling yaitu pengambilan informan berdasarkan

pertambahan dan tujuan tertentu oleh peneliti (Sugiyono, 2018). Maka

informan atau partisipan dalam penelitian ini meliputi :

1. Informan Kunci terdiri dari Kepala bidang pelayanan, Kepala bidang

Keperawatan, Ka. Sie penunjang medik, 10 orang Kepala Ruangan

rawat inap

2. Informan pendukung terdiri dari perwakilan perawat pelaksana di

rawat inap dan keluarga pasien

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kuantitatif instrument penelitian dengan

menggunakan koesioner yang terdiri dari koesioner terkait pelaksanaan

manajemen resiko dan formular observasi indikator mutu pelayanan

kesehatan serta koesioner kepuasan pasien.

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada

menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya

ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti.

Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang

digunakan, bahkan hasil yang diharapkan (Sugiyono 2011).


Hal ini sesuai dengan penelitian tentang evaluasi manajemen

resiko dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit, dimana

instrumen yang paling tepat adalah pihak-pihak atau orang-orang yang

terlibat dalam pelaksanaan program tersebut maka alat instrumen yang

dapat digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara

mendalam, alat perekam Audio/Video, catatan dengan ballpoint dan

kamera yang disusun secara sistimatis, agar mudah dipahami dan

menghasilkan data yang akurat.

G. Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada

kondisi natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan

teknik pengumpulan data mengunakan Triangulasi. Tirangulasi adalah

teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan berbagi teknik

pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti

melakukan pengumpulan data dengan triangulasi maka sebenarnya

penelitia mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data tersebut

(Sugiyono, 2018).

Teknik triangulasi yang peneliti gunakan dalam penelitian ini

adalah teknik observasi, wawancara mendalam dan fokus group discussion

(FGD). Menurut Sugiyono (2018) teknik pengumpulan data secara

triangulasi dapat dilakukan dengan cara menerapkan beberapa teknik

(observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi) terhadap satu

informan dan menerapkan satu teknik terhadap beberapa orang informan.


Pada informan kunci pengumpulan data dilakukan dengan wawancara

mendalam dan pada informan pendukung dilakukan pengumpulan data

dengan FGD

H. Alat Pengumpulan Data

a. Pedoman Wawancara, yaitu berupa garis besar pertanyaan yang

berhubungan dengan objek penelitian

b. Buku catatan, berfungsi untuk mencatat hasil wawancara dengan

informan sehubungan dengan objek penelitian

c. Tape recorder/ kamera (audio video recorder), untuk merekan

wawancara yang dilakukan dengan sumber data (informan)

sehubungan dengan objek penelitian

I. Pengolahan dan Analisa Data

1. Data kuantitatif

Pengolahan data Pengolahan data dilakukan secara univariat, bivariat

dan multivariat dengan menggunakan perangkat lunak statistik

(komputerisasi), dalam Tahap pengolahan data yaitu:

a. Pemeriksaan (Editing )Merupakan kegiatan memeriksa kembali

jawaban kuesioner apakah jawaban kuesioner sudah lengkap dan

jelas

b. Pengkodean (Coding) Merupakan kegiatan untuk pemberian

kode angka (numeric) pada data atau mengklasifikasi jawaban

dari responden. Kegunaa dari pengkodean adalah untuk

mempermudah pada analisis data dan juga mempercepat pada


entry data dan memberi kode pada kuesioner yang telah di isi

responden

c. Pengecekan (Processing) Setelah data yang telah diberi kode data

dapat dimasukan (entry) pada aplikasi program komputerisasi.

d. Pembersihan Data (Cleaning)

Memeriksa data yang sudah dimasukan (entry) pada aplikasi dan

melihat kelengkapan data agar menghindari terjadinya data yang

tidak lengkap (missing).

Analisa data pada penelitian kuantitatif univariat ini menggambarkan

distribusi frekuensi dari variabel pelaksanaan manajemen resiko dan

mutu pelayanan kesehatan, dan bivariat untuk melihat hubungan kedua

variabel dengan menggunakan uji Chi Squere, jika nilai p < 0.5 %

artinya ada hubungan kedua variabel yaitu manajemen resiko dengan

mutu pelayanan kesehatan.

2. Data kualitatif

Analisis data adalah proses memilah-milih data secara

sistematis danmengorganisasikan kedalam kategori tertentu sehingga

dapat dikemungkakan tema dan menghasilkan hipotesis kerja yang

disarankan oleh data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

Analisis menurut Miles dan Huberman (1992) dibagi dalam tiga alur

kegiatan yang terjadi secara bersamaan. Ketiga alur tersebut adalah (1)

reduksi data (data reduction), (2) penyajian data (data display), dan (3)

penarikan simpulan.
1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan

transformasi data yang muncul dari catatan-catatan

lapangan (Patilima, 2004). Reduksi data berlangsung secara

terus menerus selama pengumpulan data berlangsung.

Sebenarnya reduksi data sudah tampak pada saat penelitian

memutuskan kerangka konseptual, wilayah penelitian,

permasalahan penelitian, dan pendekatan penelitian dengan

metode pengumpulan data yang dipilih. Pada saat

pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi

selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusur

tema, membuat gugus-gugus, dan membuat catatan kaki.

Pada intinya reduksi data terjadi sampai penulisan laporan

akhir penelitian.

Reduksi data merupakan bagian dari analisis yang

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang

yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara

sedemikian rupa hingga simpulan- simpulan akhirnya dapat

ditarik dan diverifikasi. Dengan reduksi data, data kualitatif

dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam aneka

macam cara melalui seleksi ketat. Melalui ringkasan atau

uraian singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang

lebih luas, dan sebagainya.


2. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian yang dimaksud Miles dan Huberman, sekumpulan

informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya

penarikan simpulan dan pengambilan tindakan. Dalam

penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,

flowcard dan sejenisnya. Dengan mendisplaykan data, maka

akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah

dipahami tersebut.

3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi

Langkah ketiga dari analisis data kualitatif menurut Miles

dan Huberman adalah penarikan simpulan dan verifikasi.

Simpulan awal yang dikemukakan masih bersifat

sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-

bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan

data berikutnya. Simpulan adalah intisari dari temuan

penelitian yang menggambarkan pendapat-pendapat

terakhir yang berdasarkan pada uraian-uraian sebelumnya

atau, keputusan yang diperoleh berdasarkan metode

berpikir induktif atau deduktif.(Hardani et al., 2020)


J. Keabsahan atau Validitas Data

1. Kredibillitas (Kepercayaan) data

Kredibilitas data atau ketepatandan keakurasian suatu data yang

dihasilkan dari studi kualitatif menjelaskan derajat atau nilai

kebenaran dari data yang dihasikan termasuk proses analisis data

tersebut dari penelitian yang dlakukan. Suatu hasil penelitian dikatakan

memiliki kredibilitas yang tinggi atau baik ketika hasil-hasil pada

penelitian tersebut dapat dikenali dengan baik oleh para partisipannya

dalam konteks sosial mereka.

2. Transferabilitas atau Keteralihan Data (Applicability, Fttingness)

Seberapa mampu suatu hasil penelitian kualitatif dapat

diaplikasikan dan dialihkan pada keadaan atau konteks lain atau

kelompokatau partisipan lainya merupakan pertanyaan untuk menilai

kualitas tingkat keteralihan atau transferabilitas. Penelitian kualitatif

memiliki keterbatasan pada aspek generalisasi disebabkan karena

tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah untuk memahami suatu

fenomena atau situasi kehidupan secara mendalam bukan untuk

mengngeneralisasikan hasil temuan riset tersebut.

3. Dependabilitas (Ketergatungan)

Pertanyaan dasar untuk memperoleh nilai dependabilitas atau

dari studi kualitatatif adalah bagaimana studi yang sama dapat diulang

atau direplikasi pada saat yang berbeda dengan menggunakan metode

yang sama, partisipan yang sama, dan dalam konteks yang sama.
4. Konfirmabilitas

Konfirmalitas (comfirmability) menggantikan aspek

objektivitas pada penelitian kuantitatif, namun tidak persis sama arti

dari keduanya, yaitu kesedian peneliti untuk mengukapkan secara

terbuka proses dan elemen-elemen penelitiannya.

5. Membercheck / Feedback Partisipan

Lincoln dan Guba (1985) menguiraikan bahwa member

check adalah peneliti mencocokkan pemahaman dan interpretasi data

yang dihasilkan kepada pemahaman para partisipannya. Peneliti dapat

mengamati langsung berbagai reaksi para partisipan terhadap data yang

dihasilkan dan meminta para partisipan memberi tanggapan tambahan

terhadap data tersebut

6. Melakukan Triangulasi

Artinya memperkenankan peneliti mengeksplorasi fenomena yang

diteliti lebih mendalam dengan cara melakukan berbagai variasi

metode atau cara dalam memperoleh data untuk meningkatkan

pemahaman dan memperjelas yang komprehensif dari data yang

dihasilkan. Triangulasi dapat dilakukan peneliti mulai dari merancang

desain penelitian, selama pengumpulan data dan menganalisis data,

atau sepanjang proses riset berlangsung (Sugiyono, 2011).

K. Etika Penelitian

1. Prinsip manfaat (beneficience)

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan


kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

b. Bebas dari eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan

yang tidak menguntungkan atau merugikan pasien.

c. Resiko (benefit rasio)

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan

yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan

2. Prinsip Menghargai hak asasi manusia ( respect human dignity)

a. Hak untuk ikut/ tidak menjadi responden (right to self


determination)

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan

(rightto full disclosure)

c. Informed consent

3. Prinsip Keadilan (right to justice)

a. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil (right in fair


treatment)

b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)


BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

RSUD Lubuk Sikaping adalah rumah sakit milik pemerintah


Kabupaten Pasaman yang berada di wilayah kecamatan Lubuk
Sikaping dan memberikan pelayanan spesialistik merupakan rumah
sakit rujukan dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan dalam upaya
penyembuhan, pemulihan, peningkatan, pencegahan, pelayanan
rujukan, menyelenggarakan pendidikan & pelatihan , penelitian dan
pengembangan serta pengabdian kepada masyarakat. RSUD Lubuk
Sikaping di tuntut untuk memberikan pelayanan yang dipercaya,
bermutu dengan aspek pokok kaidah pelayanan yang cepat, tepat,
nyaman dan mudah.

RSUD Lubuk Sikaping mempunyai Visi adalah “ Rumah Sakit


yang Dipercaya dan Bermutu dengan Mengutamakan Kepuasan
Pasien” Visi tersebut ditempuh melalui 3 Misi yaitu:

1. Menyelenggarakan pelayanan yang bermutu dan profesional


dengan mengutamakan keselamatan pasien

2. Mengoptimalkan dan memelihara sarana dan prasarana dan


peralatan disertai ketersediaan petugas yang kompeten di
bidangnya.

3. Mengembangkan potensi dan kompetensi etos dan budaya kerja


SDM rumah sakit yang selalu siap menghadapi perubahan.

Tujuan yang akan di capai RSUD Lubuk Sikaping dalam


mengwujudkan misinya adalah “ Meningkatkan Derajat Kesehatan
Masyarakat” adapun sasaran strategi “ Menurunkan angka kesakitan
dan kematian.
B. Hasil Penelitian Kuantitaif

1. Karakteristik Responden

Table 5.1

Karakteristik Responden

Karakteristik f %
a. Profesi

Dokter 12 11.7
Perawat 79 76.7
Apoteker 12 11.7
b. Pendidikan
Diploma III 33 32.1
Sarjana 6 5.8
Profesi Dokter Bidan, Ners, 58 56.3
spesialis 6 5.8
c. Jenis Kelamin
Laki-laki 25 24.3
Perempuan 78 75.7
d. Lama Bekerja
< 10 tahun 38 36.9
10 – 20 tahun 41 39.8
>20 tahun 24 23.3
e. Usia
< 30 tahun 16 15.5
30 – 40 tahun 43 41.7
>40 tahun 44 42.8
Total 103 100

Berdasarkan Tebl 5.1 diatas dari semua responden yang jumlahnya 103

orang yang terdiri dari tenaga kesehatan yaitu 76.7 % adalah profesi

perawat (79 orang), Dokter dan apoteker 11.7 % dari semua responden

yaitu 12 orang. Dilihat dari latar belakang pendidikan responden,

sebahagian besar berlatar belakang keprofesian dengan gelar, dokter

(dr.), Ners (Ns) dan apoteker, (Apt) yaitu sebanyak 56.3 % yang

mayoritas berjenis kelamin perempuan (75.7%). Dari 103 responden

rata rata mereka sudah bekerja kurang dari 20 tahun yaitu sebanyak
76.7 % dengan usia sebahagian besar diatas 30 tahun yaitu 84.5 %.

2. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap

masing- masing variabel dengan menggunakan statistik deskkriptif

berupa distribusi frekuensi dari setiap variable yang bertujuan untuk

menggambarkan proporsi varaibel dependen dan independen dengan

menggunakan distribusi frekuensi yang kemudian disajikan dalam

bentuk tabel. Hasil penelitian univariat dari penelitian ini adalah :

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Manajemen Resiko
di RSUD Lubuk Sikaping

Variabel Independent f %
Pelaksanaan Manajemen Resiko

Kurang Berhasil 76 73.8


Berhasil 27 26.2
Total 103 100

Dari tabel 5.2, dari hasil pengumpulan data secara kuantitatif melalui

koesiner tentang pelaksanaan manajemen resiko, dimana dari hasil

penelitian didapatkan hasil lebih dari separo responden (73.8%)

menyatakan bahwa pelaksanaan manajemen resiko di RSUD Lubuk

Sikaping masih dalam kategori kurang berhasil, hanya 26.2 % yang

menyatakan berhasil.

Gambaran pelaksanaan manajemen resiko dapat dilihat dari tabel

dibawah ini:
Tabel 5.3
Gambaran Pelaksanaan Manajemen Resiko Di RSUD Lubuk Sikaping
Aspek yang Pertanyaan % %
dinilai Ya Tidak
Proses 1. Apakah diadakan komunikasi dan konsultasi terkait 100 0
Komunikasi dengan isu resiko di lingkungan rumah sakit Bapak/ Ibu
dan baik
Konsultasi 2. Jika ya, Apakah komunikasi dilakukan dalam pertemuan 31.1 68.9
berkala?
Penetapan 3. Apakah komunikasi dilakukan dalam pertemuan 100 0
Konteks insidental, seminar atau forum pengelola resiko
4. Apakah di Rumah Sakit Bapak ibu dilakukan penetapan 100 0
konteks untuk menetapkan tujuan dan parameter eksternal
dan internal dalam melakukan pengelolaan resiko ?
5. Jika ya, apakah dalam penetapan konteks dilakukan 100 0
Analisa dan memanfatkan informasi dari berbagai sumber
eksternal maupun internal?
Penilaian 6. Apakah dirumah sakit bapak /Ibu dilakukan identifikasi 100 0
resiko sumber resiko?
7. Apakah di Rumah Sakit Bapak Ibu dilakukan pengisian 23.3 76.7
formulir identifikasi Resiko?
8. Jika ya, apakah resiko yang diidentifikasi dilakukan 48.5 51.5
Analisa ?
9. Apakah Rumah Sakit Bapak Ibu memiliki formulir 92.2 7.8
Analisa resiko/
10. Jika ya, apakah dibuat peta resiko dari hasil Analisa yang 23.3 76.7
dilakukan?
11. Apakah dirumah sakit bapak ibu terdapat kebijakan dalam 96.1 3.9
menentukan apakah suatu resiko perlu ditangani atau
tidak?
12. Dalam menentukan kebijakan skala resiko apakah di 96.1 3.9
Rumah sakit bapak ibu ditentukan berdasarkan level
kemungkinan terjadinya resiko dan level dampak
(konsekuensi resiko?
13. Apakah Rumah sakit bapak ibu menggunakan matriks 83.5 16.5
resiko dalam menentukan status resiko yang sudah
teridentifikasi
Evaluasi 14. Adakah dilakukan tahapan membandingkan hasil Analisa 68.9 31.1
resiko resiko dengan kriteria resiko untuk menentukan apakah
resiko dapat diterima atau di toleransi?
15. Apakah hasil evaluasi resiko digunakan oleh rumah sakit 22.3 77.7
dalam membuat pertimbangan terhadap kebijakan yang
ada?
16. Apakah RS menggunakan rumus perhitungan dalam 23.3 76.7
menentukan prioritas resiko ?
Penanganan 17. Apakah dilakukan pemilihan alternatif penanganan resiko 83.5 16.5
Resiko yang sudah di Analisa?
Pengendalian 18. Apakah dilakukan kegiatan pengendalian resiko 100 0
resiko berdasarkan hasil penilaian resiko?
19. Apakah dilakukan Kembali evaluasi terhadap kegiatan 91.3 8.7
pengendalian resiko dalam meminimalkan resiko yang
ada?
Monitoring 20. Apakah dilakukan pemantauan untuk memastikan bahwa 74.8 25.2
dan evaluasi seluruh tahapan proses dan fungsi manajemen resiko
memang berjalan dengan baik dan terlaksana secara actual
sesuai dengan rencana yang dihasilkan ?
Dari gambaran pelaksanaan manajemen resiko tergambar
bahwa pelaksanaan manajemen resiko masih kurang yang bisa dilihat

dari tahapan yang belum maksimal dilakukan di Rumah sakit,

diantaranya lebih dari separo mengungkapkan bahwa belum

terlaksananya tahapan pada aspek proses komunikasi dan konsultasi

yaitu pada tahap pelaksanaan koomunikasi yang berkala, yaitu 68.9 %

mengatakan tidak dilakukan. Pada tahapan penilaian resiko; 76.7 %

belum dilakukannya pengisian formulir identifikasi resiko. 51.5 %

belum dilakukan Analisa terhadap resiko yang diidentifikasi dan 76.7

% belum dibuat peta resiko dari Analisa yang dilakukan. Selanjutnya

yang belum dilakukan maksimal yaitu pada aspek evaluasi resiko yaitu

77.7 % mengatakan bahwa rumah sakit belum menggunakan hasil

evaluasi resiko dalam membuat pertimbangan terhadap kebijakan yang

ada dan 76.7 % belum menggunakan rumus dalam menentukan

prioritas resiko.

Dari gambaran diatas yang sudah maksimal dilakukan oleh

rumah sakit dalam pelaksanaan manajemen resiko pada aspek

penetapan konteks karena 100 % responden menyatakan sudah

dilakukan, selain itu yang sudah dilakukan maksimal yaitu pada aspek

penilaian resiko pada tahap identifikasi sumber resiko dan

pengendalian resiko sudah dilakukan 100 %.


Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Indikator Mutu Nasional

Variabel Dependent f %

1. Kepatuhan Hand Higiene


Belum tercapai 56 54.3
Tercapai 47 46.7

2. Kepatuhan Penggunaan APD


Belum Tercapai 53 51.5
Tercapai 50 48.5

3. Kepatuhan identifikasi pasien


Belum tercapai 13 12.6
Tercapai 90 87.4

4. Kepatuhan waktu visite dokter


Belum tercapai 40 38.8
Tercapai 63 61.2

5. Kepatuhan terhadap Alur Klinis


(Clinical patway)
Belum tercapai 65 63.1
Tercapai 38 36.9

6. Kepatuhan Upaya Pencegahan


Resiko Pasien Jatuh
Belum tercapai 42 40.8
Tercapai 61 59.2

7. Kepuasaan
Belum tercapai 35 34
Tercapai 68 66
Total 103 100

Dari tabel 5.4 didapatkan gambaran distribusi frekuensi

data indikator mutu rumah sakit yang didapatkan dari data wawancara

terhadap tenaga kesehatan, dari 7 indikator mutu kesehatan yang

diambil di rawat inap ada 3 indikator yang lebih dari separo responden

menyatakan belum berhasil yaitu indikator mutu kepatuhan kebersihan

tangan 54.3 % responden menyatakan belum tercapai, 51.5 %


kepatuhan penggunaan APD juga belum tercapai, selanjutnya 63.1 %

kepatuhan terhadap alur klinis ( clinical pathway belum tercapai).

Indikator mutu yang sudah dirasa cukup baik dan lebih separo

responden menyatakan sudah tercapai yaitu kepatuhan identifikasi

pasien 87.4 % tercapai, kepatuhan waktu visite dokter 61.2 % tercapai,

selanjutnya 59.2 % kepatuhan Upaya pencegahan resiko pasien jatuh

dan terakhir 66 % kepuasan pasien tercapai.

3. Analisa Bivariat

a) Hubungan Manajemen Resiko dengan Indikator Mutu


Kepatuhan Kebersihan Tangan
Tabel 5.5
Hubungan Manajemen Resiko Dengan Indikator Mutu
Kepatuhan KebersihanTangan (hand hygiene)

Kepatuhan Kebersihan Tangan


Pelaksanaan Belum tercapai Tercapai Total
p Value OR
Manajemen
Resiko
N % N % N %
Kurang
Berhasil 43 76.8 33 70.2 76 73.8

berhasil 13 23.2 14 51.9 27 26.2 0,001 2,403

Total 56 100 47 100 103 100

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 76 responden yang

menyatakan pelaksanaan manajemen resiko kurang berhasil, terdapat

43 (76.8%) responden menyatakan kepatuhan kebersihan tangan belum

tercapai, Sedangkan 27 responden yang menyatakan berhasil, ada 13

(13.2%) yang menyatakan bahwa kepatuhan kebersihan belum

tercapai. Hasil uji statistik menunjukan nilai p = 0,001 < 0,05 (α)

artinya Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang


bermakna antara pelaksanaan manajemen resiko dengan ketercapaian

indikator mutu kepatuhan kebersihan tangan. Statistik lanjut

menunjukkan nilai OR = 2,403 artinya responden yang menyatakan

kurang dalam pelaksanaan manajemen resiko berisiko sebesar 2.5 kali

untuk tidak melakukan kepatuhan kebersihan tangan.

b) Hubungan PelaksanaanManajemen Resiko dengan Indikator


Mutu Kepatuhan Penggunaan APD

Tabel 5.6
Hubungan Manajemen Resiko Dengan Indikator Mutu
Kepatuhan Penggunaan APD

Kepatuhan Penggunaan APD


Pelaksanaan Belum tercapai Tercapai Total
p Value OR
Manajemen
Resiko
N % n % N %
Kurang
Berhasil 40 75.5 36 72 76 73.8

berhasil 13 24.5 14 28 27 26.2 0,013 1,197

Total 53 100 50 100 103 100

Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 76 responden yang

menyatakan pelaksanaan manajemen resiko kurang berhasil, terdapat

40 (75.5%) responden menyatakan kepatuhan penggunaan APD belum

tercapai, Sedangkan 27 responden yang menyatakan berhasil, ada 13

(24.5%) yang menyatakan bahwa kepatuhan penggunaan APD belum

tercapai. Hasil uji statistik menunjukan nilai p = 0,013 < 0,05 (α)

artinya Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara pelaksanaan manajemen resiko dengan ketercapaian

indikator mutu kepatuhan penggunaan APD. Statistik lanjut

menunjukkan nilai OR = 1,197 artinya responden yang menyatakan


kurang dalam pelaksanaan manajemen resiko berisiko sebesar 1,2 kali

untuk tidak melakukan kepatuhan penggunaan APD.

c) Hubungan Pelaksanaan Manajemen Resiko dengan


Indikator Mutu Kepatuhan Identifikasi Pasien
Tabel 5.7
Hubungan Manajemen Resiko Dengan Indikator Mutu
Kepatuhan Identifikasi Pasien

Kepatuhan Identifikasi Pasien


Pelaksanaan Belum tercapai Tercapai Total
p Value OR
Manajemen
Resiko
n % n % N %
Kurang
Berhasil 8 61.5 68 75.6 76 73.8

berhasil 5 38.5 22 24.4 27 26.2 0,318 0,518

Total 13 100 90 100 103 100

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 76 responden yang

menyatakan pelaksanaan manajemen resiko kurang berhasil, terdapat 8

(61.5%) responden menyatakan kepatuhan identifikasi pasien belum

tercapai, Sedangkan 27 responden yang menyatakan berhasil, ada 5

(38.5%) yang menyatakan bahwa kepatuhan penggunaan APD belum

tercapai. Hasil uji statistik menunjukan nilai p = 0,318 > 0,05 (α)

artinya Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara pelaksanaan manajemen resiko

dengan ketercapaian indikator mutu kepatuhan identifikasi pasien.


d) Hubungan PelaksanaanManajemen Resiko dengan Indikator
Mutu Kepatuhan Waktu Visite Dokter
Tabel 5.8
Hubungan Manajemen Resiko Dengan Indikator Mutu
Kepatuhan Waktu Visite Dokter

Kepatuhan Waktu Visite Dokter


Pelaksanaan Belum tercapai Tercapai Total
p Value OR
Manajemen
Resiko
N % n % N %
Kurang
Berhasil 31 77.5 45 71.4 76 73.8

berhasil 9 22.5 18 28.6 27 26.2 0,651 1,378

Total 40 100 63 100 103 100

Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa dari 76 responden yang

menyatakan pelaksanaan manajemen resiko kurang berhasil, terdapat

31 (77.5%) responden menyatakan kepatuhan waktu visite dokter

belum tercapai, Sedangkan 27 responden yang menyatakan berhasil,

ada 9 (22.5%) yang menyatakan bahwa kepatuhan waktu visite dokter

belum tercapai. Hasil uji statistik menunjukan nilai p = 0,651 > 0,05

(α) artinya Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara pelaksanaan manajemen resiko

dengan ketercapaian indikator mutu kepatuhan waktu visite dokter.


e) Hubungan PelaksanaanManajemen Resiko dengan Indikator
Mutu Kepatuhan terhadap Alur Klinis (Clinical patway)

Tabel 5.9
Hubungan Manajemen Resiko Dengan Indikator Mutu
Kepatuhan terhadap Alur Klinis (Clinical patway)
Kepatuhan alur klinis
Pelaksanaan Belum tercapai Tercapai Total
p Value OR
Manajemen
Resiko
n % n % N %
Kurang
Berhasil 45 69.2 31 81.6 76 73.8

berhasil 20 30.8 7 18.4 27 26.2 0,253 0,508

Total 65 100 38 100 103 100

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa dari 76 responden yang

menyatakan pelaksanaan manajemen resiko kurang berhasil, terdapat

45 (69.2%) responden menyatakan kepatuhan alur klinis belum

tercapai, Sedangkan 27 responden yang menyatakan berhasil, ada 20

(30.8%) yang menyatakan bahwa kepatuhan terhadap alur klinis belum

tercapai. Hasil uji statistik menunjukan nilai p = 0,253 > 0,05 (α)

artinya Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara pelaksanaan manajemen resiko

dengan ketercapaian indikator mutu kepatuhan alur klinis.


f) Hubungan PelaksanaanManajemen Resiko dengan Indikator
Mutu Kepatuhan Upaya Pencegahan Resiko Pasien Jatuh

Tabel 5.10
Hubungan Manajemen Resiko Dengan Indikator Mutu
Kepatuhan terhadap Upaya Pencegahan Resiko Pasien Jatuh
Pencegahan Pasien jatuh
Pelaksanaan Belum tercapai Tercapai Total
p Value OR
Manajemen
Resiko
N % n % N %
Kurang
Berhasil 27 64.3 49 81.6 76 73.8

berhasil 15 35.7 12 18.4 27 26.2 0,011 0,441

Total 42 100 61 100 103 100

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa dari 76 responden yang

menyatakan pelaksanaan manajemen resiko kurang berhasil, terdapat

27 (64.3%) responden menyatakan kepatuhan upaya pencegahan resiko

pasien jatuh, Sedangkan 27 responden yang menyatakan berhasil, ada

15 (35.7%) yang menyatakan bahwa kepatuhan terhadap Upaya

pencegahan pasien jatuh belum tercapai. Hasil uji statistik menunjukan

nilai p = 0,011 < 0,05 (α) artinya Ho ditolak, maka dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelaksanaan manajemen

resiko dengan ketercapaian indikator mutu kepatuhan terhadap upaya

pencegahan resiko pasien jatuh.


g) Hubungan PelaksanaanManajemen Resiko dengan Indikator
Mutu Kepuasan Pasien

Tabel 5.11
Hubungan Manajemen Resiko Dengan Indikator Mutu
Kepuasan Pasien
Kepuasan pasien
Pelaksanaan Belum tercapai Tercapai Total
p Value OR
Manajemen
Resiko
N % n % N %
Kurang
Berhasil 29 82.9 47 69.1 76 73.8

berhasil 6 17.1 21 30.9 27 26.2 0,206 2,160

Total 65 100 38 100 103 100

Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa dari 76 responden yang

menyatakan pelaksanaan manajemen resiko kurang berhasil, terdapat

29 (82.9%) responden menyatakan indikator mutu kepuasan pasien

belum tercapai, Sedangkan 27 responden yang menyatakan berhasil,

ada 6 (17.1 %) yang menyatakan bahwa mutu kepuasan pasien belum

tercapai. Hasil uji statistik menunjukan nilai p = 0,206 > 0,05 (α)

artinya Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara pelaksanaan manajemen resiko

dengan ketercapaian indikator mutu kepuasan pasien.

C. Hasil Penelitian Kualitatif

1) Komponen Input

Komponen input dalam penelitian ini adalah Kebijakan, Dana,

SDM, Sarana dan Praasarana.


a. Kebijakan

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan,

didapatkan informasi tentang kebijakan dalam pelaksanaan

manajemen resiko sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan

kesehatan di rawat inap RSUD Lubuk Sikaping “Apakah ada

kebijakan yang mengatur tentang pelaksanaan manajemen

resiko, jika ada apakah sudah disosialisasikan kepada pelaksana

manajemen resiko??”

ada kebijakan yang mengatur, tapi di rumah sakit


sudah disampaikan tapi belum disosialisasikan
secara merata jadi banyak juga yang belum
paham, Rumah sakit mempunyai regulasi berupa
pedoman manajemen resiko terintegrasi dan
program manajemen resiko yang luas tidak
terbatas pada pasien, lingkungan rumah sakit dan
bisnis rumah sakit (IF 1)
kebijakan dari pemerintah sudah ada undang
undangnya, no berapa itu ya…saya juga lupa, dan
ditingkat pimpinan kepala bidang, kepala instalasi
kepala ruangan sudah pernah disampaikan..(IF 2)
Kebijakannya ya jelas ada mengacu pada Menteri
Kesehatan No 25 tahun 2019 tentang Penerapan
Manajemen Resiko Terintegrasi , sudah dibuatkan
pula pedoman pelaksanaan manajemen resiko
dirumah sakit, tapi pelaksanaanya belum
maksimal. Dalam rangka pencapaian tujuan
penyelenggaraan manajemen resiko terintegrasi
dibentuk Tim Penyelenggaraan Manajemen Resiko
Terintegrasi yang terdiri atas Bidang/bagian,
K3RS,PPI, KMKP. Ka.Instalasi sebagai
penanggung jawab pada unit kerja.(IF3)
Ada kebijakannya, sosialisasi ada.. (IF 4,5,6,7)
Ado sih kebijakan Cuma ndak disampaikan detail
ka awak do (IF 11-13)
Ada kebijakan manajemen resiko ini juga terkait
dengan kejadian dan pelaksanaan pasien savety di
rumah sakit (IF 8)

Berdasarkan hasil wawancara diatas didapatkan bahwa

kebijakan pelaksanaan manajemen resiko sudah ada diatur dalam

Peraturan Menteri Kesehatan No 25 Tahun 2019 tentang

manajemen resiko terintegrasi, Rumah sakit sudah membuat

pedoman pelaksanaan manajemen resiko Dalam rangka pencapaian

tujuan penyelenggaraan manajemen resiko terintegrasi dibentuk

Tim Penyelenggaraan Manajemen Resiko Terintegrasi yang terdiri

atas Bidang/bagian, K3RS,PPI, KMKP. Ka.Instalasi sebagai

penanggung jawab pada unit kerja. Data diperoleh dari kepala

bidang pelayanan, kepala bidang keperawatan, ka instalasi dan

kepala ruangan.

Tabel 5.12
Matriks Triangulasi Kebijakan

Domain Aspek Wawancara Observasi dan Kesimpulan


yang mendalam dan studi
diperiksa FGD Dokumentasi
Input Kebijakan Berdasarkan hasil Berdasarkan Kebijakan
wawancara didapatkan hasil observasi dalam
bahwa kebijakan kebijakan dari pelaksanaan
dalam pelaksanaan pemerintah manajemen
manajemen resiko sudah ada dan resiko sudah
sudah ada berdasarkan rumah sakit dituangkan
peraturan Menteri sudah dalam
kesehatan No 25 menuangkan pedoman
Tahun 2019 tentang dalam buku manajemen
manajemen Resiko pedoman resiko namun
Terintegrasi, manajemen belum
dituangkan dalam resiko. Masih terlaksana
pedoman manajemen banyak yang
resiko Rumah Sakit, belum paham
dibentuk Tim karena
Penyelenggaraan sosialisasi belum
Manajemen Resiko maksimal
Terintegrasi yang
terdiri atas
Bidang/bagian,
K3RS,PPI, KMKP.
Ka.Instalasi sebagai
penanggung jawab
pada unit kerja,namun
belum terlaksana
karena belum paham,
untuk sosialisasi
kebijakan belum
maksimal
b. Dana

Dari hasil wawancara kepada informan terkait dana

yang didapatkan dari pertanyaan “ Bagaimanakah ketersedian

dana sehubungan dengan pelaksanaan manajemen resik secara

umum dan khususnya dalam upaya meningkatkan mutu

pelayanan Rumah Sakit?”

Kalau dana itu semua melekat ke rumah sakit,


contohnya misalnya saja untuk resiko infeksi
penerapan cuci tangan penggunaan hand scoon tentu
sudah sekalian dengan dana untuk perlengkapan
tersebut, artinya tidak ada dana khusus yg disebutkan
untuk peruntukan manajemen resiko, namun sudah
teringklud kedalam dana operasional IF 1

Dana tersedia karena dia sudah melekat dengan dana


yang digunakan untuk operasional sehari hari IF2

Untuk semua penggunaan dana sumber dana dan


penggunaan dana dirumah sakit ini sudah diatur
semua di perbup kab pasaman, karena rsud sekarang
sudah BLUD, jadi pihak rumah sakit tinggal
mengalokasikan sesuai dengan aturan yang ada ..IF3
Dana sudah ada tersedia, namun belum mencukupi
IF8

Dana ada belum mencukupi.. IF 4, 5, 6,7


Tabel 5.13
Matriks Triangulasi Dana
Domain Aspek Wawancara Observasi dan Kesimpulan
yang mendalam dan studi
Diperiksa FGD Dokumentasi
Input Dana Berdasarkan hasil Pendanaan di Sudah tersedia
wawancara RSUD lubuk sumber dana,
didapatkan bahwa sikaping sejak aturan tarif
dana dalam 2020 sudah pelayanan, dan
pelaksanaan BLUD yang pengelolaan
manajemen resik diatur dalam keuangan
dalam Upaya PERBUP : berdasarkan
peningkatan • Peraturan Peraturan
indikator mutu Bupati Buapati
pelayanan Rumah (PERBUP) pasaman
Sakit yaitu Sumber Kabupaten
dana operasional Pasaman
manajemen resiko Nomor 39
berasal dari dana Tahun 2020
BLUD. Bentuk tentang
sistem pembagian Pedoman
jasa pelayanan sudah Pengelolaan
ditentukan dalam Keuangan
Perbub BLUD BLUD RSUD
Lubuk
Sikaping
• Peraturan
Bupati
(PERBUP)
Kabupaten
Pasaman
Nomor 28
Tahun 2020
tentang
Perubahan
Ketiga atas
Perbup.
Pasaman No.
15 Tahun 2017
tentang Pola
Tarif Jasa
Pelayanan
Kesehatan
pada BLUD
RSUD Lubuk
c) Sarana Prasarana
Dari hasil wawancara kepada informan terkait sarana prasarana

yang didapatkan dari pertanyaan “Bagaimanakah ketersedian sarana

prasarana sehubungan dengan pelaksanaan manajemen resiko secara

umum dan khususnya dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan

Rumah Sakit?”

Sarana prasarana untuk manajemen resiko Sudah


terpenuhi dengan baik memenuhi standar keselamatan
dan keamanan baik bagi petugas kesehatan, staf rumah
sakit, pasien dan keluarga, tinggal k0mitmen dalam
melaksanakannya.. IF 1

Sarana prasarana sudah dilengkapi oleh pihak


manajemen semaksimal mungkin baik sarana untuk
keperluan diagnostik, sarana prasarana untuk ruangan
operasi, rekam medis, penunjang dan sarana prasarana
di ruangan, untuk sarana prasarana tidak ada
permasalahan, yang jadi masalah adalah perilaku
untuk menjalankan kmitmen dalam menerapkan
manajemen resiko ini ..IF 2

Masing masing ruangan memiliki resiko, resiko itu di


dimasing masing unit, sarana prasarana sudah melekat
dengan rumahsakit, misalnya salah satu supaya tidak
infeksi yaitu kepatuhan cuci tangan, salah satu untuk
menghindari kesalahan resiko pemberian obat dengan
kepatuhan identifikasi pasien
Artinya insiden bisa dicegah, untuk ini sarana
prasarana seperti ketersedian cuci tangan, sabun,
untuk pemberian obat sarana sudah lengkap, yang
menjadi permasalahan adalah di perilaku, untuk
sarana prasarana tidak ada masalah. Satu lagi sarana
prasarana terkait dengan utilisasi seperti listrik, air,
genset yang bisa merugikan, penggunaan obat obatan
ini yg biasa bisa merugikan jika penggunaanya tidak
terkontrol berdampak ke resiko di keuangan biaya
operasional rumah sakit, tapi kalua terkait Tindakan
sudah inklud. Yang jadi masalah sebenarnya adalah
pola pikirnya, bagaimana misalnya lampu ruangan
lantai yang licin,tempat tidur tidak ada pengunci, tidak
dipasang pagar pengaman, kan bisa resiko jatuh,
harusnya sudah teridentifikasi sebelum terjadi, itulah
jadi lebih kepada pola perilaku..IF3
Manajemen sudah berusaha memenuhi ketersedian
sarana dan prasarana dalam penerapan manajemen
resiko di rumah sakit. Tapi mungkin karena
ketersediaan dana yang tidak mencukupi, srana dan
prasarana tersebut belum seluruhnya terpenihi IF 4,
5,8

Tersedia…IF6

Sudah mulai lengkap…kalua srana sudah ada hanya


untuk kecukupan dengan kebutuhan ruangan dari segi
jumlah seharusnya belum memadai IF 7

Masih belum maksimal. Sarana prasarana masih ada


yang tidak mendukung manajemen resiko IF9.10,11

Tidak memadai ,,IF 12, 13


Dari hasil wawancara didapatkan bahwa sarana prasarana

sudah dipenuhi oleh pihak manajemen guna mendukung

terlaksananya manajemen resiko agar bisa meningkatkan mutu

rumah sakit, sarana prasarana sudah memenuhi standar

keselamatan dan keamanan bagi semua pengguna di Rumah Sakit

sarana prasarana teringklud langsung dengan kegiatan pelayanan

yang diberikan kepada pasien yang berdampak langsung kepada

insiden kejadian yang beresiko, dari ruangan mengatakan sarana

sudah ada fasilitas sudah ada tetapi belum memadai dan dari segi

jumlah masih ada kekurangan tapi penggunaan sudah

dimaksimalkan.

Tabel 5.14
Matriks Triangulasi Sarana Prasarana

Domain Aspek Wawancara Observasi dan Kesimpulan


yang mendalam dan studi
Diperiksa FGD Dokumentasi
Input Sarana Dari hasil wawancara Studi 1. Sarana
prasarana didapatkan bahwa Dokumentasi: prasarana
sarana prasarana Sarana prasarana sudah
sudah dipenuhi oleh dalam manajemen tersedia di
pihak manajemen resiko memenuhi rumah sakit
guna mendukung standar: dan
terlaksananya 1. Keselamatan memenuhi
dan keamanan:
manajemen resiko standar
gedung,
agar bisa manajemen
halaman/groun
meningkatkan mutu d dan peralatan resiko
rumah sakit, sarana RS tidak 2. Ketersedian
prasarana teringklud menimbulkan sarana
langsung dengan bahaya atau prasarana
kegiatan pelayanan risiko bagi sudah ada
yang diberikan pasien, staf dan namun
kepada pasien yang pengunjung untuk
berdampak langsung 2. Bahan jumlah yang
kepada insiden berbahaya; memenuhi
kejadian yang penanganan, kebutuhan
beresiko, dari ruangan penyimpanan ruangan
mengatakan sarana dan penggunaan masih ada
sudah ada fasilitas bahan radioaktif yang kurang
dan bahan
sudah ada tetapi
berbahaya
belum memadai dan
lainnya harus
dari segi jumlah masih dikendalikan
ad kekurangan tapi dan limbah
penggunaan sudah bahan
dimaksimalkan berbahaya
dibuang secara
aman.
3. Manajemen
emergensi:
tanggapan
terhadap
wabah, bencana
dan keadaan
emergensi
direncanakan
dan efektif
4. Pengamanan
kebakaran:
Properti dan
penghuninya
dilindungi dari
kebakaran dan
asap.
5. Peralatan
medis:
peralatan
dipilih,
dipelihara dan
digunakan
sedemikian
rupa untuk
mengurangi
risiko.
6. Sitem utilitas :
listrik, air dan
sistem
pendukung
lainnya
dipelihara untuk
meminimalkan
risiko
kegagalan
pengoperasian

Hasil
Observasi:
sarana prasaran
rumah sakit
sudah
memenuhi
standar
manajemen
resiko,

Untuk sarana
diruangan
sudah
memenuhi
standar
manajemen
resiko hanya
belum terpenuhi
dari segi jumlah
sesuai dengan
kebutuhan
ruangan, seperti
handwash,
handscrub,
waslap,

Untuk
pemeliharaan
sarana
prasarana masih
kurang seperti
masih terlihat
penyangga
tangan tempat
tidur yang
rusak, masih
ada dibeberapa
kamar mandi
pasien tidak ada
pegangan

d) SDM

Dari hasil wawancara kepada informan terkait SDM yang

didapatkan dari pertanyaan

a. “Siapakah yang menjadi pelaksana manajemen resiko di rumah

sakit?”

b. “Sudah tepatkah yang menjadi pelaksana dan penanggung jawab

pelaksanaan manajemen resiko saat ini?”

c. Bagaimana peran dan tanggung jawab dalam pelaksanaan

manajemen resiko/”

Adapun pernyataan dari informan berdasarkan wawancara terkait

pertanyaan diatas adalah:

Kalau manajemen resiko ni semua harus melaksanakan


mulai dari tingkat manajerial pimpinan samapai ke
semua staf pegawai rumah sakit, kalau yang memiliki
tanggung jawab semua punya peran dan tanggung jawab,
ya kalau yang memonitor dan mengevaluasi itu harus
dari direktur langsung agar komitmen semua
menjalankan, selama ini komitmen melaksanakan ini
banyak yg belum, mulai dari manajerial sampai ke staf
diruangan dan unit unit lain belum menjalankan dengan
maksimal, padahal resiko ini semuanya baik dari resiko
klinis dan yang non klinis, misalnya ya kayak yang klinis
itu resiko infeksi, pasien jatuh, manajemen pemberian
obat, kalau nn klinis kayak resiko terkait keuangan missal
kalau utilisasi terkait penggunaan lampu air tidak ada yg
aktif bisa mengakibatkan kerugian dari keuangan,
tergantung unitnya lagi, jadi kebanyakan belum
menyadari peran masing masing terkait resiko ini, …IF
1,2
kalau yg melaksanakan semua harus melaksanakan
hanya yang menjadi tanggung jawab dalam memonitor
dan evaluasi harusnya disetiap unit dan bagian punya
peran tanggung jawab masing masing misal direktur
membuat kebijakan, menetapkan rentana tahuanan
terkait resiko, kepala bidang missal memonitoring
pelaksanaan manajemen resiko baik medis maupun non
medis, bagian K3 RS ,menjamin keselamatan kerja, PPI
pencegahan terhadap infeksi, hanya saat ini di rumah
sakit ini belum terselenggara sesuai peran tanggung
jawab masing-masing, sudah dilaksanakan, tapi tidak
maksimal ya karena monitoring evaluasi selama ini
kurang berjalan, kadang pelapran resiko tidak ada
kebanyakan sudah terjadi baru dilaporkan, harusnya
inikan pro aktif dari awal jadi bisa memcegah terjadinya
resiko di rumah sakit. IF 3
yang melaksanakan semuanya,,,tapi belum maksimal
pelaksanaanya, ya beban kerja diruangan terlalu
banyak, jadi tidak sempat lagi dilakukan kadang untuk
identifikasi, penilaian Analisa sampai pelaporan tidak
ada dikerjakan secara tertulis.karena tidak pula di
monitor dan evaluasi ..IF 4,7,8,12
dilaksanakan oleh semuanya, Cuma belum sesuai dengan
seharusnya IF 5, 6
seharusnya semua bertanggung jawab melaksanakan
hanya saat ini di rumah sakit yang bertanggung jawab
belum jelas, kesadaran untuk melakukannya masih
banyak yang belum, IF 9,10,11

Dari hasil wawancara tentang pelaksanaan manajemen resiko dalam

upaya peningkatan mutu nasional rumah sakit kepada informan tentang

SDM, didapatkan informasi bahwa yang menjadi pelaksana manajemen

resiko adalah semua baik pihak manajerial maupun staf dan karyawan rumah

sakit, masing masing memiliki peran dan tanggung jawab masing masing,

namun belum berjalan dengan maksimal sesuai peran dan tanggung jawab

seharusnya, Direktur sebagai pimpinan rumah sakit membuat kebijakan

terkait pelaksanaan manajemen resiko yang nantinya akan dijalankan


dimasing masing unit dan instalasi, kepala bidang melakukan monitoring

evaluasi dan pelaksanaan di bagian PPI, K3RS, KMKP dan SPI, namun

belum berjalan sesuai pedoman pelaksanaan


Tabel 5.15
Matriks Triangulasi Sumber Daya Manusia
Domain Aspek yang Wawancaramendalam dan FGD Observasi dan studi Dokumentasi Kesimpulan
Diperiksa

Input SDM Dari hasil wawancara tentang Studi dokumentasi: 1. Sudah ada unit pelaksana
pelaksanaan manajemen resiko Pada pedoman pelaksanaan manajemen resiko, dan penanggung jawab
dalam upaya peningkatan mutu Peran dan tanggung jawab manajemen resiko
nasional rumah sakit kepada 1. Direktur 2. Uni pelaksana dan
informan tentang SDM, didapatkan penanggung jawab
informasi bahwa yang menjadi Menetapakan kebijakan, starategi penerapan manajemen resiko belum
pelaksana manajemen resiko adalah penilaian resiko terhadap berjalan sesuai fungsi dan
semua baik pihak manajerial 2. Pimpinan (Ka.Tata Usaha, Kepala Bidang) peran masing masing
maupun staf dan karyawan rumah 3. Sudah terdapat buku
sakit, masing masing memiliki Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pedoman manajemen resiko
peran dan tanggung jawab masing manajemen resiko dan bertanggung jawab kepada di Rumah Sakit
masing, namun belum berjalan direktur
dengan maksimal sesuai peran dan
3. Instalasi
tanggung jawab seharusnya,
Direktur sebagai pimpinan rumah Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
sakit membuat kebijakan terkait manajemen resiko dan bertanggung jawab kepada
pelaksanaan manajemen resiko unit diatasnya
yang nantinya akan dijalankan
dimasing masing unit dan instalasi, 4. Komite Mutu, Keselamatan pasien dn
kepala bidang melakukan Manajemen Resiko(KMKP)
monitoring evaluasi dan Menyusun rancangan regulasi dan program
pelaksanaan di bagian PPI, K3RS, ,pemetaan area resiko dan merekap data resiko,
KMKP dan SPI, namun belum Mengkordinir pelaksanaann
berjalan sesuai pedoman
pelaksanaan
5. Tim Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3-
RS)
Menetapkan profil resiko, pengelolaan resiko,
monitoring dan evaluasi resiko K3(fasilitas dan
lingkungan)
6. Satuan Pengawas Internal (SPI)
Menetapkan profil resiko, pengelolaan,
monitoring dan evaluasi resiko non klinis
7. Komite Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI)
Menetapkan profil, pengelolaan , monitoring
dan evaluasi, Melaporkan kegiatan manajemen
resiko infeksi kepada direktur
8. Seluruh anggota staf
memiliki tanggung jawab pribadi dalam hal
pelaksanaan manajemen resiko, dan seluruh
tingkat manajemen harus mengerti dan
mengimplemetasi strategi dan kebijakan
manajemen resiko

Hasil observasi: peran dan tanggung jawab


belum maksimal dijalankan oleh masing masing
unit
2) Proses

a. Tahap Pelaksanaan Manajemen Resiko

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan,

didapatkan informasi tentang tahap pelaksanaan manajemen resiko melalui

pertanyaan “Bagaimana menurut bapak/ibu tahapan pelaksanaan

manajemen resiko yang ada dirumah sakit ini?”

Manajemen sudah berusaha membuat agar seluruh staf


menyadari resiko yang mungkin terjadi di unit kerjanya
masing masing, baik medis maupun non medis. System
pelaporan kejadian yang berpotensi menimbulkan resiko
(laporan insiden) dan audit klinis. Tapi kesadaran staf untuk
melaporkan masih rendah. Tahapan lain seperti mencari
jalan untuk menghilangkan, mengurangi resiko baik
terhadap peluangnya maupun derajat keparahannya, dan
mengurangi dampaknya sudah cukup baik tapi mungkin
terkendala dengan dana dan system yang belum
baiksehingga pemecahan masalahnya belum maksimal IF 1
.2

Ya tahapannya mulai dari identifikasi resiko, penilaian


resiko, nanti menentukan resiko tersebut dengan skala …IF
3

Pelaporan resiko dari masing masing mutu dari tiap tiap


unit, kemudian komite mutu akan melakukan analisis dan
mengelola resiko IF 4,5,6

Tahapannya yaitu identifikasi resiko, menilai resiko,


pengelolaan/respon terhadap resiko, implementasi dan
evaluasi IF 7,8,9,10

Tahapannya disini belum maksimal, resiko sudah terjadi


baru dilakukan manajemen pengelolaan resiko, padahal
maksud tujuannya untuk mencegah tapi kebanyak insiden
sudah terjadi dulu baru dilakukan identifikasi IF 11.12

Dari hasil wawancara kepada informan didapatkan bahwa tahapan

pelaksanaan manajemen resiko yaitu identifikasi resiko, menilai resiko,

pengelolaan/ respon terhadap resiko, implementasi dan evaluasi, pelaporan


resiko, pelaksanaan saat ini berjalan pelaksanaan manajemen resiko

dilaksanakan setelah terjadinya insiden atau resiko, belum dilaksanakan

dengan tujuan pencegahan terhadap kemungkinan resiko yang ada.

b. Langkah Langkah Perencanaan Manajemen resiko

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan,

didapatkan informasi tentang tahap pelaksanaan manajemen resiko melalui

pertanyaan “Bagaimana Langkah Langkah perencanaan (penetapan

konteks dan identifikasi resiko) dalam pelaksanaan manajemen resiko yang

ada dirumah sakit ini?”

Langkah langkahnya yaitu komunikasi dan konsultasi,


menetapkan konteks, identifikasi resiko sesuai kategori resiko,
kemudian setelah itu dilakukan Analisa resiko selanjutnya kalau
sudah di analisa dilakukan evaluasi resiko, kemudian
penanganan resiko dan pemantauan resiko, tetapi Langkah ini
belum dilaksanakan maksimal dirumah sakit, yang dilakukan
dirumah sakit memang sudah dilakukan identifikasi sesuai
kategori kemudian dilakukan Analisa dan penanganan, untuk
penetapan konteks belum dilakukan IF 1

Langkahnya ya menentukan dulu resiko ini sumbernya dari


mana kemudian dianalisa dan dikategorikan baru dilakukan
penanganan resiko, formulir resiko sudah ada tapi belum terisi
secara maksimal karena pelaporan juga tidak berkala
dilaporkan dari unit ataupun dari ruangan, ini yang belum
terlaksana, dimana seharusnya pelaporan dilakukan setiap 6
bulan, pelaksanaan manajemen resiko yang diminta adalah
agar pelaksana semua lebih proaktif dalam pelaksanaanya, hal
ini yang belum terjadi IF 2..IF3

Identifikasi resiko dirumah sakit sudah berjalan, baik melalui


identifikasi unit maupun identifikasi resiko pada pelayanan
kepada pasien …IF 4,5,6

Langkahnya dengan melakukan risk grading manajemen


resiko..IF 7,8

Sudah ditetapkan dengan adanya buku panduan, namun belum


berjalan di rumah sakit ini ..IF 10
Dari hasil wawancara kepada informan didapatkan bahwa dalam

melakukan perencanaan manajemen resiko pada tahap identifikasi resiko dan

penetapan konteks yaitu komunikasi dan konsultasi, menetapkan konteks,

identifikasi resiko sesuai kategori resiko, kemudian setelah itu dilakukan

Analisa resiko selanjutnya kalau sudah di analisa dilakukan evaluasi resiko,

kemudian penanganan resiko dan pemantauan resiko, tetapi Langkah ini belum

dilaksanakan maksimal dirumah sakit, yang dilakukan dirumah sakit memang

sudah dilakukan identifikasi sesuai kategori kemudian dilakukan Analisa dan

penanganan, untuk penetapan konteks belum dilakukan. formulir resiko sudah

ada tapi belum terisi secara maksimal karena pelaporan juga tidak berkala

dilaporkan dari unit ataupun dari ruangan, seharusnya pelaporan dilakukan

setiap 6 bulan, pelaksanaan manajemen resiko yang diminta adalah agar

pelaksana semua lebih proaktif dalam pelaksanaanya, hal ini yang belum terjadi

c. Penetapan Prioritas resiko

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan, didapatkan

informasi tentang penetapan prioritas resiko pada pelaksanaan manajemen

resiko melalui pertanyaan “Bagaimana proses penetapan prioritas resiko yang

berjalan dirumah sakit ini?”

Proses penetapan prioritas resiko yaitu menetapkan unit resiko


memahami proses bisnis, menentukan aktivitas krusial,
menentukan barang yang ada pada aktivitas krusial tersebut,
menentukan bentuk kegiatan yang dapat terjadi pada aktifitas
krusial tersebut…IF 1

Penetapan prioritas resiko berdasarkan risk matriks


grading…IF 2

Penetapan prioritas resiko berdasarkan risk matriks grading.


Ditentukan dengan besarnya probabilitas dan dampak yang
ditimbulkan, grading yang paling ringgi akan menjadi prioritas
resiko ..IF 3

Dengan menggunakan risk grading yang dudah dinilai… IF 4,5

Dengan risk grading ..IF 6,7,8

Dengan perhitungan grading resiko ada rumusnya.. IF 9, 10,11

Dengan perhitungan rumus yang sudah ada dipanduan, ..IF


12,13

Dari hasil wawancara kepada informan didapatkan bahwa dalam

melakukan pelaksanaan manajemen resiko pada tahap penetapan prioritas

resiko yaitu menetapkan unit resiko memahami proses bisnis, menentukan

aktivitas krusial, menentukan barang yang ada pada aktivitas krusial tersebut,

menentukan bentuk kegiatan yang dapat terjadi pada aktifitas krusial, dengan

melakukan prioritas berdasarkan risk matriks grading, yang sudah tertuang

dalam buku panduan

d. Proses Pengendalian resiko

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan, didapatkan

informasi tentang tahap pelaksanaan manajemen resiko untuk menentukan

proses pengendalian resiko yang berjalan di rumah sakit “Bagaimana proses

pengendalian resiko yang berjalan di rumah sakit ini?”

Pengendalian resiko di Rumah Sakit sudah dilakukan seperti


membuat kebijakan, SPO, perubahan system melalui cara cara
pemecahan masalah melalui investigasi sederhana, RCA dan
lain sebagainya …IF 1

Prosesnya ada tiga yaitu:


Eliminasi (menghilangkan sumber/aktivitas berbahaya); ada
substitusi itu mengenali sumber, alat, mesin, bahan atau materi,
bisa juga aktivitas atau area supaya menjadi aman, kemudian
bisa dengan perancangan atau modifikasi alat mesin bahan
material aktivitas supaya menjadi aman IF 3

Pengendalian dilakukan/ dikordinir dibawah komite K3RS


IF 2, 4,5,6,7,8

Dari hasil wawancara kepada informan didapatkan bahwa dalam

melakukan pengendalian resiko di Rumah Sakit sudah dilakukan seperti

membuat kebijakan, SPO, perubahan system melalui cara cara pemecahan

masalah melalui investigasi sederhana, Prosesnya ada tiga yaitu: Eliminasi

(menghilangkan sumber/aktivitas berbahaya); ada Substitusi itu mengenali

sumber, alat, mesin, bahan atau materi, bisa juga aktivitas atau area supaya

menjadi aman, kemudian bisa dengan Perancangan atau modifikasi alat mesin

bahan material aktivitas supaya menjadi aman

e. Proses Monitoring Evaluasi

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan, didapatkan

informasi tentang proses monitoring evaluasi manajemen resiko melalui

pertanyaan

1. “Bagaimana proses pelaporan internal manajemen resiko yang

berjalan di rumah sakit ini?”

2. “ Bagaimana Proses Pelaporan eksternal manajemen resiko yang

berjalan di rumah sakit ini?”

3. “ bagaimana proses monitoring evaluasi manajemen resiko yang

berjalan di rumah sakit ini?”

Caranya dilakukan pelaporan dari masing masing unit dan bagian


yang ada dirumah sakit kepada bagian Komite Mutu, Keselamatan
pasien dan Manajemen Resiko(KMKP)untuk dilaprkan kepada
direktur rumah sakit, harusnya pelaporan ini dilakukan dengan
Upaya mencegah sebelum resiko terjadi , proses monitoring
evaluasi dilakukan dengan mendeteksi dan mengantisipasi
adanya perubahan dalam hal konteks organisasi, profil resiko
berdasarkan level tiap resiko IF 1,2
Pelaporan internal dilaporkan kepada komite K3RS, sedangkan
pelaporan eksterna ldilaporkan kepada Kemenkes, untuk
monitoring evaluasi harusnya bagian seperti K3RS, bagian PPi
dan Mutu rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi ke
ruangan atau unit unit yang ada, tapi belum terlaksana
IF3,4,6,7,

Kejadian insiden dilaporkan melalui komite mutu rumah sakit,


sedangkan pelaporan eksternal saya kurang paham
pelaporannya seperti apa IF 5,8,9

Pelaporan internal dilakukan dari komite mutu ke direktur


rumah sakit, sedangkan yang eksternal nanti dari rumah sakit
kepada dinas kesehatan , untuk monitoring evaluasi belum
berjalan sesuai dengan regulasi IF 10,11, 12,

Untuk pelaporan itu langsung dari kepala ruangan dilaporkan


kepada komite mutu atau PPI. Monitoring itu untuk melihat
apakah kejadian sudah sesuai dengan yang diharapkan,
monitoring dan evaluasi yang dijalankan di rumah sakit
dilakukan oleh mutu rumah sakit IF 13

Dari hasil wawancara kepada informan didapatkan bahwa dalam

melakukan monitoring evaluasi manajemen resiko yaitu pelaporan dari masing

masing unit dan bagian yang ada dirumah sakit kepada bagian Komite Mutu,

Keselamatan pasien dan Manajemen Resiko(KMKP) untuk dilaporkan kepada

direktur rumah sakit, harusnya pelaporan ini dilakukan dengan Upaya

mencegah sebelum resiko terjadi, proses monitoring evaluasi dilakukan dengan

mendeteksi dan mengantisipasi adanya perubahan dalam hal konteks

organisasi, profil resiko berdasarkan level tiap resiko. Pelaporan internal

dilaporkan kepada komite K3RS, sedangkan pelaporan eksterna ldilaporkan

kepada Kemenkes, untuk monitoring evaluasi harusnya bagian seperti K3RS,

bagian PPi dan Mutu rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi ke

ruangan atau unit unit yang ada, tapi belum terlaksan


Tabel 5.16
Matriks Triangulasi Proses Pelaksanaan Manajemen Resiko

Domain Aspek yang Wawancara Mendalam dan FGD Observasi dan studi Dokumentasi Kesimpulan
Diperiksa

Proses a. Tahap Pelaksanaan Manajemen Dari hasil wawancara kepada informan Hasil observasi : Tahap proses 1. Tahapan proses
Resiko didapatkan bahwa tahapan pelaksanaan manajemen resiko dirumah sakit belum pelaksanaan manajemen
manajemen resiko yaitu identifikasi resiko, berjalan seperti yang tertuang di dalam resiko sudah tertuang
menilai resiko, pengelolaan/ respon terhadap pedoman pelaksanaan manajemen resiko, jelas didalam pedoman
resiko, implementasi dan evaluasi, pelaporan dan masih kurang pengetahuan pelaksana manajemen resiko
resiko, pelaksanaan saat ini berjalan manajemen resiko terkait tahapan proses Rumah Sakit
pelaksanaan manajemen resiko dilaksanakan pelaksanaan manajemen resiko 2. Pengetahuan pelaksana
setelah terjadinya insiden atau resiko, belum manajemen resiko terkait
dilaksanakan dengan tujuan pencegahan Hasil Studi dokumentasi: proses manajemen resiko
terhadap kemungkinan resiko yang ada. Sudah ada tahapan proses pelaksanaan masih kurang
manajemen resiko di dalam buku pedoman 3. Rumah sakit belum
manajemen resiko terintegrasi yang ada ri maksimal dalam
Rumah Sakit, yaitu: menjalankan proses
1. Komunikasi dan konsultasi manajemen resiko sesuai
2. Penetapan konteks dengan tahapan
3. Penilaian resiko (identifikasi resiko, seharusnya di buku
analisis resiko, kategori resiko, pedoman
evaluasi resiko, penanganan resiko)
4. Pengendalian resiko
5. Monitoring dan evaluasi
b. Tahap Perencanaan Dari hasil wawancara kepada informan Hasil Observasi : 1. Langkah Langkah
Manajemen Resiko (penetapan didapatkan bahwa dalam melakukan Pengetahuan dan kesadaran akan penetapan konteks dan
konteks dan identifikasi resiko) perencanaan manajemen resiko pada tahap pelaksanaan manajemen resiko di rumah identifikasi resiko sudah
identifikasi resiko dan penetapan konteks yaitu sakit belum proaktif, dalam proses terdapat didalam buku
komunikasi dan konsultasi, menetapkan perencanaan (penetapan konteks belum panduan manajemen
konteks, identifikasi resiko sesuai kategori dilakukan sesuai pedoman, identifikasi resiko Rumah sakit
resiko, kemudian setelah itu dilakukan Analisa sudah dilakukan tetapi belum terisi 2. Pelaksanaan perencanaan
resiko selanjutnya kalau sudah di analisa kedalam formulir resiko, belum ada (penetapan konteks dan
dilakukan evaluasi resiko, kemudian laporan berkala terkait identifikasi identifikasi resiko) belum
penanganan resiko dan pemantauan resiko, resiko di ruangan terlaksana sesuai dengan
Langkah Langkah yang
Langkah ini belum dilaksanakan maksimal Studi Dokumentasi: ada di dalam panduan
dirumah sakit, yang dilakukan dirumah sakit Penetapan konteks dan identifikasi pedoman
memang sudah dilakukan identifikasi sesuai resiko sudah tertuang dalam pedoman 3. Formulir identifikasi
kategori kemudian dilakukan Analisa dan pelaksanaan manajemen resiko resiko seperti yang ada
penanganan, untuk penetapan konteks belum pada pedoman panduan
dilakukan. Penetapan konteks merupakan artikulasi manajemen resiko belum
tujuan dan mendefeniskan parameter digunakan dirumah sakit
Formulir resiko sudah ada tapi belum terisi eksternal dan internal untuk
secara maksimal karena pelaporan juga tidak diperhitungkan ketika pengelolaan
berkala dilaporkan dari unit ataupun dari resiko, kemudia menetapkan ruang
ruangan, seharusnya pelaporan dilakukan lingkup dan kriteria resiko untuk
setiap 6 bulan, pelaksanaan manajemen resiko prosedure selanjutnya.
yang diminta adalah agar pelaksana semua
lebih proaktif dalam pelaksanaanya, hal ini Dalam menetapakan konteks dilakukan
yang belum terjadi hal-hal sebagai kerikut:
1. Melakukan analisis secara umum
tentang situasi internal dan eksternal
terkait dengan perkiraan skenerio
keterjadian pernyataan resiko.
2. Memanfaatkan informasi dari
berbagai sumber untuk melakukan
analisis situasi internal dan
eksternal
3. Memahami tujuan satuan kerja
melalui Rencana Strategis dan
Rencana Kinerja/ Penetapan
Kinerja yang telah disusun.
4. Memahami jumlah dan jenis resiko
yang siap ditangani atau diterima
organisasi dan kesiapan organisasi
untuk menanggung resiko setelah
perlakukan resiko dalam upaya
mencapai sasaran

Identifikasi Resiko
Setiap pemilik resiko harus
mengidentifikasi sumber resiko area
dampak, peristiwa (termasuk perubahan
keadaan), penyebabnya dan
konsekwensi potensi resiko. tujuan dari
langkah ini adalah untuk menghasilkan
daftar lengkap resiko berdasarkan
peristiwa yang mungkin mendukung,
meningkatkan, mencagah, menurunkan,
mempercepat atau menunda pencapaian
tujuan.

Metode identifikasi resiko di RSUD


Lubuk Sikaping dilakukan dengan
metode Failure Mode and Effect
Analysis (FMEA). Untuk melaksanakan
identifikasi resiko dilingkungan kerja
masing-masing, dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memahami dan mengidentifikasi
kegiatan utama di unit kerja
2. Mengidentifikasi tujuan masing-
masing kegiatan tersebut
3. Mengumpulkan data dan
informasi tentang resiko yang
mungkn terjadi atas kegiatan
tersebut, baik resiko yang pernah
terjadi maupun yang belom
terjadi
4. Mencari penyebab dari resiko-
resiko yang telah diidentifikasi
untuk mendapatkan penyebab
uatamanya.
5. Mengidentifikasi apakah
penyebab tersebut sifatnya dapat
dikendalikan (controllable) atau
tidak dapat dikendalikan
(Uncontrollable) bagi unit kerja
6. Mengisi hasil butir-butir (1) – (6)
di atas, dalam formulir
identifikasi resiko dan
memperbaharuinya setiap saat
terjadi pernyataan resiko.
Identifikasi pernyataan resiko
dapat dilakukan dengan
penyelarasan terhadap
perkembangan situasi lingkungan
internal dan eketrnal yang terjadi.

c. Tahap Penetapan Prioritas Dari hasil wawancara kepada Hasil Observasi: 1. Penentuan prioritas
Resiko informan didapatkan bahwa dalam Dalam menentukan prioritas resiko sudah resiko sudah tertuang
melakukan pelaksanaan manajemen resiko menggunakan skala matriks Analisa didalam pedoman
pada tahap penetapan prioritas resiko yaitu resiko dengan tabel kemungkinan dan pelaksanaan
menetapkan unit resiko memahami proses dampak kemudian dapat ditentukan status manajemen resiko
bisnis, menentukan aktivitas krusial, resiko apakah sangat tinggi, tinggi, rumah sakit
menentukan barang yang ada pada aktivitas sedang, rendah dan sangat rendah, namun 2. Pelaksanaan yang
krusial tersebut, menentukan bentuk kegiatan dilakukan kebanyakan setelah resiko masih belum proaktif
yang dapat terjadi pada aktifitas krusial, terjadi bukan Analisa sebelum terjadinya dari berbagai pihak
dengan melakukan prioritas berdasarkan risk suatu resiko 3. Sudah menggunakan
matriks grading, yang sudah tertuang dalam skala resiko dalam
buku panduan menentukan prioritas
resiko
Studi dokumentasi:
Sudah terdapat skala dampak dan
kemungkinan untuk menentukan satus
resiko apakah sangat tinggi, tinggi,
sedang, rendah dan sangat rendah di
dalam panduan pedoman manajemen
resiko Rumah Sakit.

Resiko yang sudah dianalisa dilakukan


evaluasi resiko yaitu proses
membandingkan antara hasil analisa
resiko dengan kriteria untuk menentukan
apakah resiko dapat diterima atau
ditoleransi.

Hasil evaluasi resiko sebagaimana


dimaksud berisi uturan prioritas resiko
dan daftar yang akan ditangani dengan
mengalikan score resiko dengan
menetukan rangking prioritas resiko
dengan pengkalian score resiko
(Frekuensi x Dampak) x Score
Controllability

d. Tahap Proses Pengendalian Dari hasil wawancara kepada Hasil observasi: Pengendalian resiko
Resiko informan didapatkan bahwa dalam melakukan Pelaksanaan pengendalian resiko dirumah sakit sudah
pengendalian resiko di Rumah Sakit sudah dirumah sakit belum berjalan maksimal, dilaksanakan hanya belum
dilakukan seperti membuat kebijakan, SPO, namun sudah tertuang lengkap didalam mengacu kepada pedoman
perubahan system melalui cara cara pemecahan pedoman manajemen resiko rumah sakit yang sudah ada
masalah melalui investigasi sederhana,
Prosesnya ada tiga yaitu: Eliminasi Studi dokumentasi :
(menghilangkan sumber/aktivitas berbahaya); Langkah-langkah dalam merancang
ada Substitusi itu mengenali sumber, alat, kegiatan pengendalian adalah sebagai
mesin, bahan atau materi, bisa juga aktivitas berikut:
atau area supaya menjadi aman, kemudian bisa a. Berdasarkan hasil penilaian resiko,
dengan perancangan atau modifikasi alat mesin pemilik resiko mengidentifikasi
bahan material aktivitas supaya menjadi aman apakah kegiatan pengendalian
yang ada telah efektif untuk
meminimalkan resiko
b. Kegiatan pengendalian yang telah
ada tersebut perlu dinilai
efektivitasnya dalam rangka
mengurangi probailitas terjadinya
resiko (abatisasi) maupun
mengurangi dampak resiko
(mitigasi)
c. Selain itu juga perlu diperhatian
ada/tidaknya pengendalian
alternatif (compaensing control)
yang dapat mengurangi terjadinya
resiko.
d. Terhadap resiko yang belum ada
kegiatan pengendalian maupun
yang telah ada, namun dinilai
kurang atau tidak efektif , perlu
dirancang kegiatan yang
baru/merevisi kegiatan
pengendalian yang sudah ada
e. Menerapakan kegiatan
pengendalian yang telah dirancang
dalam mengelola resiko

e. Tahap Monitoring evaluasi Dari hasil wawancara kepada Hasil observasi: Monitoring evaluasi
informan didapatkan bahwa dalam melakukan Pelaksanaan monitoring evaluasi belum belum berjalan maksimal
monitoring evaluasi manajemen resiko yaitu berjalan sebagaimana mestinya, didalam dirumah sakit dan
pelaporan dari masing masing unit dan bagian pedoman panduan. Hal ini membuat unit pelaporan belum
yang ada dirumah sakit kepada bagian Komite atau ruangan juga belum melakukan secara terlaksana sesuai
Mutu, Keselamatan pasien dan Manajemen maksimal dan proaktif, selain alas an seharusnya
Resiko(KMKP) untuk dilaporkan kepada beban kerja juga dikarenakan banyak yang
direktur rumah sakit, harusnya pelaporan ini belum memahami dan mengerti
dilakukan dengan Upaya mencegah sebelum pelaksanaan manajemen resiko sesuai
resiko terjadi, proses monitoring evaluasi dengan pedoman yang ada
dilakukan dengan mendeteksi dan
mengantisipasi adanya perubahan dalam hal Studi Dokumentasi:
konteks organisasi, profil resiko berdasarkan Monitoring dan evaluasi adalah bagian
level tiap resiko. Pelaporan internal dilaporkan dari proses manajemen resiko yang
kepada komite K3RS, sedangkan pelaporan memastikan bahwa seluruh tahapan proses
eksterna ldilaporkan kepada Kemenkes, untuk dan fungsi manajemen resiko memang
monitoring evaluasi harusnya bagian seperti berjalan dengan baik. Monitoring adalah
K3RS, bagian PPi dan Mutu rumah sakit pemantauan rutin terhadap kinerja aktual
melakukan monitoring dan evaluasi ke ruangan proses manajemen resiko dibandingkan
atau unit unit yang ada, tapi belum terlaksana dengan rencana yang akan dihasilkan.
Evaluasi adalah peninjauan atau
pengkajian berkala atas kondisi saat ini
dengan fokus tertentu.

1. Laporan profil resiko merupakan


kumpulan resiko kunci yang disusun
masing-masing satuan kerja.
Pelaporan profil resiko dilaksanakan
setiap tahun anggaran pada saat
penyusunan Program Kerja Tahunan.

2. Laporan proses manajemen resiko


pada masing-masing satuan kerja yang
memuat informasi mengenai resiko
kunci yang dikelola, rencana
mitigasi//pengelolaan , dan realisasi
mitigasi / pengelolaan resiko yang
telah dijalankan.
3. Laporan pemantauan dan evaluasi
proses manajemen resiko pada
masing-masing satuan kerja minimal 6
bulan sekaliu, merupakan hasil
pemantauan
3) Output

Dari hasil wawancara kepada informan terkait output dari pelaksanaan

manajemen resiko terhadap mutu kesehatan yang dilihat dari tujuh indikator

mutu rumah sakit, melalui beberapa pertanyaan yaitu

a) “ Menurut bapak ibu bagaimana mutu pelayanan kesehatan dirumah

sakit ini 2 tahun terakhir jika dilihat dari indikator mutu?”

Baik IF 1, 4,6,7,8

Cukup baik ..IF 2, 5

Seluruh indikator mutu sudah tercapai hanya ada 1


indikator yang belum yaitu kepatuhan terhadap clinical
patway yang belum tercapai, padahal alur klinis ini menjadi
hal yang sangat penting dimana erat kaitannya nanti dengan
resiko keuangan jika lama rawatan pasien dan penggunaan
obat obatan diruangan tidak mengikuti clinical patway IF 3

Sudah semakin baik IF 9.10

Sudah baik saat ini hanya beberapa indikator saja yang


masih belum mencapai target IF 11,12,13

Baik IF 14 ,15,16

b) “ Apakah pelaksanaan manajemen resiko dirumah sakit ini sudah

berjalan sesuai dengan standar yang ada?”

sudah sesuai namun pelaksanaan pengendalian masih


belum maksimal IF1

belum, karena pelaksanaannya belum menunjukkan


perubahan yang signifikan terhadap proses manajemen
resiko di rumah sakit..IF2

belum sesuai dengan standar yang seharusnya dari


Kemenkes, walaupun pedoman sudah ada tetapi masih
banyak pengetahuan dari pelaksana yang masih kurang
terkait pelaksanaan manajemen resiko, hal ini bisa
dikarenakan proses monitoring evaluasi yang belum
berjalan sehingga motivasi dari staf untuk melaksanakan
masih kurang dan belum proaktif melaksanakan IF 3
manajemen resiko rumah sakit sudah berjalan IF 4,5,6

sudah mulai sesuai dengan standar IF 7, 10,11

Sudah sesuai IF 8,9

Sudah sesuai tapi belum maksimal seperti panduan IF 12,13

Kurang Tau IF 14,15,16

c) “Adakah kaitannya pelaksanaan manajemen resiko ini terhadap

indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, bisakah bapak

ibu jelaskan?”

Tentu saja erat kaitannya antara manajemen resiko dengan


mutu dimana diharapkan dengan terlaksananya manajemen
resiko resiko seprti infeksi, kesalahan pemberian obat, resiko
jatuh itu bisa diminimalkan dengan prinsip pencegahan sebelum
terjadi, untuk menghindari resiko infeksi dengan kepatuhan
mencuci tangan dan APD sesuai standar ini, akan menjamin
keselamatn pasien dan akan mengurangi Insiden baik insiden
KTd, KNC, KTC ataupun KPC. Contoh lain dengan kepatuhan
identifikasi pasien tentu saj akan mengurangi resiko kesalahan
pemberian obat kepada pasien, pemasangan pengunci tempat
tidur, pagar tempat tidur, lantai licin akan mengurangi resiko
pasien jatuh, hal ini akan meningkatkan mutu pelayanan kepada
pasien ..IF 1,2 3

Erat kaitanya karena tujuan manajemen resiko sebenarnya


memang untuk meningkatkan keselamatan pasien yang nantinya
akan berdampak kepada pencapaian mutu pelayanan kesehatan
…IF 4,5,6

Jelas ada kaitannya IF 7.8.9.10

Sangat erat kaitannya jika benar benar dilaksanakan


manajemen resiko yang seharusnya otomatis mutu rumah sakit
akan semakin baik IF 11,12, 13

Terkait namun pelaksanaan saat ini belum maksimal IF


14,15,16
d) “Bagaimana Upaya yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan

pelaksanaan manajemen resiko di rumah sakit?

Upaya yang dapat dilakukan sebenarnya adalah bagaimana


semua staf dan manajerial komitmen dalam melaksanakan
manajemen resiko..F1,2, 3

Komitmen manajemen, kesadaran pimpinan dan staf untuk


pelaksanaan manajemen resiko, system yang ada, monitoring
dan evaluasi, serta pelatihan manajemen resiko untuk seluruh
staf ..IF 4

Kerjasama semua tim yang ada dirumah sakit ..IF 5

Pelatihan/ sosialisasi untuk semua petugas IF 6,7,8

Soasialisasi dan komitmen dari pihak manajerial .IF 14,15

Motivasi dan monitoring yang jelas serta pemberian reward


yang jelas karena menambah beban kerja sataf ..IF 16

e) “Adakah saran atau masukan yang dapat bapak ibu berikan terhadap

pelaksanaan manajemen resiko di rumah sakit ini ?”

perlu dilakukan pelatihan untuk seluruh staf tentang manajemen


resiko sehingga diharapkan timbul kesadaran seluruh staf untuk
menerapkan manajemen resiko di rumah sakit, seperti budaya
melaporkan kejadian dan bekerja sesuai SPO IF 1, 2

Pelaksanaan manajemen resiko didukung oleh dana. Sumber


dana yang kurang mengakibatkan proses pelaksanaan
manajemen resiko terhambat. Sehingga perlu alokasi dana
untuk pelaksanaan manajemen resiko IF 3

Perlu monitoring dan evaluasi secara rutin dari bidang dan


bagian mutu untuk mengontrol atau pengendalian manajemen
resiko terlaksana dengan baik dan mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan IF 4,5,6

Pelatihan dan sosialisasi untuk seluruh petugas Rumah sakit IF


7,8,9

Kerja sama semua tim yang ada dirumah sakit IF 10,11


Dari hasil wawancara dengan informan didapatkan informasi

bahwa ada hubungan yang era tantara pelaksanaan manajemen resiko

dengan indikator mutu rumah sakit terutama di ruangan rawat inap.

Indikator mutu rumah sakit saat ini sudah mulai tercapai sesuai target yang

ditetapkan kemenkes namun dari 7 indikator mutu yang saat ini belum

mencapai target yaitu kepatuhan terhadap alur klinis, dengan

terlaksananya manajemen resiko resiko seprti infeksi, kesalahan

pemberian obat, resiko jatuh itu bisa diminimalkan dengan prinsip

pencegahan sebelum terjadi, untuk menghindari resiko infeksi dengan

kepatuhan mencuci tangan dan APD sesuai standar ini, akan menjamin

keselamatn pasien dan akan mengurangi Insiden baik insiden KTD, KNC,

KTC ataupun KPC. Contoh lain dengan kepatuhan identifikasi pasien tentu

saj akan mengurangi resiko kesalahan pemberian obat kepada pasien,

pemasangan pengunci tempat tidur, pagar tempat tidur, lantai licin akan

mengurangi resiko pasien jatuh, hal ini akan meningkatkan mutu

pelayanan kepada pasien


Tabel 5.17
Matriks Triangulasi Output
Domain Aspek yang Wawancara Mendalam dan FGD Observasi dan studi Dokumentasi Kesimpulan
Diperiksa

Output Indikator mutu Rumah sakit Dari hasil wawancara dengan Hasil observasi: 1. Rumah sakit sudah
informan didapatkan informasi bahwa ada Pelaporan dan formulir identifikasi menjalankan mutu
hubungan yang era tantara pelaksanaan mutu ruangan sudah berjalan dengan baik
manajemen resiko dengan indikator mutu dirumahsakit dan sudah dilaporkan 2. Sudah adanya laporan
rumah sakit terutama di ruangan rawat inap. kepada komite mutu rumah sakit, mutu berkala di rumah
Indikator mutu rumah sakit saat ini sakit
sudah mulai tercapai sesuai target yang Studi Dokumentasi: 3. Pencapaian mutu clinical
ditetapkan kemenkes namun dari 7 indikator 7 indikator mutu yang dilihat patway belum memenuhi
mutu yang saat ini belum mencapai target yaitu ketercapaiannya di ruangan sudah target sesuai dengan
kepatuhan terhadap alur klinis, dengan memenuhi target dari kemenkes standar
terlaksananya manajemen resiko resiko seprti kecuali untuk kepatuhan clinical
infeksi, kesalahan pemberian obat, resiko jatuh patway memang belum berjalan di
itu bisa diminimalkan dengan prinsip Rumah sakit sesuai dengan yang
pencegahan sebelum terjadi, untuk diharapkan
menghindari resiko infeksi dengan kepatuhan
mencuci tangan dan APD sesuai standar ini,
akan menjamin keselamatn pasien dan akan
mengurangi Insiden baik insiden KTD, KNC,
KTC ataupun KPC
Contoh lain dengan kepatuhan
identifikasi pasien tentu saj akan mengurangi
resiko kesalahan pemberian obat kepada
pasien, pemasangan pengunci tempat tidur,
pagar tempat tidur, lantai licin akan
mengurangi resiko pasien jatuh, hal ini akan
meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien
BAB VI
PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat
1) Pelaksanaan Manajemen Resiko
Dari hasil penelitian tentang pelaksanaan manajemen resiko, dimana

didapatkan hasil dari 103 responden lebih dari separo responden yaitu 76 orang

(73.8%) menyatakan bahwa pelaksanaan manajemen resiko di RSUD Lubuk

Sikaping masih dalam kategori kurang berhasil, hanya 27 orang (26.2 %) yang

menyatakan berhasil.

Kurang berhasil pelaksanaan manajemen resiko dapat dilihat dari

gambaran hasil penelitian. Dari gambaran pelaksanaan manajemen resiko

tergambar bahwa pelaksanaan manajemen resiko masih kurang yang bisa

dilihat dari tahapan yang belum maksimal dilakukan di Rumah sakit,

diantaranya lebih dari separo mengungkapkan bahwa belum terlaksananya

tahapan pada aspek proses komunikasi dan konsultasi yaitu pada tahap

pelaksanaan koomunikasi yang berkala, yaitu 68.9 % mengatakan tidak

dilakukan. Pada tahapan penilaian resiko; 76.7 % belum dilakukannya

pengisian formulir identifikasi resiko. 51.5 % belum dilakukan Analisa

terhadap resiko yang diidentifikasi dan 76.7 % belum dibuat peta resiko dari

analisa yang dilakukan. Selanjutnya yang belum dilakukan maksimal yaitu

pada aspek evaluasi resiko yaitu 77.7 % mengatakan bahwa rumah sakit belum

menggunakan hasil evaluasi resiko dalam membuat pertimbangan terhadap

kebijakan yang ada dan 76.7 % belum menggunakan rumus dalam menentukan

prioritas resiko.
Dari gambaran hasil penelitian yang sudah maksimal dilakukan oleh

rumah sakit dalam pelaksanaan manajemen resiko pada aspek penetapan

konteks karena 100 % responden menyatakan sudah dilakukan, selain itu yang

sudah dilakukan maksimal yaitu pada aspek penilaian resiko pada tahap

identifikasi sumber resiko dan pengendalian resiko sudah dilakukan 100 %.

Manajemen risiko adalah upaya menganalisis sistem yang ada terhadap

potensi kesalahan untuk mencegah terjadinya insiden. Manajemen risiko

merupakan suatu usaha terorganisir untuk mengidentifikasi, menyusun

prioritas risiko, menganalisis dan mengurangi potensi risiko yang mungkin

terjadi pada pasien, pengunjung, staff dan aset organisasi (Permenkes no 25

tahun 2019)

Implementasi program manajemen risiko di semua tingkat organisasi

merupakan tantangan bagi para manajer. Tantangan bagi manajemen adalah

mendukung dan mendorong manajemen risiko klinis yang bijaksana dengan

Berkomunikasi dan menunjukkan dukungan untuk manajemen risiko,

Mempercayai dan memberdayakan semua staf untuk mengidentifikasi,

menganalisis, melaporkan, dan mengelola risiko, Mengakui, menghargai, dan

memberdayakan praktik manajemen risiko yang baik; Identifikasi dan

pengelolaan berkelanjutan masalah sistemik dan faktor penyebab; Mendorong

pembelajaran organisasi; Mengembangkan strategi penanganan risiko yang

tepat untuk mengurangi kemungkinan atau terulangnya masalah atau

konsekuensi; dan Pemantauan berkelanjutan terhadap strategi yang diterapkan

untuk memastikan mereka efektif dalam mengurangi risiko klinis (Olii et al.,

2019).
Hasil penelitian Syafiah (2021) kepada perawat di Rumah Sakit Islam

Sultan Agung Semarang menunjukkan bahwa semua responden sudah

melakukan manajemen risiko dengan baik dan berhasil, namun masih perlu

ditingkatkan penerapannya. Secara umum manajemen risiko merupakan suatu

usaha, rencana, upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan

terjadinya suatu risiko atau kejadian yang tidak diinginkan terhadap semua

elemen yang ada di rumah sakit.

Pendapat lain yang disampaikan oleh Ridley (2016), bahwa dalam

setiap bentuk kegiatan pemberian pelayanan pastinya ada risiko bahaya yang

berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan baik risiko bagi pekerja maupun

pasien. Oleh karena itu, Manajemen risiko merupakan teknik atau cara yang

digunakan untuk menangani dan mengelola dengan tepat risiko yang dihadapi

baik oleh pekerja maupun pasien dan memastikan bahwa tidak ada yang akan

terkena risiko saat berada di rumah sakit.

Penelitian yang dilakukan oleh (Olii et al., 2019) menyatakan bahwa

terdapat beberapa faktor yang secara umum memiliki kecenderungan sebagai

faktor kunci dalam implementasi risiko klinis di rumah sakit adalah

kepimpinan, pengetahuan staf, dan adanya situasi yang bertanggung jawab atas

program manajemen risiko klinis dan kebijakan strategis rumah sakit. Petugas

Kesehatan yang patuh dan disiplin dalam melakukan manajemen risiko dalam

setiap tindakan kepada pasien akan bermanfaat dalam melindungi pasien

maupun diri perawat dari kemungkinan risiko yang mungkin ada seperti risiko

klinis maupun non klinis. Penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh

perawat sangat berpengaruh terhadap pencegahan risiko dan juga dapat


mempengaruhi ke mutu pelayanan keperawatan yang diberikan.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Budiono et

al., 2014) menyatakan bahwa perawat pada bangsal rawat inap Rumah Sakit

Unisma Malang dengan latar belakang pendidikan Diploma III Keperawatan

dan S1 Keperawatan sudah dapat menerapkan dengan tepat sesuai standar

Prosedur Operasional (SOP) manajemen risiko. Hal ini diketahui bahwa

perawat sudah melakukan screening terhadap pasien baru, kemudian pasien

akan dirawat sesuai penyakitnya dan penanganan risiko yang telah

teridentifikasi sesuai dengan standar yang ada.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Santoso & Sugiarsi, (2017)

menyatakan bahwa pelaksanaan monitoring manajemen risiko di unit filing

RSUD Dr. Moewardi belum dilakukan dengan maksimal, serta pengawasan

dan pelaksanaannya belum terdokumentasi dengan baik. Demikian juga

dengan Handel yang menyatakan bahwa penerepan program manajemen risiko

dapat secara efektif mengurangi angka/jumlah kesalahan medis (Zaboli R et

al., 2019).

Asumsi peneliti pada penelitian ini belum terselenggaranya secara

makasimal pelaksanaan manajemen resiko dikarenakan faktor kunci dalam

implementasi risiko klinis di rumah sakit yaitu kepimpinan, pengetahuan staf,

dan adanya situasi yang bertanggung jawab atas program manajemen risiko

rumah sakit yang belum berjalan maksimal. Komitmen Petugas Kesehatan

yang patuh dan disiplin dalam melakukan manajemen risiko dalam setiap

tindakan yang masih kurang.


2) Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian tentang gambaran distribusi frekuensi data indikator

mutu rumah sakit yang didapatkan dari data wawancara terhadap tenaga

kesehatan, dari 7 indikator mutu kesehatan yang diambil di rawat inap ada 3

indikator yang lebih dari separo responden menyatakan belum berhasil yaitu

indikator mutu kepatuhan kebersihan tangan 54.3 % responden menyatakan

belum tercapai, 51.5 % kepatuhan penggunaan APD juga belum tercapai,

selanjutnya 63.1 % kepatuhan terhadap alur klinis (clinical pathway belum

tercapai). Indikator mutu yang sudah dirasa cukup baik dan lebih separo

responden menyatakan sudah tercapai yaitu kepatuhan identifikasi pasien 87.4

% tercapai, kepatuhan waktu visite dokter 61.2 % tercapai, selanjutnya 59.2 %

kepatuhan Upaya pencegahan resiko pasien jatuh dan terakhir 66 % kepuasan

pasien tercapai.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa target pencapaian mutu pada

indikator kepatuhan hand hygiene dari 103 responden 56 (54.3%) diantaranya

menyatakan belum berhasil, masih ada perilaku petugas kesehatan yang belum

menerapkan hand hygiene dalam five moment mencuci tangan, yaitu sebelum

kontak pasien dan setelah kontak dengan lingkungan pasien. Untuk kebiasaan

mencuci tangan yang sudah dilakukan secara patuh oleh petugas kesehatan

yaitu sebelum tindakan aseptik, setelah kontak cairan tubuh, Setelah kontak

pasien.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan

Pasien menyatakan salah satu sasaran keselamatan pasien adalah mengurangi

risiko infeksi akibat perawatan kesehatan. Kebersihan tangan adalah salah satu
cara mengurangi risiko infeksi yang dimaksud dalam pasal ini.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kustian, dkk (2020) tentang

kepatuhan petugas kesehatan dalam penerapan five moment mencuci tangan;

68,3 % yang belum diterapkan adalah pada saat sebelum kontak dengan pasien

61,7 % belum diterapkan pada saat bersentuhan dengan lingkungan sekitar

pasien, untuk momen lainnya sudah diterapkan dengan maksimal

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti

Marfu’ah tahun 2018, menjelaskan bahwa kurangnya kepatuhan tenaga

kesehatan dalam melakukan hand hygiene disebabkan karena belum

membudayakan hand hygiene sebelum kontak dengan pasien dengan alasan

karena mereka menganggap risikonya kecil karena kebanyakan tindakan yang

dilakukan non invasif hanya mengganti infus. Semakin sering tidak melakukan

hand hygiene moments satu maka risiko kontaminasi ke pasien akan semakin

meningkat.

Petugas kesehatan juga belum membiasakan cuci tangan setelah kontak

dengan lingkungan pasien karena menganggap bahwa tidak langsung

bersentuhan dengan pasien atau cairan tubuh pasien, Penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahfita Ferdinah tahun 2017,

menjelaskan bahwa karena tenaga kesehatan menganggap tidak adanya kuman

atau patogen berbahaya pada tangan karena tenaga kesehatan tidak menyentuh

pasien ataupun terkena cairan tubuh pasien. Padahal kuman juga melekat di

lingkungan pasien seperti tempat tidur, laken, tiang infus, linen kotor, dan

sebagainya

Dari hasil penelitian tentang distribusi frekuensi indikator mutu


nasional, dimana didapatkan hasil dari 103 responden untuk indikator

kepatuhan penggunaan APD hampir separo responden 50 orang (48.5%)

menyatakan target penggunaan APD sudah tercapai dan 53 orang (51.5 %)

yang belum tercapai. Target yang diharapkan oleh indikator mutu adalah

penggunaan APD yang lengkap mulai dari sarung tangan, topi, pelindung kaki,

masker,apron, dan googles sesuai dengan indikasi tindakan yang dilakukan,

target yang belum tercapai karena ada beberapa tindakan yang seharusnya

menggunakan APD lengkap namun belum sesuai.

Kepatuhan Penggunaan APD merupakan suatu tindakan dalam

pencegahan kecelakaan kerja terutama di fasilitas layanan kesehatan.

Kepatuhan penggunaan APD merupakan perilaku yang dapat dipengaruhi oleh

faktor kesadaran maupaun faktor lingkungan. Penggunaan APD termasuk

dalam faktor lingkungan,yang bisa mempengeruhi kepatuhan dalam

penggunaan APD, dalam penggunaan APD merupakan suatu perilaku agar

terbentuknya suatu keselamatan fisik agar terhindar dari kecelakaan kerja.

Kepatuhan penggunaan APD memliki kedudukan yang penting dalam

mengadakan suatu upaya keadaan agar terhindar dari bahaya kecelakaan

(Wasty, I dkk, 2021).

Hasil penelitian lain yang menunjukkan pencapaian indikator mutu

yang belum tercapai yaitu terhadap alur klinis yang masih belum memenuhi

target pencapaian indikator mutu, kepatuhan terhadap clinical pathways di

RSUD lubuk sikaping 63,3 % belum memenuhi target.

Clinical Pathway atau alur klinis adalah sebuah pedoman yang

digunakan untuk melakukan tindakan klinis berbasis bukti pada fasilitas


layanan kesehatan. Clinical Pathway dikenal juga dengan istilah lain

seperti critical case pathway, integrated case pathway, coordinated case

pathway atau anticipated recovery pathway dan dibuat dengan cara

membaurkan pedoman klinik umum ke protokol lokal yang dapat

diaplikasikan di fasilitas pelayanan kesehatan setempat. Manfaat yang

diharapkan dari clinical pathways selain adanya peningkatan mutu

pelayanan yang standar berdasarkan studi kedokteran berbasis bukti, adalah

efektivitas biaya Clinical Pathway dapat digunakan sebagai salah satu alat

untuk melakukan audit medis yang tujuannya berujung pada

peningkatan mutu pelayanan (Mulkiya A, 2022).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tantawi tentang Clinical

pathway versus traditionl case plan for caring post operative children

undergoing cardiothoracic surgery. Hasil penelitiannya menunjukkan setelah

dilakukan penerapan Clinical pathway terdapat perbaikan yang nyata terhadap

pengetahuan dan kinerja dari hampir semua perawat. Para perawat dan dokter

memperoleh pengetahuan yang baik tentang Clinical pathway dan tingkat

kepuasan pasien meningkat (Kementerian Kesehatan, 2015). Clinical pathway

merupakan standar prosedur dari setiap profesi yang mengacu pada standar

pelayanan dari profesi masing-masing, disesuaikan dengan strata sarana

pelayanan rumah sakit. Clinical pathway dapat digunakan untuk prediksi lama

hari dirawat dan biaya pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sehingga dapat

mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya rumah sakit (Paat C, 2017).

Analisis Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) menunjukkan

bahwa adanya 17 potensi modus kegagalan yang ditemukan pada


implementasi clinical pathway pelayanan kasus Appendicitis Acutedi IGD RSI

Surabaya dengan sembilan diantaranya merupakan modus kegagalan

prioritas. embilan potensi kegagalan prioritas tersebut dapat mengakibatkan

penurunan kualitas pelayanan yang diterima oleh pasien. Secara umum,

diketahui pula bahwa RSI Surabaya belum melakukan integrasi antara clinical

pathway dengan SIM RS secara sempurna. Oleh karena itu, dengan

melakukan pengintergrasian Clinical Pathway dengan SIM RS secara

sempurna, diharapkan mampu menjadi solusi untuk mempermudah

pengimplementasian Clinical Pathway sehingga dapat meningkatkan

kepatuhan petugas kesehatan juga meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

Selanjutnya dari segi indikator kepatuhan identifikasi pasien

didapatkan hasil bahwa sudah 87.4 % sudah tercapai, petugas kesehatan baik

dokter, perawat dan farmasi sudah melakukan identifikasi pasien pada saat

pemberian obat, pemberian nutrisi, pemberian produk darah, pengambilan

specimen dan sebelum melakukan Tindakan diagnostik. Keamanan pelayanan

di rumah sakit dimulai dari ketepatan identifikasi pasien. Rumah sakit harus

membangun sistem yang menjamin bahwa pelayanan yang tepat diberikan

kepada pasien yang tepat.

Identifikasi pasien adalah mencocokkan gelang identitas pasien pada

pergelangan tangan kiri/kanan yang tercantum nama lengkap, tanggal lahir dan

nomor Rekam Medis dengan identitas orang yang akan diberikan, dilakukan

tindakan/prosedur, diambil darah/sample, diberikan darah atau produk darah,

dilakukan pengobatan (Permenkes No 11 Tahun 2017).

Hasil penelitian Eliwarti, E (2021) tentang kepatuhan tenaga kesehatan


dalam penerapan identifikasi pasien dapat dilakukan dengan baik di ruang

rawat inap penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang dikarenakan kepala

ruangan selalu melakukan supervisi dalam penerapan identifikasi pasien (47%)

dan adanya pertemuan rutin berkaitan supervisi oleh kepala ruangan yang

membahas kasus kasus keperawatan khususnya dalam penerapan identifikasi

pasien (47%). Supervisi yang baik membuat tenaga kesehatan melakukan

pelayanan kesehatan sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya

dengan memperhatikan keselamatan pasien khususnya identifikasi pasien.

Menurut asumsi peneliti kepatuhan identifikasi pasien sudah dilakukan

dengan baik oleh petugas kesehatan dikarenakan sudah adanya kesadaran dan

motivasi tenaga kesehatan akan pentingnya keselamatan pasien. Berdasarkan

hasil penelitian Lin Herlina (2019) Ada hubungan antara motivasi perawat

dengan kepatuhan pelaksanaan identifikasi pasien sebagai bagian dari

keselamatan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Karya Husada Karawang

2019 dengan nilai p value = 0,004 (p<0,05).

Selain kepatuhan terhadap identifikasi pasien yang sudah memenuhi

target dari hasil penelitian ini yaitu kepatuhan akan waktu visite dokter,

kepatuhan pencegahan resiko jatuh dan kepuasan pasien .

Berdasarkan hasil penelitian mendeskripsikan bahwa diketahui dari

103 responden yang diteliti, sebagian besar (59,2 %) tenaga kesehatan sudah

patuh dalam melakukan pencegahan risiko jatuh dan sebanyak (40.8 %) tenaga

kesehatan belum melakukan sesuai indikator mutu yang seharusnya. Hal ini

berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Jati (2017) di Rumah Sakit X

Surabaya menjelaskan bahwa sebanyak 55,3% memiliki kepatuhan rendah dan


44,7% memiliki kepatuhan tinggi dalam melaksanakan Standar Prosedur

Operasional (SPO) pencegahan pasien jatuh. Berdasarkan kedua analisis

perbedaan hasil tersebut dikarenakan pelaksanaan coaching pengarahan kepala

ruang yang dapat meningkatkan kepatuhan perawat dalam mencegah resiko

sesuai dengan standar prosedur operasional. Kepatuhan merupakan sikap

seseorang untuk bersedia mentaati dan mengikuti spesifikasi, standar, atau

aturan yang telah diatur dengan jelas, oleh perusahaan yang bersangkutan dan

lembaga lain yang berwenang (Jati, 2017) .

Kepatuhan assesment resiko jatuh juga merupakan suatu pengamatan

tingkah laku perawat dalam melakukan assesment terhadap pasien dengan

resiko jatuh padapasien sesuai dengan panduan.Kepatuhan dikalkulasikan dari

jumlah pengamatan pelaksanaan assesment dibagi dengan jumlah pengamatan

kesempatan untuk melakukan assesment pasien dengan resiko jatuh (Setyarini

EA, 2013)

Indikator mutu pelayanan kesehatan selanjutnya yang sudah tercapai

dari hasil penelitian ini adalah kepatuhan terhadap waktu visite dokter dimana

dari 103 responden sebanyak 63 responden menyatakan waktu visite dokter di

ruangan rawat inap sudah sesui standar yaitu dari jam 06.00 sd 14.00. tetapi

masih ada 38 responden menyatakan belum sesuai target yaitu masih terdapat

beberapa dokter spesialis yang belum melakukan visite di jadwal yang sudah

ditetapkan oleh Indikator mutu.

Hasil penelitian Sudarmaji, H (2023), Capaian indikator mutu yang

telah ditetapkan, terdapat 2 indikator yang belum tercapai targetnya oleh

RS St. Carolus Borromeus Kupang diantarnya Waktu tunggu pada klinik


rawat jalan (lebih dari standard, yaitu > 60 menit). Adapun Indikator

Kepatuhan Jam Visite dokter spesialis di Rumah Sakit St Carolus Borromeus

Kupang masih belum mencapai strandar (≥ 80%). Beberapa dokter spesialis

yang menjadi DPJP di RS St. Carolus Borromeus mempunyai tugas utama di

rumah sakit lain, sehingga terkadang mengalami keterlambatan visite

sesuai ketentuan, yaitu di atas pukul 14.00. Perbandingan dengan standar

di SPM (Standar Pelayanan Minimal) untuk kepatuhan jam visite dokter

spesialis juga, yaitu pukul 08.00 hingga 14.00 tiap hari kerja. Indikator

waktu tunggu Rawat jalan yang juga belum memenuhi standar (≤ 60 menit).

Hal ini dikarenakan, banyak pasien datang langsung, dan melakukan

pendaftaran poli sore pada pagi hari sehingga waktu kontak dengan

petugas pendaftaran sampai waktu kontak dengan dokter melebihi 60 menit

B) Analisa Bivariat

Hubungan Pelaksanaan Manajemen Resiko Dengan Mutu Pelayanan

Kesehatan di RSUD Lubuk SIkaping

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 76 responden yang

menyatakan pelaksanaan manajemen resiko kurang berhasil, terdapat 43

(76.8%) responden menyatakan kepatuhan kebersihan tangan belum tercapai,

Sedangkan 27 responden yang menyatakan berhasil, ada 13 (13.2%) yang

menyatakan bahwa kepatuhan kebersihan belum tercapai. Hasil uji statistik

menunjukan nilai p = 0,001 < 0,05 (α) artinya Ho ditolak, maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelaksanaan

manajemen resiko dengan ketercapaian indikator mutu kepatuhan kebersihan

tangan. Statistik lanjut menunjukkan nilai OR = 2,403 artinya responden yang


menyatakan kurang dalam pelaksanaan manajemen resiko berisiko sebesar 2.5

kali untuk tidak melakukan kepatuhan kebersihan tangan.

Manajemen risiko di Rumah sakit sebagai suatu kegiatan

pengendalian yang menyeluruh berupa identifikasi dan evaluasi untuk

mengurangi risiko cedera dan kerugian pada pasien, karyawan rumah sakit

dan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Bagi Instansi Rumah

sakit memiliki tugas dan kewajiban untuk mengidentifikasi dan

mengendalikan secara menyeluruh baik di area pelayanan dalam pengawasan

unit Pengendalian Infeksi Nosokomial (PPI), area infeksius dan area

lingkungan Rumah sakit di bawah unit K3RS sebagai suatu aspek penting

yang dirancang untuk mencegah dampak negatif dalam proses bisnis atau

meminimalkan kehilangan finansial.

Kegiatan mencuci tangan merupakan salah satu indikator penting

didalam mutu guna pencegahan infeksi nosokolial antara petugas kesehatan

kepada pasien dan sebaliknya antara pasien dengan petugas kesehatan

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa pengawasan IPCLN yang

baik memberikan kepatuhan perawat melakukan cuci tangan yang baik

di ruang rawat inap sebanyak 7 orang (20,59 %), kepatuhan sedang

sebanyak 1 orang (2,94 %) dan kepatuhan buruk sebanyak 2 orang

(5,88 %).Pengawasan IPCLN yang kurang baik menyebabkan kepatuhan

perawat melakukan cuci tangan yang sedang sebanyak 16 orang (47,06

%) dan kepatuhan buruk sebanyak 8 orang (23,53%). Hal ini menunjukkan

bahwa dengan adanya pengawasan IPCLN belum tentu dapat

menimbulkan kepatuhan perawat melakukan cuci tangan, sehingga


kesadaran perawat melakuan cuci tangan di ruang rawat inap masih

tergolong rendah.

Pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan perilaku yang benar pada

saat petugas kesehatan melakukan tindakan ke pasien, adanya prosedur

yang baik sangat berperan dalam membentuk perilaku yang benar,

namun demikian akan menjadi hambatan dalam pelaksanaan apabila fasilitas

cuci tangan dengan air mengalir yang terbatas atau bahkan kurang tersedia.

Berdasarkan hasil penelitian, sebagai bentuk dukungan rumah sakit terhadap

fasilitas dengan keterbatasan sarana cuci tangan dengan air mengalir dapat

menggunakan handrub, disetiap sudut ruangan sudah disediakan handrub

lengkap dengan petunjuk 6 langkah mencuci tangan. Handrub tidak

hanya disediakan untuk perawat namun pengunjung dan keluarga pasien juga

bisa menggunakannya karena di setiap sudut ruangan sudah disediakan.

Keadaan ini jika sudah teridentifikasi akan menimbulkan resiko penularan

infeksi kepada pasien (Widyastuti W,dkk 2020)

Menurut asumsi peneliti terdapat pengaruh yang signifikan antara

pelaksanaan manajemen resiko jika terlaksana dengan baik dimana dengan

proaktif tenaga kesehatan dalam mengidentifikasi, menganalisa serta

melakukan monitoring evaluasi terhadap resiko baik klinis maupun nonklinis

tentusaja akan memotivasi petugas kesehatan untuk semakin patuh dalam

penerapan pencegahan infeksi guna peningkatan pasien savety salah satunya

dengan penerapan kepatuhan cuci tangan.


Berdasarkan hasil penelitian- diketahui bahwa dari 76 responden yang

menyatakan pelaksanaan manajemen resiko kurang berhasil, terdapat 40

(75.5%) responden menyatakan kepatuhan penggunaan APD belum tercapai,

Sedangkan 27 responden yang menyatakan berhasil, ada 13 (24.5%) yang

menyatakan bahwa kepatuhan penggunaan APD belum tercapai. Hasil uji

statistik menunjukan nilai p = 0,013 < 0,05 (α) artinya Ho ditolak, maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelaksanaan

manajemen resiko dengan ketercapaian indikator mutu kepatuhan penggunaan

APD.

Alat perlindungan diri (APD) merupakan alat yang digunakan oleh

petugas kesehatan untuk melindungi pasien dari berbagai mikroorganisme

yang ada pada petugas kesehatan. Selain itu peralatan APD yang digunakan

petugas kesehtan juga bertujuan untuk melindungi diri nya selama

melaksanakan tugas. Jenis alat pelindung diri yang direkomendasikan adalah

masker, pelindung wajah (face shield), pelindung mata (goggles), sarung

tangan, penutup kepala, apron, dan jubah (gown), dan sepatu pelindung

(Kemenkes, RI 2020). Menurut WHO, pengunaan alat pelindung diri sangat

penting untuk melindungi hidung, mukosa mulut dan mata dari tetesan atau

cairan yang terkontaminasi. Tangan merupakan media yang paling ampuh

untuk mengirimkan patogen ke bagian lain dari anggota tubuh atau individu

lainnya. Sehingga kebersihan tangan dan penggunaan sarung tangan juga

dianggap penting untuk melindungi petugas kesehatan dan mencegah

penularan kepada orang lain (Dewi E & dkk, 2022)

Mengingat pentingnya masalah keselamatan pasien yang harus


ditangani segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan regulasi tentang

keselamatan pasien salah satunya dengan penerapan manajemen resiko di

rumah sakit, Diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor

1691 pada tahun 2011 tentang keselamatan pasien di rumah sakit, dan

Permenkes no 25 tahun 2019 tentang manajemen resiko, mendorong upaya

pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien. Ada 6 (enam) Sasaran

Keselamatan Pasien (patient safety) yaitu; Ketepatan identifikasi pasien,

peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan kewaspadaan terhadap high

alert drugs, kepastian tepat prosedur, tepat lokasi dan tepat pasien operasi,

mengurangi resiko infeksi dan mengurangi resiko pasien jatuh. Enam sasaran

keselamatan pasien merupakan panduan untuk meningkatkan keselamatan

pasien di rumah sakit salah satunya adalah pengurangan resiko infeksi

nosocomial

Pengurangan resiko infeksi nosokomial menjadi tantangan diseluruh

dunia karena infeksi nosokomial dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas serta meningkatkan biaya kesehatan yang disebabkan penambahan

waktu pengobatan dan perawatan di rumah sakit. Rumah sakit diharapkan lebih

bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu dan

memperhatikan kepentingan pasien dengan seksama dan hati-hati. Mutu

pelayanan rumah sakit dikatakan baik apabila pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan dapat memuaskan setiap pasien. Pasien akan merasa puas 3

bila pelayanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi dari apa yang

menjadi harapannya (Molinna V, 2013)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 76 responden yang


menyatakan pelaksanaan manajemen resiko kurang berhasil, terdapat 8

(61.5%) responden menyatakan kepatuhan identifikasi pasien belum tercapai,

Sedangkan 27 responden yang menyatakan berhasil, ada 5 (38.5%) yang

menyatakan bahwa kepatuhan identifikasi belum tercapai. Hasil uji statistik

menunjukan nilai p = 0,318 > 0,05 (α) artinya Ho diterima, maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pelaksanaan

manajemen resiko dengan ketercapaian indikator mutu kepatuhan identifikasi

pasien.

Salah satu konsep manajemen risiko yang diterapkan oleh KARS 2012

sebagai standar bagi rumah sakit di Indonesia adalah peningkatan mutu dan

keselamatan pasien (PMK) yang merupakan bagian dari standar manajemen

rumah sakit. Konsep tersebut adalah sebuah pendekatan komprehensif dari

peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Peningkatan mutu secara

menyeluruh adalah dengan memerkecil (reduction) risiko pada pasien dan staf

secara berkesinambungan. Risiko ini dapat ditemukan baik dalam proses klinis

maupun di lingkungan fisik. Salah satu indikator mutu untuk menunjang

keselamatan pasien adalan identifikasi pasien, yang dilakukan saat pemberian

obat untuk menghindari kesalahan pemberian obat.

Keselamatan pelayanan di rumah sakit salah satunya dimulai dari

ketepatan identifikasi pasien. Kesalahan identifikasi pasien diawal pelayanan

akan berdampak pada kesalahan pelayanan pada tahap selanjutnya (WHO,

2007). Rumah sakit diharuskan menjamin kebenaran proses identifikasi sejak

pasien pertama kali didaftar (Setyowati, 2010). Risiko keselamatan terjadi

ketika terdapat ketidakcocokan antara pasien dengan item pelayanan yang


seharusnya diterima, baik bersifat diagnostik, teraupetik, maupun pelayanan

pendukung lainnya. Kesalahan identifikasi pasien merupakan akar dari

banyaknya kesalahan (insiden) terjadi (ACSQHC, 2012). Mengetahui

pentingnya identifikasi pasien dalam upaya pencegahan IKP dan masih banyak

terjadi insiden IKP yang disebabkan karena kesalahan identifikasi.

Setiap pasien perlu diberikan identitas pasien dengan tepat karena tidak

semua pasien dapat mengungkapkan identitas secara lengkap dan benar. Hal

tersebut karena beberapa pasien dalam keadaan terbius, mengalami

disorientasi, tidak sadar sepenuhnya, bertukar tempat tidur atau kamar atau

lokasi dalam rumah sakit atau kondisi lain yang menyebabkan kesalahan

identifikasi pasien (KARS, 2017)

Dari kesimpulan diatas dapat disimpulkan sebenarnya terdapat

hubungan antara manajemen resiko dengan kepatuhan pelaksanaan identifikasi

pasien, namun secara statistic dari hasil penelitian ini tidak terdapat hubungan

dikarenakan untuk pelaksanaan identifikasi resiko di rumah sakit sudah

berjalan baik sehingga distribusi frekuensi pelaksanaan yang belum tercapai

tidak terlalu signifikan tentu saja ini mempengaruhi terhadap hasil uji statistik.

Walaupun sebenanrya secara teori jelas ada hubungan yang bermakna antar

pelaksanaan manajemen resiko dengan mutu pelayanan kesehatan

dalamkepatuhan identifikasi pasien karena merupakan bagian pencegahan dan

Tindakan proaktif dari meminimalkan dampak resiko yang ada di rumah sakit.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 76 responden yang

menyatakan pelaksanaan manajemen resiko kurang berhasil, terdapat 31

(77.5%) responden menyatakan kepatuhan waktu visite dokter belum tercapai,


Sedangkan 27 responden yang menyatakan berhasil, ada 9 (22.5%) yang

menyatakan bahwa kepatuhan waktu visite dokter belum tercapai. Hasil uji

statistik menunjukan nilai p = 0,651 > 0,05 (α) artinya Ho diterima, maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pelaksanaan

manajemen resiko dengan ketercapaian indikator mutu kepatuhan waktu visite

dokter.

Manajemen Risiko adalah proses yang proaktif dan kontinu

meliputi identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian, informasi

komunikasi, pemantauan, dan pelaporan risiko, termasuk berbagai

strategi yang dijalankan untuk mengelola Risiko dan potensinya.

Manajemen Risiko Terintegrasi adalah proses identifikasi, analisis, evaluasi

dan pengelolaan semua risiko yang potensial dan diterapkan terhadap

semua unit/bagian/program/kegiatan mulai dari penyusunan rencana

strategis, penyusunan dan pelaksanaan program dan anggaran, pertanggung

jawaban dan monitoring dan evaluasi serta pelaporan. (PERMENKES No

25 Tahun 2019).

Manajemen risiko memainkan peran yang sangat penting dalam

mencegah dan menangani kesalahan medis, karena dapat dilakukan

identifikasi dan pencegahan terhadap potensi risiko. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa menciptakan pemahaman yang luas dan mendalam t-

entang manajemen kesalahan medis dapat meningkatkan pelayanan kepada

pasien yang berhubungan dengan pelaporan insiden. Penerapan manajemen

risiko telah terbukti mampu menurunkan angka kesalahan pada unit gawat

darurat (Zimmer et al., 2018). Pendekatan yang berdasar pada manajemen


risiko prospektif dapat secara efektif meningkatkan keselamatan di rumah sakit

(Yulianingtyas et al.,2018). Neale Graham dalam penelitiannya menunjukkan

bahwa 20% insiden terjadi di kamar operasi Demikian juga dengan Handel

yang menyatakan bahwa penerapan program manajemen risiko dapat secara

efektif mengurangi angka kesalahan medis (Zaboli et al, 2019). Penelitian yang

dilakukan di Kementerian Kesehatan Pendidikan Kedokteran Iran

mengungkapkan bahwa clinical governance merupakan suatu kerangka kerja

untuk mencapai pelayanan klinis yang prima (Dehnavieh et al., 2018), dimana

Manajemen Risiko Klinis merupakan komponen yang penting dalam clinical

governance tersebut (Mumpuni dkk, 2021), oleh karena itu dapat dikatakan

bahwa Manajemen Risiko Klinis memainkan peran yang penting untuk

mencapai pelayanan klinis yang prima.

Mutu rumah sakit terutama waktu visite dokter di ruangan rawat inap

merupakan jadwal kunjungan dokter spesialis yang diharapkan yaitu dari jam

08.00 sd 14.00. kepatuhan ini berkaitan erat dengan kepuasan pasien rawatan

terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien, secara langsung kegiatan ini

memang tidak berhubungan secara langsung terhadap pelaksanaan manajemen

resiko namun berhubungan erat dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan

yang diberikan dirumah sakit.

Hasil penelitian selanjutnya terkait dengan kepatuhan alur klinis,

bahwa dari 76 responden yang menyatakan pelaksanaan manajemen resiko

kurang berhasil, terdapat 45 (69.2%) responden menyatakan kepatuhan alur

klinis belum tercapai, Sedangkan 27 responden yang menyatakan berhasil, ada

20 (30.8%) yang menyatakan bahwa kepatuhan terhadap alur klinis belum


tercapai. Hasil uji statistik menunjukan nilai p = 0,253 > 0,05 (α) artinya Ho

diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara pelaksanaan manajemen resiko dengan ketercapaian indikator mutu

kepatuhan alur klinis.

Clinical pathway merupakan bagian penting dokumen dan alat dalam

mewujudkan good clinical governance di rumah sakit. Di Indonesia, dokumen

ini juga menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam Standar

Akreditasi Rumah Sakit versi KARS 2012. Menjadi pertanyaan besar dalam

penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah-rumah sakit di Indonesia ialah

bagaimana agar clinical pathway dapat berperan secara optimal dalam kendali

mutu dan kendali biaya di rumah sakit serta bukan hanya sekedar dokumen

kertas yang menjadi prasyarat akreditasi.

Tantawi et al (2015) meneliti tentang clinical pathway versus

traditionl care plan for caring post operative children undergoing

cardiothoracic surgery. Hasil penelitiannya menunjukkan setelah dilakukan

penerapan clinical pathway terdapat perbaikan yang nyata terhadap

pengetahuan dan kinerja dari hampir semua perawat. Para perawat dan dokter

memperoleh pengetahuan yang baik tentang clinical pathway dan tingkat

kepuasan pasien meningkat. Rumah Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou merupakan

rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan untuk wilayah Indonesia Timur dan

berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan berstandar internasional. Salah

satu upaya untuk meningkatkan pelayanan dan keseragaman pelayanan yaitu

dengan mengimplementasikan clinical pathway. Terdapat 5 clinical pathway

yang pertama kali diimplentasikan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou, yaitu


clinical pathway dengue shock syndrome (DSS), penyakit ginjal kronik (PGK),

preeklamsia berat, benign prostat hypertrophy (BPH), dan miokard infark akut

(MCI) tanpa komplikasi. Pemilihan clinical pathway ini dikarenakan

penyakitpenyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian, berisiko

tinggi, dan biaya tinggi.

Secara langsung clinical pathways erat kaitannya dengan penggunaan

biaya oleh sebab itu dari hubungan dengan manajemen resiko lebih terkait

dengan resiko terhadap keuangan. Di Rumah sakit RSUD Lubuk Sikaping

pelaksanaan Clinical Patways ini belum berjalan dikarenakan komitmen untuk

pelaksanaan yang belum ada baik dari tingkat manajerial maupun pelaksana di

ruangan, hal ini juga yang mengakibatkan secara statistic tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara manajemen resiko dengan kepatuhan

pelaksanaan clinical pathways.

Hasil penelitian selanjutnya bahwa dari 76 responden yang menyatakan

pelaksanaan manajemen resiko kurang berhasil, terdapat 27 (64.3%)

responden menyatakan kepatuhan upaya pencegahan resiko pasien jatuh belum

tercapi Sedangkan 27 responden yang menyatakan berhasil, ada 15 (35.7%)

yang menyatakan bahwa kepatuhan terhadap Upaya pencegahan pasien jatuh

belum tercapai. Hasil uji statistik menunjukan nilai p = 0,011 < 0.05 % (α)

artinya Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara pelaksanaan manajemen resiko dengan ketercapaian indikator

mutu kepatuhan terhadap upaya pencegahan resiko pasien jatuh.

Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan

dimana terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Ada 6 Sasaran
Keselamatan Pasien yang merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah

sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit yaitu: ketepatan

identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan

keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi, tepat prosedur,

tepat pasien operasi, pengurangan risiko infeksi, dan pengurangan risiko pasien

jatuh (Permenkes Nomor 1691/MENKES/ PER/VIII/2011). Pasien jatuh

merupakan insiden jatuhnya pasien di rumah sakit yang paling

mengkhawatirkan dan berdampak pada cedera bahkan kematian. Rumah Sakit

sudah melakukan upaya untuk mengurangi insiden jatuh namun kenyataannya

insiden jatuh masih terjadi (Putra, D & Iswantoro, 2021).

Berdasarkan dari pengamatan bahwa sebagian besar program

pencegahan risiko jatuh yang belum optimal yaitu berkaitan dengan asesmen

risiko jatuh yang dilakukan oleh perawat. Padahal asesmen risiko jatuh

merupakan langkah awal dari program pencegahan pasien jatuh, apabila tidak

dilakukan maka perawat tidak dapat melakukan intervensi pencegahan risiko

jatuh dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya insiden pasien jatuh di rumah

sakit (Nur dkk., 2017). Kepatuhan perawat dalam melaksanakan asesmen

risiko jatuh dapat dilihat dari seberapa sering perilaku perawat melaksanakan

asesmen risiko jatuh tersebut baik asesmen awal maupun asesmen ulang. Dari

beberapa faktor, kurangnya supervisi merupakan salah satu faktor yang

membuat tidak patuhnya perawat dalam pelaksanaan asesmen risiko jatuh (Nur

dkk, 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di University of Oxford,

efektivitas dari sistem supervisi berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan


penerapan standar pelayanan oleh petugas kesehatan (Flodgren, et al., 2004

dalam Afriani, 2012). Menurut Irawan dkk., 2017 dalam mendukung

penerapan budaya keselamatan pasien diharapkan setiap perawat dalam

pemberian asuhan selalu berdasarkan standar, aktif dalam pelatihan

keselamatan pasien, mengikuti pendidikan keperawatan berkelanjutan dan

meningkatkan dukungan supervisor serta mekanisme reward atas penerapan

budaya keselamatan yang telah dilakukan

Berdasarkan penelitian Nur dkk., 2017 menyatakan bahwa salah satu

faktor pendukung kepatuhan pelaksanaan asesmen risiko jatuh oleh perawat

yaitu motivasi, baik dari sesama rekan kerja maupun kepala ruangan. Motivasi

dapat meningkatkan kinerja seseorang yang juga berbanding lurus dengan

kepatuhan, semakin tinggi motivasi maka semakin tinggi pula tingkat

kepatuhannya (Dewantara, 2016) dan begitu pula sebaliknya. Selain motivasi

sebagai faktor pendukung, beban kerja juga merupakan salah satu faktor

penghambat dalam pelaksanaan asesmen risiko jatuh (Nur dkk., 2017). Beban

kerja dapat mempengaruhi stress kerja dan pelayanan sehingga semakin tinggi

beban kerja maka dapat membuat semakin rendah kinerja karyawan. Hal ini

ditunjukan dari hasil analisis penelitian yang mana ketidakpatuhan perawat

dengan pelaksanaan asesmen risiko jatuh yang lebih dari 1x24 jam terbanyak

berada di ruangan perawatan napza dengan jumlah pasien lebih banyak

dibanding ruang perawatan jiwa.

Dari kesimpulan diatas didapatkan bahwa erat kaitannya antara

manajemen resiko dengan kepatuhan dalam pencegahan resiko pasien jatuh

dimana motivasi terhadap pelaksanaan keselamatan pasien terkait dengan


resiko jatuh akan meningkatkan motivasi dan keinginan perawat atau petugas

di ruangan untuk menerapkan pencegahan pasien jatuh.

Hasil penelitian selanjutnya didapatkan data bahwa dari 76 responden

yang menyatakan pelaksanaan manajemen resiko kurang berhasil, terdapat 29

(82.9%) responden menyatakan indikator mutu kepuasan pasien belum

tercapai, Sedangkan 27 responden yang menyatakan berhasil, ada 6 (17.1 %)

yang menyatakan bahwa mutu kepuasan pasien belum tercapai. Hasil uji

statistik menunjukan nilai p = 0,206 > 0,05 (α) artinya Ho diterima, maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pelaksanaan

manajemen resiko dengan ketercapaian indikator mutu kepuasan pasien.

Upaya dalam mencegah penurunan mutu pelayanan diperlukan

pengelolaan keselamatan pasien. Setiap Rumah Sakit wajib mengupayakan

pemenuhan sasaran keselamatan pasien. Sasaran keselamatan pasien

meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut: ketepatan identifikasi pasien,

peningkatan komunikasi yang efektif; peningkatan keamanan obat yang perlu

diwaspadai; kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;

pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan pengurangan

risiko pasien jatuh. Kepuasan pasien adalah perasaan senang yang dirasakan

pasien selama dirawat di rumah sakit karena mendapatkan kualitas pelayanan

yang optimal. Pasien sebagai pengguna jasa pelayanan keperawatan menuntut

pelayanan keperawatan yang sesuai dengan haknya, yakni pelayanan

keperawatan yang bermutu (Hilmawan. Dkk, 2014).

Hasil penelitian analisis hubungan tindakan petugas dalam mengurangi

risiko infeksi akibat perawatan kesehatan dengan kepuasan pasien diperoleh


ada hububungan antara penerapan patient safety ditinjau dari aspek

mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan dengan kepuasan pasien

di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh diperoleh (p= 0,028). Hasil

penelitian dapat disimpulkan semakin baik tindakan petugas dalam

mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan maka akan semakin

tinggi tingkat kepuasan pasien (Chandra dkk, 2019).

Dari asumsi peneliti kepuasan pasien pada penelitian ini tidak

berhubungan secara statistic terhadap pelaksanaan manajemen resiko, namun

dari hasil penelitian terdahulu kepuasan pasien lebih erat kaitannya dengan

pelaksanaan pasien safety.

C) Analisa Kualitatif

1) Komponen Input

a) Kebijakan

Berdasarkan hasil wawancara kepada 13 orang informan

didapatkan bahwa kebijakan dalam pelaksanaan manajemen resiko sudah

ada berdasarkan peraturan Menteri kesehatan No 25 Tahun 2019 tentang

manajemen Resiko Terintegrasi, dituangkan dalam pedoman manajemen

resiko Rumah Sakit, dibentuk Tim Penyelenggaraan Manajemen Resiko

Terintegrasi yang terdiri atas Bidang/bagian, K3RS,PPI, KMKP.

Ka.Instalasi sebagai penanggung jawab pada unit kerja,namun belum

terlaksana karena belum paham, untuk sosialisasi kebijakan belum

maksimal. Berdasarkan hasil observasi kebijakan dari pemerintah sudah

ada dan rumah sakit sudah menuangkan dalam buku pedoman manajemen

resiko. Masih banyak yang belum paham karena sosialisasi belum


maksimal. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Kebijakan dalam

pelaksanaan manajemen resiko sudah dituangkan dalam pedoman

manajemen resiko namun belum terlaksana.

b) Dana

Berdasarkan hasil wawancara didapatkan bahwa dana dalam

pelaksanaan manajemen resik dalam Upaya peningkatan indikator mutu

pelayanan Rumah Sakit yaitu Sumber dana operasional manajemen resiko

berasal dari dana BLUD. Bentuk sistem pembagian jasa pelayanan sudah

ditentukan dalam Perbub BLUD. Hasil observasi pengelolaan dana di

rumah sakit sudah sesuai dengan peraturan Bupati Kabupaten Pasaman.

Dari studi dokumentasi RSUD lubuk sikaping sejak 2020 sudah BLUD

yang diatur dalam PERBUP :

• Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Pasaman Nomor 39 Tahun 2020

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan BLUD RSUD Lubuk Sikaping

• Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Pasaman Nomor 28 Tahun 2020

tentang Perubahan Ketiga atas Perbup. Pasaman No. 15 Tahun 2017 tentang

Pola Tarif Jasa Pelayanan Kesehatan pada BLUD RSUD Lubuk sikaping

Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa Sudah tersedia sumber

dana, aturan tarif pelayanan, dan pengelolaan keuangan berdasarkan

Peraturan Buapati pasaman

c) Sarana Prasarana

Dari hasil wawancara didapatkan bahwa sarana prasarana sudah

dipenuhi oleh pihak manajemen guna mendukung terlaksananya

manajemen resiko agar bisa meningkatkan mutu rumah sakit, sarana


prasarana terinklud langsung dengan kegiatan pelayanan yang diberikan

kepada pasien yang berdampak langsung kepada insiden kejadian yang

beresiko, dari ruangan mengatakan sarana sudah ada fasilitas sudah ada

tetapi belum memadai dan dari segi jumlah masih ada kekurangan tapi

penggunaan sudah dimaksimalkan.

Hasil Observasi: sarana prasaran rumah sakit sudah memenuhi

standar manajemen resiko, Untuk sarana diruangan sudah memenuhi

standar manajemen resiko hanya belum terpenuhi dari segi jumlah sesuai

dengan kebutuhan ruangan, seperti handwash, handscrub, waslap, Untuk

pemeliharaan sarana prasarana masih kurang seperti masih terlihat

penyangga tangan tempat tidur yang rusak, masih ada dibeberapa kamar

mandi pasien tidak ada pegangan.

Hasil Studi Dokumentasi Sarana prasarana dalam manajemen

resiko memenuhi standar:

1. Keselamatan dan keamanan: gedung, halaman/ground dan peralatan

RS tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, staf dan

pengunjung

2. Bahan berbahaya; penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan

radioaktif dan bahan berbahaya lainnya harus dikendalikan dan limbah

bahan berbahaya dibuang secara aman.

3. Manajemen emergensi: tanggapan terhadap wabah, bencana dan

keadaan emergensi direncanakan dan efektif

4. Pengamanan kebakaran: Properti dan penghuninya dilindungi dari

kebakaran dan asap.


5. Peralatan medis: peralatan dipilih, dipelihara dan digunakan

sedemikian rupa untuk mengurangi risiko.

6. Sitem utilitas : listrik, air dan sistem pendukung lainnya dipelihara

untuk meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian

Kesimpulan dari hasil diatas sarana prasarana sudah tersedia di rumah

sakit dan memenuhi standar manajemen resiko, Ketersedian sarana prasarana

sudah ada namun untuk jumlah yang memenuhi kebutuhan ruangan masih ada

yang kurang

d) SDM
Dari hasil wawancara tentang pelaksanaan manajemen resiko dalam

upaya peningkatan mutu nasional rumah sakit kepada informan tentang SDM,

didapatkan informasi bahwa yang menjadi pelaksana manajemen resiko

adalah semua baik pihak manajerial maupun staf dan karyawan rumah sakit,

masing masing memiliki peran dan tanggung jawab masing masing, namun

belum berjalan dengan maksimal sesuai peran dan tanggung jawab

seharusnya, Direktur sebagai pimpinan rumah sakit membuat kebijakan

terkait pelaksanaan manajemen resiko yang nantinya akan dijalankan

dimasing masing unit dan instalasi, kepala bidang melakukan monitoring

evaluasi dan pelaksanaan di bagian PPI, K3RS, KMKP dan SPI, namun belum

berjalan sesuai pedoman pelaksanaan. Hasil Observasi peran dan tanggung

jawab belum maksimal dijalankan oleh masing masing unit sesuai dengan

pedoaman yang ada.

Hasil Studi dokumentasi: Pada pedoman pelaksanaan manajemen resiko,

Peran dan tanggung jawab dari: Direktur; Menetapakan kebijakan, starategi

penerapan penilaian resiko terhadap; Pimpinan (Ka.Tata Usaha, Kepala Bidang)


bertanggung jawab dalam melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan

manajemen resiko dan bertanggung jawab kepada direktur; Instalasi bertanggung

jawab dalam melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan manajemen resiko dan

bertanggung jawab kepada unit diatasnya; Komite Mutu, Keselamatan pasien dn

Manajemen Resiko(KMKP) bertanggung jawab dalam menyusun rancangan regulasi

dan program ,pemetaan area resiko dan merekap data resiko, mengkordinir

pelaksanaan manajemen resiko; Tim Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3-RS)

bertanggung jawab dalam menetapkan profil resiko, pengelolaan resiko, monitoring

dan evaluasi resiko K3(fasilitas dan lingkungan); Satuan Pengawas Internal (SPI)

bertanggung jawab dalam menetapkan profil resiko, pengelolaan, monitoring dan

evaluasi resiko non klinis; Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

bertanggung jawab dalam menetapkan profil, pengelolaan , monitoring dan evaluasi,

Melaporkan kegiatan manajemen resiko infeksi kepada direktur; Seluruh anggota

staf memiliki tanggung jawab pribadi dalam hal pelaksanaan manajemen resiko,

dan seluruh tingkat manajemen harus mengerti dan mengimplemetasi strategi dan

kebijakan manajemen resiko.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Sudah ada unit pelaksana dan

penanggung jawab manajemen resiko; Unit pelaksana dan penanggung jawab

manajemen resiko belum berjalan sesuai fungsi dan peran masing masing dan Sudah

terdapat buku pedoman manajemen resiko di Rumah Sakit;

2) Komponen Proses

a) Tahap Pelaksanaan Manajemen Resiko

Dari hasil wawancara kepada informan didapatkan bahwa tahapan

pelaksanaan manajemen resiko yaitu identifikasi resiko, menilai resiko,

pengelolaan/ respon terhadap resiko, implementasi dan evaluasi, pelaporan

resiko, pelaksanaan saat ini berjalan pelaksanaan manajemen resiko


dilaksanakan setelah terjadinya insiden atau resiko, belum dilaksanakan dengan

tujuan pencegahan terhadap kemungkinan resiko yang ada. Hasil observasi

didapatkan data Tahap proses manajemen resiko dirumah sakit belum berjalan

seperti yang tertuang di dalam pedoman pelaksanaan manajemen resiko, dan

masih kurang pengetahuan pelaksana manajemen resiko terkait tahapan proses

pelaksanaan manajemen resiko

Hasil Studi dokumentasi, Sudah ada tahapan proses pelaksanaan

manajemen resiko di dalam buku pedoman manajemen resiko terintegrasi yang

ada ri Rumah Sakit, yaitu: Komunikasi dan konsultasi; Penetapan konteks;

Penilaian resiko (identifikasi resiko, analisis resiko, kategori resiko, evaluasi

resiko, penanganan resiko); Pengendalian resiko; Monitoring dan evaluasi. Dari

hasil diatas dapat disimpulkan Tahapan proses pelaksanaan manajemen resiko

sudah tertuang jelas didalam pedoman manajemen resiko Rumah Sakit;

Pengetahuan pelaksana manajemen resiko terkait proses manajemen resiko

masih kurang; dan Rumah sakit belum maksimal dalam menjalankan proses

manajemen resiko sesuai dengan tahapan seharusnya di buku pedoman.

b) Tahap Perencanaan Manajemen Resiko (penetapan konteks dan

identifikasi resiko)

Dari hasil wawancara kepada informan didapatkan bahwa dalam

melakukan perencanaan manajemen resiko pada tahap identifikasi resiko dan

penetapan konteks yaitu komunikasi dan konsultasi, menetapkan konteks,

identifikasi resiko sesuai kategori resiko, kemudian setelah itu dilakukan

Analisa resiko selanjutnya kalau sudah di analisa dilakukan evaluasi resiko,

kemudian penanganan resiko dan pemantauan resiko, Langkah ini belum


dilaksanakan maksimal dirumah sakit, yang dilakukan dirumah sakit memang

sudah dilakukan identifikasi sesuai kategori kemudian dilakukan Analisa dan

penanganan, untuk penetapan konteks belum dilakukan. Formulir resiko

sudah ada tapi belum terisi secara maksimal karena pelaporan juga tidak

berkala dilaporkan dari unit ataupun dari ruangan, seharusnya pelaporan

dilakukan setiap 6 bulan, pelaksanaan manajemen resiko yang diminta adalah

agar pelaksana semua lebih proaktif dalam pelaksanaanya, hal ini yang belum

terjadi.

Hasil Observasi, menunjukkan pengetahuan dan kesadaran akan

pelaksanaan manajemen resiko di rumah sakit belum proaktif, dalam proses

perencanaan (penetapan konteks belum dilakukan sesuai pedoman,

identifikasi sudah dilakukan tetapi belum terisi kedalam formulir resiko,

belum ada laporan berkala terkait identifikasi resiko di ruangan. Hasil Studi

Dokumentasi: Penetapan konteks dan identifikasi resiko sudah tertuang dalam

pedoman pelaksanaan manajemen resiko.

Penetapan konteks merupakan artikulasi tujuan dan mendefeniskan

parameter eksternal dan internal untuk diperhitungkan ketika pengelolaan

resiko, kemudia menetapkan ruang lingkup dan kriteria resiko untuk

prosedure selanjutnya. Dalam menetapakan konteks dilakukan hal-hal sebagai

kerikut; Melakukan analisis secara umum tentang situasi internal dan

eksternal terkait dengan perkiraan skenerio keterjadian pernyataan resiko;

Memanfaatkan informasi dari berbagai sumber untuk melakukan analisis

situasi internal dan eksternal; Memahami tujuan satuan kerja melalui Rencana

Strategis dan Rencana Kinerja/ Penetapan Kinerja yang telah disusun;


Memahami jumlah dan jenis resiko yang siap ditangani atau diterima

organisasi dan kesiapan organisasi untuk menanggung resiko setelah

perlakukan resiko dalam upaya mencapai sasaran.

Pada Tahap identifikasi resiko setiap pemilik resiko harus

mengidentifikasi sumber resiko area dampak, peristiwa (termasuk perubahan

keadaan), penyebabnya dan konsekwensi potensi resiko. tujuan dari langkah

ini adalah untuk menghasilkan daftar lengkap resiko berdasarkan peristiwa

yang mungkin mendukung, meningkatkan, mencagah, menurunkan,

mempercepat atau menunda pencapaian tujuan.

Metode identifikasi resiko di RSUD Lubuk Sikaping dilakukan

dengan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Untuk

melaksanakan identifikasi resiko dilingkungan kerja masing-masing,

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Memahami dan

mengidentifikasi kegiatan utama di unit kerja; Mengidentifikasi tujuan

masing-masing kegiatan tersebut; Mengumpulkan data dan informasi tentang

resiko yang mungkn terjadi atas kegiatan tersebut, baik resiko yang pernah

terjadi maupun yang belom terjadi; Mencari penyebab dari resiko-resiko yang

telah diidentifikasi untuk mendapatkan penyebab uatamanya;

Mengidentifikasi apakah penyebab tersebut sifatnya dapat dikendalikan

(controllable) atau tidak dapat dikendalikan (Uncontrollable) bagi unit kerja;

Mengisi hasil butir-butir (1) – (6) di atas, dalam formulir identifikasi resiko

dan memperbaharuinya setiap saat terjadi pernyataan resiko. Identifikasi

pernyataan resiko dapat dilakukan dengan penyelarasan terhadap

perkembangan situasi lingkungan internal dan eketrnal yang terjadi.


Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Langkah- Langkah

penetapan konteks dan identifikasi resiko sudah terdapat didalam buku

panduan manajemen resiko Rumah sakit; Pelaksanaan perencanaan

(penetapan konteks dan identifikasi resiko) belum terlaksana sesuai dengan

Langkah Langkah yang ada di dalam panduan pedoman; serta Formulir

identifikasi resiko seperti yang ada pada pedoman panduan manajemen resiko

belum digunakan dirumah sakit.

c) Tahap Penetapan Prioritas Resiko

Dari hasil wawancara kepada informan didapatkan bahwa dalam

melakukan pelaksanaan manajemen resiko pada tahap penetapan prioritas

resiko yaitu menetapkan unit resiko memahami proses bisnis, menentukan

aktivitas krusial, menentukan barang yang ada pada aktivitas krusial tersebut,

menentukan bentuk kegiatan yang dapat terjadi pada aktifitas krusial, dengan

melakukan prioritas berdasarkan risk matriks grading, yang sudah tertuang

dalam buku panduan.

Hasil Observasi Dalam menentukan prioritas resiko sudah

menggunakan skala matriks analisa resiko dengan tabel kemungkinan dan

dampak kemudian dapat ditentukan status resiko apakah sangat tinggi, tinggi,

sedang, rendah dan sangat rendah, namun dilakukan kebanyakan setelah resiko

terjadi bukan analisa sebelum terjadinya suatu resiko.

Studi dokumentasi sudah terdapat skala dampak dan kemungkinan

untuk menentukan satus resiko apakah sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah

dan sangat rendah di dalam panduan pedoman manajemen resiko rumah sakit.

Resiko yang sudah dianalisa dilakukan evaluasi resiko yaitu proses


membandingkan antara hasil analisa resiko dengan kriteria untuk menentukan

apakah resiko dapat diterima atau ditoleransi. Hasil evaluasi resiko

sebagaimana dimaksud berisi uturan prioritas resiko dan daftar yang akan

ditangani dengan mengalikan score resiko dengan menetukan rangking

prioritas resiko dengan pengkalian score resiko (Frekuensi x Dampak) x Score

Controllability.

Kesimpulan dari data diatas adalah Penentuan prioritas resiko sudah

tertuang didalam pedoman pelaksanaan manajemen resiko rumah sakit,

pelaksanaan yang masih belum proaktif dari berbagai pihak dan sudah

menggunakan skala resiko dalam menentukan prioritas resiko.

d) Tahap Proses Pengendalian Resiko

Dari hasil wawancara kepada informan didapatkan bahwa dalam

melakukan pengendalian resiko di Rumah Sakit sudah dilakukan seperti

membuat kebijakan, SPO, perubahan system melalui cara cara pemecahan

masalah melalui investigasi sederhana, Prosesnya ada tiga yaitu: Eliminasi

(menghilangkan sumber/aktivitas berbahaya); ada Substitusi itu mengenali

sumber, alat, mesin, bahan atau materi, bisa juga aktivitas atau area supaya

menjadi aman, kemudian bisa dengan perancangan atau modifikasi alat mesin

bahan material aktivitas supaya menjadi aman.

Hasil observasi menunjukkan pelaksanaan pengendalian resiko

dirumah sakit belum berjalan maksimal, namun sudah tertuang lengkap

didalam pedoman manajemen resiko rumah sakit. Studi dokumentasi langkah-

langkah dalam merancang kegiatan pengendalian adalah sebagai berikut,

Berdasarkan hasil penilaian resiko, pemilik resiko mengidentifikasi apakah


kegiatan pengendalian yang ada telah efektif untuk meminimalkan resiko;

Kegiatan pengendalian yang telah ada tersebut perlu dinilai efektivitasnya

dalam rangka mengurangi probailitas terjadinya resiko (abatisasi) maupun

mengurangi dampak resiko (mitigasi); Selain itu juga perlu diperhatian

ada/tidaknya pengendalian alternatif (compaensing control) yang dapat

mengurangi terjadinya resiko; Terhadap resiko yang belum ada kegiatan

pengendalian maupun yang telah ada, namun dinilai kurang atau tidak efektif,

perlu dirancang kegiatan yang baru/merevisi kegiatan pengendalian yang

sudah ada; dan Menerapakan kegiatan pengendalian yang telah dirancang

dalam mengelola resiko. Kesimpulan dari data diatas adalah Pengendalian

resiko dirumah sakit sudah dilaksanakan hanya belum mengacu kepada

pedoman yang sudah ada

e) Tahap Monitoring evaluasi

Dari hasil wawancara kepada informan didapatkan bahwa dalam

melakukan monitoring evaluasi manajemen resiko yaitu pelaporan dari

masing masing unit dan bagian yang ada dirumah sakit kepada bagian Komite

Mutu, Keselamatan pasien dan Manajemen Resiko(KMKP) untuk dilaporkan

kepada direktur rumah sakit, harusnya pelaporan ini dilakukan dengan Upaya

mencegah sebelum resiko terjadi, proses monitoring evaluasi dilakukan

dengan mendeteksi dan mengantisipasi adanya perubahan dalam hal konteks

organisasi, profil resiko berdasarkan level tiap resiko. Pelaporan internal

dilaporkan kepada komite K3RS, sedangkan pelaporan eksterna ldilaporkan

kepada Kemenkes, untuk monitoring evaluasi harusnya bagian seperti K3RS,

bagian PPi dan Mutu rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi ke
ruangan atau unit unit yang ada, tapi belum terlaksana.

Hasil observasi menunjukkan pelaksanaan monitoring evaluasi belum

berjalan sebagaimana mestinya, didalam pedoman panduan. Hal ini membuat

unit atau ruangan juga belum melakukan secara maksimal dan proaktif, selain

alas an beban kerja juga dikarenakan banyak yang belum memahami dan

mengerti pelaksanaan manajemen resiko sesuai dengan pedoman yang ada.

Hasil Studi Dokumentasi: Monitoring dan evaluasi adalah bagian dari proses

manajemen resiko yang memastikan bahwa seluruh tahapan proses dan fungsi

manajemen resiko memang berjalan dengan baik. Monitoring adalah

pemantauan rutin terhadap kinerja aktual proses manajemen resiko

dibandingkan dengan rencana yang akan dihasilkan. Evaluasi adalah

peninjauan atau pengkajian berkala atas kondisi saat ini dengan fokus

tertentu:

1. Laporan profil resiko merupakan kumpulan resiko kunci yang disusun

masing-masing satuan kerja. Pelaporan profil resiko dilaksanakan setiap

tahun anggaran pada saat penyusunan Program Kerja Tahunan.

2. Laporan proses manajemen resiko pada masing-masing satuan kerja yang

memuat informasi mengenai resiko kunci yang dikelola, rencana

mitigasi//pengelolaan , dan realisasi mitigasi / pengelolaan resiko yang

telah dijalankan.

3. Laporan pemantauan dan evaluasi proses manajemen resiko pada masing-

masing satuan kerja minimal 6 bulan sekaliu, merupakan hasil pemantauan


Kesimpulan dari data diatas Monitoring evaluasi belum berjalan maksimal

dirumah sakit dan pelaporan belum terlaksana sesuai seharusnya.

3) Komponen Output

Dari hasil wawancara dengan informan didapatkan informasi bahwa ada hubungan

yang era tantara pelaksanaan manajemen resiko dengan indikator mutu rumah sakit terutama

di ruangan rawat inap. Indikator mutu rumah sakit saat ini sudah mulai tercapai sesuai target

yang ditetapkan kemenkes namun dari 7 indikator mutu yang saat ini belum mencapai target

yaitu kepatuhan terhadap alur klinis, dengan terlaksananya manajemen resiko resiko seprti

infeksi, kesalahan pemberian obat, resiko jatuh itu bisa diminimalkan dengan prinsip

pencegahan sebelum terjadi, untuk menghindari resiko infeksi dengan kepatuhan mencuci

tangan dan APD sesuai standar ini, akan menjamin keselamatn pasien dan akan mengurangi

Insiden baik insiden KTD, KNC, KTC ataupun KPC, Contoh lain dengan kepatuhan

identifikasi pasien tentu saj akan mengurangi resiko kesalahan pemberian obat kepada pasien,

pemasangan pengunci tempat tidur, pagar tempat tidur, lantai licin akan mengurangi resiko

pasien jatuh, hal ini akan meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien

Hasil observasi: Pelaporan dan formulir identifikasi mutu ruangan sudah berjalan

dirumah sakit dan sudah dilaporkan kepada komite mutu rumah sakit,, hasil Studi

Dokumentasi; tujuh indikator mutu yang dilihat ketercapaiannya di ruangan sudah memenuhi

target dari kemenkes kecuali untuk kepatuhan clinical patway memang belum berjalan di

rumah sakit sesuai dengan yang diharapkan.


BAB VII

KESIMPULAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penelitian kuantitatif

Dari hasil penelitian tentang Analisa pelaksanaan manajemen resiko dalam

Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit, dari pengumpulan data penelitian

kuantitatif pada penelitian ini dapat disimpulkan :

a) Didapatkan hasil lebih dari separo responden (73.8%) menyatakan bahwa

pelaksanaan manajemen resiko di RSUD Lubuk Sikaping masih dalam

kategori kurang berhasil, hanya 26.2 % yang menyatakan berhasil.

b) Pelaksanaan manajemen resiko masih kurang yang bisa dilihat dari tahapan

yang belum maksimal dilakukan di Rumah sakit, diantaranya lebih dari separo

mengungkapkan bahwa belum terlaksananya tahapan pada aspek proses

komunikasi dan konsultasi yaitu pada tahap pelaksanaan koomunikasi yang

berkala, yaitu 68.9 % mengatakan tidak dilakukan. Pada tahapan penilaian

resiko; 76.7 % belum dilakukannya pengisian formulir identifikasi resiko. 51.5

% belum dilakukan Analisa terhadap resiko yang diidentifikasi dan 76.7 %

belum dibuat peta resiko dari Analisa yang dilakukan. Selanjutnya yang belum

dilakukan maksimal yaitu pada aspek evaluasi resiko yaitu 77.7 % mengatakan

bahwa rumah sakit belum menggunakan hasil evaluasi resiko dalam membuat

pertimbangan terhadap kebijakan yang ada dan 76.7 % belum menggunakan

rumus dalam menentukan prioritas resiko.

c) Gambaran distribusi frekuensi data indikator mutu rumah sakit yang

didapatkan dari data wawancara terhadap tenaga kesehatan, dari 7 indikator


mutu kesehatan yang diambil di rawat inap ada 3 indikator yang lebih dari

separo responden menyatakan belum berhasil yaitu indikator mutu kepatuhan

kebersihan tangan 54.3 % responden menyatakan belum tercapai, 51.5 %

kepatuhan penggunaan APD juga belum tercapai, selanjutnya 63.1 %

kepatuhan terhadap alur klinis (clinical pathway belum tercapai). Indikator

mutu yang sudah dirasa cukup baik dan lebih separo responden menyatakan

sudah tercapai yaitu kepatuhan identifikasi pasien 87.4 % tercapai, kepatuhan

waktu visite dokter 61.2 % tercapai, selanjutnya 59.2 % kepatuhan Upaya

pencegahan resiko pasien jatuh dan terakhir 66 % kepuasan pasien tercapai.

d) Terdapat hubungan yang bermakna antara pelaksanaan manajemen resiko

dengan indikator mutu kepatuhan kebersihan tangan dengan nilai p = 0,001;

kepatuhan penggunaan APD dengan nilai nilai p = 0,013, dan kepatuhan

terhadap pencegahan resiko pasien jatuh dengan nilai p = 0,011 (nilai p value

< 0,05)

e) Terdapat Hubungan yang tidak bermakna antara pelaksanaan manajemen

resiko dengan indikator mutu kepatuhan identifikasi pasien dengan nilai p =

0,318; kepatuhan waktu visite dokter dengan nilai nilai p = 0,651; kepatuhan

terhadap alur klinis (clinical pathways) dengan nilai p = 0,253 dan terakir

dengan indikator kepuasan pasien dengan nilai p = 0,206 (nilai p value > 0,05)

2. Penelitian Kualitatif

Dari pengumpulan data penelitian dengan metode kualitatif didapatkan

hasil dari komponen input, proses dan output yang dapat disimpulkan:

a) Komponen input yang terdiri dari kebijakan, Dana, Sarana prasarana dan SDM

didapatkan hasil bahwa Kebijakan dalam pelaksanaan manajemen resiko sudah


dituangkan dalam pedoman manajemen resiko namun belum terlaksana; Sudah

tersedia sumber dana, aturan tarif pelayanan, dan pengelolaan keuangan

berdasarkan Peraturan Buapati pasaman; Sarana prasarana sudah tersedia di

rumah sakit dan memenuhi standar manajemen resiko, Ketersedian sarana

prasarana sudah ada namun untuk jumlah yang memenuhi kebutuhan ruangan

masih ada yang kurang; dan Sudah ada unit pelaksana dan penanggung jawab

manajemen resiko namun peran dan penanggung jawab manajemen resiko

belum berjalan sesuai fungsi dan peran masing masing walaupun sudah tertuang

didalam pedoman manajemen resiko yang terdapat di Rumah Sakit.

b) Pada komponen proses pelaksanaan manajemen resiko di RSUD lubuk

Sikaping dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan belum dilakukan secara

maksimal namun sudah terdapat lengkap tahap proses manajemen resiko di

dalam panduan manajemen resiko.

c) Pada Komponen Output Rumah sakit sudah menjalankan mutu dengan baik

sudah adanya laporan mutu berkala di rumah sakit, pencapaian mutu clinical

patway belum memenuhi target sesuai dengan standar

B) Saran

a. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman

Menjadikan hasil penelitian ini menjadi bahan informasi dan

evaluasi tentang efektifitas penerapan manajemen resiko dan sebagai

bahan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Kabupaten

Pasaman
b. Bagi Institusi Pendidikan

Menjadikan hasil penelitian ini menjadi bahan acuan dalam

pengembangan informasi dan bahan bagi pengembangan pembelajaran

manajemen rumah sakit dan bahan untuk penelitian selanjutnya dalam

pelaksanaan penerapan manajemen resiko yang terintegrasi dan

diimplementasikan langsung untuk melihat pengaruhnya secara konkrit.

c. Bagi Manajemen Rumah sakit

Perlu komitmen bersama dari pihak manajerial untuk pelaksanaan

manajemen resiko dengan meningkatkan monitoring evaluasi dan

memberikan motivasi kepada seluruh unit penanggung jawab serta

pelaksana manajemen resiko mulai dari tingkat staf sampai dengan

pimpinan.
DAFTAR PUSTAKA

Adibi, H., Khalesi, N., Ravaghi, H., Jafari, M., & Jeddian, A. R. (2020).
Development of an effective risk management system in a teaching hospital.
Journal of Diabetes and Metabolic Disorders, 11(1), 1–7.
https://doi.org/10.1186/2251-6581-11-15

Anika, Vivi, Mumpuni, Retno, Sugiarsi, Sri, Sinta, & Bayu, T. (2021). Penerapan
Manajemen Risiko Di Unit Filing. Indonesian Journal of Health Information
Management, 1(1), 21–28.

Avia, I., & Hariyati, R. T. S. (2019). Impact of hospital accreditation on quality of


care: A literature review. Enfermeria Clinica, 29(January 2018), 315–320.
https://doi.org/10.1016/j.enfcli.2019.06.003

Bleibtreu, E., von Ahlen, C., & Geissler, A. (2022). Service-, needs-, and quality-
based hospital capacity planning – The evolution of a revolution in
Switzerland. Health Policy, 126(12), 1277–1282.
https://doi.org/10.1016/j.healthpol.2022.09.011

Briner, M., & Manser, T. (2013). Clinical risk management in mental health: A
qualitative study of main risks and related organizational management
practices. BMC Health Services Research, 13(1), 1.
https://doi.org/10.1186/1472-6963-13-44

Budiono, S., Alamsyah, A., & Wahyu, T. (2014). Pelaksanaan Program


Manajemen Pasien dengan Risiko Jatuh di Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, 28(1).

Chandra, H., Ismail, N., & Adamy, A. (2019). Hubungan Penerapan Patient Safety
dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum
Daerah Meuraxa Kota Banda Aceh. Jurnal Kesehatan Cehadum, 1(4), 43-53.

Dewi, F., Hayati, M., & Yusrawati, Y. (2022). Kepatuhan Perawat Dalam
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Untuk Memutus Rantai Penularan
Covid–19 Di RSUD Cut Meutia Aceh Utara. Sehat Rakyat: Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 1(2), 116-124.

Dewi L et al. (2022). Total Quality Management ; Patient Safety Culture ; indicator
of patient safety. Jurnal Health Sains: P–ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2723-
6927, 3(3).

Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman. 2022. Profil Kesehatan Kota Lubuk


Sikaping Tahun 2022.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. 2022. Profil Kesehatan Sumatera


Barat Tahun 2022.

Dinas Kesehatan Republik Indonesia. 2022. Profil Kesehatan Indonesia Tahun


2022.

Eliwarti, E. (2021). Analisis Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Kepatuhan


Perawat dalam Penerapan Identifikasi Pasien diruang Rawat Inap Penyakit
Dalam RSUP dr. M. Djamil Padang. Jurnal Akademika Baiturrahim
Jambi, 10(2), 344-354

Eni Isclawati, Usman, & Makhrajani Majid. (2020). Analisis Penerapan Kebijakan
Kesehatan Spesifik Patient Safety Di Rsud Andi Makkasau Kota Parepare.
Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 3(3), 315–322.
https://doi.org/10.31850/makes.v3i3.307

Farokhzadian, J., Dehghan Nayeri, N., & Borhani, F. (2018). Assessment of


Clinical Risk Management System in Hospitals: An Approach for Quality
Improvement. Global Journal of Health Science, 7(5), 294–303.
https://doi.org/10.5539/gjhs.v7n5p294

Galih, E. (2021). Indikator Mutu Nasional Rumah Sakit di Indonesia. Cipta Mulya
Medika.

Herlina, L. (2019). Hubungan Motivasi Dengan Kepatuhan Perawat Dalam


Pelaksanaan Identifikasi Pasien Sebagai Bagian Dari Keselamatan Pasien Di
Ruang Rawat Inap. Jurnal Kesehatan, 10(1), 19-24

Izza, N., Jati, S. P., & Pramukarso, D. T. (2022). Analisis Implentasi Manajemen
Resiko Pada Masa Pandemi COVID-19 di Instalasi Bedah Sentral. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 278–292.

Kementrian Kesehatan RI. 2022. Infodatin Pusat Data dan Informasi. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI; 2017.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 TAHUN 2019


tentang PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI DI
LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

Kustian, D. A., Nurbaeti, N., & Baharuddin, A. (2020). Hubungan Kepatuhan


Perawat dengan Penarapan Five Moment Cuci Tangan Di RSUD Kabupaten
Buton Tahun 2020. Window of Public Health Journal, 1(4), 394-403

Marfu’ah, S., & Sofiana, L. (2018). Analisis tingkat kepatuhan hand hygiene
perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial. Jurnal Fakultas Kesehatan
Masyarakat, 12(1), 29-37.

Mulkiya, A. U., & Zaman, M. K. (2022). Gambaran ImplementasiClinical


Pathways Di RSUD Tengku Sulung Pulau Kijang. In Prosiding Forum Ilmiah
Tahunan (FIT) IAKMI.

Ningsih, K. P., Tunnisa, U., & Erviana, N. (2020). Manajemen Resiko Redesign
Sistem Penjajaran Rekam Medis dengan Metode Failure Mode and Effect
Analysis ( FMEA ). Indonesian of Health Management Journal, 8(1), 8–20.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:


Salemba Medika

Olii, M. W., Rivai, F., & Palutturi, S. (2019). Implementasi Manajemen Risiko
Klinis Dan Faktor-Faktor Yang Mempengruhi Pada Rumah Sakit Di Kota
Makassar. Jurnal Kesehatan Masyarakat Maritim, 2(1), 106–120.
https://doi.org/10.30597/jkmm.v2i1.10063

Paat, C., Kristanto, E., & Kalalo, F. P. (2017). Analisis pelaksanaan clinical
pathway di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Biomedik (JBM).
https://doi.org/10.35790/jbm.9.1.2017.15322

Pedersen, L. M., Jakobsen, A. L., Buttenschøn, H. N., & Haagerup, A. (2023).


Positive association between social capital and the quality of health care
service: A cross-sectional study. International Journal of Nursing Studies,
137. https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2022.104380

Pasinringi, S. A., Rivai, F., Arifah, N., & Rezeki, S. F. (2021). The relationship
between service quality perceptions and the level of hospital accreditation.
Gaceta Sanitaria, 35, S116–S119.
https://doi.org/10.1016/j.gaceta.2021.10.009

Rezeki1, S., Girsang2, E., Ginting3, C. N., & Ali Napiah Nasution4. (2022).
PENERAPAN MANAJEMEN PASIEN SAFETY DALAM RANGKA
PENINGKATAN MUTU PELAYANAN DI RUMAH SAKIT. 4(April 2019),
1021–1028.

Shaikh, Z. M. (2018). Critical Analysis of Patient and Family Rights in JCI


Accreditation and Cbahi Standards for Hospitals. International Journal of
Emerging Research in Management and Technology, 6(7), 324.
https://doi.org/10.23956/ijermt.v6i7.234

Santoso, B. A., & Sugiarsi, S. (2017). Tinjauan Penerapan Manajemen Risiko Di


Unit Filing RSUD Dr. Moewardi. Manajemen Informasi Kesehatan
Indonesia, 5(2), 19–26

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Yogyakarta:


Alfabeta

Wasty, I., Doda, V., & Nelwan, J. E. (2021). Hubungan Pengetahuan Dengan
Kepatuhan Penggunaan Apd Pada Pekerja Di Rumah Sakit: Systematic
Review. Kesmas, 10(2), 117–122.

Windyastuti, W., Widyastuti, N. K. A., & Kustriyani, M. (2020, March).


Hubungan Kepatuhan Cuci Tangan Enam Langkah Lima Momen Dengan
Kejadian Infeksi Nosokomial Di Ruang Mawar RSUD DR. H. Suwondo
Kendal. In Proceeding Widya Husada Nursing Conference (Vol. 1, No. 1).

Yulianingtyas, R., Wigati, P. A., & Suparwati, A. (2018). Analisis Pelaksanaan


Manajemen Risiko di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (Undip), 4(4), 121–128.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/13949

Zaboli R, Karamali M, Salem M, & Rafati H. (2019). Risk management


assessment in selected wards of hospitals of Tehran. Iranian Journal of
Military Medicine Winter, 12(4), 197–202.

Zimmer, M., Wassmer, R., Latasch, L., Oberndörfer, D., Wilken, V., Ackermann,
H., & Breitkreutz, R. (2010). Initiation of risk management: Incidence of
failures in simulated emergency medical service scenarios. Resuscitation,
81(7), 882–886. https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2010.03.009
Lampiran 1
PERMOHONAN MENJADI INFORMAN

Kepada :
Yth. Bapak/ Ibu Calon Informan
Di
Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Universitas Fort
DeKock Bukittinggi :

Nama : Yong Marzuhaili

NIM : 2 1 1 3 1 0 1 0 2 4

Dengan ini mohon bantuan Bapak/ Ibu untuk bersedia menjadi informan
kunci/ informan utama dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pelaksanaan
Manajemen Resiko Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan di
Rawat Inap RSUD Lubuk Sikapiang Tahun 2023”. Penelitian ini tidak akan
berdampak buruk bagi Bapak/ Ibu dan informasi yang diberikan akan dirahasiakan
serta hanya digunakan untuk penelitian saja.
Apabila Bapak/ Ibu menyetujui, maka saya mohon untuk menandatangani
lembar persetujuan yang telah disediakan. Atas perhatian dan kesediaan Bapak/ Ibu
saya ucapkan terima kasih.

Lubuk Sikaping , Mei 2023

Yong Marzuhaili
Lampiran 2

PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ……………………………….

Umur : ……………………………….

Pendidikan : ……………………………….

Jabatan : ……………………………….

Alamat : ……………………………….

Menyatakan bersedia untuk berpartisipasi menjadi informan kunci/


informan utama pada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Fort
De Kock Bukittinggi dengan judul “Analisis Pelaksanaan Manajemen Resiko
Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan di Rawat Inap RSUD
Lubuk Sikapiang Tahun 2023”

Yang Membuat Pernyataan


(Informan)

( ………………………….. )
Lampiran 3

KOESIONER PELAKSANAAN MANAJEMEN RESIK0

I. Identitas responden

Nama :
Umur :
Alamat :

Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan


Pendidikan : _______________
Masa kerja :

II. Pertanyaan

Petunjuk pengisian:
Jawablah pertanyaan dibawah ini yang berkaitan dengan risk
management (manajemen resiko). Berilah tanda (X) pada kolom
yang berisi pilihan Ya/ Tidak dan jawablah pertanyaan dikolom
sampingnya sesuai dengan pilihan jawaban yang dipilih!
Aspek yang Pertanyaan Ya Tidak Jika Tidak,
dinilai Mengapa?
Proses 1. Apakah diadakan
Komunikasi dan komunikasi dan
Konsultasi konsultasi terkait
dengan isu resiko di
lingkungan rumah sakit
Bapak/ Ibu baik
2. Jika ya, Apakah
komunikasi dilakukan
dalam pertemuan
berkala?
Penetapan 3. Apakah komunikasi
Konteks dilakukan dalam
pertemuan insidental,
seminar atau forum
pengelola resiko
4. Apakah di Rumah Sakit
Bapak ibu dilakukan
penetapan konteks
untuk menetapkan
tujuan dan parameter
eksternal dan internal
dalam melakukan
pengelolaan resiko ?
5. Jika ya, apakah dalam
penetapan konteks
dilakukan Analisa dan
memanfatkan informasi
dari berbagai sumber
eksternal maupun
internal?

Penilaian resiko 6. Apakah dirumah sakit


bapak /Ibu dilakukan
identifikasi sumber
resiko?
7. Apakah di Rumah Sakit
Bapak Ibu dilakukan
pengisian formulir
identifikasi Resiko?

8. Jika ya, apakah resiko


yang diidentifikasi
dilakukan Analisa ?

9. Apakah Rumah Sakit


Bapak Ibu memiliki
formulir Analisa
resiko?

10. Jika ya, apakah dibuat


peta resiko dari hasil
Analisa yang
dilakukan?
11. Apakah dirumah sakit
bapak ibu terdapat
kebijakan dalam
menentukan apakah
suatu resiko perlu
ditangani atau tidak?

12. Dalam menentukan


kebijakan skala resiko
apakah di Rumah sakit
bapak ibu ditentukan
berdasarkan level
kemungkinan terjadinya
resiko dan level
dampak (konsekuensi
resiko?

13. Apakah Rumah sakit


bapak ibu
menggunakan matriks
resiko dalam
menentukan status
resiko yang sudah
teridentifikasi

Evaluasi resiko 14. Adakah dilakukan


tahapan
membandingkan hasil
Analisa resiko dengan
kriteria resiko untuk
menentukan apakah
resiko dapat diterima
atau di toleransi?
15. Apakah hasil evaluasi
resiko digunakan oleh
rumah sakit dalam
membuat pertimbangan
terhadap kebijakan
yang ada?

16. Apakah RS
menggunakan rumus
perhitungan dalam
menentukan prioritas
resiko ?

Penanganan 17. Apakah dilakukan


Resik0 pemilihan alternatif
penanganan resiko yang
sudah di Analisa?

Pengendalian 18. Apakah dilakukan


resiko kegiatan pengendalian
resiko berdasarkan hasil
penilaian resiko?

19. Apakah dilakukan


Kembali evaluasi
terhadap kegiatan
pengendalian resiko
dalam meminimalkan
resiko yang ada?

Monitoring dan 20. Apakah dilakukan


evaluasi pemantauan untuk
memastikan bahwa
seluruh tahapan proses
dan fungsi manajemen
resiko memang berjalan
dengan baik dan
terlaksana secara actual
sesuai dengan rencana
yang dihasilkan ?

*Kuesioner ini dibuat dengan mengadopsi dari Permenkes, No 25 Tahun 2019, Pedoman
manajemen Resiko RSUD Lubuk SIkaping, dan (Briner et al 2010 : Olii, 2018)
Lampiran 4 : lembar observasi indikator mutu di rawat inap RSUD Lubuk SIkaping

LEMBAR OBSERVASI INDIKATOR MUTU DI RAWAT INAP RSUD LUBUK


SIKAPING

Indikator Mutu Rawat Inap


N Ruangan 1 2 3 4 5 6 7
O > < 100 <100 100 <100 > < > < 100 < > <
85 85 % % % % 80 80 80 80 % 100 76.6 76.6
% % % % % % % 1 1

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Keterangan :

No 1 : Kepatuhan kebersihan tangan

No 2 : Kepatuhan penggunaan APD

No 3 : Kepatuhan identifikasi pasien

No 4 : Kepatuhan Waktu Visite Dokter

No 5 : Kepatuhan Terhadap Alur Klinis (Clinical Pathway

No 6 : Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh

No 7 : Kepuasan pasien
Lampiran 5 instrumen penelitian panduan wawancara

PANDUAN WANCARA MENDALAM PELAKSANAAN


MANAJEMEN RESIKO
KEPALA BIDANG PELAYANAN

III. Identitas informan

Nama :

Umur :

Alamat :

Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Pendidikan :

Masa kerja :

IV. Pertanyaan

a. Input
1. Apa yang bapak /ibu ketahui tentang manajemen resiko di rumah
sakit ?

2. Menurut Bapak/ Ibu, siapakah yang menjadi pelaksanaan


manajemen resiko di Rumah sakit?

3. Menurut Bapak/ Ibu, sudah tepatkah yang menjadi pelaksanaan


manajemen resiko di Rumah sakit?

4. Menurut Bapak/ Ibu,apakah ada kebijakan yang mengatur tentang


pelaksanaan manajemen resiko? (Probing : Dasar Hukum, Instruksi,
dll)
5. Pernahkah Kebijakan itu di sosialisasikan? (Probing : dari tingkat
profinsi atau kepala dinas,dalam bentuk apa,perda,surat edaran,dll)

6. Bagaimana pelaksanaan manajemen resiko di rumah sakit ini jika


dilihat dari sarana dan prasarana?

7. Bagaimana dengan ketersediaan dana sehubungan dengan


pelaksanaan manajemen resiko secara umum dan khususnya dalam
upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit? (probing :
apakah ada alokasi dana untuk biaya operasional, dll)

8. Pernahkah diadakan pelatihan manajemen resiko di rumah sakit ini?

9. Bagaimana ketersedian sarana prasarana dalam penerapan


manajemen resiko dirumah sakit ini?

b. Proses

1. Menurut bapak ibu bagaimana tahapan pelaksanaan manajemen


resiko yang ada dirumah sakit ini?

2. Bagaimanakah langkah-langkah perencanaan (penetapan konteks


dan identifikasi resiko ) dalam pelaksanaan manajemen resiko di
rumah sakit ini?

3. Bagaimana proses penetapan prioritas resiko yang berjalan di rumah


sakit ini?

4. Bagaimana proses pengendalian resiko yang berjalan di rumah sakit


ini?

5. Bagaimana proses pelaporan internal manajemen resiko yang


berjalan dirumah sakit ini?

6. Bagaimana proses pelaporan eksternal manajemen resiko yang


berjalan dirumah sakit ini?

7. Bagaimana proses monitoring evaluasi manajemen resiko yang


berjalan dirumah sakit ini?

8. Apakah kendala yang temui dalam pelaksanaan manajemen resiko


di rumah sakit ini?

9. Bagaimana cara dalam mengatasi kendala yang dihadapi tersebut?

c. Output

1. Menurut bapak ibu bagaimana mutu pelayanan kesehatan di rumah


sakit ini selama 2 tahun terakhir jika dilihat dari indikator mutu
nasional?
2. Menurut pendapat bapak ibu apakah pelaksanaan manajemen resiko
yang berjalan dirumah sakit ini sudah sesuaikh dengan standar yang
ada,? Bisa bapak ibu jelaskan?
3. Menurut bapak ibu adakah kaitanya pelaksanaan manajemen resiko
ini terhadap indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit,
bisakah bapak ibu jelaskan?

4. Menurut Bapak/ ibu faktor apa yang mempengaruhi indikator mutu


pelayanan kesehatan dirumah sakit?

5. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan


pelaksanaan manajemen resiko dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit?
6. Adakah saran atau masukan yang dapat bapak ibu berikan terhadap
pelaksanaan manajemen resiko dirumah sakit dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit ini?
PANDUAN WANCARA MENDALAM PELAKSANAAN
MANAJEMEN RESIKO
KEPALA BIDANG KEPERAWATAN

I. Identitas informan

Nama :

Umur :

Alamat :

Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Pendidikan :

Masa kerja :

II. Pertanyaan

A. Input
1. Apa yang bapak /ibu ketahui tentang manajemen resiko di rumah sakit ?

2. Menurut Bapak/ Ibu, siapakah yang menjadi pelaksanaan manajemen


resiko di Rumah sakit?

3. Menurut Bapak/ Ibu, sudah tepatkah yang menjadi pelaksanaan manajemen


resiko di Rumah sakit?

4. Menurut Bapak/ Ibu,apakah ada kebijakan yang mengatur tentang


pelaksanaan manajemen resiko? (Probing : Dasar Hukum, Instruksi, dll)
5. Pernahkah Kebijakan itu di sosialisasikan? (Probing : dari tingkat profinsi
atau kepala dinas,dalam bentuk apa,perda,surat edaran,dll)

6. Bagaimana pelaksanaan manajemen resiko di rumah sakit ini jika dilihat


dari sarana dan prasarana?

7. Bagaimana dengan ketersediaan dana sehubungan dengan pelaksanaan


manajemen resiko secara umum dan khususnya dalam upaya meningkatkan
mutu pelayanan Rumah Sakit? (probing : apakah ada alokasi dana untuk
biaya operasional, dll)

8. Pernahkah diadakan pelatihan manajemen resiko di rumah sakit ini?


9. Bagaimana ketersedian sarana prasarana dalam penerapan manajemen
resiko dirumah sakit ini?

B. Proses

1. Menurut bapak ibu bagaimana tahapan pelaksanaan manajemen resiko yang


ada dirumah sakit ini?

2. Bagaimanakah langkah-langkah perencanaan (penetapan konteks dan


identifikasi resiko ) dalam pelaksanaan manajemen resiko di rumah sakit
ini?

3. Bagaimana proses penetapan prioritas resiko yang berjalan di rumah sakit


ini?

4. Bagaimana proses pengendalian resiko yang berjalan di rumah sakit ini?

5. Bagaimana proses pelaporan internal manajemen resiko yang berjalan


dirumah sakit ini?

6. Bagaimana proses pelaporan eksternal manajemen resiko yang berjalan


dirumah sakit ini?

7. Bagaimana proses monitoring evaluasi manajemen resiko yang berjalan


dirumah sakit ini?

8. Apakah kendala yang temui dalam pelaksanaan manajemen resiko di rumah


sakit ini?

9. Bagaimana cara dalam mengatasi kendala yang dihadapi tersebut?

C. Output

1. Menurut bapak ibu bagaimana mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit ini
selama 2 tahun terakhir jika dilihat dari indikator mutu nasional?
2. Menurut pendapat bapak ibu apakah pelaksanaan manajemen resiko yang
berjalan dirumah sakit ini sudah sesuaikh dengan standar yang ada,? Bisa
bapak ibu jelaskan?
3. Menurut bapak ibu adakah kaitanya pelaksanaan manajemen resiko ini
terhadap indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, bisakah bapak
ibu jelaskan?
4. Menurut Bapak/ ibu faktor apa yang mempengaruhi indikator mutu
pelayanan kesehatan dirumah sakit?

5. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan pelaksanaan


manajemen resiko dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di
rumah sakit?

6. Adakah saran atau masukan yang dapat bapak ibu berikan terhadap
pelaksanaan manajemen resiko dirumah sakit dalam upaya peningkatan
mutu pelayan
PANDUAN WANCARA MENDALAM PELAKSANAAN
MANAJEMEN RESIKO
KEPALA RUANGAN RAWAT INAP

I. Identitas informan

Nama :

Umur :

Alamat :

Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Pendidikan :

Masa kerja :

II.Pertanyaan

A. Input
1. Apa yang bapak /ibu ketahui tentang manajemen resiko di rumah sakit ?

2. Menurut Bapak/ Ibu, siapakah yang menjadi pelaksanaan manajemen


resiko di Rumah sakit?

3. Menurut Bapak/ Ibu, sudah tepatkah yang menjadi pelaksanaan manajemen


resiko di Rumah sakit?

4. Menurut Bapak/ Ibu,apakah ada kebijakan yang mengatur tentang


pelaksanaan manajemen resiko? (Probing : Dasar Hukum, Instruksi, dll)
5. Pernahkah Kebijakan itu di sosialisasikan? (Probing : dari tingkat profinsi
atau kepala dinas,dalam bentuk apa,perda,surat edaran,dll)

6. Bagaimana pelaksanaan manajemen resiko di rumah sakit ini jika dilihat


dari sarana dan prasarana?

7. Bagaimana dengan ketersediaan dana sehubungan dengan pelaksanaan


manajemen resiko secara umum dan khususnya dalam upaya meningkatkan
mutu pelayanan Rumah Sakit? (probing : apakah ada alokasi dana untuk
biaya operasional, dll)

8. Pernahkah diadakan pelatihan manajemen resiko di rumah sakit ini?


9. Bagaimana ketersedian sarana prasarana dalam penerapan manajemen
resiko dirumah sakit ini?

B. Proses

1. Menurut bapak ibu bagaimana tahapan pelaksanaan manajemen resiko yang


ada dirumah sakit ini?

2. Bagaimanakah langkah-langkah perencanaan (penetapan konteks dan


identifikasi resiko ) dalam pelaksanaan manajemen resiko di rumah sakit
ini?

3. Bagaimana proses penetapan prioritas resiko yang berjalan di rumah sakit


ini?

4. Bagaimana proses pengendalian resiko yang berjalan di rumah sakit ini?

5. Bagaimana proses pelaporan internal manajemen resiko yang berjalan


dirumah sakit ini?

6. Bagaimana proses pelaporan eksternal manajemen resiko yang berjalan


dirumah sakit ini?

7. Bagaimana proses monitoring evaluasi manajemen resiko yang berjalan


dirumah sakit ini?

8. Apakah kendala yang temui dalam pelaksanaan manajemen resiko di rumah


sakit ini?

9. Bagaimana cara dalam mengatasi kendala yang dihadapi tersebut?

C. Output

1. Menurut bapak ibu bagaimana mutu pelayanan kesehatan di rumah


sakit ini selama 2 tahun terakhir jika dilihat dari indikator mutu
nasional?
2. Menurut pendapat bapak ibu apakah pelaksanaan manajemen resiko
yang berjalan dirumah sakit ini sudah sesuaikh dengan standar yang
ada,? Bisa bapak ibu jelaskan?
3. Menurut bapak ibu adakah kaitanya pelaksanaan manajemen resiko
ini terhadap indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit,
bisakah bapak ibu jelaskan?
4. Menurut Bapak/ ibu faktor apa yang mempengaruhi indikator mutu
pelayanan kesehatan dirumah sakit?

5. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan


pelaksanaan manajemen resiko dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit?

6. Adakah saran atau masukan yang dapat bapak ibu berikan terhadap
pelaksanaan manajemen resiko dirumah sakit dalam upaya
peningkatan mutu pelayan
PANDUAN WANCARA MENDALAM PELAKSANAAN MANAJEMEN RESIKO
PERAWAT

I. Identitas informan

Nama :

Umur :

Alamat :

Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan

Masa kerja :

II.Pertanyaan

A. Input
1. Apa bapak /ibu mengetahui tentang manajemen resiko di rumah sakit ini ?

2. Siapakah pelaksana manajemen resiko yang ada di rumah sakit ini ?

3. Menurut Bapak/ Ibu, sudah tepatkah yang menjadi pelaksanaan manajemen resiko di
Rumah sakit?

B. Proses

1. Bagaimana pelaksanaan manajemen resiko yang dilakukan kepala ruangan diruangan bapak
ibu?
2. Apa yang bapak ibu ketahui tentang indikator mutu nasional pelayanan rumah sakit?
3. Bagaimana penilaian indikator mutu yang dilaksanakan di ruangan tempat bapak ibu bekerja
?

C. Output

Koesioner pelaksanaan Indikator Mutu nasional di Ruangan Rawat Inap


No 7 Indikator Mutu nasional Ruangan Rawat Inap YA Tidak
A. Indikator Area Klinis (IAK)
1 Apakah dalam menjalankan perawatan petugas diruangan
bapak ibuk melaksanakan sesuai dengan clinical
pathway?
2 Apakah waktu dokter spesialis visite diruangan bapak ibu
sesuai dengan jadwal kunjungan visite dokter?
B. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (ISKP)
3 Apakah saudara melakukan identifikasi pasien yang akan
dirawat diruangan saudara?
4 Apakah saudara selalu melakukan penerapan hand
hygiene dalam melaksanakan pekerjaan saudara
5 Apakah perawat memasang gelang kuning pada pasien
yang di assesment risiko jatuh tinggi
6 Apakah perawat selalu menggunakan alat pelindung diri
(APD)
c. Indikator Area Manajemen
7 Apakah perawat melakukan penilaian terhadap kepuasan
pasien dan keluarga
Lampiran 6, Profil Indikator Mutu di ruangan rawat inap Rumah Sakit

1) Kepatuhan Kebersihan Tangan

Judul Indikator Kepatuhan Kebersihan Tangan

Dasar 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan


Pemikiran Pasien
2. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
3. Rumah sakit harus memperhatikan kepatuhan seluruh
pemberi pelayanan dalam melakukan cuci tangan sesuai
dengan ketentuan WHO.

Dimensi Mutu Keselamatan

Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi layanan kesehatan sebagai


dasar untuk memperbaiki dan meningkatkan kepatuhan
agar dapat menjamin keselamatan petugas dan pasien
dengan cara mengurangi risiko infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan
Definisi 1. Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan
Operasional menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan
tampak kotor atau terkena cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol based handrubs)
dengan kandungan alkohol 60-80% bila tangan tidak
tampak kotor.
2. Kebersihan tangan yang dilakukan dengan benar adalah
kebersihan tangan sesuai indikasi dan langkah
kebersihan tangan sesuai rekomendasi WHO.
3. Indikasi adalah alasan mengapa kebersihan tangan
dilakukan pada saat tertentu sebagai upaya untuk
menghentikan penularan mikroba selama perawatan.
4. Lima indikasi (five moment) kebersihan tangan terdiri
dari:
a. Sebelum kontak dengan pasien yaitu sebelum
menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien atau
pakaian pasien, sebelum menangani obat-obatan
dan sebelum menyiapkan makanan pasien.
b. Sesudah kontak dengan pasien yaitu setelah
menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien.
c. Sebelum melakukan prosedur aseptik adalah
kebersihan tangan yang dilakukan sebelum
melakukan tindakan steril atau aseptik, contoh:
pemasangan intra vena kateter (infus), perawatan
luka, pemasangan kateter urin, suctioning,
pemberian suntikan dan lain-lain.
d. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien
seperti muntah, darah, nanah, urin, feses,
produksi drain, setelah melepas sarung tangan
steril dan setelah melepas APD.
e. Setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien
adalah melakukan kebersihan tangan setelah
tangan petugas menyentuh permukaan, sarana
prasarana, dan alat kesehatan yang ada di
lingkungan pasien, meliputi: menyentuh tempat
tidur pasien, linen yang terpasang di tempat tidur,
alat alat di sekitar pasien atau peralatan lain yang
digunakan pasien.
5. Peluang adalah periode di antara indikasi di mana tangan
terpapar kuman setelah menyentuh permukaan
(lingkungan atau pasien) atau tangan menyentuh zat
yang terdapat pada permukaan.
6. Tindakan kebersihan tangan yang dilakukan adalah
kebersihan tangan yang dilakukan sesuai peluang
yang diindikasikan.
7. Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis dan
tenaga kesehatan.
8. Penilaian kepatuhan kebersihan tangan adalah
penilaian kepatuhan pemberi pelayanan yang
melakukan kebersihan tangan dengan benar.
9. Observer adalah orang yang melakukan observasi
atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool
yang telah ditentukan.
10. Periode observasi adalah kurun waktu yang
digunakan untuk mendapatkan minimal 200
peluang kebersihan tangan di unit sesuai dengan
waktu yang ditentukan untuk melakukan
observasi dalam satu bulan.
11. Sesi adalah waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan observasi maksimal 20 menit (rerata
10 menit).
12. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi
adalah jumlah pemberi pelayanan yang
diobservasi dalam satu periode observasi.
13. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi pada
waktu observasi tidak boleh lebih dari 3 orang
agar dapat mencatat semua indikasi kegiatan
yang dilakukan.
Jenis Indikator Proses

Satuan Persentase
Pengukuran

Numerator Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan


(pembilang)

Denominator Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya


(penyebut) dilakukan dalam periode observasi

Target ≥ 85%
Pencapaian

Kriteria: Kriteria Inklusi:


Seluruh peluang yang dimiliki oleh pemberi pelayanan
terindikasi harus melakukan kebersihan tangan

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada

Formula Jumlah tindakan kebersihan tangan yang


dilakukan
x 100 %
Jumlah total peluang kebersihan tangan
yang seharusnya dilakukan dalam periode
observasi

Metode Observasi
Pengumpulan
Data

Sumber Data Hasil observasi

b) Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)


Judul Indikator Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Dasar a. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Pemikiran Keselamatan Pasien.
b. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
c. Keputusan Menteri Kesehatan mengenai
penanggulangan penyakit yang dapat menimbulkan
wabah atau kedaruratan kesehatan masyarakat.
d. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
e. Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri (APD).
f. Rumah Sakit harus memperhatikan kepatuhan
pemberi pelayanan dalam menggunakan APD
sesuai dengan prosedur.

Dimensi Mutu Keselamatan

Tujuan a. Mengukur kepatuhan petugas Rumah Sakit


dalam menggunakan APD
b. Menjamin keselamatan petugas dan pengguna
layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi.

Definisi 1. Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang


Operasional dirancang sebagai penghalang terhadap penetrasi
zat, partikel padat, cair, atau udara untuk
melindungi pemakainya dari cedera atau transmisi
infeksi atau penyakit.
2. Kepatuhan penggunaan APD adalah kepatuhan
petugas dalam menggunakan APD dengan tepat
sesuai dengan indikasi ketika melakukan tindakan
yang memungkinkan tubuh atau membran mukosa
terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau
cairan infeksius lainnya berdasarkan jenis risiko
transmisi (kontak, droplet dan airborne).
3. Penilaian kepatuhan penggunaan APD adalah
penilaian terhadap petugas dalam menggunakan
APD sesuai indikasi dengan tepat saat memberikan
pelayanan kesehatan pada periode observasi.
4. Petugas adalah seluruh tenaga yang terindikasi
menggunakan APD, contoh dokter, dokter gigi,
bidan, perawat, petugas laboratorium.
5. Observer adalah orang yang melakukan observasi
atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool
yang telah ditentukan.
6. Periode observasi adalah waktu yang ditentukan
sebagai periode yang ditetapkan dalam proses
observasi penilaian kepatuhan

Jenis Indikator Proses

Satuan Persentase
Pengukuran

Numerator Jumlah petugas yang patuh menggunakan APD sesuai


(pembilang) indikasi dalam periode observasi

Denominator Jumlah seluruh petugas yang terindikasi menggunakan


(penyebut) APD dalam periode observasi

Target 100%
Pencapaian

Kriteria: Kriteria Inklusi:


Semua petugas yang terindikasi harus menggunakan
APD

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada
Formula Jumlah petugas yang patuh menggunakan
APD sesuai indikasi dalam periode observasi
x 100 %
Jumlah seluruh petugas yang terindikasi
menggunakan APD dalam periode observasi

Metode Observasi
Pengumpulan
Data

Sumber Data Hasil observasi

Instrumen Formulir Observasi Kepatuhan Penggunaan APD


Pengambilan
Data

Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2.


Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)

Cara Non Probability Sampling – Consecutive Sampling


Pengambilan
Sampel

Periode Bulanan
Pengumpulan
Data

Penyajian Data • Tabel


• Run chart

Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan


dan Pelaporan Data

c. Kepatuhan Identifikasi Pasien


Judul Indikator Kepatuhan Identifikasi Pasien

Dasar 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan


Pemikiran Pasien.
2. Ketepatan identifikasi menjadi sangat penting untuk
menjamin keselamatan pasien selama proses
pelayanan dan mencegah insiden keselamatan
pasien.
3. Untuk menjamin ketepatan identifikasi pasien maka
diperlukan indikator yang mengukur dan memonitor
tingkat kepatuhan pemberi pelayanan dalam
melakukan proses identifikasi. Dengan adanya
indikator tersebut diharapkan pemberi pelayanan
akan menjadikan identifikasi sebagai proses rutin
dalam proses pelayanan.

Dimensi Mutu Keselamatan

Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan untuk


melakukan identifikasi pasien dalam melakukan tindakan
pelayanan.
Definisi 1. Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis dan
Operasional tenaga kesehatan.
2. Identifikasi pasien secara benar adalah proses
identifikasi yang dilakukan pemberi pelayanan
dengan menggunakan minimal dua penanda
identitas seperti: nama lengkap, tanggal lahir, nomor
rekam medik, NIK sesuai dengan yang ditetapkan di
Rumah Sakit.
3. Identifikasi dilakukan dengan cara visual (melihat)
dan atau verbal (lisan).
4. Pemberi pelayanan melakukan identifikasi pasien
secara benar pada setiap keadaan terkait tindakan
intervensi pasien
5. Identifikasi pasien dianggap benar jika pemberi
pelayanan melakukan identifikasi seluruh tindakan
intervensi yang dilakukan dengan benar.

Jenis Indikator Proses

Satuan Persentase
Pengukuran

Numerator Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan identifikasi


(pembilang) pasien secara benar dalam periode observasi

Denominator Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam


(penyebut) periode observasi

Target 100%
Pencapaian

Kriteria: Kriteria Inklusi:


Semua pemberi pelayanan yang memberikan pelayanan
kesehatan.

Kriteria Eksklusi:
Tidak ada

Formula Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan


identifikasi pasien secara benar dalam periode
x 100%
Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi
dalam periode observasi

Metode Observasi
Pengumpulan
Data

Sumber Data Hasil observasi

Instrumen Formulir Observasi Kepatuhan Identifikasi Pasien


Pengambilan
Data

Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2.


Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)

Cara Non Probability Sampling – Consecutive Sampling


Pengambilan
Sampel

Periode Bulanan
Pengumpulan
Data
Penyajian Data • Tabel
• Run chart

Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan


dan Pelaporan Data

Penanggung Kepala Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan


Jawab

d.Kepatuhan Waktu Visite Dokter


Judul Indikator Kepatuhan Waktu Visite Dokter

Dasar o Undang-Undang mengenai Praktik Kedokteran


pemikiran o Undang-Undang mengenai pelayanan public
o Pelayanan kesehatan harus berorientasi kepada
kebutuhan pasien, bukan kepada keinginan rumah
sakit.

Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien

Tujuan 1. Tergambarnya kepatuhan dokter melakukan visitasi


kepada pasien rawat inap sesuai waktu yang
ditetapkan.
2. Waktu yang ditetapkan untuk visite adalah pukul
06.00 – 14.00.

Definisi Waktu visite dokter adalah waktu kunjungan dokter untuk


Operasional melihat perkembangan pasien yang menjadi tanggung
jawabnya.

Jenis Indikator Proses

Satuan Persentase
Pengukuran

Numerator Jumlah pasien yang di-visite dokter pada pukul 06.00 –


(pembilang) 14.00

Denominator Jumlah pasien yang diobservasi


(penyebut)

Target ≥ 80%
Pencapaian

Kriteria: Kriteria Inklusi:


Visite dokter pada pasien rawat inap

Kriteria Eksklusi:
a. Pasien yang baru masuk rawat inap hari itu b.
Pasien konsul

Formula Jumlah pasien yang di-visite dokter pada


pukul 06.00-14.00
x 100 %
Jumlah pasien yang diobservasi

Metode Retrospektif
Pengumpulan
Data

Sumber Data Data sekunder berupa laporan visite rawat inap dalam
rekam medik

Instrumen Formulir Kepatuhan Waktu Visite Dokter


Pengambilan
Data
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2.
Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)

Cara Probability Sampling – Stratified Random Sampling


Pengambilan (berdasarkan unit pelayanan)
Sampel

Periode Bulanan
Pengumpulan
Data

Penyajian Data • Tabel


• Run chart

Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan


dan Pelaporan Data

Penanggung Kepala Instalasi Rawat inap


Jawab

e.Kepatuhan Terhadap Alur Klinis (Clinical Pathway)


Judul Indikator Kepatuhan Terhadap Alur Klinis (Clinical Pathway)

Dasar 1. Undang-Undang mengenai Praktik Kedokteran


Pemikiran 2. Permenkes mengenai Standar Pelayanan Kedokteran.
Untuk menjamin kepatuhan dokter atau dokter gigi
di rumah sakit terhadap standar pelayanan maka
perlu dilakukan monitor kepatuhan penggunaan
clinical pathway.
3. Kepatuhan terhadap alur klinis/clinical pathway adalah
kepatuhan seluruh Profesional Pemberi Asuhan
terhadap alur klinis/clinical pathway yang telah
ditetapkan.
4. Pemilihan penyakit yang akan dilakukan pengukuran
kepatuhan terhadap alur klinis/clinical pathway
sesuai dengan prioritas nasional adalah:
a. Hipertensi
b. Diabetes melitus
c. TB
d. HIV
e. Keganasan
5. Pemilihan penyakit yang akan dilakukan pengukuran
kepatuhan terhadap alur klinis/clinical pathway
untuk RS khusus disesuaikan dengan program
prioritas nasional yang ada dan pelayanan prioritas
di rumah sakit tersebut.

Dimensi Mutu Efektif, integrasi

Tujuan Untuk menjamin kepatuhan Profesional Pemberi Asuhan


(PPA) di rumah sakit terhadap standar pelayanan dan
untuk meningkatkan mutu pelayanan klinis di rumah
sakit.

Definisi 1. Clinical Pathway adalah suatu perencanaan pelayanan


Operasional terpadu/terintegrasi yang merangkum setiap langkah
yang diberikan pada pasien, berdasarkan standar
pelayanan medis, standar pelayanan keperawatan
dan standar pelayanan Profesional Pemberi Asuhan
(PPA) lainnya yang berbasis bukti dengan hasil
terukur, pada jangka waktu tertentu selama pasien
dirawat di Rumah Sakit.
2. Kepatuhan terhadap clinical pathway adalah proses
pelayanan secara terintegrasi yang
diberikan Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
kepada pasien yang sesuai dengan clinical pathway
yang ditetapkan Rumah Sakit.

Jenis Indikator Proses

Satuan Persentase
Pengukuran

Numerator Jumlah pelayanan oleh PPA yang sesuai dengan clinical


(pembilang) pathway

Denominator Jumlah seluruh pelayanan oleh PPA pada clinical


(penyebut) pathway yang diobservasi

Target ≥ 80%
Pencapaian

Kriteria: Kriteria Inklusi :


Pasien yang menderita penyakit sesuai batasan ruang
lingkup clinical pathway yang diukur

Kriteria Eksklusi :
1. Pasien yang pulang atas permintaan sendiri selama
perawatan.
2. Pasien yang meninggal
3. Variasi yang terjadi sesuai dengan indikasi klinis
pasien dalam
perkembangan pelayanan.

Formula Jumlah pelayanan oleh PPA yang sesuai


dengan clinical pathway
x 100 %
Jumlah seluruh pelayanan oleh PPA pada
clinical pathway yang diobservasi

Metode Retrospektif
Pengumpulan
Data

Sumber Data Data sekunder dari rekam medis pasien

Instrumen Formulir Kepatuhan Clinical Pathway


Pengambilan
Data

Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2.


Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)

Cara Probability Sampling – Stratified Random Sampling


Pengambilan (berdasarkan masing-masing Clinical Pathway)
Sampel

Periode Bulanan
Pengumpulan
Data

Penyajian Data • Tabel


• Run chart

Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan


dan Pelaporan Data

Penanggung Bidang Pelayanan Medik, Komite Medik, Komite


Jawab Keperawatan dan Komite Tenaga Kesehatan lain

f.Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh


Judul Indikator Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh

Dasar Pemikiran Permenkes mengenai Keselamatan Pasien

Dimensi Mutu Keselamatan

Tujuan Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan dalam


menjalankan upaya pencegahan jatuh agar terselenggara
asuhan pelayanan yang aman dan mencapai pemenuhan
sasaran keselamatan pasien.

Definisi 1. Upaya pencegahan risiko jatuh meliputi:


Operasional a. Asesment awal risiko jatuh
b. Assesment ulang risiko jatuh
c. Intervensi pencegahan risiko jatuh
2. Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh
adalah pelaksanaan ketiga upaya pencegahan jatuh
pada pasien rawat inap yang berisiko tinggi jatuh
sesuai dengan standar yang ditetapkan rumah sakit.

Jenis Indikator Proses

Satuan Persentase
Pengukuran

Numerator Jumlah pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh yang


(pembilang) mendapatkan ketiga upaya pencegahan risiko jatuh

Denominator Jumlah pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh yang


(penyebut) diobservasi

Target 100%
Pencapaian

Kriteria Kriteria Inklusi:


Pasien rawat inap berisiko tinggi jatuh

Kriteria Eksklusi:
Pasien yang tidak dapat dilakukan asesmen ulang maupun
edukasi seperti pasien meninggal, pasien gangguan jiwa
yang sudah melewati fase akut, dan pasien menolak
intervensi

Formula Jumlah pasien rawat inap berisiko tinggi


jatuh yang mendapatkan ketiga upaya
pencegahan risiko jatuh
x 100 %
Jumlah pasien rawat inap yang berisiko
tinggi jatuh yang diobservasi

Metode Retrospektif
Pengumpulan
Data

Sumber Data Data sekunder menggunakan data dari rekam medis

Instrumen Formulir Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh


Pengambilan
Data

Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2.


Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)

Cara Probability Sampling – Stratified Random Sampling


Pengambilan (berdasarkan Unit Pelayanan)
Sampel

Periode Bulanan
Pengumpulan Data
Penyajian Data • Tabel
• Run chart

Periode Analisis Bulanan, Triwulanan, Tahunan


dan Pelaporan Data

Penanggung Bidang Keperawatan dan Komite Keselamatan pasien


Jawab

g.Kepuasan Pasien
Judul Indikator Kepuasan Pasien

Dasar 1. Undang-Undang mengenai pelayanan publik


Pemikiran 2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi mengenai Pedoman Penyusunan
Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara
Pelayanan Publik.

Dimensi Mutu Berorientasi kepada pasien

Tujuan Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai dasar


upaya-upaya peningkatan mutu dan terselenggaranya
pelayanan di semua unit yang mampu memberikan
kepuasan pasien.

Definisi 1. Kepuasan pasien adalah hasil pendapat dan penilaian


Operasional pasien terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Responden adalah pasien yang pada saat survei sedang
berada di lokasi unit pelayanan, atau yang pernah
menerima pelayanan.
3. Besaran sampel ditentukan dengan menggunakan
sampel dari Krejcie dan Morgan.
4. Survei Kepuasan Pasien adalah kegiatan pengukuran
secara komprehensif tentang tingkat kepuasan pasien
terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh fasilitas
pelayanan kesehatan kepada pasien.
5. Unsur pelayanan adalah faktor atau aspek yang terdapat
dalam penyelenggaraan pelayanan sebagai variabel
penyusunan survei kepuasan untuk mengetahui kinerja
unit pelayanan.
6. Unsur survei kepuasan pasien dalam peraturan ini
meliputi:
a. Persyaratan.
b. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur.
c. Waktu Penyelesaian.
d. Biaya/Tarif.
e. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan.
f. Kompetensi Pelaksana.
g. Perilaku Pelaksana.
h. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan.
i. Sarana dan prasarana.
7. Indeks Kepuasan adalah hasil pengukuran dari kegiatan
Survei Kepuasan berupa angka.

Jenis Indikator Outcome

Satuan Indeks
Pengukuran

Numerator Tidak ada


(pembilang)

Denominator Tidak ada


(penyebut)

Target ≥ 76,61
Pencapaian
Kriteria: Kriteria Inklusi:
Seluruh pasien
Kriteria Eksklusi:
Pasien yang tidak kompeten dalam mengisi

kuesioner dan/atau tidak ada keluarga yang


mendampingi.

Formula Total nilai persepsi seluruh responden


x 25
Total unsur yang terisi dari seluruh
responden

Metode Survei
Pengumpulan
Data

Sumber Data Hasil survei

Instrumen Kuisioner
Pengambilan
Data

Besar Sampel Sesuai tabel Sampel Krejcie dan Morgan

Cara Stratified Random Sampling


Pengambilan
Sampel

Periode Semesteran
Pengumpulan Data

Penyajian Data • Tabel


• Run chart

Periode Analisis Semesteran, Tahunan


dan Pelaporan Data

Penanggung Kepala Bagian Humas


Jawab

SUMBER : PERMENKES 30 TAHUN 2022


Lampiran 7: formulir observasi Indikator mutu pelayanan di rawat Inap RSUD Lubuk Sikaping

1. INDIKATOR : Kepatuhan Identifikasi Pasien

FORMULIR KEPATUHAN IDENTIFIKASI PASIEN

Formulir 1.a Kepatuhan Pengecekan Identitas Pasien


Tanggal :

Sebelum
Pemberian Pemberian Pengambilan melakukan
No Pasien Pemberian Denominator
Obat Nutrisi Specimen tindakan
Darah
diagnostik

1
2
3
dst

Total
%
Keterangan : Cara Hitung :
0 = Tidak dilakukan
n = ∑1 x 100%
1 = dilakukan
NA = Tidak ada peluang ∑ Denominator

Formulir 1.b Rekap Kepatuhan Identifikasi Pasien

Tanggal :

Sebelum melakukan
Ruangan yang Pemberian Pemberian Pengambilan
No Observasi Pemberian tindakan diagnostik Denominator Skor
diobservasi Obat Nutrisi Specimen
Darah

1 Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4

2 Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
dst

Jumlah

Cara Hitung :

n = ∑Numerator x 100%
∑ Denominat Denominator Total
2. INDIKATOR: Kepatuhan Jam Visite Dokter Spesialis

FORMULIR PEMANTUAN KEPATUHAN JAM VISITE DOKTER SPESIALIS

Formulir 2.a Lembar Visit harian Pasien

Nama Pasien :

No Hari Rawat Ke Visite Waktu Visite Keterangan


<14.00 ≥14.00
1 1 DPJP Utama
2 DPJP Pendamping 1
DPJP Pendamping 2
DPJP Pendamping 3
2 DPJP Utama
DPJP Pendamping 1
DPJP Pendamping 2

3 dst

Formulir 2.b Lembar Monitoring harian Visitasi (DPJP) Utama

Tanggal :
Nama Ruangan :

No Kode Pasien Waktu Visite Keterangan


<14.00 >14.00
1 Ps A
2 Ps B
dst

Formulir 2.c Lembar Monitoring harian Visitasi (DPJP) Utama

Bulan :
Nama Ruangan :

No Tanggal Waktu Visite Keterangan


<14.00 >14.00
1 1
2 2
dst

Formulir 2.d Rekapitulasi Per Triwulan


No Bulan Rekapitulasi hasil pemantauan
N D %
1 Januari
2 Februari
3 dst
3. INDIKATOR : Kepatuhan Cuci Tangan

FORMULIR KEPATUHAN CUCI TANGAN

Formulir 3.a Cara Pengisian Pemantauan Kepatuhan Cuci Tangan


Fasilitas Disesuaikan dengan rumah sakit
Pelayanan Disesuaikan dengan rumah sakit
Ruangan Disesuaikan dengan rumah sakit
Unit Pelayanan Disesuaikan dengan nomenklatur di rumah sakit
Periode Sebelum intervensi, sesudah intervensi
Tanggal Waktu pelaksanaan pemantauan Tanggal Bulan Tahun
Mulai /Selesai Lama observasi …… jam…….menit
Durasi sesi ………………menit
Nomer sesi Sesuai dengan penomoran sesi
Nama observer Inisial observer
Lembar ke Ditulis jika formulir menggunakan lebih dari satu lembar
Kategori profesi Dibagi dalam klasifikasi sebagai berikut:
1. Perawat/Bidan 1.1 Perawat, 1.2 Bidan, 1.3 Perawat
2. Dokter 2.1 Penyakit Dalam,
2.2 Bedah,
2.3 Anestesi,
2.4 Anak,
2.5 Obsgin,
2.6 residen,
2.7 Siswa/Co Ass
3. Tenaga KesehatanLain 3.1 fisioterapis,
3.2 teknisi,
3.3 nakes lain,
3.4 Siswa
4. Penunjang Petugas kebersihan
Nomor Jumlah petugas yang diobservasi dalam satu kelompok kategori yang sama
Peluang Kesempatan cuci tangan yang diindikasikan dengan satu momen cuci tangan
Indikasi Indikasi sesuai dengan lima kondisi yang diwajibkan cuci tangan (five moments)
Sebelum Kontak pasien
Sebelum tindakan aseptik
setelah kontak cairan tbh
Setelah kontak pasien
setelah kontak lingkungan
Cuci tangan Kegiatan Cuci tangan dengan Handrub (HR) atau Handwash (HW) dilakukan
atau tidak
Formulir 3.b Rekapitulasi Pemantauan Kepatuhan Cuci Tangan
Fasilitas …………….. ………….. Periode……………………. Setting
Sebelum kontak Sebelum Sesudah Kontak Seudah kontak Sesudah kontak
Sesi (N) Indikasi HW HR Indikasi HW HR Indikasi HW HR Indikasi HW HR Indikasi HW HR

Kegiatan (n) = Kegiatan (n) = Kegiatan (n) = Kegiatan (n) = Kegiatan (n) =
Kalkulasi

Indikasi 1 (n) = Indikasi 2 (n) = Indikasi 3 (n) = Indikasi 4 (n) = Indikasi 5 (n) =
Ratio:
Kegiatan
/ Indikasi

Cara Pengisian:
1. Tentukan area Pemantauan yang akan dilakukan
2. Lihat data dan masukkan yang ada Form Pemantauan Kepatuhan Cuci Tangan, di kecualikan cucitangan yg
tdak terkait indikasi
3. Jika pada indikasi pada peluang yg sama, maka masing2 indikasi dilakukan penilaian
4. Isi data pada masing-masing kolom tersedia, jumlahkan Jumlahkan HR/ HW yg dilakukan (+)secara
terpisa
5. Hasil perhitungan adalah Ratio jumlah kegiatan / jumlah indikasi

Formulir 3.c Rekapitulasi Pemantauan Kepatuhan Cuci Tangan Berdasarkan Kategori Profesi

Fasilitas …………….. ………….. Periode……………………. Setting: …………


Jenis Profesi: Jenis Profesi: Jenis Profesi: Jenis Profesi:
Total per Sesi
Sesi (N) …………. …………. …………. ………….
Peluang HW HR Peluang HW HR Peluang HW HR Peluang HW HR Peluang HW HR
(n) (n) (n) (n) (n) (n) (n) (n) (n) (n) (n) (n) (n) (n) (n)
1
2
3
4
5
6
7
4. INDIKATOR : Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Cedera Akibat Pasien
Jatuh

FORMULIR KEPATUHAN UPAYAN PENCEGAHAN RESIKO CEDERA AKIBAT PASIEN JATUH

Formulir 4.a Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Cedera Akibat Pasien

Jatuh Tanggal :
Nama
No. RM
No Pasien Screening Awal Ulang Edukasi P/TP/NA Keterangan
Ranap
Ranap

1
2
3 dst

Formulir 4.b Rekap Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Cedera Akibat Pasien Jatuh

Tanggal :

Ruangan yang
No Observasi Screening Awal Ulang Edukasi P/TP/NA Keterangan
diobservasi

1 Irna A Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4

2 Irna B Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Jumlah
5. INDIKATOR : Kepatuhan Terhadap Clinical Pathway

FORMULIR KEPATUHAN TERHADAP CLINICAL PATHWAY

Formulir 5.a Kepatuhan Terhadap Clinical Pathway


Harian :

No Nama Pasien No. RM LOS Obat Penunjang Keterangan

1
2
3 dst

Formulir 5.b Kepatuhan Terhadap Clinical Pathway

Bulan :

No Tanggal KEPATUHAN Keterangan


Patuh Tidak Patuh
1 1
2 2
3 dst

Formulir 5.c Kepatuhan Terhadap Clinical Pathway

Tahun :

No Bulan KEPATUHAN Keterangan


Patuh Tidak Patuh
1 Jan
2 Feb
3 dst

Formulir 5.d Rekapitulasi Per Triwulan


No Bulan Rekapitulasi hasil pemantauan
N D %
1 Januari
2 Februari
3 dst
6. INDIKATOR : Kepuasan Pasien dan Keluarga

FORMULIR KUESIONER PENGUKURAN KEPUASAN PASIEN DAN KELUARGA

FORMULIR 6.a. PENGUKURAN KEPUASAN PASIEN DAN KELUARGA


• DATA MASYARAKAT/ PASIEN (RESPONDEN) Diisi oleh Petugas
(Lingkari kode angka sesuai jawaban masyarakat/ pasien/ responden)
No. Responden ………
Umur ....................................................... tahun
Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan
Pendidikan Terakhir 1. SD kebawah 4. D1- D 3 – D4
2. SLTP 5. S-1
3. SLTA 6. S-2 keatas
Pekerjaan Utama 1. PNS/ TNI/ POLRI 4. Pelajar/
Mahasiswa
2. Pegawai Swasta 5. Lainnya
3. Wiraswasta/ Usahawan

II. DATA PENGUMPUL DATA


Nama
NIP/ Data lain

III. PENDAPAT RESPONDEN TENTANG PELAYANAN RUMAH SAKIT (U 1-30)


1. Bagaimana pendapat Saudara P*) 16. Bagaimana pendapat Saudara tentang sikap P*)
tentang kebersihan dan kerapian keramahan dan kesopanan Dokterdalam
Sarana Gedung di RS? melayani pasien
a. Tidak bersih/ kotor/ jorok a. Tidak ramah dan sopan
b. Kurang bersih b. Kurang ramah dan sopan
c. Bersih 1 c. Ramah dan sopan 1
d. Sangat bersih dan rapi 2 d. Sangat ramah dan sopan 2
3 3
4 4
2. Bagaimana pendapat Saudara tentang 17. Bagaimana pendapat Saudara tentang
keamanan Sarana Gedung diRS kedisiplinan kehadiran Dokter dalam
termasuk potensi kehilangan/ pencurian pelayanan
a. Tidak aman a. Tidak tepat waktu 1
b. Kurang aman 1 b. Kurang tepat waktu 2
c. Aman 2 c. Tepat waktu 3
d. Sangat aman 3 d. Sangat tepat waktu 4
4

3. Bagaimana pendapat Saudara tentang 18. Bagaimana pendapat Saudara tentang


Kepatuhan Aturan KawasanBebas dari kemampuan/ ketrampilan Dokter dalam
asap rokok di Area Rumah Sakit melayani
a. Tidak patuh 1 a. Tidak trampil 1
b. Kurang patuh 2 b. Kurang trampil 2
c. Patuh 3 c. Trampil 3
d. Sangat patuh 4 d. Sangat trampil 4

4. Bagaimana pendapat Saudara tentang 19. Bagaimana pendapat Saudara tentang sikap
kelengkapan/ ketersediaan prasarana keramahan dan kesopanan Perawatdalam
(listrik, air, fasilitas lainnya) di RS melayani pasien
a. Tidak lengkap a. Tidak ramah dan sopan
1 b. Kurang ramah dan sopan 1
b. Kurang 2 c. Ramah dan sopan 2
c. Lengkap 3 d. Sangat ramah dan sopan 3
d. Sangat lengkap 4 4
5. Bagaimana menurut Saudara tentang 20. Bagaimana pendapat Saudara tentang
pemeliharaan prasarana yang ada di RS kedisiplinan kehadiran Perawat dalam
a. Tidak terpelihara pelayanan
b. Kurang terpelihara 1 a. Tidak tepat waktu 1
c. Terpelihara 2 b. Kurang tepat waktu 2
d. Tidak Terpelihara 3 c. Tepat waktu 3
4 d. Sangat tepat waktu 4
6. Bagaimana pendapat Saudara tentang 21. Bagaimana pendapat Saudara tentang
keamanan Prasarana di RStermasuk kemampuan/ ketrampilan Perawat dalam
potensi kehilangan/ pencurian melayani
a. Tidak aman a. Tidak trampil 1
b. Kurang aman 1 b. Kurang trampil 2
c. Aman 2 c. Trampil 3
d. Sangat aman 3 d. Sangat trampil 4
4
7. Bagaimana pendapat Saudara tentang 22. Bagaimana pendapat Saudara tentang sikap
kelengkapan/ ketersediaan alat-alat keramahan dan kesopanan Petugaslainnya
kesehatan di RS dalam melayani pasien
a. Tidak lengkap a. Tidak ramah dan sopan
b. Kurang 1 b. Kurang ramah dan sopan 1
c. Lengkap 2 c. Ramah dan sopan 2
d. Sangat lengkap 3 d. Sangat ramah dan sopan 3
4 4
8. Bagaimana menurut Saudara tentang 23. Bagaimana penndapat Saudara tentang
pemeliharaan prasarana yang ada di RS kedisiplinan kehadiran Petugas lainnya
a. Tidak terpelihara dalam pelayanan
b. Kurang terpelihara 1 a. Tidak tepat waktu 1
c. Terpelihara 2 b. Kurang tepat waktu 2
d. Tidak Terpelihara 3 c. Tepat waktu 3
4 d. Sangat tepat waktu 4
9. Bagaimana pendapat Saudara 24. Bagaimana pendapat Saudara tentang
tentang keamanan alat-alat kesehatan kemampuan/ ketrampilan Petugas lainnya
di RS termasuk potensikehilangan/ dalam melayani
pencurian a. Tidak trampil 1
a. Tidak aman 1 b. Kurang trampil 2
b. Kurang aman 2 c. Trampil 3
c. Aman 3 d. Sangat trampil 4
d. Sangat aman 4

10. Bagaimana pendapat Saudara tentang P*) 25. Bagaimana pendapat Saudara tentang P*)
kecepatan pelayanan obat/farmasi kecepatan waktu tunggu pasien di RS
a. Lambat a. Lambat (antrean sangat panjang)
b. Kurang cepat b. Kurang cepat (antrean panjang)
c. Cepat dan tepat 1 c. Cepat (antrean wajar) 1
d. Sangat cepat dan tepat 2 d. Sangat cepat (tanpa antrean) 2
3 3
4 4
11. Bagaimana pendapat Saudara tentang 26. Bagaimana pendapat Saudara tentang
sikap keramahan dan kesopanan kemudahan menyampaikan keluhan Pasien
Petugas Farmasi dalammelayani a. Tidak tersedia unit kerja yang menangani
pasien keluhan 1
a. Tidak ramah dan sopan 1 b. Kurang tersedia sarana menyampaikan 2
b. Kurang ramah dan sopan 2 keluhan 3
c. Ramah dan sopan 3 c. Tersedia unit kerja/ petugas yang 4
d. Sangat ramah dan sopan 4 menerima komplain
d. Unit kerja pengelola keluman berfunsi
optimal
12. Bagaimana pendapat Saudara 27. Bagaimana pendapat Saudara tentang
tentang Pemberian Penjelasan kenyamanan di Ruang Tunggu Pasien
Informasi Obat a. Tidak nyaman (sempit, udara panas,
a. Tidak jelas 1 berdesakan) 1
b. Kurang jelas 2 b. Kurang nyaman 2
c. Jelas 3 c. Nyaman 3
d. Sangat jelas 4 d. Sangat nyaman 4
13. Bagaimana pendapat Saudara tentang 28. Bagaimana pendapat Saudara tentang
kecepatan proses pendaftaran pasien kecepatan pelayanan di RS
di RS a. Tidak cepat 1
e. Lambat (antrean sangat panjang) 1 b. Kurang cepat 2
f. Kurang cepat (antrean panjang) 2 c. Cepat 3
g. Cepat (antrean wajar) 3 d. Sangat cepat 4
h. Sangat cepat (tanpa antrean) 4
14. Bagaimana menurut Saudara tentang 29. Bagaimana pendapat Saudara tentang
kemudahan mendapatkan pelayanan ketepatan waktu pelayanan di RS ini
yang ada di RS 1 a. Selalu Tidak tepat waktu
a. Sangat sulit & ber belit-belit 2 b. Kadang-kadang tepat waktu 1
b. Kurang mudah mendapatkan akses 3 c. Lebih sering Tepat waktu 2
c. Mudah (terhubung akses telepon,sms 4 d. Selalu tepat waktu 3
dll) 4
d. Sangat mudah (didukung teknologi)
15. Bagaimana pendapat Saudara 30. Bagaimana pendapat Saudara tentang
tentang kenyamanan di Ruang keamanan pelayanan di unit Saudara
Pendaftaran RS mendapatkan pelayanan
a. Tidak nyaman (sempit, udara panas, a. Tidak aman 1
berdesakan) 1 b. Kurang aman 2
b. Kurang nyaman 2 c. Aman 3
c. Nyaman 3 d. Sangat aman 4
d. Sangat nyaman 4
FORM. 6.b PENGOLAHAN INDEKS KEPUASAN PASIEN PER RESPONDEN DAN PER UNSUR PELAYANAN

UNIT PELAYANAN : RAWAT JALAN/ RAWAT INAP/ GAWAT


DARURAT ALAMAT :

NILAI PER UNSUR PELAYANAN


No urut Responden
U 1 U 2 U 3 U 4 U 5 U 6 U 7 U 8 U 9 U10 U11 U 12 U 13 U 14 U 15 U 16 U 17 U 18 U 19 U 20 U21 U 22 U 23 U 24 U 25 U 26 U 27 U 28 U 29 U 30
1
2
3
4
5
Dst…

150

Jmlh Nilai per unsur

NRR Per Unsur=


Jmlh Nilai peer
Unsur : Jmlh
kuesioner yang
terisi
NRR Tertimbang
per unsur = NRR per
unsur X 0,033

Indeks kepuasan

Keterangan :

U 1 – U 30 : Unsur Pelayanan Nilai Nilai Interval Nilai Interval Mutu Kinerja Unit
NRR : Nilai Rata Rata Persepsi IKM Konversi IKM Pelayanann Pelayanan
IKM : Indeks Kepuasan Pasien 1 1,00 – 1,75 25 – 43,75 D Tidak Baik
*) : Jmlh NRR IKM Tertimbang
2 1,76 – 2,50 43, 76 -62,50 C Kurang Baik
**) : IKM Unit Pelayanan X 25
Bobot NRR Tertimbang → Jml Bobot: Jumlh Unsur= 1/ 30= 0,033 3 2,51 – 3,25 62,51 – 81, 25 B Baik
IKM= Total dari Nilai Persepsi per unsur X Nilai Penimbang (25) 4 3,26 – 4,00 81,26 –100 A Sangat Baik
Total Unsur yang terisi
7. Kepatuhan penggunaan alat pelindung diri

FORMULIR penggunaan alat pelindung diri

Lembar Observasi Kepatuhan Penggunaan Alat


Pelindung Diri (APD) pada Perawat

Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan Alasan jika tidak menggunakan APD
Saru Goo
ng Pelind Gaun / gles Alat
No Nama Tang Buru
Topi un g Masker Apron Tida Tidak tida
. Petugas Tindakan an -buru
Kaki k ada k
Y T Y T Y T Y T Y T Y T Tahu indikas tersi
i sa

`
Karakteristik responden Manajemen Resiko Mutu Rumah Sakit

LAMA
No JK PDDK PROFESI UMUR BEKERJA P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 total m1 m2 m3 m4 m5 m6 m7

1 P 0 NERS 1 Perawat 1 44 3 26 3 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 1 1 1 1 1 0
2 P 0 DIII 2 Perawat 1 30 1 3 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 1 1 1 1
3 P 0 DIII 2 Perawat 1 33 2 12 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 0 1 1 1 0 1 1
4 P 0 NERS 1 Perawat 1 33 2 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 2 0 1 1 1 0 1 1
5 P 0 NERS 1 Perawat 1 43 3 24 3 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 1 0 1 1
6 P 0 BID 3 Perawat 1 35 2 9 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 1 1 1 0 1 1
7 P 0 NERS 1 Perawat 1 44 3 20 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 1 1 0 1 1 1
8 L 1 NERS 1 Perawat 1 39 2 14 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 0 1 1 0 1 0 1
9 L 1 NERS 1 Perawat 1 38 2 14 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 1 1 1 1 1 1
10 P 0 NERS 1 Perawat 1 48 3 24 3 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 1 1 0 1 1 1
11 P 0 NERS 1 Perawat 1 44 3 20 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 1 1 1 0 0 1
12 P 0 DIII 2 Perawat 1 30 1 6 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 0 0 1 1 1 1 1
13 P 0 DIII 2 Perawat 1 33 2 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 2 0 1 1 0 1 0 1
14 P 0 NERS 1 Perawat 1 33 2 8 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 0 1 1 1
15 P 0 NERS 1 Perawat 1 43 3 19 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 0 1 1 0 1 0 0
16 P 0 BID 3 Perawat 1 35 2 11 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 1 0 1 1 1 0 0
17 P 0 NERS 1 Perawat 1 44 3 19 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 18 2 1 1 1 1 1 0 1
18 L 1 NERS 1 Perawat 1 39 2 15 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 1 0 1 1 1 0 1
19 L 1 NERS 1 Perawat 1 38 2 14 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 2 1 0 1 1 1 1 1
20 P 0 NERS 1 Perawat 1 48 3 23 3 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 0 1 1 1
21 P 0 DIII 2 Perawat 1 44 3 20 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 2 0 0 1 0 1 1 1
22 P 0 DIII 2 Perawat 1 30 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 2 1 0 1 0 0 1 1
23 P 0 NERS 1 Perawat 1 33 2 8 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 0 1 1 0 0 1 1
24 P 0 BID 3 Perawat 1 33 2 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 2 0 1 1 1 0 1 1
25 P 0 NERS 1 Perawat 1 43 3 17 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 1 0 1 1
26 P 0 NERS 1 Perawat 1 35 2 11 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 2 1 1 1 1 0 1 1
27 P 0 NERS 1 Perawat 1 44 3 22 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 2 1 1 1 1 1 0 0
28 L 1 NERS 1 Perawat 1 39 2 16 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 18 2 1 1 1 1 1 0 0
29 L 1 DIII 2 Perawat 1 38 2 15 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 2 1 0 1 1 0 0 0
30 P 0 DIII 2 Perawat 1 48 3 22 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 18 2 1 0 1 1 0 0 0
31 P 0 NERS 1 Perawat 1 45 3 21 3 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 0 1 1 0 0 1
32 P 0 BID 3 Perawat 1 44 3 20 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 0 0 1 1 1 1
33 P 0 NERS 1 Perawat 1 44 3 19 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 0 1 1 1 1 1
34 P 0 NERS 1 Perawat 1 44 3 20 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 0 0 1 0 1 1 0
35 P 0 NERS 1 Perawat 1 46 3 22 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 2 1 0 0 0 0 1 1
36 P 0 NERS 1 Perawat 1 42 3 18 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 18 2 1 1 1 1 1 1 1
37 P 0 DIII 2 Perawat 1 41 3 16 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 1 1 0 0 1 1
38 L 1 DIII 2 Perawat 1 38 2 13 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 0 1 1 0 0 1
39 L 1 DIII 2 Perawat 1 37 2 13 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 0 0 1 0 0 1
40 P 0 DIII 2 Perawat 1 33 2 8 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 0 0 1 0 0 0 1
41 P 0 DIII 2 Perawat 1 32 2 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 2 0 0 1 0 0 0 1
42 P 0 DIII 2 Perawat 1 30 1 6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 18 2 1 0 0 0 0 0 1
43 P 0 DIII 2 Perawat 1 45 3 20 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 0 1 1 0 1 1
44 P 0 NERS 1 Perawat 1 43 3 18 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 0 1 1 0 1 1
45 P 0 NERS 1 Perawat 1 42 3 19 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 1 0 1 1
46 P 0 NERS 1 Perawat 1 41 3 18 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 2 0 1 1 1 0 0 1
47 P 0 NERS 1 Perawat 1 44 3 21 3 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 8 1 1 0 1 0 1 0 1
48 L 1 NERS 1 Perawat 1 42 3 19 2 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 10 1 1 1 1 0 0 1 0
49 L 1 NERS 1 Perawat 1 45 3 22 3 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 1 0 1 0 0 1 0
50 P 0 NERS 1 Perawat 1 32 2 9 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 0 1 1 0
51 P 0 NERS 1 Perawat 1 33 2 10 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 1 0 1 1 1 0 0
52 P 0 DIII 2 Perawat 1 31 2 8 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 8 1 0 0 1 1 0 0 1
53 P 0 DIII 2 Perawat 1 28 1 5 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 10 1 1 0 1 1 0 0 1
54 P 0 DIII 2 Perawat 1 29 1 6 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 14 2 0 0 1 1 0 1 1
55 P 0 DIII 2 Perawat 1 32 2 9 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 0 1 1 1 1 1
56 P 0 DIII 2 Perawat 1 32 2 9 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 8 1 1 0 0 1 0 1 0
57 P 0 NERS 1 Perawat 1 33 2 10 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 10 1 1 1 1 1 1 0 0
58 L 1 NERS 1 Perawat 1 35 2 12 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 14 2 1 1 1 1 0 0 0
59 L 1 NERS 1 Perawat 1 34 2 11 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 0 1 1 0 0 0
60 P 0 NERS 1 Perawat 1 48 3 25 3 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 8 1 0 0 1 1 0 1 1
61 P 0 NERS 1 Perawat 1 44 3 21 3 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 10 1 0 0 0 0 1 1 1
62 P 0 NERS 1 Perawat 1 43 3 20 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 0 1 1 0 1 1 1
63 P 0 NERS 1 Perawat 1 42 3 19 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 0 1 1 1 1 0
64 P 0 NERS 1 Perawat 1 44 3 21 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 2 1 0 1 0 0 0 1
65 P 0 DIII 2 Perawat 1 29 1 6 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 0 0 1 0 0 0
66 P 0 DIII 2 Perawat 1 30 1 7 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 0 1 1 0 0 1
67 P 0 DIII 2 Perawat 1 33 2 10 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 0 0 1 0
68 L 1 DIII 2 Perawat 1 33 2 10 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 1 1 0 1 1 0
69 L 1 DIII 2 Perawat 1 44 3 21 3 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 1 0 1 0 1 1 0
70 P 0 NERS 1 Perawat 1 30 1 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 2 1 0 1 1 0 1 1
71 P 0 NERS 1 Perawat 1 33 2 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 18 2 0 0 0 1 0 1 1
72 P 0 NERS 1 Perawat 1 33 2 10 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 0 1 1 0 1 1
73 P 0 NERS 1 Perawat 1 43 3 20 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 0 1 1 0 0 0
74 P 0 NERS 1 Perawat 1 35 2 12 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 1 0 0 0
75 P 0 NERS 1 Perawat 1 44 3 21 3 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 0 0 1 0 0 1 1
76 P 0 NERS 1 Perawat 1 39 2 16 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 18 2 0 1 0 0 0 0 1
77 P 0 NERS 1 Perawat 1 38 2 15 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 18 2 0 1 1 0 0 0 1
78 L 1 DIII 2 Perawat 1 48 3 25 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 2 0 1 1 1 0 0 1
79 L 1 DIII 2 Perawat 1 44 3 21 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 18 2 0 1 1 1 0 0 1
80 P 0 spesialis 4 dokter 2 30 1 7 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 1 0 1 1
81 P 0 umum 5 dokter 2 33 2 10 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 0 1 1 1 0 1 1
82 P 0 spesialis 4 dokter 2 33 2 10 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 1 0 0 0
83 L 1 spesialis 4 dokter 2 43 3 20 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 1 0 1 1 0 1 0
84 L 1 spesialis 4 dokter 2 35 2 12 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 18 2 0 0 0 1 0 1 0
85 L 1 umum 5 dokter 2 44 3 21 3 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 0 1 1 0 1 0
86 P 0 umum 5 dokter 2 39 2 16 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 0 0 1 1 0 1 0
87 P 0 umum 5 dokter 2 38 2 15 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 0 1 1 1
88 L 1 spesialis 4 dokter 2 48 3 25 3 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 0 1 1 0 0 1 1
89 L 1 spesialis 4 dokter 2 44 3 21 3 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 0 0 1 1
90 P 0 spesialis 4 dokter 2 30 1 7 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 0 0 0 1 0 0 1
91 P 0 umum 5 dokter 2 33 2 10 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 1 1 0 0 0 1
92 P 0 Apt 6 farmasi 3 33 2 10 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 0 1 1 1 0 0
93 P 0 A.Md. Farm 7 farmasi 3 28 1 5 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 0 0 0 0
94 P 0 A.Md. Farm 7 farmasi 3 29 1 6 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 0 1 1 0 0 1 0
95 P 0 Apt 6 farmasi 3 44 3 21 3 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 0 1 1 1 0 1 0
96 P 0 Apt 6 farmasi 3 39 2 16 2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 0 0 0 1 1 1
97 P 0 Apt 6 farmasi 3 38 2 15 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 1 1 1 1 1 1 1
98 L 1 A.Md. Farm 7 farmasi 3 48 3 25 3 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 0 1 1 1 1 1
99 L 1 Apt 6 farmasi 3 29 1 6 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 1 0 1 0 1 1 0
100 P 0 Apt 6 farmasi 3 44 3 21 3 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 0 1 0 0 1 0
101 L 1 A.Md. Farm 7 farmasi 3 27 1 4 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 1 0 1 0 0 0
102 L 1 A.Md. Farm 7 farmasi 3 29 1 6 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 12 1 1 0 1 0 0 0 1
103 P 0 A.Md. Farm 7 farmasi 3 48 3 25 3 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 13 1 1 0 1 0 0 0 1
skore 103 32 103 103 103 103 24 50 95 24 99 99 86 32 23 24 86 103 94 26 13.7 47 50 90 63 38 61 68
% 100 31.1 100 100 100 100 23.3 48.5 92.2 23.3 96.1 96.1 83.5 31.1 22.3 23.3 83.5 100 91.3 25.2
Lampiran pengolahan SPSS
FREQUENCIES VARIABLES=pertanyaan1 pertanyaan2 pertanyaan3 pertanyaan4 pertanyaan5 pertanyaan6 pertanyaan7 pertanyaan8 pertanyaan9 pe
rtanyaan10 pertanyaan11 pertanyaan12 pertanyaan13 pertanyaan14 pertanyaan15 pertanyaan16 pertanyaan17 pertanyaan18
pertanyaan19 pertanyaan20 pendidikan profesi jeniskelamin kelompokusia lama muti1 mutu2 mutu3 mutu4 mutu5 mutu6 mutu7 manajemenr
esiko1
/STATISTICS=STDDEV MINIMUM MAXIMUM MEAN
/ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

[DataSet0]

Statistics

manajemen manajemen manajemen manajemen manajemen manajemen


resiko resiko resiko resiko resiko resiko
pertanyaan 1 pertanyaan 2 pertanyaan 3 pertanyaan 4 pertanyaan 5 pertanyaan 6
N Valid 103 103 103 103 103 103
Missing 0 0 0 0 0 0
Mean 1.00 .31 1.00 1.00 1.00 1.00
Std. Deviation .000 .465 .000 .000 .000 .000
Minimum 1 0 1 1 1 1
Maximum 1 1 1 1 1 1

Statistics

manajemen manajemen manajemen manajemen manajemen manajemen


resiko resiko resiko resiko resiko resiko
pertanyaan 7 pertanyaan 8 pertanyaan 9 pertanyaan 10 pertanyaan 11 pertanyaan 12
N Valid 103 103 103 103 103 103
Missing 0 0 0 0 0 0
Mean .23 .49 .92 .23 .96 .96
Std. Deviation .425 .502 .269 .425 .194 .194
Minimum 0 0 0 0 0 0
Maximum 1 1 1 1 1 1

Statistics

manajemen manajemen manajemen manajemen manajemen manajemen


resiko resiko resiko resiko resiko resiko
pertanyaan 13 pertanyaan 14 pertanyaan 15 pertanyaan 16 pertanyaan 17 pertanyaan 18
N Valid 103 103 103 103 103 103
Missing 0 0 0 0 0 0
Mean .83 .31 .22 .23 .83 1.00
Std. Deviation .373 .465 .418 .425 .373 .000
Minimum 0 0 0 0 0 1
Maximum 1 1 1 1 1 1
Statistics

manajemen manajemen Jenis kelompok


resiko resiko Pendidikan Profesi Kelamin usia
pertanyaan 19 pertanyaan 20 Responden responden Responden responden
N Valid 103 103 103 103 103 103
Missing 0 0 0 0 0 0
Mean .91 .25 .24 2.27
Std. Deviation .284 .437 .431 .717
Minimum 0 0 0 1
Maximum 1 1 1 3

Statistics

kepatuhan kepatuhan
lama bekerja clinical waktu visite identifikasi penerapan identifikasi
responden patway dokter pasien hand higiene resiko jatuh
N Valid 103 103 103 103 103 103
Missing 0 0 0 0 0 0
Mean 1.86 .43 .65 .87 .61 .97
Std. Deviation .768 .497 .479 .334 .490 .169
Minimum 1 0 0 0 0 0
Maximum 3 1 1 1 1 1

Statistics

pelaksanaan
penggunaan Kepuasa manajemen
APD pasien resiko
N Valid 103 103 103
Missing 0 0 0
Mean .59 .66 1.26
Std. Deviation .494 .476 .442
Minimum 0 0 1
Maximum 1 1 2

Frequency Table
manajemen resiko pertanyaan 1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 103 100.0 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 71 68.9 68.9 68.9
ya 32 31.1 31.1 100.0
Total 103 100.0 100.0
manajemen resiko pertanyaan 3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 103 100.0 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 103 100.0 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 103 100.0 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 103 100.0 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 7

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 79 76.7 76.7 76.7
ya 24 23.3 23.3 100.0
Total 103 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 8

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 53 51.5 51.5 51.5
ya 50 48.5 48.5 100.0
Total 103 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 9

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 8 7.8 7.8 7.8
ya 95 92.2 92.2 100.0
Total 103 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 10

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 79 76.7 76.7 76.7
ya 24 23.3 23.3 100.0
Total 103 100.0 100.0
manajemen resiko pertanyaan 11

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 4 3.9 3.9 3.9
ya 99 96.1 96.1 100.0
Total 103 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 12

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 4 3.9 3.9 3.9
ya 99 96.1 96.1 100.0
Total 103 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 13

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 17 16.5 16.5 16.5
ya 86 83.5 83.5 100.0
Total 103 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 14

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 71 68.9 68.9 68.9
ya 32 31.1 31.1 100.0
Total 103 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 15

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 80 77.7 77.7 77.7
ya 23 22.3 22.3 100.0
Total 103 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 16

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 79 76.7 76.7 76.7
ya 24 23.3 23.3 100.0
Total 103 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 17

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 17 16.5 16.5 16.5
ya 86 83.5 83.5 100.0
Total 103 100.0 100.0
manajemen resiko pertanyaan 18

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 103 100.0 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 19

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 9 8.7 8.7 8.7
ya 94 91.3 91.3 100.0
Total 103 100.0 100.0

manajemen resiko pertanyaan 20

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 77 74.8 74.8 74.8
ya 26 25.2 25.2 100.0
Total 103 100.0 100.0

Pendidikan Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid A.Md 6 5.8 5.8 5.8
Apt 6 5.8 5.8 11.7
BID 4 3.9 3.9 15.5
DIII 27 26.2 26.2 41.7
NERS 48 46.6 46.6 88.3
spes 7 6.8 6.8 95.1
umum 5 4.9 4.9 100.0
Total 103 100.0 100.0

Profesi responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 79 76.7 76.7 76.7
2 12 11.7 11.7 88.3
3 12 11.7 11.7 100.0
Total 103 100.0 100.0

Jenis Kelamin Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid perempuan 78 75.7 75.7 75.7
laki laki 25 24.3 24.3 100.0
Total 103 100.0 100.0

kelompok usia responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 30 tahun 16 15.5 15.5 15.5
kelompok usia responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 30 -40 43 41.7 41.7 57.3
> 40 tahun 44 42.7 42.7 100.0
Total 103 100.0 100.0

lama bekerja responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <10 tahun 38 36.9 36.9 36.9
10-20 41 39.8 39.8 76.7
>20 24 23.3 23.3 100.0
Total 103 100.0 100.0

pelaksanaan manajemen resiko

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang berhasil 76 73.8 73.8 73.8
berhasil 27 26.2 26.2 100.0
Total 103 100.0 100.0

DESCRIPTIVES VARIABLES=mutu1 mutu2 mutu3 mutu4 mutu5 mutu6 mutu7


/STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX SEMEAN KURTOSIS SKEWNESS.

Descriptives

[DataSet0]

Descriptive Statistics

Skewne
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation ss
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Statistic
Kepatuhan kebersihan
tangan 103 0 1 .46 .049 .501 .178
Kepatuhan penggunaan
APD 103 0 1 .49 .049 .502 .059
Kepatuhan identifikasi
pasien 103 0 1 .87 .033 .334 -2.285
Kepatuhan Waktu Visite
Dokter 103 0 1 .61 .048 .490 -.465
Kepatuhan Terhadap Alur
Klinis (Clinical Pathway) 103 0 1 .37 .048 .485 .551
Kepatuhan Upaya
Pencegahan Risiko 103 0 1 .59 .049 .494 -.381
Pasien Jatuh
Descriptive Statistics

Skewnes
s Kurtosis
Std. Error Statistic Std. Error
Kepatuhan kebersihan
tangan .238 -2.008 .472
Kepatuhan penggunaan
APD .238 -2.036 .472
Kepatuhan identifikasi
pasien .238 3.282 .472
Kepatuhan Waktu Visite
Dokter .238 -1.820 .472
Kepatuhan Terhadap Alur
Klinis (Clinical Pathway) .238 -1.730 .472
Kepatuhan Upaya
Pencegahan Risiko .238 -1.892 .472
Pasien Jatuh

Descriptive Statistics

Skewne
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation ss
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Statistic
Kepuasan pasien 103 0 1 .66 .047 .476 -.686
Valid N (listwise) 103

Descriptive Statistics

Skewnes
s Kurtosis
Std. Error Statistic Std. Error
Kepuasan pasien .238 -1.559 .472
Valid N (listwise)

FREQUENCIES VARIABLES=mutu1 mutu2 mutu3 mutu4 mutu5 mutu6 mutu7


/ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

[DataSet0]

Statistics

Kepatuhan
Terhadap Alur
Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan Klinis
kebersihan penggunaan identifikasi Waktu Visite (Clinical
tangan APD pasien Dokter Pathway)
N Valid 103 103 103 103 103
Missing 0 0 0 0 0
Statistics

Kepatuhan
Upaya
Pencegahan
Risiko Pasien Kepuasan
Jatuh pasien
N Valid 103 103
Missing 0 0

Frequency Table
Kepatuhan kebersihan tangan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid target belum tercapai 56 54.4 54.4 54.4
target tercapai 47 45.6 45.6 100.0
Total 103 100.0 100.0

Kepatuhan penggunaan APD

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid target belum tercapai 53 51.5 51.5 51.5
target tercapai 50 48.5 48.5 100.0
Total 103 100.0 100.0

Kepatuhan identifikasi pasien

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid target belum tercapai 13 12.6 12.6 12.6
target tercapai 90 87.4 87.4 100.0
Total 103 100.0 100.0

Kepatuhan Waktu Visite Dokter

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid target belum tercapai 40 38.8 38.8 38.8
target tercapai 63 61.2 61.2 100.0
Total 103 100.0 100.0

Kepatuhan Terhadap Alur Klinis (Clinical Pathway)

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid target belum tercapai 65 63.1 63.1 63.1
target tercapai 38 36.9 36.9 100.0
Total 103 100.0 100.0
Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid target belum tercapai 42 40.8 40.8 40.8
target tercapai 61 59.2 59.2 100.0
Total 103 100.0 100.0

Kepuasan pasien

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid target belum tercapai 35 34.0 34.0 34.0
target tercapai 68 66.0 66.0 100.0
Total 103 100.0 100.0

Frequencies

[DataSet0]

Statistics

pelaksanaan manajemen resiko


N Valid 103
Missing 0

pelaksanaan manajemen resiko

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang berhasil 76 73.8 73.8 73.8
berhasil 27 26.2 26.2 100.0
Total 103 100.0 100.0

CROSSTABS
/TABLES=manajemenresiko BY mutu1 mutu2 mutu3 mutu4 mutu5 mutu6 mutu7
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT EXPECTED COLUMN
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs
[DataSet0]

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pelaksanaan manajemen
resiko * Kepatuhan 103 100.0% 0 .0% 103 100.0%
kebersihan tangan
pelaksanaan manajemen
resiko * Kepatuhan 103 100.0% 0 .0% 103 100.0%
penggunaan APD
pelaksanaan manajemen
resiko * Kepatuhan 103 100.0% 0 .0% 103 100.0%
identifikasi pasien
pelaksanaan manajemen
resiko * Kepatuhan Waktu 103 100.0% 0 .0% 103 100.0%
Visite Dokter
pelaksanaan manajemen
resiko * Kepatuhan
Terhadap Alur Klinis 103 100.0% 0 .0% 103 100.0%
(Clinical Pathway)
pelaksanaan manajemen
resiko * Kepatuhan
Upaya Pencegahan 103 100.0% 0 .0% 103 100.0%
Risiko Pasien Jatuh
pelaksanaan manajemen
resiko * Kepuasan 103 100.0% 0 .0% 103 100.0%
pasien

pelaksanaan manajemen resiko * Kepatuhan kebersihan tangan


Crosstab

Kepatuhan kebersihan tangan


target belum
tercapai target tercapai Total
pelaksanaan manajemen kurang berhasil Count 43 33 76
resiko
Expected Count 41.3 34.7 76.0
% within Kepatuhan
kebersihan tangan 76.8% 70.2% 73.8%
berhasil Count 13 14 27
Expected Count 14.7 12.3 27.0
% within Kepatuhan
kebersihan tangan 23.2% 29.8% 26.2%
Total Count 56 47 103
Expected Count 56.0 47.0 103.0
% within Kepatuhan
kebersihan tangan 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .571 a 1 .000
.282 1 .001

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.32.
b. Computed only for a 2x2 table

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
Likelihood Ratio .569 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .297
Linear-by-Linear
Association .565 1 .001
N of Valid Cases b 103

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.32.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value Lower Upper
Odds Ratio for
pelaksanaan manajemen
resiko (kurang berhasil / 2.403 .582 3.385
berhasil)
For cohort Kepatuhan
kebersihan tangan = 1.175 .758 1.821
target belum tercapai
For cohort Kepatuhan
kebersihan tangan = .837 .537 1.307
target tercapai
N of Valid Cases 103

pelaksanaan manajemen resiko * Kepatuhan penggunaan APD


Crosstab

Kepatuhan penggunaan APD


target belum
tercapai target tercapai Total
pelaksanaan manajemen kurang berhasil Count 40 36 76
resiko
Expected Count 39.1 36.9 76.0
% within Kepatuhan
penggunaan APD 75.5% 72.0% 73.8%
berhasil Count 13 14 27
Expected Count 13.9 13.1 27.0
% within Kepatuhan
penggunaan APD 24.5% 28.0% 26.2%
Total Count 53 50 103
Crosstab

Kepatuhan penggunaan APD


target belum
tercapai target tercapai Total
Total Expected Count 53.0 50.0 103.0
% within Kepatuhan
penggunaan APD 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .160 a 1 .003
Continuity Correction b .031 1 .013
Likelihood Ratio .160 1 .069
Fisher's Exact Test .082 .043
Linear-by-Linear
Association .159 1 .690
N of Valid Cases b 103

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.11.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value Lower Upper
Odds Ratio for
pelaksanaan manajemen
resiko (kurang berhasil / 1.197 .497 2.882
berhasil)
For cohort Kepatuhan
penggunaan APD = target 1.093 .700 1.707
belum tercapai
For cohort Kepatuhan
penggunaan APD = target .914 .592 1.410
tercapai
N of Valid Cases 103

pelaksanaan manajemen resiko * Kepatuhan identifikasi pasien


Crosstab

Kepatuhan identifikasi pasien


target belum
tercapai target tercapai Total
pelaksanaan manajemen kurang berhasil Count 8 68 76
resiko
Expected Count 9.6 66.4 76.0
% within Kepatuhan
identifikasi pasien 61.5% 75.6% 73.8%
berhasil Count 5 22 27
Expected Count 3.4 23.6 27.0
% within Kepatuhan
identifikasi pasien 38.5% 24.4% 26.2%
Crosstab

Kepatuhan identifikasi pasien


target belum
tercapai target tercapai Total
Total Count 13 90 103
Expected Count 13.0 90.0 103.0
% within Kepatuhan
identifikasi pasien 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.154 a 1 .283
Continuity Correction b .543 1 .461
Likelihood Ratio 1.077 1 .299
Fisher's Exact Test .318 .225
Linear-by-Linear
Association 1.143 1 .285
N of Valid Cases b 103

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.41.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value Lower Upper
Odds Ratio for
pelaksanaan manajemen
resiko (kurang berhasil / .518 .153 1.747
berhasil)
For cohort Kepatuhan
identifikasi pasien = .568 .203 1.588
target belum tercapai
For cohort Kepatuhan
identifikasi pasien = 1.098 .903 1.335
target tercapai
N of Valid Cases 103

pelaksanaan manajemen resiko * Kepatuhan Waktu Visite Dokter


Crosstab

Kepatuhan Waktu Visite Dokter


target belum
tercapai target tercapai Total
pelaksanaan manajemen kurang berhasil Count 31 45 76
resiko
Expected Count 29.5 46.5 76.0
% within Kepatuhan
Waktu Visite Dokter 77.5% 71.4% 73.8%
berhasil Count 9 18 27
Expected Count 10.5 16.5 27.0
Crosstab

Kepatuhan Waktu Visite Dokter


target belum
tercapai target tercapai Total
pelaksanaan manajemen berhasil % within Kepatuhan
resiko Waktu Visite Dokter 22.5% 28.6% 26.2%
Total Count 40 63 103
Expected Count 40.0 63.0 103.0
% within Kepatuhan
Waktu Visite Dokter 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .466 a 1 .495
Continuity Correction b .205 1 .651
Likelihood Ratio .472 1 .492
Fisher's Exact Test .646 .328
Linear-by-Linear
Association .462 1 .497
N of Valid Cases b 103

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.49.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value Lower Upper
Odds Ratio for
pelaksanaan manajemen
resiko (kurang berhasil / 1.378 .548 3.463
berhasil)
For cohort Kepatuhan
Waktu Visite Dokter = 1.224 .673 2.226
target belum tercapai
For cohort Kepatuhan
Waktu Visite Dokter = .888 .641 1.230
target tercapai
N of Valid Cases 103

pelaksanaan manajemen resiko * Kepatuhan Terhadap Alur Klinis (Clinical Pathway)

Crosstab

Kepatuhan Terhadap Alur Klinis


(Clinical Pathway)
target belum
tercapai target tercapai Total
pelaksanaan manajemen kurang berhasil Count 45 31 76
resiko
Expected Count 48.0 28.0 76.0
% within Kepatuhan
Terhadap Alur Klinis 69.2% 81.6% 73.8%
(Clinical Pathway)
Crosstab

Kepatuhan Terhadap Alur Klinis


(Clinical Pathway)
target belum
tercapai target tercapai Total
pelaksanaan manajemen berhasil Count 20 7 27
resiko
Expected Count 17.0 10.0 27.0
% within Kepatuhan
Terhadap Alur Klinis 30.8% 18.4% 26.2%
(Clinical Pathway)
Total Count 65 38 103
Expected Count 65.0 38.0 103.0
% within Kepatuhan
Terhadap Alur Klinis 100.0% 100.0% 100.0%
(Clinical Pathway)

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.890 a 1 .169
Continuity Correction b 1.306 1 .253
Likelihood Ratio 1.959 1 .162
Fisher's Exact Test .246 .126
Linear-by-Linear
Association 1.872 1 .171
N of Valid Cases b 103

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.96.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value Lower Upper
Odds Ratio for
pelaksanaan manajemen
resiko (kurang berhasil / .508 .192 1.347
berhasil)
For cohort Kepatuhan
Terhadap Alur Klinis
(Clinical Pathway) = target .799 .598 1.069
belum tercapai
For cohort Kepatuhan
Terhadap Alur Klinis
(Clinical Pathway) = target 1.573 .787 3.145
tercapai
N of Valid Cases 103

pelaksanaan manajemen resiko * Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh


Crosstab

Kepatuhan Upaya Pencegahan


Risiko Pasien Jatuh
target belum
tercapai target tercapai Total
pelaksanaan manajemen kurang berhasil Count 27 49 76
resiko
Expected Count 31.0 45.0 76.0
% within Kepatuhan
Upaya Pencegahan 64.3% 80.3% 73.8%
Risiko Pasien Jatuh
berhasil Count 15 12 27
Expected Count 11.0 16.0 27.0
% within Kepatuhan
Upaya Pencegahan 35.7% 19.7% 26.2%
Risiko Pasien Jatuh
Total Count 42 61 103
Expected Count 42.0 61.0 103.0
% within Kepatuhan
Upaya Pencegahan 100.0% 100.0% 100.0%
Risiko Pasien Jatuh

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 3.310 a 1 .069
Continuity Correction b 2.532 1 .011
Likelihood Ratio 3.269 1 .007
Fisher's Exact Test .109 .056
Linear-by-Linear
Association 3.277 1 .070
N of Valid Cases b 103

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.01.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value Lower Upper
Odds Ratio for
pelaksanaan manajemen
resiko (kurang berhasil / 2.441 .181 1.076
berhasil)
For cohort Kepatuhan
Upaya Pencegahan
Risiko Pasien Jatuh = .639 .406 1.006
target belum tercapai
For cohort Kepatuhan
Upaya Pencegahan
Risiko Pasien Jatuh = 1.451 .922 2.283
target tercapai
N of Valid Cases 103

pelaksanaan manajemen resiko * Kepuasan pasien


Crosstab

Kepuasan pasien
target belum
tercapai target tercapai Total
pelaksanaan manajemen kurang berhasil Count 29 47 76
resiko
Expected Count 25.8 50.2 76.0
% within Kepuasan
pasien 82.9% 69.1% 73.8%
berhasil Count 6 21 27
Expected Count 9.2 17.8 27.0
% within Kepuasan
pasien 17.1% 30.9% 26.2%
Total Count 35 68 103
Expected Count 35.0 68.0 103.0
% within Kepuasan
pasien 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 2.255 a 1 .133
Continuity Correction b 1.601 1 .206
Likelihood Ratio 2.368 1 .124
Fisher's Exact Test .161 .101
Linear-by-Linear
Association 2.233 1 .135
N of Valid Cases b 103

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.17.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value Lower Upper
Odds Ratio for
pelaksanaan manajemen
resiko (kurang berhasil / 2.160 .780 5.980
berhasil)
For cohort Kepuasan
pasien = target belum 1.717 .802 3.677
tercapai
For cohort Kepuasan
pasien = target tercapai .795 .608 1.040
N of Valid Cases 103

Anda mungkin juga menyukai