Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENGANIAYAAN YANG

DILAKUKAN OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN

(STUDI KASUS POLRESTABES KOTA MAKASSAR 2021-2023)

Disusun dan diajukan oleh :


AUDYA NATASYA
NIM B011181472

PEMINATAN HUKUM PIDANA

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2023

ii
iii
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 9

C. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 9

D. Kegunaan Penelitian ........................................................................................... 9

E. Keaslian Penelitian ........................................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 12

A. Kriminologi .................................................................................................... 12

1. Pengertian Kriminologi ................................................................................ 12

2. Obyek Kriminologi ....................................................................................... 14

3. Teori Kriminologi .......................................................................................... 14

4. Pemikiran Kriminologi Baru (Kritis) .............................................................. 16

B. Kejahatan........................................................................................................ 17

1. Definisi Kejahatan........................................................................................ 17

2. Unsur – Unsur Kejahatan Atau Tindak Pidana............................................. 19

C. Tindak Pidana Penganiayaan ............................................ …………………….21


1. Pengertian Unsur Tindak Pidana Penganiayaan ............... …………………….21
2. Unsur-unsur Tindak Pidana ............................................... …………………….22
3. Bentuk dan Jenis Penganiayaan ....................................... …………………….24
D. Kepolisian Negara Republik Indonesia ......................................................... 27

1. Pengertian Kepolisian .................................................................................. 27

2. Tugas Kepolisian ......................................................................................... 28

3. Wewenang Kepolisian ................................................................................. 29

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................. 33

iv
A. Lokasi Penelitian ............................................................................................... 33

B. Populasi Dan Sampel ....................................................................................... 34

C. Jenis Dan Sumber Data .................................................................................... 35

D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................................ 35

E. Analisis Data ..................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 36

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berubanya pola hidup masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan

bernegaranya cukup relevan dengan meluasnya fenomena supremasi

hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, dan

transparansi, mengakibatkan meningkatnya tindak kejahatan dalam

lingkungan masyarakat, selain kejahatan konvensional dapat dilihat pula

kecenderungan berkembangnya berbagai jenis kejahatan lain seperti :

Kejahatan korporasi, kejahatan di bidang ekonomi dan perbankan, illegal

logging, money laundring, dan sebagainya, telah melahirkan paradigma

baru untuk melihat tujuan, tugas, tanggung jawab, dan wewenang

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang akan melakukan berbagai

tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang semakin meningkat dan lebih

berorientasi kepada masyarakat yang dianiayanya.1

Jika berbicara mengenai hukum rasanya tidaklah sulit. Melakukan

sesuatu tindakan sesuai dengan hukum tidaklah mudah. Tetapi, hal yang

paling sulit dalam hukum yaitu menampik hukum yang tidak benar, tidak

adil, dan sewenang – wenangnya. Kebalikannya yang terjadi apabila kita

berbicara tentang apa yang dinamakan kejahatan. Umumnya akan

1
Adami Chazwi; 2002; Pelajaran Hukum Pidana bagian 2; PT. Raja Grafindo
Persada.,Jakarta, hlm. 75

1
dianggap paling mudah untuk menampik yang dinamakan kejahatan.

Akan tetapi, kebenarannya yang paling sulit adalah apabila analisis

kriminologi digunakan untuk menganalisis apa yang dinamakan

kejahatan, terutama di negara berkembang.

Permasalahan tentang apa yang dinamakan kejahatan adalah suatu

masalah yang usia nya setua peradaban manusia, oleh karena itu

manusia sering kali melakukan kekeliruan dalam menakar dirinya sendiri.

Bahwa masalah kejahatan akan tetap ada dan akan selalu terjadi sampai

dunia ini berakhir (kiamat). Apabila kita bergantung pada persepsi dan

keyakinan, dapatlah kita dikatakan Adam dan Hawa sudah melakukan

apa yang dinamakan kejahatan karena mereka telah melanggar

ketentuan Allah SWT, yaitu dengan memakan buah terlarang atau buah

yang dilarang. Terlepas dari persepsi tersebutlah bahwa perbuatan

mereka itu merupakan dosa, tetapi belum tentu merupakan kejahatan

seperti kejahatan kekerasan dan semacamnya yang sering kita baca

disetiap media massa.2

Berbicara mengenai hal – hal yang berhubungan dengan kejahatan,

seringkali tidak menyenangkan dan karenanya dapat menimbulkan suatu

resiko. Hermann Mannheim (1970) menulis bahwa tugas seorang

kriminolog pada prinsipnya hanyalah menjelaskan saja bukan menuduh

dan apalagi memfitnah.

2
Ibid.

2
Dalam hal ini, masalah yang dinamakan kejahatan dapat dilihat

akibatnya, dirasakan atau dialami. Tak heran jika ada yang dapat ikut pula

berperan tanpa diadili, ataupun dipenjara. Bahkan ada yang dapat

melakukan kejahatan atau telah berbuat kejahatan tetapi masih dianggap

sebagai orang yang sopan, yang baik, yang terhormat, yang dermawan

dan beragama. Apakah Hal ini wajar? Mengapa tidak! Dalam kehidupan,

kita pasti kenal yang dinamakan karikatur, lakon – lakon sandiwara,

pelawak, akronim, sajak, sampai pada pertimbangan putusan pengadilan

negeri yang hakekatnya merupakan semacam klep frustasi, yang secara

diplomatis dibuka untuk mengungkap kepincangan, kebobrokan,

ketidakadilan, penindasan, bahkan sampai pada kejahatan yuridik.3

Ada sebuah sajak Woody Guthrie yang dinyanyikan oleh Pretty Boy

Floyd :“Now as through this world I ramble/ I see lots of funny men/some

will rob you withsixgun/and somewith a fountain pen”

Merampok dengan menggunakan senjata api hampir terjadi setiap

hari di negara manapun di dunia. Tetapi, mungkinkah perampokan

dilakukan dengan pena saja? Yang dimaksudkan disini dapat pula sebuah

pemerasan dengan ancaman yang akan disiarkan melalui surat kabar,

misalnya sebagaimana yang kita kenal praktek memberi tanda tangan

sebagai persetujuan terhadap suatu permohonan dan uang akan masuk

ke dalam kantong pribadi orang yang berwenang memberi persetujuan itu

3
Nandang Sambas Dan Dian Andriasari ; 2019 ; Kriminologi perspektif hukum pidana ; Sinar
Grafika ; Jakarta, hlm. 13

3
“whitecollarcrime”. 4

Mereka yang awam lalu melihat penjara atau biasa dikenal sebagai

lembaga pemasyarakatan yang di Indonesia sering disibut sebagai

tempatnya orang – orang jahat. Akan tetapi ada hal yang membuat

bingung, apalagi bila kemudian dapat penjelasan dan merasakan

kebenaran, bahwa tidak semua “penjahat” berada dalam penjara. masih

ada banyak penjahat yang berkeliaran diluar dinding penjara yang seram

itu, penghuni tak bernama dari lembaga pemasyarakatan Massachusetts

Reformatory For Woman Berkata dalam sebuah sajak :

“I’am walking about a prison, what do you think I see? A lot of dumb-

bellsdoingtime, whileall thecrooks go free.”

Dalam sajak tersebut diatas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

tidak selamanya penjahat itu selalu berada di dalam penjara melainkan

masih banyak penjahat yang berkeliaran diluar penjara yang senantiasa

dapat menteror, mengancam, membahayakan dan menimbulkan warga

masyarakat menjadi ketakutan. Atau dapat dikatakan bahwa mereka yang

berada didalam penjara adalah para penjahat yang tidak beruntung,

sedangkan mereka yang beruntung adalah penjahat yang berkeliaran dan

tampak seolah – olah bukan penjahat, sebab kedok (topeng) mereka

belum tersingkap, apalagi bagi mereka yang mempunyai kekuasaan dan

menjadi bagian dari penegakan hukum itu sendiri, maka sangat sulit untuk

4
Ibid.

4
membedakan mana yang benar – benar pejabat dan mana yang benar –

benar penjahat.5

Setiap negara mempunyai semacam Kitab Undang – Undang Hukum

Pidana yang kita kenal dengan akronim KUHP, dan berbicara mengenai

KUHP maka akronim ini seringkali dijadikan bahan lelucon yang

mencerminkan bagaimana persepsi masyarakat tentang proses

penegakan hukum di negara kita ini dalam rangka menyelesaikan

masalah yang dinamakan kejahatan. Memang tidak dapat dipungkiri

bahwa sulit bagi negara manapun di dunia untuk dapat melenyapkan

kejahatan secara total. Sebagaimana Emile Durkheim menyatakan ;

Kejahatan adalah suatu gejala normal didalam kehidupan masyarakat

yang bercirikan heterogenitas dan perkembangan sosial, dan oleh karena

itu kejahatan tidak mungkin dapat dimusnahkan secara tuntas. Akan

tetapi jika mampu untuk mengetahui faktor –faktor yang berhubungan

dengan timbulnya kejahatan atau sebab yang mendorong seseorang

melakukan pelanggaran norma – norma hukum dalam masyarakat,maka

sangat mudah bagi kita dapat mengurangi jumlah kejahatan serta

membina para pelanggar norma tersebut.

Bahwa Hukum pidana dan Kriminologi dapat dianggap sebagai

kembar siam atau dua sisi dari satu mata uang. Kriminologi

menghidupkan dengan memberi masukan dan dorongan kepada hukum

5
Bambang Waluyo, 2020, Penyelesaian Perkara Pidana (Penerapan Keadilan Restoratif dan
transformatif), Sinar Grafika offset.,Jakarta, hlm.67.

5
pidana, dan sebaliknya hukum pidana memberikan bahan studi dan data

kepada kriminologi mengenai berbagai perbuatan pidana dan ancaman

pidana. Dalam hubungan ini agar dapat sepenuhnya disebut nasional

dalam asas – asas dasarnya, tetapi Kitab Undang – undang Pidana itu

dalam penentuan perumusan mengenai perbuatan – perbuatan pidana

harus juga didasarkan pada kehidupan nasional rakyatnya, dan

menyatakan tidak adil terhadap perbuatan yang dalam masyarakat itu

dianggap tidakk adil (Carpentir Alting).6

Dengan berpatokan pada hukum pidana, kejahatan serta pelakunya

relatif dapat diketahui yaitu mereka atau barang siapa terkena rumusan

hukum pidana, dalam arti memenuhi unsur – unsur delik, dianggap

melakukan perbuatan yang dapat dihukum (di Indonesia, berarti rumusan

KUHP atau Undang – undang Pidana diluar KUHP). Orang awam akan

menunjuk mereka yang melakukan pelanggaran hukum pidana dan harus

dihukum adalah “penjahat” atau yang berbuat kejahatan, di Indonesia

secara tegas tidak dapat dijumpai istilah penjahat dalam proses peradilan

pidana kita hanya mengenal secara resmi istilah – istilah tersangka,

tertuduh, terdakwa, dan hukum pidana. Sedangkan kata – kata seperti

penjahat, bajingan, bandit hanya dalam kata sehari – hari yang tidak

berdasar pada ketentuan hukum. 7

6
Ibid.
7
Ismail Rumadan, 2007, Kriminologi, Jakarta., Airlangga, hlm. 28

6
Pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya

penyelenggaraan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat,

penegakan hukum,perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat oleh Kepolisian Negara harus dilakukan dengan menjunjung

tinggi hak – hak asasi manusia, namun hingga saat ini belum berjalan

sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat.

Suatu sistem peradilan pidana (criminal justice system) yang berubah

menjadi sistem ketidakadilan pidana (criminal injustice system) dan

bukanlah suatu hal yang mustahil jika akan dapat melahirkan kejadian –

kejadian serupa itu, bahkan menyebabkan suatu post veit mezation yaitu

akan timbulnya korban lebih banyak dari proses peradilan pidana. Dalam

melakukan penegakan hukum yang bersumber dari cita – cita Negara

yang senantiasa menjunjung tinggi supremasi hukum (The law supreme)

yang menegaskan kita diperintah oleh hukum dan bukan oleh orang

“Government oflaw and not of men”.8

Untuk menganalisis secara tajam terhadap fenomena – fenomena

kejahatan yang ada akhir – akhir ini, diperlukan kerangka pengetahuan

kriminologi yang tidak hanya semata – mata berfungsi untuk mengadili,

mempersalahkan, atau menghukum berdasarkan ideologi tertentu.

Kriminologi harus melihat sebagai tempat membangkitkan dan

memanusiakan manusia itu sendiri. Kriminologi di Indonesia tentu tidak


8
Bambang Waluyo, Op. Cit., hlm. 80

7
berbicara mengenai hak – hak asasi manusia yang berakar dari sosial,

budaya dan faktor struktural dunia barat, melainkan tentang

memanusiakan manusia Indonesia berdasarkan Pancasila.9

Penulis menggunakan istilah “Kejahatan Oknum Aparat Kepolisian”

dengan artian bahwa oknum aparat kepolisian yang telah melakukan

perbuatan aktif atau pasif, terutama yang sifatnya seram (menakutkan)

yang dikenai sanksi berdasarkan hukum sebagai pelanggaran terhadap

undang – undang, atau membahayakan keselamatan dan kemakmuran

umum. Akan tetapi, yang paling mendasari para oknum tersebut seolah –

olah bersembunyi dibalik kekuasaan yang mereka miliki.

Salah-satu contoh kasus yang terjadi yaitu Penganiayaan yang

dilakukan 6 polisi terhadap Arfandi ardiansah (korban) yang juga pernah

terjadi di Sulawesi selatan, dimana oknum polisi secara bersama-sama

melakukan penganiyaan terhadap tersangka narkoba (AA) yang

menyebabkan korban meninggal dunia. Penganiyaan tersebut dilakukan

saat proses penangkapan. (16/05/2023)

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik mengkaji lebih jauh

permasalahan hukum penelitian berjudul “Tinjauan Kriminologis

Terhadap Kejahatan Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Anggota

Kepolisian (Studi Kasus Polrestabes Kota Makassar 2021 – 2023)”

9
Ibid.

8
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis memfokuskan pada

dua rumusan masalah, yaitu :

1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan anggota kepolisian

melakukan kejahatan penganiayaan di Kota Makassar Tahun

2021-2023?

2. Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap anggota

kepolisian yang melakukan kejahatan penganiayaan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kejahatan

penganiyaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian

2. Untuk mengatahui upaya penanggulangan terhadap anggota

kepolisian yang melakukan kejahatan penganiayaan

D. Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penilitian ini adalah :

1. Kegunaan Teoritis

Hasil dari penelitian ini dibidik untuk dapat berguna bagi

pengembangan Ilmu Hukum. Diharapkan dapat menambah

wawasan pengetahuan mengenai tindak pidana penganiayaan bagi

mahasiswa atau para pembaca

9
2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Peneliti,segala sesuatu yang diperoleh dalam penulisan ini

diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi

mengenai kejahatan penganiyaan di masa yang akan datang

b. Bagi Masyarakat, diharapkan dapat menambah pengatahuan dan

informasi terhadap kejahatan penganiayaan sehingga dapat

digunakan sebagai sarana untuk menanmbah wawasan lebih luas.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan oleh penulis terhadap

beberapa judul skripsi yang berkaitan dengan tinjauan kriminologis

terhadap kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh anggota

kepolisian, sebelumnya sudah ada penelititian mengangkat pembahasan

hampir yang sama yaitu :

1. Skripsi yang ditulis Setiawan Isan, mahasiswa di Fakultas Hukum

Universitas Negeri Gorontalo pada tahun 2020 dengan judul skripsi

“Tinjauan Kriminologi Terhadap Kekerasan Oleh Aparat Kepolisian

Dalam Menangani Massa Demonstrasi Di Gorontalo”. Perbedaan

antara penelitian penulis dengan penelitian yang dilakukan oleh

Setiawan yaitu Skripsi tersebut membahas mengenai seseorang

aparat kepolisian melakukan kekerasan pada saat demonstrasi

terkhususnya di kota Gorontalo sedangkan Penulis ingin

membahas mengenai tindak pidana penganiayaan yang dilakukan

oleh anggota kepolisian khususnya di polrestabes kota Makassar.

10
2. Skripsi yang ditulis oleh Saiful tri Yudistira. Mahasiswa di Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin pada tahun 2021 dengan judul

skripsi “Tinjaun Kriminologis Terhadap Tindak Pidana

Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Mahasiswa di Kota Makassar”

Perbedaan antara penelitian penulis dengan penelitian yang

dilakukan oleh saiful tri yudistira yaitu penelitian tersebut fokus

terhadap tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh

Mahasiswa sedangkan penulis ingin membahas terhadap

kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian

sehingga subyek penelitian penulis dengan saiful itu berbeda.

3. Skripsi yang dilakukan oleh Hidayani Sirry Mahasiswa Fakultas

Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara pada tahun

2019, dengan judul Skripsi “Tinjauan Kriminologi Penganiayaan

Yang Dilakukan oleh pengedar Narkotika Terhadap Anggota

Kepolisian Studi Polrestabes Medan”. Perbedaan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Hidayani Sirry yaitu penelitian tersebut

membahas mengenai penyebab terjadinya penganiayaan terhadap

anggota kepolisian serta mengetahui penegakan hukum bagi

pengedar narkotika yang melakukan penganiayaan terhadap

anggota kepolisian sedangkan penulis membahas mengenai

kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kriminologi

1. Pengertian Kriminologi

Kriminologi ialah keseluruhan pengetahuan yang membahas

tentang kejahatan sebagai suatu gejala nasional. Nama kriminologi

ditemukan oleh P.Topinard (1830 – 1911) seorang ahli antropologi prancis,

secara harfiah berasal dari kata “crimen” yang artinya kejahatan atau

penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi

dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat. Beberapa Sarjana

memberikan definisi berbeda mengenai kriminologi di antaranya :

a. W.A.Bonger memberikan definisi bahwa Kriminologi sebagai

ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan

seluas – luasnya.10

b. Sutherland memberikan definisi bahwa Kriminologi sebagai

keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan

perbuatan jahat sebagai gejala sosial (The body of knowlwdge

regarding crime as a social phenomenon). Menurut Sutherland

kriminologi mencakup proses pembuatan hukum, pelanggaran

hukum, dan reaksi atas pelanggaran hukum.

10
Bonger W.A.;1982, Pengantar Tentang Kriminologi, Jakarta., PT. Pembangunan Ghalia Indonesia
hlm. 23

12
c. Paul Mudigno Moeliono Menyatakan bahwa tidak sependapat

dengan yang dikemukakan Sutherland dan dia memberikan

definisi Kriminologi sebagai masalah manusia.

d. Michael dan Adler mendefinisikan bahwa Kriminologi adalah

keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para

penjahat, lingkungan mereka dan cara mereka resmi

diperlakukan oleh lembaga – lembaga penertib masyarakat oleh

para anggota masyarakat.

e. Wood berpendirian bahwa istilah kriminologi meliputi

keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori

atau pengalaman yang bertalian dengan perbuatan jahat dan

penjahat, termasuk didalamnya reaksi dari masyarakat terhadap

perbuatan jahat dan penjahat.

f. Wolfhang, Savitz, dan Johnston dalam the sociology of

crimeand delinquency menyatakan definisi dari kriminologi

sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang

bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian

tentang gejala kejahatan dengan ganjalan mempelajari dan

menganalisis secara ilmiah keterangan – keterangan,

keseragam – seragaman, pola – pola dan faktor – faktor kausal

yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta

reaksi masyarakat terhadap keduanya.11

11
Ibid.

13
2. Obyek Kriminologi

Jadi, secara umum maka dapat ditarik kesimpulan dari berbagai

pendapat para ahli tersebut diatas bahwa obyek studi dalam Kriminologi

mencakup riga hal yaitu :

a. Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan;

b. Pelaku kejahatan dan ;

c. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan

maupun terhadap pelakunya. 12

3. Teori Kriminologi

Dalam kriminologi, mengenal banyak sekali teori – teori, akan tetapi

kita coba untuk berfokus pada beberapa teori yang dapat dibagi dalam

tiga perspektif :

a. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif biologis dan

psikologis

Teori ini menitik beratkan pada perbedaan – perbedaan

mengenai kondisi fisik dan mental yang terdapat pada individu.

Dengan mempertimbangkan suatu variasi kemungkinan, antara

lain yaitu ; cacat kesadaran, ketidakmatangan emosi,

perkembangan moral yang lemah, pengaruh hormon,

ketidaknormalan kromosom, keruskan otak dan sebagainya

yang mempengaruhi tingkah laku kriminal. Tokoh teori ini yaitu :

12
A.S. Alam Dan Amir Ilyas, 2018, Kriminologi suatu pengantar, Prenada Media Grup, Jakarta,
hlm. 8-9

14
Cesare Lambroso, Rafaelle Garofalo serta Charles Goring.13

b. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif sosiologis

Dalam teori sosiologis ini mencari alasan perbedaan dalam

angka kejahatan di dalam suatu lingkungan sosial. Teori ini

dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum, yaitu ; strain,

cultural deviance (penyimpangan budaya), dan socialcontrol

(kontrol sosial). Mendasarkan satu asumsi bahwa motivasi

kejahatan merupakan bagian dari umat manusia

c. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif lainnya.

Teori dari perspektif lainnya merupakan suatu alternatif

penjelasan terhadap kejahatan yang sangat berbeda dengan

dua perspektif sebelumnya, yang dianggap sebagai tradisional

expanations. Para kriminologi menjelaskan kejahatan dengan

berusaha menunjukkan bahwa orang menjadi kriminal bukan

karena cacat atau kekurangan internal tetapi lebih karena apa

yang dilakukan orang – orang yang berada dalam kekuasaan,

khususnya mereka yang berada dalam sistem peradilan

pidana.14

13
Ibid.
14
Nandang Sambas dan Dian Andriasari, 2019, Kriminologi dalam perspektif hukum pidana, Sinar
Grafika., Jakarta., hlm. 30

15
4. Pemikiran Kriminologi Baru (Kritis)

Aliran kriminologi baru lahir dari pemikiran yang bertolak belakang

pada anggapan bahwa perilaku menyimpang yang disebut sebagai

kejahatan, harus dijelaskan dengan melihat pada kondisi – kondisi

struktural yang ada dalam masyarakat dan menempatkan perilaku

menyimpang dalam konteks ketidak merataan kekuasaan,

kemakmuran dan otoritas serta kaitannya dengan perubahan –

perubahan ekonomi dan politik dalam masyarakat.

Rumusan kejahatan dalam kriminologi semakin diperluas, sasaran

perhatian terutama diarahkan kepada kejahatan – kejahatan yang

secara politis, ekonomis dan sosial amat merugikan yang berakibat

jatuhnya korban – korban bukan hanya korban individual melainkan

juga golongan – golongan dalam masyarakat. Mengendalikan sosial

dalam arti luasnya dipahami sebagai usaha untuk memperbaiki atau

merubah struktur politik ekonomi dan sosial sebagai keseluruhan.

Robert F. Meier mengatakan bahwa salah satu kewajiban dari

kriminologi baru ini adalah untuk mengungkap tabir hukum pidana

baik berupa sumber – sumber maupun penggunaan –

penggunaannya, guna menelanjangi kepentingan – kepentingan

penguasa.

Suatu catatan kritis mengenai pemikiran ini, diungkap oleh Paul

Mudigdo Moeliono. Dinyatakan bahwa persen kebenaran dari nilai –

nilai praktis dari teori kritis dapat bertambah, apabila hal itu

16
dikembangkan dalam situasi konkret demi kepentingan dan bersama

– sama mereka yang diterbelakangan guna memperbaiki sistem

hukum atau pengurangan keterbelakangan mereka dalam

masyarakat. Akan tetapi, bahaya dari praktek pengalaman yang

terbatas adalah adanya penyempitan kesadaran dan diadakannya

generalisasi yang terlalu jauh jangkauannya.

Pada intinya bahwa kriminologi bertujuan untuk menciptakan

perkembangan pengetahuan lain berkenaan dengan proses

penyusunan undang – undang : Kejahatan dan pencegahan atau

perlakuan.15

B. Kejahatan

1. Definisi Kejahatan

Menurut definisi dalam KUHP, Kejahatan (misdrijven) yaitu

perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang – undang

sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai perbuatan yang

bertentangan dengan hukum. Misalnya : Penganiayaan (Pasal 351) 16

Menurut W. A. Bonger dalam bukunya “Pengantar Tentang

Kriminologi”. Kejahatan dirasakan sebagai perbuatan yang immoral dan

asosial yang tidak dikehendaki oleh kelompok pergaulan yang

bersangkutan, dan secara sadar.17

15
Ibid.
16
Rahmanudin Tomali, 2019, Hukum Pidana, CV Budi Pertama, Yogyakarta, hlm.9
17
Bonger W.A., Op.cit, Hlm 33.

17
Menurut Paul Mudigno Moeliono, bahwa kejahatan adalah

perbuatan manusia yang berupa pelanggaran norma yang dirasa

merugikan, menjengkelkan, sehingga tidak boleh dibiarkan.

Menurut Garofalo yang mengembangkan konsepsi mengenai sifat

hakikat alamiah kejahatan dan memberikan definisi sebagai suatu

pelanggaran terhadap perasaan – perasaan mengenai rasa kasihan dan

rasa kejujuran.

Menurut Sutherland menekankan bahwa kejahatan adalah perilaku

yang dilarang oleh negara karena merupakan perbuatan yang merugikan

negara dan terhadap perbuatan itu negara bereaksi dengan hukuman

sebagai upaya pamungkas.

Menurut Mannheim yang dikutip oleh H. Prins dalam criminal

behaviour mengemukakan bahwa :

“Criminal is first if all, a legal conception, human

behaviourpunishableunder thecriminal law”.

Definisi diatas menunjukkan bahwa pertama – tama sebagai

konsep hukum, kejahatan merupakan perbuatan manusia yang dapat

dijatuhi hukuman, menurut ketentuan hukum pidana yang berlaku. (Ninik

Widiyanti dan Panji Anoraga, 1987 ; 71).

Kejahatan diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai crime.

Dalam The Lexicon Webster Dictionary. Pengertian crime dijabarkan

sebagai :

18
“Anactoromission,especiallyoneofgravenature,punishable by law

as forbidden by statute or injurious to the publicwelfare“18

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kejahatan antara lain

diartikan sebagai berikut ini ;

“Perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma

yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis (hukumpidana)“.

Kejahatan yang paling tepat jika dimaksimalkan dengan seksama

adalah seperti yang termuat dalam The Lexicon Webster Dictionary. Jika

diterjemahkan secara bebas sebagai berikut ; “ Suatu perbuatan aktif

ataupun pasif, terutama yang sifatnya seram (menakutkan) yang dikenai

sanksi berdasarkan hukum sebagai pelanggaran terhadap undang –

undang atau membahayakan keselamatan dan kemakmuran umum.

2. Unsur – Unsur Kejahatan Atau Tindak Pidana

Suatu perbuatan yang di kategorikan sebagai kejahatan atau

perbuatan pidana, jika memenuhi unsur – unsur sebagai berikut ini : 19

a. Unsur Obyektif (Unsur yang secara awam bisa dilihat);

b. Pelaku/subjek ; Pelaku atau subyek kejahatan atau tindak

pidana bisa orang – perseorangan ataupun korporasi.

1) Melanggar peraturan perundang – undangan;

2) Perbuatan itu bersifat melawan hukum;

18
Ibid.
19
Ibid.

19
3) Unsur subyektif (Mengenai bentuk kesalahan) misal;

kesengajaan, kealpaan.

Selain kedua unsur diatas, Moeljatno juga menambahkan

mengenai unsur – unsur kejahatan atau perbuatan pidana, yaitu ;

a. Kelakuan dan akibatnya;

b. Haliwala atau keadaan yang menyertai perbuatan;

c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana

Contohnya yaitu, penganiayaan yang menyebabkan matinya

seseorang, pidananya lebih berat dibanding penganiayaan biasa (Pasal

351 KUHP). Dalam hal ini keadaan tambahan yang memberatkan pidana

adalah matinya seseorang.20

C. Tindak Pidana Penganiayaan

1. Pengertian Penganiayaan

Pada umumnya kejahatan terhadap tubuh dalam KUHP dikenal

dengan istilah penganiayaan. Namun di dalam KUHP ini tidak dijelaskan

secara jelas mengenai pengertian penganiayaan itu sendiri, oleh karena

dirasa kurangnya penjelasan yang diuraikan dalam KUHP, para ahli

hukum pidana Indonesia setiap membahas pengertian penganiayaan

selalu berdasarkan pada rumusan Memorie Van Toelichting, yang

mengemukakan bahwa pengertian penganiayaan adalah perbuatan yang

20
P.A.F Lamintang, 2003, Dasar – dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti., cetakan
ke-5, Bandung, hlm. 188 – 190.

20
menyebabkan penderitaan pada badan atau kesehatan. 21

Secara etimologis penganiayaan berasal dari kata “aniaya”.22 Hilman

Hadikusuma mendefinisikan aniaya sebagai tindakan kejam atau

penindasan, sedangkan pengertian penganiayaan merupakan perlakuan

yang semau-maunya dengan penyiksaan, penindasan dan sebagainya

bagi mereka yang teraniaya.23 Dengan demikian yang dimaksud

penganiayaan ialah melakukan sesuatu tindakan melawan hukum

dengan sengaja yang dimana perbuatan tersebut bertujuan untuk

mengakibatkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain. sebagainya

bagi mereka yang teraniaya.19 Dengan demikian yang dimaksud

penganiayaan ialah melakukan sesuatu tindakan melawan hukum

dengan sengaja yang dimana perbuatan tersebut bertujuan untuk

mengakibatkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain.

Dalam KUHP Tindak pidana penganiayaan diatur di Buku kedua

Bab XX Pasal 351 sampai dengan Pasal 358 KUHP. Diharapkan dengan

adanya peraturan terkait kejahatan terhadap tubuh dapat memberikan

perlindungan dan mengurangi perbuatan seperti penyerangan yang

menimbulkan rasa sakit atau luka pada bagian tubuh atau bahkan sampai

mengakibatkan kematian, sehingga menciptakan rasa aman kepada

seluruh masyarakat.

21
Tompodung, H. R, “Kajian Yuridis Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian”,
Lex Crimen, Vol. 10, Nomor 4 April 2021, hlm. 65-66.
22
W.J.S. Poerwadarminta, 1985, Kamus umum Bahasa Indonesia, Balai pustaka, Jakarta, hlm. 48.
23
Hilman Hadikusuma, 2001, Hukum perekonomian adat Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,
Hlm.130.

21
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penganiayaan

Untuk dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan

terdapat unsur-unsur dalam perbuatanya. Adapun unsur-

penganiayaan menurut Tongat24 , antara lain:

1) Adanya kesengajaan

Dalam tindak pidana penganiayaan unsur kesengajaan sebagai

maksud. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa meskipun

kesengajaan dalam penganiayaan dapat dipahami sebagai

kesengajaan dengan kesadaran akan kemungkinan, namun

interpretasinya terbatas pada adanya kesengajaan, yaitu

kemungkinan akibat. Artinya, kemungkinan penafsiran yang

luas dari unsur kesengajaan, yaitu bahwa kesengajaan adalah

niat, kesengajaan adalah kemungkinan, bahkan kesengajaan

itu pasti, hanya mungkin jika konsekuensina diperhitungkan.

Karena tindakan tersebut harus menjadi tujuan dari pelaku. Hal

ini berarti bahwa tindakan harus sama diinginkannya dengan

tindakan yang diinginkan oleh pelaku.

2) Adanya perbuatan

Perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan yang aktif dimana

orang menggunakan anggota tubuhnya untuk melakukan

aktivitas sehari-hari, sedangkan yang bersifat abstrak yang

dimaksud adalah perbuatan yang mendatangkan kekerasan

24
Tongat, 2003, Hukum Pidana Materill Tinjauan Atas Tindak Pidana Terhadap Subjek Hukum
dalam KUHP, Djambatan, Jakarta, hlm. 74.

22
fisik berupa pemukulan, penendangan, mencubit, mengiris,

membacok, dan lain sebagainya.

3) Adanya akibat perbuatan, yakni:25

a. Membuat perasaan tidak enak.

b. Rasa sakit pada tubuh, penderitaan yang tidak

menampakkan perubahan pada tubuh.

c. Luka pada tubuh, menampakkan perubahan pada tubuh

akibat terjadinya penganiayaan.

d. Merusak kesehatan orang.

3. Bentuk dan jenis penganiayaan

Jenis penganiayaan dalam KUHP dapat dikategorikan menjadi 6

(enam) macam, yaitu:

1. Penganiayaan biasa

Penganiayaan biasa diatur dalam dalam Pasal 351 KUHP yang

menyatakan sebagai berikut:

1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama


dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak

Rp. 4.500.

2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang


bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama lima

tahun.

3) Jika mengakibatkan mati, dipidana dengan pidana penjara

25
Adami Chazawi, 2010, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 10.

23
paling lama tujuh tahun.

4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak

kesehatan.

5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana


Berdasarkan uraian Pasal 351 KUHP ini, maka yang dinamakan

penganiayaan biasa adalah penganiayaan yang tidak termasuk

penganiayaan berat dan penganiayaan ringan.

2. Penganiayaan Ringan

Penganiayaan ringan ini diatur dalam Pasal 352 KUHP yang

menyatakan sebagai berikut :

1) Kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka


penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau

halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan,

dipidana sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana

penjara paling lama tiga bulan stau pidana denda paling

banyak Rp. 4.500.

2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.


Berdasarkan uraian Pasal 352 KUHP, maka yang dimaksud

dengan penganiayaan ringan adalah penganiayaan yang tidak

menjadikan korban menjadi sakit dan terhalang untuk

melakukan jabatan atau pekerjaannya sehari-hari.26

3. Penganiayaan Berencana

26
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Tentang Penganiayaan, Pasal 352, hm. 212. 24
Ibid. hlm. 14

24
Penganiayaan berencana diatur dalam Pasal 353 KUHP yang

menyatakan sebagai berikut:

1) Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan


terlebih dahulu dipidana dengan pidana penjara paling

lama empat tahun.

2) Jika perbuatan itu menimbulkan luka-luka berat, yang


bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama

tujuh tahun.

3) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang


bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama

Sembilan tahun.

Berdasarkan uraian Pasal 353 KUHP, maka penganiayaan

berencana adalah penganiayaan yang disengaja dan telah

direncanakan sebelum dilakukan dan ancaman pidananya lebih

berat dari pidana biasa yang diatur dalam Pasal 351 KUHP.

Karena sebelum dalam melakukan perbuatannya si pembuat

memiliki waktu dalam merencanakan niatnya dan bagaimana

penganiayaan itu akan dilakukan nantinya.27

4. Penganiayaan Berat

Penganiayaan berat yang diatur dalam Pasal 354 KUHP yang

menyatakan sebagai berikut: 1) Barangsiapa dengan sengaja

melukai berat orang lain, dipidana karena melakukan

27
Ibid. hlm. 146.

25
penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan

tahun. 2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang

bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh

tahun. Syarat untuk dapat dikatakan sebagai tindak pidana

penganiayaan berat si pembuat dengan sengaja melakukan

perbuatan yang menimbulkan luka berat pada orang lain. Namun

jika luka berat itu timbul bukan karena keinginan pelaku, maka

perbuatan itu tidak dapat dikategorikan sebagai suatu

penganiayaan berat.

5. Penganiayaan Berat Berencana

Penganiayaan berat berencana diatur pada Pasal 355 KUHP

yang menyatakan sebagai berikut: 1) Penganiayaan berat yang

dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, dipidana dengan

pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun. 2) Jika

perbuatan itu menimbulkan kematian, yang bersalah dipidana

dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

6. Penganiayaan dengan cara dan terhadap orang-orang yang

berkualitas tertentu yang memberatkan

7. Diatur dalam Pasal 356 KUHP yang menyatakan sebagai berikut:

24 Pidana yang ditentukan dalam Pasal 351, 352, 353, 354, dan

355 dapat ditambah dengan sepertiga: 1) Bagi yang melakukan

kejahatan itu kepada ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau

anaknya. 2) Jika kejahatan itu dilakukan kepada seorang pejabat

26
pada waktu atau sebab ia menjalankan pekerjaan yang sah. 3)

Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang

berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan dan

diminum.

D. Kepolisian Negara Republik Indonesia

1. Pengertian Kepolisian

Setiap Negara di dunia ini pasti mempunyai aparat kenegaraan

yang disebut polisi. Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang

selanjutnya disebut sebagai Kepolisian Negara ialah alat Negara penegak

hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan dalam negeri.

Terdapat pada Pasal 4 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa Kepolisian

Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan

dalam negeri yang meliputi terpeliharanya kemanan dan ketertiban

masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia. Tujuan tersebut secara rinci bersifat

prevensi (Pencegahan) dan bersifat represi (penindakan pelanggaran

hukum), memang keduanya diarahkan pada kehidupan masyarakat yang

tertib agar dapat mewujudkan ketentraman. Tetapi, tindakan represif

aparat haruslah tetap pada koridor hukum yang telah disepakati dan

mengindahkan hak – hak asasi manusia.28

28
Warsiti Hadi Utomo. H, 2005, Hukum Kepolisian Di Indonesia, Prestasi Pustaka. Penerbit.
Jakarta. Hlm. 10

27
2. Tugas Kepolisian

Tugas kepolisian diatur dalam Undang – Undang No.2 Tahun 2002.

Mengenai Kepolisian Republik Indonesia Pasal 13 Menyebutkan Tugas

Pokok Kepolisian yaitu ;29

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. Menegakkan hukum; dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 14 Undang – Undang No. 2 Tahun 2002 menyebutkan bahwa

dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Republik Indonesia Bertugas :

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hokum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat

terhadap hukum dan peraturan perundang – undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hokum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis

29
Anonim; 2002, Undang – undang Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia; Jakarta; Sekertaris Negara

28
terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan

bentuk – bentuk pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan hokum acara pidana dan peraturan

perundang – undangan lainnya;

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan

tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana

termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum

ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.30

3. Wewenang Kepolisian

Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum

seperti tercantum dalam Pasal 15 Ayat (1) Undang – Undang No. 2 Tahun

2002 yaitu :

30
Warsiti Hadi Utomo. H, Op.cit, hlm 15

29
a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang

dapat mengganggu ketertiban umum;

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan

administrative kepolisian;

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan

kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret

seseorang;

i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan

dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam siding dan pelaksanaan

putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan

masyarakat;

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Pasal 16 Ayat (1) menyebutkan bahwa dalam rangka

menyelenggarakan tugasnya dibidang proses pidana, Kepolisian Negara

30
Republik Indonesia berwenang untuk :

a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan

penyitaan;

b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat

kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;

c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam

rangka penyidikan;

d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi;

g. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan;

i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi

yang berwenang ditempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan

mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang

yang disangka melakukan tindak pidana;

k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik

pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik

pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum;dan

31
l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung

jawab.

Pasal 16 Ayat (2) menyebutkan bahwa tindakan lain sebagaimana

yang dimaksud dalam ayat (1) 31 I adalah Tindakan Penyelidikan dan

penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan

tersebut dilakukan;

c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan

jabatannya;

d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa;

e. Menghormati hak asasi manusia.32

Hakikatnya, polisi memang harus menunjukkan sikap loyal dan

profesional pada profesi yang digelutinya, aparat kepolisian haruslah

dapat memberikan teladan yang baik dikehidupan sosial dalam

masyarakat, walaupun di satu sisi dalam menjalankan amanat tugas yang

diembannya harus bertindak tegas tanpa pandang bulu, demi upaya

menumpas kejahatan, akan tetapi disisi yang lain polisi juga harus

menjunjung tinggi nilai – nilai hak asasi manusia dengan cara lebih

bersabar dalam melayani dan mengayomi masyarakat.33

Fenomena meningkatnya kejahatan serta kerawanan sosial,

31
Moeljatno, 1996, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, jakarta , Bumi Askara.
32
Ibid.
33
Moh. Mahfud MD, 1999, Pergulatan Politik dan Hukum Indonesia, Yogyakarta, Gama Media.
Hlm. 48

32
terutama masalah kejahatan yang terus merugikan warga masyarakat

baik moril maupun materil secara psikologis mendatangkan tekanan pada

masyarakat. Pertanyaannya kemudian, sejauh mana warga masyarakat

dalam melindungii diri agar dapat diterima hukum? Masalah inilah yang

ingin penulis bahas berkaitan dengan jatuhnya korban luka dan tewasnya

warga masyarakat yang menjadi korban dari penganiayaan oknum aparat

Kepolisian di Kota Makassar.

Bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya

penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan

dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,

pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat oleh Kepolisian Negara

Republik Indonesia harus dilakukan dengan menjunjung tinggi hak – hak

asasi manusia, namun sekiranya hingga saat ini belum berjalan sesuai

dengan yang diharapkan oleh masyarakat.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Pada dasarnya, penelitian hukum empiris dapat didefinisikan

sebagai penelitian hukum positif dalam hal tingkah laku masyarakat pada

33
hubungan interaksi antar satu sama lain.34 Perspektif penelitian empiris,

dilakukan untuk meneliti orang sebagai subjek hukum pada hubungannya

dalam melakukan interaksi. Data primer adalah data yang digunakan pada

metode penelitian ini. Dalam menerapkan langkah – langkah penelitian

empiris, dapat menggunakan ilmu – ilmu sosial, karena penekanan

digunakan dalam penelitian ini adalah observasi. Dengan ini, dapat ditarik

sebuah pertanyaan bahwa, penelitian hukum empiris ini memandang

bagaimana bekerjanya hukum pada masyarakat.

Berdasarkan pokok permasalahan yang ingin dibahas pada

penelitian ini, maka penulis menggunakan penelitian hukum empiris,

berangkat pengalaman atau kondisi yang ditemukan pada pengamatan

secara nyata. Hal ini, didasari dari sebuah ajaran filsafat positivisme yang

melakukan klaim kebenaran atas dasar keadaan yang nyata (positif). 35

Penelitian ini akan berlokasi di Kota Makassar, sehingga pada penelitian

ini akan berlokasi di Polrestabes Kota Makassar Di Jalan Ahmad Yani No.

9, Kota Makassar Sulawesi Selatan. Dan penentuan lokasi ini

berdasarkan pada wilayah penegakan hukum dalam penelitian ini, yaitu

Polrestabes Kota Makassar yang menangani kasus yang diangkat oleh

penulis.

B. Populasi Dan Sampel

34
Elisabeth Nurhaini Butarbutar. 2018. Metode Penelitian Hukum; Langkah – langkah untuk
menemukan kebenaran dalam hukum. Refika. Bandung. Hlm. 106.
35
Ibid.

34
Pada Penentuan populasi ini, penulis melakukan sesuai dengan

penentuan populasi yang sesuai dengan kapasitas penegak hukum, yang

sesuai dengan objek penelitian penulis, yaitu Polrestabes Kota Makassar.

Berdasarkan sampel, Penulis menentukan untuk adanya sampel

yang diperkirakan sesuai dengan sampel pada penelitian penulis, yaitu

penelitian penulis pada sebuah perkara pidana terhadap Penganiayaan

yang dilakukan oleh anggota kepolisian di Polrestabes Kota Makassar.

C. Jenis Dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan jenis dan sumber data sebagai berikut :

1. Pada data primer yaitu, merupakan data utama yang akan di

dapatkan oleh penulis guna penelitian ini dengan menggunakan

teknik wawancara secara langsung dengan perkara pada penelitian

yang diangkat oleh penulis, yaitu Oknum aparat Kepolisian pada

Polrestabes Kota Makassar.

2. Pada data sekunder, yaitu data yang akan didapatkan oleh penulis

pada penelitian ini yaitu, Pada peraturan Perundang – Undangan

yang berlaku dan hasil penelitian terdahulu yang berkorelasi

dengan penelitian yang diangkat penulis, dan beberapa peraturan

yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pada Teknik Pengumpulan Data, penulis akan melakukan,

prapenelitian pada instansi yang terkait sebagai kebutuhan data penelitian

35
dan data pada penelitian ini, selanjutnya akan menggunakan teknik

wawancara langsung dengan pelaku tindak pidana penganiayaan di

polrestabes Kota Makassar, dan memberikan beberapa pertanyaan guna

mendapat jawaban pada pokok – pokok permasalahan pada penelitian ini.

E. Analisis Data

Pada Analisis Data, yaitu dengan melakukan pengumpulan data –

data telah usai, maka data primer dan data sekunder tersebut kemudian

akan diolah menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dalam

pengumpulan data tersebut sehingga akan disusun dan dianalisis

menggunakan pendekatan peraturan perundang – undangan dan kasus,

serta teori – teori yang akan menjadi dasar untuk menjawab masalah –

masalah yang diteliti penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Adami Chazwi; 2002; Pelajaran Hukum Pidana bagian 2; Jakarta; PT.

Raja Grafindo Persada.

36
Anonim; 2002; Undang – Undang Negara Republik indonesia Nomor 2

Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Jakarta; Sekertaris Negara.

A.S. Alam Dan Amir Ilyas, 2018, Kriminologi suatu pengantar, Prenada

Media Grup, Jakarta

Bambang Waluyo, 2020, Penyelesaian Perkara Pidana (Penerapan

Keadilan Restoratif dan transformatif), Sinar Grafika offset.,Jakarta

Bonger W.A.; 1982; Pengantar tentang Kriminologi; Jakarta; PT.

Pembangunan Ghalia Indonesia.

Elisabeth Nurhaini Butarbutar. 2018. Metode Penelitian Hukum; Langkah –

langkah untuk menemukan kebenaran dalam hukum. Refika.

Bandung.

Ismail Rumadan, 2007, Kriminologi, Jakarta., Airlangga

Moeljatno; 1996; Kitab Undang – Undang Hukum Pidana; Jakarta; Bumi

Aksara.

Moh. Mahfud MD; 1999; Pergulatan Politik dan Hukum Indonesia;

Yogyakarta; Gama Media.

Nandang Sambas Dan Dian Andriasari ; 2019 ; Kriminologi perspektif

hukum pidana ; Sinar Grafika ; Jakarta

P.A.F Lamintang, 2003, Dasar – dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra

Aditya Bakti., cetakan ke-5, Bandung,

37
Rahmanudin Tomali, 2019, Hukum Pidana, CV Budi Pertama, Yogyakarta

Rusly Efendy dkk, 1980, Azas – azas hukum pidana, cetakan III Lepen

UMI, Ujung Pandang

Warsiti Hadi Utomo. H, 2005, Hukum Kepolisian Di Indonesia, Prestasi

Pustaka. Penerbit. Jakarta

38

Anda mungkin juga menyukai