Anda di halaman 1dari 9

SANGKURIANG (LEGENDA)

Kelompok 4
Anggota : Bambang,Rizal,Salma,Supi,Ridwan,
Rini,Ratu
Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara tengah pergi
berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang
tertampung dalam daun caring (keladi hutan), dalam versi lain
disebutkan air kemih sang raja tertampung dalam batok
kelapa. Seekor babi hutan betina bernama Celeng Wayung
Hyang yang tengah bertapa sedang kehausan, ia kemudian
tanpasengaja meminum air seni sang raja tadi. Wayung Hyang
secara ajaib hamil dan melahirkan seorang bayi yang cantik,
karena pada dasarnya ia adalah seorang dewi. Bayi cantik itu
ditemukan di tengah hutan oleh sang raja yang tidak
menyadari bahwa ia adalah putrinya. Bayi perempuan itu
dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang
Sumbi alias Rarasati. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis
yang amat cantik jelita. Banyak para raja dan pangeran yang
ingin meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang
diterima.
Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya.
Dayang Sumbi pun atas permintaannya sendiri mengasingkan
diri di sebuah bukit karena terkena penyakit kelamin. Ketika
sedang asyik menenun kain, torompong (torak) yang tengah
digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah balai-balai.
Karena merasa malas, terlontar ucapan Dayang Sumbi tanpa
dipikir dulu, dia berjanji bahwa siapa pun yang mengambilkan
torak yang terjatuh, bila laki-laki akan dijadikan suaminya,
dan jika perempuan akan dijadikan saudarinya. Si Tumang
mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi.
Akibat perkataannya itu Dayang Sumbi harus memegang
teguh sumpah dan janjinya, maka ia pun mengawini si
Tumang. Karena malu, kerajaan mengasingkan Dayang
Sumbi ke hutan untuk hidup hanya ditemani si Tumang. Pada
malam bulan purnama, si Tumang dapat kembali ke wujud
aslinya sebagai dewa yang tampan, Dayang Sumbi mengira ia
bermimpi bercumbu dengan dewa yang tampan yang
sesungguhnya adalah wujud asli si Tumang. Maka Dayang
Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama
Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang kuat
dan tampan.
Suatu ketika Dayang Sumbi tengah mengidamkan makan hati
menjangan (rusa), maka ia memerintahkan Sangkuriang ditemani si
Tumang untuk berburu ke hutan. Setelah sekian lama Sangkuriang
berburu, tetapi tidak tampak hewan buruan seekorpun. Hingga
akhirnya Sangkuriang melihat seekor babi hutan yang gemuk
melarikan diri. Sangkuriang menyuruh si Tumang untuk mengejar
babi hutan yang ternyata adalah Celeng Wayung Hyang. Karena si
Tumang mengenali Celeng Wayung Hyang, yang adalah nenek dari
Sangkuriang sendiri, maka si Tumang tidak mau menuruti perintah
itu. Saking kesalnya Sangkuriang kemudian menakut-nakuti si
Tumang dengan panah, akan tetapi secara tak sengaja anak panahnya
terlepas dan si Tumang terbunuh tertusuk oleh anak panah.
Sangkuriang menjadi bingung; dan lalu karena tidak memperoleh
hewan buruan maka Sangkuriang pun menyembelih tubuh si Tumang
dan mengambil hatinya. Oleh Sangkuriang, hati si Tumang itu
diberikannya kepada Dayang Sumbi, yang kemudian dimasak dan
dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang
dimakannya adalah hati si Tumang, suaminya sendiri, maka
kemarahannya pun meledak; dengan serta-merta kepala Sangkuriang
dipukul dengan centong (sendok nasi) yang terbuat dari tempurung
kelapa sehingga terluka.
Kesakitan dan ketakutan, Sangkuriang lari meninggalkan
rumah. Dayang Sumbi, yang menyesali perbuatannya telah
mengusir anaknya, mencari Sangkuriang ke hutan dan
memanggil-manggil serta memohonnya untuk segera pulang;
akan tetapi Sangkuriang telah pergi jauh. Dayang Sumbi
sangat sedih dan memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar
kelak dipertemukan kembali dengan anaknya. Untuk itu
Dayang Sumbi menjalankan tapa dan laku hanya
memakan tumbuh-tumbuhan dan sayuran mentah (lalapan).
Sangkuriang sendiri pergi mengembara mengelilingi dunia.
Sangkuriang pergi berguru kepada banyak pertapa sakti,
sehingga Sangkuriang setelah beberapa tahun telah tumbuh
menjadi seorang pemuda yang kuat, sakti, dan gagah perkasa.
Setelah sekian lama berjalan ke arah timur akhirnya
sampailah Sangkuriang di arah barat lagi dan tanpa sadar
telah tiba kembali di tempat Dayang Sumbi berada. Namun
Sangkuriang tidak mengenali bahwa putri cantik yang
ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Karena Dayang
Sumbi melakukan tapa dan laku hanya memakan tanaman
mentah, maka Dayang Sumbi menjadi tetap cantik dan awet
muda. Dayang Sumbi pun mulanya tidak menyadari bahwa
sang ksatria tampan itu adalah putranya sendiri.
bersandar mesra dan Dayang Sumbi menyisir rambut
Sangkuriang, tanpa sengaja Dayang Sumbi melihat tanda luka
di kepala Sangkuriang, bekas pukulan sendok Dayang Sumbi;
dengan demikian ia mengetahui bahwa Sangkuriang adalah
putranya. Walau demikian Sangkuriang tetap memaksa untuk
menikahinya. Dayang Sumbi sekuat tenaga berusaha untuk
menolak. Maka ia pun bersiasat untuk menentukan syarat
pinangan yang tak mungkin dipenuhi Sangkuriang. Dayang
Sumbi meminta agar Sangkuriang
membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam
dengan membendung aliran Sungai Citarum. Sangkuriang
menyanggupinya.
Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon besar yang tumbuh
di sebelah timur; kelak, tunggul atau pangkal pohon itu
berubah menjadi gunung yang bernama Bukit Tunggul.
Rantingnya (Sd.: rangrang) ditumpukkan di sebelah barat dan
kelak menjadi Gunung Burangrang.
Dengan bantuan para guriang (makhluk halus), lewat tengah
malam bendungan pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi
Dayang Sumbi memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar
niat Sangkuriang tidak terlaksana. Dayang Sumbi lalu
membentangkan helai kain boeh rarang (kain putih hasil
tenunannya) di atas bukit di timur, sehingga kain putih itu
tampak bercahaya bagai fajar yang merekah di ufuk timur.
Sementara itu ia pun berulang-ulang
memukulkan alu ke lesung, seolah-olah sedang
menumbuk padi. Para guriang makhluk halus anak buah
Sangkuriang pun ketakutan karena mengira hari mulai pagi,
mereka lalu lari menghilang bersembunyi di dalam tanah.
Dengan demikian pembuatan bendungan pun tidak
terselesaikan. Karena gagal memenuhi syarat Dayang
Sumbi, Sangkuriang menjadi gusar dan mengamuk. Perahu
yang telah dikerjakannya dengan bersusah payah lalu
ditendangnya ke arah utara dan jatuh menangkup
menjadi Gunung Tangkuban Perahu
Di puncak kemarahannya, dinding bendungan yang berada
di sebelah barat dijebolnya; kelak lubang tembusan air
Citarum ini dikenal sebagai Sanghyang
Tikoro (Sd.: tikoro, tenggorokan atau kerongkongan). Sumbat
aliran Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma
menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun
menjadi surut kembali; bekas danau ini kelak menjadi
lokasi Kota Bandung.
Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang berlari
menghindari kejaran anaknya yang telah kehilangan akal
sehatnya itu. Dayang Sumbi hampir tertangkap oleh
Sangkuriang di Gunung Putri dan ia pun memohon kepada
Sang Hyang Tunggal agar menyelamatkannya, maka Dayang
Sumbi pun berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun
Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang disebut
dengan Ujung Berung akhirnya menghilang ke alam gaib
(ngahiyang).

Anda mungkin juga menyukai