Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“ Konsep pengukuran, pengujian, penilaian, dan evaluasi, prinsip dan alat evaluasi,
serta pengukuran acuan norma dan acuan patokan ”

Evaluasi Pembelajaran Matematika

OLEH KELOMPOK 8

Anugrah C.N Simanjuntak (4223111080)

Dame Enjelina Sigalingging (4223311011)

Diva Al Diniyah (23PMM044)

Nabilla Syalita Tania (4223311021)

Petra Aprina Benedicta Sinaga (4223311002)

Shaerleen Naviry Br kembaren (4223311010)

DOSEN PENGAMPU :

Drs. Yasifati Hia M.Si

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN
2023
BAB 1
PEMBAHASAAN

1.1 Pengertian Tes, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi

A. Tes
a) Pengertian
Secara harfiah, kata “tes” berasal dari bahasa Perancis kuno; testum dengan arti; ”piring
untuk menyisihkan logam-logam mulia, dalam bahasa Inggris ditulis dengan test yang dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “tes”, “ujian”, atau “percobaan”. Testing berarti saat
dilaksanakannya atau peristiwa berlangsungnya pengukuran dan penilaian. Tester adalah orang
yang melaksanakan tes atau pembuat tes. Testee adalah pihak yang dikenai tes (peserta tes).
Dari segi istilah, menurut Anne Anastasi yang dimaksud dengan tes adalah alat pengukur
yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat
betul-betul digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku
individu.
Dalam dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara atau prosedur
dalam pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau
serangkaian tugas, baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, atau perintah-
perintah oleh testee, sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau
prestasi testee, nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya,
atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.
Pada hakikatnya tes adalahsuatu alat yang berisi serangkaian tugas yang harus dikerjakan
atau soal-soal yang harusdijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku
tertentu. Beberapa pengertian tes menurut ahli, antara lain :
a. Tes merupakan suatu alat penilaian dalam bentuk tulisan untuk mencatat
ataumengamati prestasi siswa yang sejalan dengan target penilaian. (Jacobs &
Chase,1992; Alwasilah, 1996). 
b. Tes menurut Arkunto dan Jabar (2004) merupakan alat atau prosedur
yangdigunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan menggunakan
caraatat aturan yang telah ditentukan. Dalam hal ini harus dibedakan pengertian
antara tes, testing, testee, dan tester.Testing  adalah saat pada waktu tes
tersebutdilaksanakan (saat pengambilan tes). Testee adalah responden yang
mengerjakantes. Mereka inilah yang akan dinilai atau diukur kemampuannya.
Sedangkan Tester adalah seorang yang diserahi tugas untuk melaksanakan
pengambilan teskepada responden.
c. Menurut Zainul dan Nasution (2001) tes didefinisikan sebagai pertanyaan
atautugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh
informasitentang suatu atribut pendidikan atau suatu atribut psikologis tertentu.
d. Tes merupakan salah satu upaya pengukuran terencana yang digunakan oleh
guruuntuk mencoba menciptakan kesempatan bagi siswa dalam
memperlihatkan prestasi mereka yg berkaitan dengan tujuan yang telah ditentukan
(Calongesi,1995).

b) Fungsi Tes
Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu:
- Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes
berfungsimengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh
pesertadidik setelah mereka menempuh proses belajarmengajar dalam jangka
waktutertentu.
- Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui
testersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang
telah ditentukan, telah dapat dicapai.
- Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2005:152) dalam bukunya Dasar
DasarEvaluasi Pendidikan, fungsi tes dapat ditinjau dari tiga hal:
a. Fungsi untuk kelas. 
b. Fungsi untuk bimbingan.
c. Fungsi untuk administrasi.

c) Ciri Tes yang baik


Membahas mengenai ciri dari suatu tes yang baik maka dapat dilihat dari tingkat :
1. Validitas, tingkat untuk mengetahui kesahihan, yakni ketepatan terhadap apa
yang hendak diukur.
2. Reliabilitas, tingkat untuk mengetahui keajegan, yakni keterandalan jika
digunakan pada waktu dan tempat serta situasi yang berbeda.
3. Objektivitas, tingkat untuk mengetahui keobyektivan, mengukur apa adanya.
4. Praktikabilitas, tingkat untuk mengetahui kemudahan dalam melaksanakan
dan mengolahnya.
5. Ekonomis, tingkat untuk mengetahui pembiayaan dalam pembuatan tes,
pelaksanaan,
serta pengolahan dilihat dari waktu, dana dan tenaga yang diperlukan.
Perpaduan antara kelima kategori tersebut dapat dianggap baik, atau kurang baik. Tetapi
tidak selalu perpaduan tingkatan paling tinggi dari kategori tersebut menunjukkan ciri tes
yang terbaik.

B. Pengukuran

Pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu. Kata
“sesuatu” bisa berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar, papan tulis, dan
sebagainya. Dalam pengukuran guru tentunya harus menggunakan alat ukur (tes atau nontes).
Alat ukur harus standar harus memiliki derajat validitas dan realibilitas yang tinggi.
Kegiatan pengukuran itu menjadi lebih kompleks lagi apabila digunakan dalam mengukur
aspek psikologis seseorang, seperti kecerdasan, keahlian dan latihan tertentu. Demikian juga
halnya pengukuran dalam bidang pendidikan, kita hanya mengukur atribut atau karakteristik
peserta didik tertentu. Misalnya, seorang guru dapat mengukur penguasaan peserta didik dalam
mata pelajaran tertentu atau kemampuan dalam melakukan suatu keterampilan tertentu yang
telah dilatih.
Wand dan Brown mengatakan bahwa, measurement means the act of process of exestaining
the extent or quantity of something. Pengukuran adalag suatu tindakan proses untuk menentukan
luas atau kuantitas daripada sesuatu.
Dari beberapa pengertian tentang pengukuran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengukuran itu merupakan suatu tundakan atau proses yang dilakukan untuk memperoleh
informasi atau data secara kuantitatif.
C. Penilaian
a. Pengertian
Penialaian adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk
mengumpulkan informasi tentang proses hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat
keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Keputusan yang dimaksud
adalah keputusan tentang peserta didik, seperti nilai yang akan diberikan atau juga keputusan
tentang kenaikan kelas dan kelulusan.
Sementara itu, Anthony J. Nitko menjelaskan “assesment is a broad term defined as a
process for obtaining information that is used for making decision about students, curricula and
programs, and educational policy”. Penilaian adalah tindakan mengambil keputusan terhadap
sesuatu dengan ukuran-ukuran yang bersifat kualitatif (baik buruk, panjang pendek,
dan sebagainya).
Menurut Suharsimi Arikunto; menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan
baik, penilaian yang bersifat kuantitatif. Menurut Mahrens; penilaian adalah suatu pertimbangan
profesional atau proses yang memungkinkan seseorang untuk membuat suatu pertimbangan
mengenai nilai sesuatu.

b. Fungsi
Ditinjau dari berbagai segi dalam sistem pendidikan, ada beberapa tujuan atau fungsi
penilaian yaitu sebagai berikut:
1. Penilaian berfungsi selektif
a. Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.
b. Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
c. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
d. Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah, dan sebagainya.
2. Penilaian berfungsi diagnostic
Dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Jadi dengan
mengadakan penilaian, sebenarnya guru melakukan diagnosis kepada siswa tentang
kebaikan dan kelemahannya.
3. Penilaian berfungsi sebagai penempatan
Penempatan disini lebih bersifat pada pengajaran secara berkelompok. Jadi untuk dapat
menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan
suatu penilaian.
4. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil
diterapkan. Keberhasilan suatu program ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor
guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan system administrasi.

c. Ciri-ciri nilai
Ciri ciri penilaian menurut Suharsimi Arikunto, antara lain sebagai berikut :
1. Ciri pertama, yaitu bahwa penilaian dilakukan secara tidak langsung.
Contoh kasusnya adalah mengukur kepandaian melalui ukuran kemampuan
Menyelesaikan soal-soal. Sehubungan dengan tanda-tanda anak yang pandaiatau
inteligen, seorang ahli Ilmu Jiwa Pendidikan bernama Carl Witherington
mengemukakan pendapatnya dan memberikan sumbangsih dalam
pembentukanmacam tingkatan inteligensi (IQ) pada manusia. 
2. Ciri kedua, yaitu penggunaan ukuran kuantitatif.
Penilaian pendidikan bersifat kuantitatif artinya menggunakan simbol bilangan
sebagai hasil pertama pengukuran. Setelah itu lalu diintrepretasikan ke bentuk
kualitatif.Contoh : Ani mempunyai IQ 125 dan Ana dengan IQ 105, maka Ani
termasukanak yang sangat pandai sedangkan Ana anak normal. 
3. Ciri ketiga, yaitu bahwa penilaian pendidikan menggunakan unit-unit atau satuan-
satuan yang tetap, karena dari contoh diatas IQ 105 termasuk anaknormal maka IQ 80
termasuk anak yang dungu
4. Ciri keempat, yaitu bersifat relatif artinya tidak sama atau tidak selalu tetap dariwaktu
ke waktu yang lain.
5. Ciri kelima, yaitu dalam penilaian pendidikan itu sering terjadi kesalahan-kesalahan.
Kesalahan-kesalahan tersebut bisa ditinjau karena banyak faktorantara lain terletak
pada alat ukurnya, pada orang yang melakukan penilaian, pada anak yang dinilai, atau
situasi saat penilaian berlangsung
D. Evaluasi
a. Pengertian
Evaluasi merupakan istilah serapan yang berasal dari istilah dalam bahasa Inggris
yaitu “evaluation”. Evaluation sendiri berasal dari akar kata “value” yang berarti nilai.
Selanjutnya dari kata nilai terbentuklah kata “penilaian” yang dalam perbincangan sering
digunakan sebagai padanan dari istilah evaluasi, padahal secara kosepsional, penilaian bukan
merupakan alih bahasa dari istilah evaluasi.
Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas
(nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka
pembuatan keputusan. Berdasarkan pengertian ini ada yang harus dijelaskan lebih lanjut, yaitu:
1) Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk).
2) Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas sesuatu, terutama yang berkenaan
dengan nilai dan arti.
3) Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan (judgement).
4) Pemberian pertimbangan harus berdasarkan kepada kriteria tertentu.

b. Prosedur Evaluasi Pembelajaran


Keberhasilan suatu evaluasi akan dipengaruhi oleh keberhasilan evaluator dalam
melaksananakan prosedur evaluasi. Prosedur yang dimaksud adalah langkah-langkah pokok yang
harus ditempuh dalam kegiatan evaluasi. Dalam literature evaluasi banyak dijumpai prosedur
evaluasi sesuai dengan pandangannya masing-masing. Adapun prosedur evaluasi pembelajaran
terdiri atas:
1) Perencanaan evaluasi, yang meliputi analisis kebutuhan, merumuskan tujuan evaluasi,
menyusun kisi-kisi, mengembangkan draf instrument, ujicoba dan analisis, merevisi dan
menyusun instrument final.
2) Pelaksanaan evaluasi dan monitoring.
 

3) Pengolahan data dan analisis.


4) Pelaporan hasil evaluasi.
5) Pemanfaatan hasil evaluasi.
c. Ciri-Ciri Evaluasi Pembelajaran
Adapun ciri-ciri evaluasi pembelajaran antara lain:
1. Penilaian dilakukan secara tidak langsung
Jika seorang guru ingin mengetahui mana dari siswanya yang cerdas atau kurang cerdas
maka dalam evaluasi, yang diukur bukanlah kecerdasan atau kekurangan peserta didik,
tetapi indikator atau hal-hal yang menandai bahwa seseorang itu bisa disebut pandai dan
kurang pandai.Menurut Carl Witherington tanda-tanda anak yang pandai adalah (1)
kemampuan untuk bekerja dengan angka-angka, (2) kemampuan untuk menggunakan
bahasa dengan baik dan benar, (3) kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru, (4)
kemampuan untuk mengingat-ingat sesuatu, (5) kemampuan untuk memahami hubungan
antar gejala yang satu dengan yang lain, (6) kemampuan untuk berfantasi atau berfikir
abstrak.
2. Bersifat Relatif
Salah satu ciri evaluasi adalah bersifat relatif karena nilai seorang siswa tidak selalu
konstan dari waktu ke waktu, tetapi bisa saja berubah-ubah.
3. Bersifat Kuantitatif
4. Dalam evaluasi pembelajaran biasanya dilakukan pengukuran dengan menggunakan
simbol bilangan (angka) sebagai hasil untuk pengukurannya. Hasil pengukuran berupa
angka-angka ini kemudian dianalisis dan diinterpretasikan ke dalam kata-kata (kualitatif).
5. Sering terjadi kesalahan dimana sumber-sumber kesalahan biasanya terletak pada: alat
ukur (soal tes), pengukur (guru), yang dinilai (peserta didik) dan situasi dimana penilaian
berlangsung.
6. Menggunakan satuan-satuan unit-unit atau satuan-satuan yang tepat, seperti sangat
memuaskan, memuaskan, cukup memuaskan, kurang memuaskan dan tidak memuaskan.

1.2 Perbedan Tes, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi


Dari berbagai pembahasan sebelumnya telah kita kenal istilah tes, pengukuran
(measurement), penilaian (assessment) dan evaluasi (evaluation). Antara ketiga istilah di atas
(pengukuran, penilaian dan evaluasi) sering digunakan untuk hal yang sama padahal dilihat dari
maknanya mempunyai arti yang berbeda. Sedangkan untuk Tes/non tes sudah jelas perbedaannya
dengan ketiga istilah diatas karena tes/non tes ini merupakan teknik yang digunakan
dalam evaluasi.
Terkait ruang lingkup, maka evaluasi lebih luas ruang lingkupnya dengan penilaian,
sedangkan penilaian atau pengukuran lebih terfokus pada aspek tertentu dan merupakan bagian
dari ruang lingkup evaluasi. Tentang penilaian dengan pengukuran juga ada perbedaan yang
sangat prinsip, penilaian bersifat kualitatif, sedangkan pengukuran bersifat kuantitatif (skor).
Perbedaan dua istilah, yakni pengukuran dan penilaian juga adalah kalau pengukuran memberi
jawaban terhadap pertanyaan “how much” sedangkan penilaian akan memberikan jawaban
terhadap pertanyaan “what value”.
Pengukuran adalah proses membandingkan sesuatu (bisa berupa fisik seperti tinggi, berat;
atau non fisik seperti kecerdasan, kemampuan akademik, dll) dengan suatau ukuran yang bersifat
kuantitatif, kemudian kalau penilaian adalah suatu  proses pemaknaan terhadap sesuatu dengan
menggunakan tolak ukur tertentu yang bersifat kualitatif, seperti baik buruk, panjang pendek,
dsb. Sedangkan evaluasi adalah proses pengambilan keputusan yang didasarkan atas hasil
penilaian tersebut.

1.3 Hubungan Tes,Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi


Menurut Zainul & Nasution (2001), hubungan antara tes, pengukuran dan evaluasi adalah
sebagai berikut. Evaluasi belajar baru dapat dilakukan dengan baik dan benar apabila mampu tuk
Menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran yang menggunakan tes sebagai alat
ukurnya. Selain tes, informasi tentang hasil belajar juga diperoleh menggunakan alat ukur non
tes seperti observasi, skala rating, dan lain-lain.Mereka juga menyatakan bahwa guru mengukur
berbagai kemampuan siswa. Apabila guru melangkah lebih jauh dalam menginterpretasikan skor
sebagai hasil pengukurantersebut dengan menggunakan standar tertentu untuk menentukan nilai
atas dasar pertimbangan tertentu, maka kegiatan tersebut disebut evaluasi.
Untuk mengungkapkan hubungan antara asesmen dan evaluasi, Gabel (1993)
mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan proses pemberian penilaian terhadap dataatau hasil
yang diperoleh melalui asesmen.
1.4 Prinsip Dan alat Evaluasi
a. Prinsip pada evaluasi
Untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, maka kegiatan evaluasi harus bertitik dari
prinsip-prinsip, Menurut Khusnuridlo (2010), prinsip-prinsip evaluasi terdiri dari :
1.  Komprehensif[2]
Evaluasi harus mencakup bidang sasaran yang luas atau menye¬luruh, baik aspek
personalnya, materialnya, maupun aspek operasionalnya. Evaluasi tidak hanya dituju¬kan
pada salah satu aspek saja. Misalnya aspek personalnya, jangan hanya menilai gurunya saja,
tetapi juga murid, karyawan dan kepala sekolahnya. Begitu pula untuk aspek material dan
operasionalnya. Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh.
2. Komparatif
Prinsip ini menyatakan bahwa dalam mengadakan evaluasi harus dilaksa-nakan secara
bekerjasama dengan semua orang. Sebagai contoh dalam mengevaluasi keberhasilan guru
dalam mengajar, harus bekerjasama antara pengawas, kepala sekolah, guru itu sendiri, dan
bahkan, dengan pihak murid. Dengan melibatkan semua pihak diharapkan dapat mencapai
keobyektifan dalam mengevaluasi.
3.  Kontinyu
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terus-menerus selama proses pelaksanaan program.
Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil yang telah dicapai, tetapi sejak pembuatan
rencana sampai dengan tahap laporan. Hal ini penting dimaksudkan untuk selalu dapat
memonitor setiap saat atas keberhasilan yang telah dicapai dalam periode waktu tertentu.
Aktivitas yang berhasil diusahakan terjadi peningkatan, sedangkan aktivi-tas yang gagal
dicari jalan lain untuk mencapai keberhasilan.
4.  Obyektif
Mengadakan evaluasi harus menilai sesuai dengan kenya¬taan yang ada. Katakanlah yang
hijau itu hijau dan yang merah itu merah. Jangan sampai mengatakan yang hijau itu kuning,
dan yang kuning itu hijau. Sebagai contoh, apabila seorang guru itu sukses dalam mengajar,
maka katakanlah bahwa guru ini sukses, dan sebaliknya apabila jika guru itu kurang berhasil
dalam mengajar, maka katakanlah bahwa guru itu kurang berhasil. Untuk mencapai
keobyektifan dalam evaluasi perlu adanya data dan fakta. Dari data dan fakta inilah dapat
mengolah untuk kemudian diambil suatu kesimpulan. Makin lengkap data dan fakta yang
dapat dikumpulkan maka makin obyektiflah evaluasi yang dilakukan.
5. Berdasarkan Kriteria yang Valid
Selain perlu adanya data dan fakta, juga perlu adanya kriteria-kriteria tertentu. Kriteria yang
digunakan dalam evaluasi harus konsisten dengan tujuan yang telah dirumuskan. Kriteria ini
digunakan agar memiliki standar yang jelas apabila menilai suatu aktivitas supervisi
pendi¬dikan. Kekonsistenan kriteria evaluasi dengan tujuan berarti kriteria yang dibuat¬
harus mempertimbangkan hakikat substansi supervisi pendidikan.
6. Fungsional
Evaluasi memiliki nilai guna baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegunaan
langsungnya adalah dapatnya hasil evaluasi digunakan untuk perbaikan apa yang dievaluasi,
sedangkan kegunaan tidak langsungnya adalah hasil evaluasi itu dimanfaatkan untuk
penelitian atau keperluan lainnya.

Menurut Sudijono (2001:31-33), evaluasi hasil belajar dikatakan terlaksan dengan baik
apabila dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar yaitu:
1.  Prinsip keseluruhan
Prinsip keseluruhan dikenal dengan istilah prinsip komprehensif. Prinsip komprehensif
dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh
atau menyeluruh. Evaluasi hasil belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang dapat
menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta
didik sebagai makhluk hidup.
2.  Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan dikenal dengan istilah prinsip kontinuitas. Prinsip kontinuitas
dimaksudkan bahwa hasil belajar yang baik adalah evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan
secara teratur dan sambung menyambung dari waktu ke waktu. Evaluasi hasil belajar
dilaksanakan secara berkesinambungan agar pihak evaluator dapat memperoleh kepastian
dan kemantapan dalam menentukan langkah-langkah atau merumuskan kebijaksanaan untuk
masa depan serta memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai
kemajuan atau perkembangan peserta didik.
3.   Prinsip obyektivitas
Prinsip objektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan
sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari factor-faktor yang sifatnya subyektif.
b. Alat Evaluasi
Secara garis besar, teknik atau alat  Evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi 2
macam, yaitu: teknik tes dan teknik non-tes. Untuk keperluan evaluasi diperlukan alat evaluasi
yang bermacam- macam, seperti kuisioner, tes, skala, format observasi, dan lain-lain. Khusus
untuk evaluasi hasil pembelajaran alat evaluasi yang paling banyak digunakan adalah tes.
Pembahasan evaluasi hasil pembelajaran lebih menekankan pada pemberian nilai terhadap skor
hasil tes.
1. Tes
Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas
untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Dapat
dipastikan akan mampu memberikan informasi yang tepat dan obyektif tentang obyek yang
hendak diukur baik berupa psikis maupun tingkah lakunya , sekaligus dapat membandingkan
antara seseorang dengan orang lain.
Tes adalah suatu cara atau alat untuk  mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau
serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok siswa sehingga
menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa tersebut.
Sebagai alat evaluasi hasil belajar, tes mempunyai fungsi, yaitu:
a. Untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat
pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu.
b. Untuk menentukan kedudukan atau seperangkat siswa dalam kelompok, tentang
penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran
Tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan/kemajuan belajar peserta didik
yaitu:
a. Tes seleksi
Tes seleksi sering dikenal dengan tes saringan atau ujian masuk. Tes ini dilaksanakan
dalam rangka penerimaan calon siswa baru, di mana hasil tes digunakan untuk
memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang
mengikuti tes. Tes seleksi merupakan materi prasyarat untuk mengikuti program
pendidikan yang akan diikuti oleh calon. Sifatnya yaitu menyeleksi atau melakukan
penyaringan.
b. Tes awal
Tes awal dikenal pre-test. Tes awal dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui
sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai
oleh peserta didik. Isi atau materi tes awal pada umumnya ditekankan pada bahan-
bahan penting yang sudah diketahui atau dikuasai oleh peserta didik. Setelah tes awal
berakhir, sebagai tindak lanjutnya adalah (a) jika dalam tes awal itu semua materi
yang dinyatakan dalam tes sudah dikuasai dengan baik oleh peserta didik, maka materi
yang telah dinyatakan dalam tes awal tidak akan diajarkan lagi, dan (b) jika materi
yang dapat dipahami oleh peserta didik baru sebagian saja, maka yang diajarkan
adalah materi pelajaran yang belum cukup dipahami oleh para peserta didik tersebut .
c. Tes akhir
Tes akhir dikenal dengan istilah post-test. Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat
dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik. Isi atau materi tes akhir adalah
bahan-bahan pelajaran yang tergolong penting, yang telah diajarkan kepada peserta
didik. Jika hasil tes akhir itu lebih baik daripada tes awal maka dapat diartikan bahwa
program pengajaran telah berjalan dan berhasil dengan sebaik-baiknya.
d. Tes Diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan
siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan
pemberian perlakuan yang tepat. Tes diagnostik juga digunakan untuk mengetahui
sebab kegagalan peserta didik dalam belajar, oleh karena itu dalam menyusun butir-
butir soal seharusnya menggunakan item yang memiliki tingkat kesukaran rendah.
e. Tes Formatif
Tes formatif adalah tes untuk mengetahui sejauhmana siswa telah terbentuk setelah
mengikuti suatu program tertentu. Tes formatif adalah tes yang digunakan untuk
mengetahui atau melihat sejauhmana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa
dalam suatu program pelajaran.
f. Tes Sumatif
Tes sumatif yaitu tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok
program atau sebuah program yang lebih besar. Tes sumatif ini dapat disamakan
dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada tiap akahir semester, catur
wulan atau akhir semester. Tes sumatif ini diarahkan kepada tercapai tidaknya tujuan-
tujuan intruksional umum.

2. Teknik Nontes
Teknik nontes sangat penting dalam mengevaluasi siswa pada ranah afektif dan
psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan asfek kognitif. Teknik penilaian
nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak mengunakan tes. Tehnik peniaian ini
umunya untuk menilai keperibadian anak secara  menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat,
sosial, ucapan, riwayat hidup dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam
pendidkan baik individual maupun secara kelompok. Yang tergolong teknik non tes adalah

a. Skala bertingkat (rating scale)


Skala yang menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil
perkembangan. Contoh : kecenderungan seseorang terhadap jenis kesenian tertentu.
b. Kuesioner
Kuesioner juga sering dkenal dengan nama angket. Pada dasarnya, kuesioner adalah
berupa daftar pertanyaan yang harus diisi oleh seseorang yang akan diukur
(responden). Adapun macam-macam kuesioner dapat ditinjau dari beberapa segi, di
antaranya :
c. Daftar cocok (chek list)
Adalah deretan pernyataan (yang biasanya singkat),  dimana responden yang
dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok ( √ ) di tempat yang sudah disediakan.
d. Wawancara (interview)
Adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari
responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Wawancara dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu :
1) Interview bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan
pendapatnya tanpa dibataasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subyek
evaluasi.
2) Interview terpimpin, yaitu interview yang dilakukan oleh subyek evaluasi dengan
cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu.
e. Pengamatan (observasi)
Adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliiti
serta pencatatan secara sistematis. Ada tiga macam ovservasi yaitu,
1) Observasi partisipan yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi
dalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang
sedang diamati. Observasi partisipan dilaksanakan sepenuhnya jika pengamat
betul-betul mengikuti kegiatan kelompok, bukan hanya pura-pura. Dengan
demikian, ia dapat menghayati dan merasakan seperti apa yang dirasakan
orang-orang dalam kelompok yang diamati.
2) Observasi sistematik yaitu di mana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar
secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Berbeda dengan
observasi partisipan, maka dalam observasi sistematik ini pengamat berada di
luar kelompok. Dengan demikian maka pengamat tidak dibingungkan oleh
situasi yang melingkungi dirinya.
3) Observasi eksperimental terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam
kelompok. Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam
situasi sedemikian rupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan
evaluasi
Pengamatan atau observasi sebagai alat atau teknik evaluasi harus memiliki
sifat-sifat tertentu yaitu :
1) harus dilakukan sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan.
2) Direncanakan secara sistematis.
3) Hasilnya dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan.
4) Dapat diperiksa validitas , reliabilitas dan ketelitiannya

1.6 Pengukuran Acuan Norma dan Pengukuran Acuan Patokan


1.      Pengukuran Acuan Norma (PAN)
PAN ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap hasil dalam
kelompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa adanya”, dalam
arti, bahwa patokan pembanding semata-mata diambil dari kenyataan yang diperoleh pada saat
pengukuran atau penilaian itu berlangsung, yaitu hasil belajar siswa yang diukur itu beserta
pengolahannya, penilaian ataupun patokan yang terletak di luar hasil-hasil pengukuran
kelompok.
Standar keberhasilan dalam PAN didasarkan pada norma atau sistem yang berlaku
dimana peserta didik belajar, baik nilai yang bersifat universal, lokal, maupun temporal. Tekanan
peniliaannya didasarkan atas adanya proses perubahan peserta didik kea rah yang baik, dimana
peserta didik menyadari suatu nilai itu dijadikan suaut sistem nilai yang terkandung dalam
pembelajaran dan kemudian nilai-nilai itu dijadikan suatu “sistem nilai diri”, sehingga menuntun
segenap pernyataan sikap, tingkah laku, dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan.

a. Ciri-ciri PAN
1) Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status setiap peserta didik
terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif
digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam
komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.
2) Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”. Artinya, selalu
berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu tersebut.
3) Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan
penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk
kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
4)  Penilaian Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan
tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa
sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.
5) Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan
kelompok.

b.      Kelebihan PAN
1. Kebiasaan penggunaan penilaian berdasarkan referensi norma atau kelompok di
pendidikan tinggi;
2. Asumsi bahwa tingkat kinerja yang sama diharapkan terjadi pada setiap kelompok
siswa/mahasiswa;
3. Hasil kelompok tengah (mean group) cocok dengan persentase untuk setiap tahun;
4. Bermanfaat untuk membandingkan siswa/mahasiswa lintas mata pelajaran/kuliah dan
memberikan hadiah atau penghargaan utama untuk sejumlah siswa/mahasiswa tertentu;
5. Mendukung ide tradisional kekauan akademis dan menggunakan standar.

c.       Kelemahan PAN
1. Sedikit menyebutkan tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa/mahasiswa: apa yang
mereka ketahui atau dapat mereka lakukan;
2. Sedikit menyebutkan kualitas pembelajaran;
3. Tidak fair karena peringkat siswa/mahasiswa tidak hanya tergantung pada tingkat prestasi,
tetapi juga atas prestasi siswa/mahasiswa lain;
4.  Tidak dapat diandalkan: siswa/mahasiswa yang gagal sekarang mungkin dapat lulus pada
tahun berikutnya;
5. Tidak fair, khususnya pada kelompok kecil. Referensi ini dapat menyebarkan peringkat,
memperbesar-besarkan perbedaan dalam prestasi, dan menekan berbagai perbedaan;
6. Kurang transparan, karena hasil penilaian akhir tidak diketahui para mahasiswa.
d. Contoh PAN
Contoh Penilaian Acuan Norma dalam menetukan nilai siswa. Dalam kelas matematika,
peserta tes terdiri dari 9 orang dengan skor mentah 50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, dan 30. Jika
menggunakan pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN), maka peserta tes yang mendapat skor
tertinggi (50) akan mendapat nilai tertinggi, misalnya 10. sedangkan mereka yang mendapat skor
di bawahnya akan mendapat nilai secara proporsional, yaitu 9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6. Nilai-nilai
tersebut diperoleh secara transpormasi sebagai berikut:
Skor 50 dikonversi menjadi nilai 10 sebagai nilai tertinggi yang dicapai peserta tes, yang
diperoleh dengan cara:
50
 x 10 = 10
10
45
  x10 = 9,5
10
45
 10 = 8
50
35
x 10 = 7
50
35
x10 = 6
50

2.      Pengukuran Acuan Patokan (PAP)


PAP pada dasarnya berarti penilaian yang membandingkan hasil belajar mahasiswa
terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan bahwa
sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai
untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu.
Dengan demikian patokan ini tidak dicari-cari di tempat lain dan pula tidak dicari di dalam
sekelompok hasil pengukuran sebagaimana dilakukan pada PAN.
PAP ini digunakan dengan asumsi bahwa:
a. Keragaman kemampuan peserta didik hendaknya dapat dikurangi. Hal ini berarti, seorang
pendidik harus dapat memacu peserta didik yang berprestasi dan membantu peserta didik
yang lemah.
b. Peserta didik memiliki motivasi yang kuat untuk belajar, sehingga ada pebedaan
kemampuan atara sebelum dan sesudah belajar.
c. Pendidik dalam mengembangkan pembelajaran menyajikan materi dan metode yang
sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Apabila ketiga asumsi ini berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka sebagian besar peserta didik
seharusnya mendapatkan nilai baik, sedang sebagian kecil yang lain kurang. Misalnya, untuk skala
penilaian 0-100. Seharusnya nilai minimal peserta didik minimal 70, sehingga rata-rata kelas masih diatas
7. Karena dalam PAP ada pembulatan-pembulatan dalam pemberian nilai.
a.      Ciri-ciri PAP
1) Kelulusan seseorang ditentukan oleh satu patokan atau persyaratan tertentu, bukan
ditentukan oleh ranking dalam kelompok tertentu.
2) Satu bentuk penilaian berbabsis kompetensi.
3) Digunakan dalam belajar tuntas, semua komponen standar atau tujuan pembelajaran (learning
objectives/outcomes), tujuan instruksional dikuasai.
4) Siswa dinilai dengan kriteria yang telah ditentukan.
5) Seringkali dihubungkan dengan penguasaan pembelajaran, misalnya lulus-gagal dalam test
tertentu.
6) Mengenali apa yang diketahui dan dapat dilakukan siswa.
b.      Kelebihan PAP
1. Penilaian lebih transparan dengan menggunakan rubrik atau skema penilaian (marking
scheme).
2. Penilaian lebih dapat diandalkan, karena menggunakan standar dan kriteria minimal.
3. Nilai dan peringkat lebih dapat dirundingkan;
4. Nilai atau skor dapat dipertanggungjawabkan secara objektif karena berdasarkan prestasi yang
disesuaikan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan.
5. Lebih banyak partisipasi dan motivasi siswa serta fokus pada pembelajaran.
6. Lebih adil dan fair, karena siswa diukur berdasarkan standar prestasi, bukan dengan
membandingkan mahasiswa satu dengan lainnya.
7. Prestasi tergantung pada tingkat kebaikan kinerja yang ditunjukkan siswa.
8. Lebih dapat dipertanggungjawabkan kualitas dan prestasi siswa.
9. Mengakui subjektifitas dan penilaian yang profesional dalam pemberian nilai.
10. Cocok digunakan untuk penempatan kegiatan belajar bersyarat atau berseri.
11. Cocok digunakan untuk mendiagnosa kemampuan seseorang dalam proses pembelajaran.
12. Cocok digunakan untuk memonitor kemampuan setiap siswa/mahasiswa atau kelompok dalam
proses pembelajaran.

c.       Kelemahan PAP
1) Relatif agak rumit, karena perlu waktu untuk menyetujui sebuah kriteria dan standar.
2) Berisiko mengembangkan daftar nama kriteria yang berlianan.
3) Lebih menekankan hasil daripada proses.
4) Peringkat dapat dinyatakan dengan tidak sebenarnya secara positif/negatif.
5) Kadang akademisi kurang kompeten dan percaya diri untuk membuat penilaian professional.
6) Tidak mudah bagi akademisi untuk mengubah kebiasaan dari menilai berdasarkan referensi
norma menjadi referensi kriteria.
7) Pikiran bahwa hanya persentase kecil yang memperoleh ranking rendah, dan sebaliknya, pasti
mereka yang di pendidikan tinggi yang memperoleh ranking tinggi.
8) Siswa/mahasiswa dapat mempertanyakan nilai mereka.
d. Contoh PAN
Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang siswa harus mendapatkan skor tertentu sesuai dengan
batas yang ditentukan tanpa terpengaruh oleh kinerja (skor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya.
Salah satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah skor siswa bergantung pada tingkat
kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang diterima siswa mudah maka para siswa akan
mendapat nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan maka
kemungkinan untuk mendapatkan nilai A atau B akan sangat kecil. Sebagai contoh, seperti soal diatas jika
kita menggunakan PAP akan seperti ini:
Langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan kriteria, misalnya sebagai berikut:
Rentang
Nilai
Skor
90 s.d 100 10
80 s.d 89 9
70 s.d 79 8
60 s.d 69 7
50 s.d 59 6
40 s.d 49 5
30 s.d 39 4
20 s.d 29 3
10 s.d 19 2
0 s.d 9 1

Setelahkriteria ditetapkan,langkah berikutnya adalah mengkonversi skor mentah ke nilai. Untuk


skor 50 dikonversi menjadi nilai 6, 45 dikonversi menjadi nilai 5, 40 dikonversi menjadi nilai 5, 35
dikonversi menjadi nilai 4, 30 dikonversi menjadi nilai 4.
Jika kita bandingkan masalah diatas, maka masing-masing nilai akan memiliki arti
berbeda:skor Mentah, nilai berdasarkan pendekatan normal dan kriteria.
Nilai Berdasarkan Pendekatan
Skor Mentah
Normal Kriteria
50 10 6
45 9 5
40 8 5
35 7 4
30 6 4

3. Persamaan dan Perbedaan (PAN) dan (PAP)


a.      Persamaan
1) Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi
spesifik sebagai penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk
tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional khusus
2) Kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek yang
hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan populasi
siwa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.
3) Untuk mandapatkan informasi yang diinginkan tenyang siswa, kedua pengukuran
sama-sama nenerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan
aturan dasar penulisan instrument.
4) Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur.
5) Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan, tes
penampilan atau keterampilan.
6) Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.
7) Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.
b.      Perbedaan
1. Pengukuran acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus dengan
sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Pengukuran acuan patokan biasanya mengukur
perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap
perilaku.
2. Pengukuran acuan norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi
tingkat pencapaian belajar secara relatif. Pengukuran acuan patokan menekankan
penjelasan tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh
setiap peserta tes.
3. Penigukuran acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai
tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu
sulit. Pengukuran acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang relevan dengan
perilaku yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat kesulitannya.
4. Pengukuran acuan norma digunakan terutama untuk survei. Pengukuran acuan
patokan digunakan terutama untuk penguasaan.

BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Evaluasi adalah sutau proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan
kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka
pembuatan keputusan.
Dan yang dimaksud dengan tes adalah cara atau prosedur dalam pengukuran dan
penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas, baik
berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, atau perintah-perintah oleh testee, sehingga
dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana dapat
dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai
standar tertentu.
Penialaian adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk
mengumpulkan informasi tentang proses hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat
keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Pengukuran adalah proses
membandingkan sesuatu (bisa berupa fisik seperti tinggi, berat; atau non fisik seperti
kecerdasan,dll) dengan suatau ukuran yang bersifat kuantitatif, kemudian kalau penilaian adalah
suatu  proses pemaknaan terhadap sesuatu dengan menggunakan tolak ukur tertentu yang bersifat
kualitatif, seperti baik buruk, panjang pendek, dsb.
PAN ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap hasil dalam
kelompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa adanya”,
sedangkan PAP berarti penilaian yang membandingkan hasil belajar mahasiswa terhadap suatu
patokan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.2 Saran
Kiranya melalui maklah yang telah disusun penulis dapat membuat pembaca memahami
definisi serta prinsip juga fungsi dari evaluasi,tes,penilaian,pengukuran serta memahami lebih
mengenai PAN dan PAP yang telah dijelaskan rinci,kami penulis menyarankan pembaca untuk
bisa menggunakan konsep pada maklah ini dengan baik,agar tujuan penulisan ini tercapai dengan
baik.Serta disaran kan juga untuk dapat memberikan tanggapan serta kritik membangun terkait
hasil makalah yang telah kami rancang,agar kedepannya bisa menjadi pembelajaran untuk
mengurangi kesalahan yang terjadi sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Maimun, Penilaian Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis


Kompetensi, (Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 19-20.
Alwasilah,et al .(1996). Glossary of Educational Assessment Term. Jakarta:Ministry of
Educational and Culture.Anonim. (2014).
Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:BumiAksara
Bukhari, M., 1989, Teknik-teknikEvaluasiPendidikan, Bandung: Jammars.
Calongesi,J.S.1995. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa . Bandung: ITB.
Djuwita,Warni, 2012, EvaluasiPembelajaran, Lombok Barat: Elhikan Press Lombok.
Jacobs & Cgase. 1992. Developing And Using Test Effectively. San Fransisco:Jossey-
Bass PublisherMimin, Haryati. 2009.
KusaeridanSuprananto,2012, PengukurandanPenilaianPendidikan, Yogyakarta:
GrahaInsani.
M. Bukhari, Teknik-teknikEvaluasiPendidikan, (Bandung: Jammars, 1989), hlm.
Model & Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta:Gaung Persada
Siregar Evelin dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2010), hlm.139
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005),
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu & Aplikasi Pendidikan, Bagian 1, Ilmu
Pendidikan Teoritis, (Bandung: PT Imperial Bakti Utama, 2007), hlm.104
 Warni Djuwita, EvaluasiPembelajaran, (Lombok Barat: Elhikan Press Lombok,
2012), hlm.12-13.
Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2011), hlm. 5-6.

Anda mungkin juga menyukai