Anda di halaman 1dari 32

Nomor :

Tgl. Terbit :

PEDOMAN
PELAYANAN GAWAT DARURAT

PUSKESMAS BOJONG
KABUPATEN BOGOR
Tahun 2022
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat
Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat memberikan
tindakan yang cepat dan tepat pada seorang atau kelompok orang agar dapat
meminimalkan angka kematian dan mencegah terjadinya kecacatan yang tidak perlu.
Upaya peningkatan gawat darurat ditujukan untuk menunjang pelayanan dasar,
sehingga dapat menanggulangi pasien gawat darurat baik dalam keadaan sehari-
hari, dijalan, maupun dalam keadaaan bencana dengan melibatkan dan kerjasama
komunikasi dari berbagai pihak masyarakat maupun pemerintah pusat.
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu yang selanjutnya disingkat
SPGDT adalah suatu mekanisme pelayanan Korban/Pasien Gawat Darurat yang
terintegrasi dan berbasis call center dengan menggunakan kode akses
telekomunikasi 119 dengan melibatkan masyarakat.
Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu/Public Safety Center yang
selanjutnya disebut PSC adalah pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan
masyarakat dalam hal-hal yang berhubungan dengan kegawat daruratan yang
berada di kabupaten/kota yang merupakan ujung tombak pelayanan untuk
mendapatkan respon cepat.
Dengan semakin meningkatnya jumlah penderita gawat darurat, maka
diperlukan peningkatan pelayanan gawat darurat baik yang diselenggarakan ditempat
kejadian, pelayanan dari pra rumah sakit, selama perjalanan ke rumah sakit, maupun
di rumah sakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka di ruang tindakan perlu dibuat standar
pelayanan yang merupakan pedoman bagi semua pihak dalam tata cara pelaksanaan
pelayanan yang diberikan ke pasien pada umumnya dan pasien gawat darurat
Puskesmas Bojong khususnya.

1
Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka, dalam melakukan pelayanan
gawat darurat di ruang tindakan Puskesmas Bojong harus berdasarkan standar
pelayanan Gawat Darurat Puskesmas Bojong.

Ruang Lingkup
Gawat darurat adalah keadaan klinis yang membutuhkan Tindakan medis
segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.
Ruang lingkup pelayanan Gawat Darurat meliputi :
1. Pasien dengan kasus True Emergency
Yaitu pasien yang tiba – tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau
akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya
( akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya
2. Pasien dengan kasus False Emergency
Yaitu pasien dengan :
- Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat
- Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya
- Keadaan tidak gawat dan tidak darurat
Pasien gawat darurat yang selanjutnya disebut pasien adalah orang yang
berada dalam ancaman kematian dan kecacatan yang memerlukan tindakan medis
segera.
Kriteria kegawatdaruratan sebagaimana dimaksud pada ayat meliputi:
1. Mengancam nyawa, membahayakan diri dan orang lain /
lingkungan
2. Adanya anggan pada jalan nafas, pernafasan, sirkulasi
3. Adanya penurunan kesadaran
4. Adanya gangguan hemodinamik
5. Memerlukan tindakan segera
Pelayanan kegawatdaruratan meliputi penanganan kegawatdaruratan:
1. pelayanan kesehatan
2. Intrafasilitas pelayanan kesehatan

2
3. Antarfasilitas pelayanan kesehatan

2. Batasan Operasional

1. Pelayanan Gawat Darurat


Adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh pasaien gawat darurat
dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan.
2. Triage
Adalah pengelompokan korban yang berdasarkan atas berat ringannya
trauma / penyakit serta kecepatan penanganan / pemindahannya.
3. Prioritas
Adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan dan pemindahan yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang
timbul.
4. Survey Primer
Adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam
jiwa.
5. Survey Sekunder
Adalah melengkapi survei primer dengan mencari perubahan –
perubahan anatomi yang akan berkembang menjadi semakin parah dan
memperberat perubahan fungsi vital yang ada berakhir dengan mengancam
jiwa bila tidak segera diatasi.
6. Pasien Gawat darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya ( akan menjadi cacat )
bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
7. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat misalnya kanker stadium lanjut
8. Pasien Darurat Tidak Gawat

3
Pasien akibat musibah yang datang tiba – tiba tetapi tidak mengancam
nyawa dan anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal.
9. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Misalnya pasien dengan ulcus tropium , TBC kulit , dan sebagainya
10. Kecelakaan ( Accident )
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya
mendadak, tidak dikehendaki sehingga menimbulkan cedera fisik, mental dan
sosial.
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
1. Tempat kejadian :
 Kecelakaan lalu lintas
 Kecelakaan di lingkungan rumah tangga
 Kecelakaan di lingkungan pekerjaan
 Kecelakaan di sekolah
 Kecelakaan di tempat – tempat umum lainnya.
2. Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat,
terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
3. Waktu kejadian
a. Waktu perjalanan ( travelling / transport time )
b. Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain – lain

11. Cidera
Masalah kesehatan yang didapat / dialami sebagai akibat kecelakaan.
12. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau
manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaaan manusia, kerugian
harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum
serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan masyarakat dan
pembangunan nasional yang memerlukan pertolongan dan bantuan.

4
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan
dari salah satu system / organ di bawah ini, yaitu :
1. Susunan saraf pusat
2. Pernafasan
3. Kardiovaskuler
4. Hati
5. Ginjal
6. Pancreas
Kegagalan ( kerusakan ) System / organ tersebut dapat disebabkan oleh :
1. Trauma / cedera
2. Infeksi
3. Keracunan ( poisoning )
4. Degerenerasi ( failure)
5. Asfiksi
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar ( excessive loss of
water and electrolit )
7. Dan lain-lain.

Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan dan


hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat,sedangkan kegagalan
sistim/organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lama.Dengan
demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam
mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh :
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan
a. Ditempat kejadian
b. Dalam perjalanan ke rumah sakit
c. Pertolongan selanjutnya secara mantap di rumah sakit
3. Landasan Hukum

5
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2018
tentang pelayanan gawat darurat
2. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran:
3. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit:
4. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat

6
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi SDM

Pola ketenagaan dan kualifikasi SDM pelayanan gawat darurat adalah :

No Nama Jabatan Kualifikasi Formal Keterangan

1 Penanggung Jawab Dokter Umum ACLS/ATLS


pelayanan gawat
darurat
2 Ka Ru pelayanan S.Kep Ns BLS/BTCLS/PPGD
gawat darurat
3 Perawat Pelaksana D III Keperawatan BLS/BTCLS/PPGD
pelayanan gawat
darurat
4 Bidan Pelaksana D III Kebidanan APN/M.U/PPGDON
pelayanan gawat
darurat
5 Dokter pelayanan Dokter Umum ACLS/ATLS
gawat darurat

B. Distribusi Ketenagaan
Pola pengaturan ketenagaan pelayanan gawat darurat yaitu :
Senin hingga sabtu pukul 08.00-14.00 :
Tenaga Kesehatan yang bertugas sejumlah 2 (empat) orang dengan standar
minimal bersertifikat BLS
Kategori :
1 Orang Ka.Team
2 Perawat Pelaksana

I. Pengaturan Jaga Perawat pelayanan gawat darurat

7
 Pengaturan jadwal dinas perawat pelayanan gawat darurat dibuat dan di
pertanggung jawabkan oleh Kepala Perawatan dan disetujui oleh Kepala
Puskesmas.
 Apabila ada tenaga perawat tiba – tiba tidak dapat jaga sesuai jadwal
yang telah ditetapkan (tidak terencana), maka Kepala Perawatan akan
mencari perawat pengganti yang hari itu bebas tugas.

II. Pengaturan Jaga Dokter pelayanan gawat darurat


 Pengaturan jadwal dokter jaga pelayanan gawat darurat menjadi
tanggung jawab PJ pelayanan gawat darurat dan disetujui Kepala
Puskesmas.
 Jadwal dokter jaga pelayanan gawat darurat dibuat untuk jangka waktu 1
bulan serta sudah diedarkan ke unit terkait dan dokter jaga yang
bersangkutan 1 minggu sebelum jaga di mulai.
 Apabila dokter jaga pelayanan gawat darurat karena sesuatu hal
sehingga tidak dapat jaga sesuai dengan jadwal yang telah di tetapkan
maka :
o Untuk yang terencana, dokter yang bersangkutan harus
menginformasikan ke PJ pelayanan gawat darurat paling lambat 3 hari
sebelum tanggal jaga, dan PJ pelayanan gawat darurat tersebut wajib
menunjuk dokter jaga pengganti.
o Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus
menginformasikan ke PJ pelayanan gawat darurat dan atas
persetujuan kepala puskesmas PJ pelayanan gawat darurat menunjuk
dokter pengganti.

8
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan

R.Pendaftaran R. Kesehatan Gigi & Laboratorium


& Rekam Medis Mulut

R. Tunggu Non ISPA

Nurse Farmasi
Station

R. MTBS R. Pemeriksaan Umum,


Tindakan dan
Gawat Darurat

Gudang Obat Farmasi

R. Tunggu
KIA/KB,
Imunisasi R. KIA/KB
R.Imunisasi
/Vaksin

9
B. Standar Fasilitas

I. Fasilitas & Sarana

Pelayanan gawat darurat Puskesmas Bojong berlokasi diruangan Tindakan.


II. Peralatan
Peralatan yang tersedia di Pelayanan gawat darurat Puskesmas Bojong
mengacu kepada buku pedoman pelayanan Gawat Darurat Departermen
Kesehatan RI untuk penunjang kegiatan pelayanan terhadap pasien Gawat
darurat.
Alat yang harus tersedia adalah bersifat life saving.
a. Alat – alat untuk ruang Pelayanan Gawat Darurat
1. Oxigen lengkap dengan flowmeter ( 2 set )
2. Spuit 3cc, 5cc ( masing – masing 10 buah )
3. Oropharingeal air way ( kosong )
4. Infus set set ( 7 / kosong buah )
5. Infuset Mikro ( 7 buah )
6. Brandcard fungsional diatur posisi trendelenberg, ada gantungan infus &
penghalang ( 1 buah )
7. Diagnostik set (1 buah )

8. Nebullaizer (1 buah )
9. Trolly tindakan Emergency ( 1 buah )
10. Almari resusitasi (1buah)
11. Ambu bag ( 1 buah )
12. Stetoskop ( 2 buah )
13. Tensimeter ( 2 buah )
14. Thermometer ( 2 buah )
15. Tiang Infus ( 1 buah )
16. Timbangan berat badan injak ( 1 buah )
17. APD

10
b. Alat – alat untuk tindakan bedah
1. Bidai segala ukuran untuk tungkai, lengan, leher, tulang punggung (1 set
)
2. Verban segala ukuran :
- 4 x 5 em ( 1 buah )
- 4 x10 em ( 1 buah )
3. Hecting set ( 3 set )
4. Benang – benang / jarum segala jenis dan ukuran:
- Cat gut 2/0 ( 1 buah )
- Silk Black 2/0 ( 1 buah ), 3/0 ( 1 buah )
- Jarum ( 2 set )
5. Lampu sorot ( 1 buah )
6. Kassa ( 1 tromol )
7. Spekulum hidung ( 1 buah )
8. Spuit sesuai kebutuhan
- 5 cc ( 5 buah )
- 3 cc ( 5 buah )
9. Dower Catheter segala ukuran
- Nomer 16 ( 2 buah )
- Nomer 18 ( 1 buah )
10. Emergency lamp ( 1 buah )
11. Elastis verban sesuai kebutuhan

d. Obat dalam emergency bok.


1. Deksamethasone inj. (1 box )
2. Diphenhidramine inj. ( 4 buah )
3. Adrenalin inj. ( 2 buah )
4. Nacl 0,9% (1)
5. RL (1)

11
e. Ambulance
Untuk menunjang pelayanan terhadap pasien Puskesmas Bojong saat ini
memiliki 1 (satu) unit ambulance yang kegiatannya berada dalam koordinasi
pelayanan gawat darurat dan bagian Perawatan.
Fasilitas & Sarana untuk Ambulance
A. Perlengkapan Ambulance
1. Ac
2. Sirine
3. Lampu rotater
4. Sabuk pengaman
5. Sumber listrik / stop kontak
6. Lemari untuk alat medis
7. Lampu ruangan
8. Wastafel
B. Alat & Obat
1. Tabung Oksigen ( 2 buah )
2. Stretcher ( 1 buah )
3. Scope (2 buah)
4. Brandcard fungsional ( 1 buah )
5. Laringoskop (1set)
6. Tas Emergency yang berisi :
 Obat – obat untuk life saving
 Cairan infus : RL, NaCL 0,9 % ( 3 /3kolf )
 Senter ( 1 buah )
 Stetoskop ( 1 buah )
 Tensimeter ( 1 buah )
 Oropharingeal air way
 Gunting verban ( 1 buah )
 Tongue Spatel ( 1 buah )
 Infus set ( 1 buah )
 IV chateter ( Nomer 20 , 18 : 2 : 2 )

12
 Spuit semua ukuran ( masing- masing 2 buah )

Standar Obat Pelayanan Gawat Darurat Puskesmas Bojong

I. OBAT LIVE SAVING


a. Injeksi
No Nama Obat Satuan Jumlah Jenis Obat

1. Adrenalin Ampul 2 Vasokonstriksi


2. Deksamethashone Ampul 4 Kortikosteroid
4. Diphenhidramine Ampul 4 Anti Histamin
5 Diazepam Ampul 2 Minor Transquillizer
6 Lidocain Ampul 10 Anastetic local
7 Dextrose 40% fls 4 AntiHipoglikemia

b. Tablet

No Nama Obat Satua Jumla Jenis Obat


n h
1. Nifedipin 10 mg Tablet 10 Anti hypertensi/
Betabloker
2. ISDN 5 mg Tablet 10 Anti anginal

c. Cairan Infus
No Nama Obat Satua Jumla Jenis Obat
n h
1. Dextrose 5 % 500 ml Kolf 5
2. Dextrose 10 % 500ml Kolf 5
3. Dextrose In Saline 0,225 Kolf 5
4. Nacl 0,9 % 500 ml Kolh 5

13
5 Ringer Lactat Kolf 20
6. Dex 40 % 25 ml Flalon 4

d. Suppositoria
No Nama Obat Satua Jumla Jenis Obat
n h
8. Stesolid 10 mg rect Tube 2 Sedatif

2. OBAT PENUNJANG
a. Injeksi
No Nama Obat Satua Jumla Jenis Obat
n h
1. Ondancentron Ampul 5 Antiemetik
2. Ketorolac Ampul 3 Analgetik Antipiretik

b. Obat tablet
No Nama Obat Satua Jumla Jenis Obat
n h
1. Paracetamol Tablet 7 Antipiretik
2. Antasida Tablet 5 Antasida
3. Ranitidine Tablet 5 Antiulceran
5. Asam mefenamat Tablet 2 Analgesik
6. Amoksisilin Tablet 3 Antibiotik
7. Ciprofloxacin Tablet 5 Antibiotik
8. Kotrimoksaxol Tablet 15 Antibiotik
9. Gliseril Guaiacolat Tablet 2 Ekspektoran

14
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. TATA LAKSANA PENDAFTARAN PASIEN

I. Petugas Penanggung Jawab

 Perawat Pelayanan Gawat Darurat

II. Perangkat Kerja

 Rekam Medis

III. Tata Laksana Pendaftaran Pasien Pelayanan Gawat Darurat

1. Pendaftaran pasien yang datang ke Pelayanan Gawat Darurat

dilakukan oleh pasien / keluarga ( SOP –Pendaftaran pasien baru di

Pelayanan Gawat Darurat)

2. Bila keluarga pasien tidak ada maka petugas Pelayanan Gawat

Darurat bekerja sama dengan lintas sektor untuk mencari identitas pasien.

Jika identitas tidak ditemukan makapsien di beri tanda gelang X bertulikan

Tn/Ny X.

3. Bila pasien dalam keadaan gawat darurat, maka akan langsung

diberikan pertolongan di Pelayanan Gawat Darurat, sementara keluarga /

penanggung jawab melakukan pendaftaran.

B. TATA LAKSANA SISTIM KOMUNIKASI PELAYANAN GAWAT DARURAT

I. Petugas Penanggung Jawab

 Perawat jaga Pelayanan Gawat Darurat

15
II. Perangkat Kerja

 Hand phone

III. Tata Laksana Sistim Komunikasi Pelayanan Gawat Darurat

1. Antara pelayanan gawat darurat dengan petugas ambulan yang berada di

lapangan menggunakan handphone

C. TATA LAKSANA PELAYANAN TRIASE


I. Petugas Penanggung Jawab

- Dokter jaga Pelayanan Gawat Darurat

II. Perangkat Kerja

- Stetoscope

- Tensimeter

- Status medis

III. Tata Laksana Pelayanan Triase Pelayanan Gawat Darurat

1. Pasien / keluarga pasien datang dan diterima perawat jaga Pelayanan

Gawat Darurat diruang gawat darurat atau ruangan Tindakan. Bila jumlah

pasien lebih dari kapasitas ruangan, maka triase dapat dilakukan diluar

ruang gawat darurat atau ruangan Tindakan

2. Dokter jaga Pelayanan Gawat Darurat/Perawat jaga melakukan

pemeriksaan pada pasien secara lengkap dan menentukan prioritas

penanganan. Penilaian dilakukan secara singkat dan cepat (selintas)

untuk menentukan kategori kegawatdaruratan pasien oleh tenaga

Kesehatan dengan cara:

a. Menilai tanda vital dan kondisi umum pasien

b. Menilai kebutuhan medis

16
c. Menilai kemungkinan bertahan hidup

d. Menilai bantuan yang memungkinkan

e. Memprioritaskan penanganan definitif

3. Prioritas pertama ( I, tertinggi, emergency ) yaitu mengancam jiwa /

mengancam fungsi vital, pasien ditempatkan di bed diberi penanda stiker

merah.

4. Prioritas kedua ( II, medium, urgent ) yaitu potensial mengancam jiwa /

fungsi vital, bila tidak segera ditangani dalam waktu singkat. Penanganan

dan pemindahan bersifat terakhir. Pasien ditempatkan di bed, pasien diberi

stiker kuning.

5. Prioritas ketiga ( III, rendah, non emergency pasien dengan cedera minimal )

yaitu memerlukan pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan

pemindahan bersifat terakhir. Pasien ditempatkan di bed diberi penanda

stiker hijau.

6. status triase ini harus dinilai ulang terus menerus karena kondisi pasien

dapat berubah sewaktu waktu. Apabila kondisi pasien berubah maka

dilakukan retriase.

7. melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi (missal PSC: 119) dan

puskesmas rujukan jika diperlukan.

D. TATA LAKSANA PENGISIAN INFORMED CONSENT

I. Petugas Penangung Jawab

- Perawat jaga pelayanan gawat darurat

II. Perangkat Kerja

17
- Formulir Persetujuan Tindakan

III. Tata Laksana Informed Consent

1. Dokter /Perawat pelayanan gawat darurat yang sedang bertugas

menjelaskan tujuan dari pengisian informed consent pada pasien /

keluarga pasien .

2. pasien menyetujui, informed consent diisi dengan lengkap disaksikan

oleh perawat.

3. Setelah diisi dimasukkan dalam status medik pasien.

6. TATA LAKSANA TRANSPORTASI PASIEN

I. Petugas Penanggung Jawab

- Perawat pelayanan gawat darurat

- Sopir Ambulan

II. Perangkat Kerja

- Ambulan

- Alat Tulis

III. Tata Laksana Transportasi Pasien Pelayanan Gawat Darurat

1. Bagi pasien yang memerlukan penggunaan ambulan Puskesmas

Bojong sebagai transportasi, maka perawat unit terkait menghubungi

bagian ambulan.

2. Perawat Pelayanan Gawat Darurat menghubungi bagian / supir

ambulan untuk menyiapkan kendaraan.

3. Perawat Pelayanan Gawat Darurat menyiapkan alat medis sesuai

dengan kondisi pasien.

18
F. TATA LAKSANA PELAYANAN FALSE EMERGENCY

I. Petugas Penanggung Jawab

 Perawat jaga

 Dokter jaga UGD

II. Perangkat Kerja

 Stetoscope

 Tensi meter

 Alat Tulis

III. Tata Laksana Pelayanan False Emergency

1. Pasien / keluarga pasien mendaftar

2. Dilakukan triase untuk penempatan pasien

3. Pasien dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter jaga / Perawat

4. Dokter / Perawat jaga menjelaskan kondisi pasien pada keluarga /

penanggung jawab

5. Bila perlu dirawat / observasi pasien dianjurkan mengisi informed

consent untuk tindak lanjut apakah perlu dirujuk ke FKRTL

6. Bila tidak perlu dirawat pasien diberikan resep dan bisa langsung

pulang

7. Pasien dianjurkan untuk kontrol kembali sesuai dengan saran dokter

G. TATA LAKSANA PELAYANAN VISUM ET REPERTUM

I. Petugas Penanggung Jawab

 Petugas pelayanan gawat darurat

19
 Dokter jaga pelayanan gawat darurat

II. Perangkat Kerja

 Formulir Visum Et Repertum

III. Tata Laksana Pelayanan Visum Et Repertum

1. Petugas pelayanan gawat darurat menerima surat permintaan visum et

repertum dari pihak kepolisian ( SOP Pelayanan Visum)

2. Surat permintaan visum et repertum diserahkan kebagian rekam medik

3. Petugas rekam medik menyerahkan status medis pasien kepada dokter

jaga yang menangani pasien terkait

4. Setelah visum et repertum diselesaikan oleh rekam medik maka lembar

yang asli diberikan pada pihak kepolisian

H. TATA LAKSANA PELAYANAN DEATH ON ARRIVAL ( DOA )


I. Petugas Penanggung Jawab

 Dokter jaga pelayanan gawat darurat

II. Perangkat Kerja

 Senter

 Stetoscope

 Thensimeter

 Spo2

 Surat Kematian

III. Tata Laksana Death On Arrival Pelayanan Gawat Darurat ( DOA )

1. Pasien dilakukan triase dan pemeriksaan oleh dokter jaga Pelayanan

Gawat Darurat

20
2. Bila dokter sudah menyatakan meninggal, maka dilakukan perawatan

jenazah

3. Dokter jaga membuat surat keterangan meninggal

4. Jenazah dipindahkan / diserah terimakan kepada keluarga

I. TATA LAKSANA SISTIM RUJUKAN

I. Petugas Penanggung Jawab

 Dokter UGD

 Perawat UGD

II. Perangkat Kerja

 Ambulan

 Formulir persetujuan tindakan

 Formulir rujukan

 Formulir persiapan Rujukan

 Formulir monitoring selama di Rujuk

III. Tata Laksana Sistim Rujukan Pelayanan gawat darurat Alih Rawat

 Perawat menghubungi rumah sakit yang akan dituju

 Perawat jaga memberikan informasi pada perawat /dokter jaga rumah

sakit rujukan mengenai keadaan umum pasein ( SOP - Rujukan

Pelayanan Gawat Darurat )

 Bila tempat telah tersedia di rumah sakit rujukan, perawat Pelayanan

Gawat Darurat menghubungi ambulan.

2. Pemeriksaan Diagnostik

21
-Pasien / keluarga pasien dijelaskan oleh dokter jaga mengenai tujuan

pemeriksaan diagnostic.

- Perawat Pelayanan Gawat Darurat menghubungi Laboratorium yang

dituju.

22
BAB V
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian

Keselamatan Pasien ( Patient Safety )

Adalah suatu sistem dimana puskesmas membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi :
 Asesmen resiko
 Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
 Pelaporan dan analisis insiden
 Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
 Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :


 Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
 Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

B. Tujuan
 Terciptanya budaya keselamatan pasien di puskesmas
 Meningkatnya akuntabilitas puskesmas terhadap pasien dan masyarakat
 Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di puskesmas
 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )

23
STANDAR KESELAMATAN PASIEN
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
6. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN ( KTD )


ADVERSE EVENT :
Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cedera pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien.
Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis
karena tidak dapat dicegah

KTD yang tidak dapat dicegah


Unpreventable Adverse Event :
Suatu KTD yang terjadi akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan
pengetahuan mutakhir

KEJADIAN NYARIS CEDERA ( KNC )


Near Miss :
Adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan ( commission ) atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission ), yang dapat
mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi :
 Karena “ keberuntungan”
 Karena “ pencegahan ”
 Karena “ peringanan ”

24
KESALAHAN MEDIS
Medical Errors:
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien

KEJADIAN SENTINEL
Sentinel Event :
Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius;
biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat
diterima, seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah.

Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi ( seperti,
amputasi pada kaki yang salah ) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang
berlaku.

C. TATA LAKSANA
a. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi
pada pasien
b. Melaporkan pada dokter jaga Pelayanan Gawat Darurat
c. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga
d. Mengobservasi keadaan umum pasien
e. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “ Pelaporan Insiden
Keselamatan”

25
BAB VI
KESELAMATAN KERJA

I. Pendahuluan
Coronavirus Disease 19 (COVID-19) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh Novel Coronavirus (2019-nCoV) atau yang kini
dinamakan SARS-CoV-2 yang merupakan virus jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Tanda dan gejala umum
infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti
demam, batuk dan sesak napas hingga pada kasus yang berat
menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal dan
bahkan kematian. Manifestasi klinisnya muncul dalam 2 hari hingga 14
hari setelah terjadi pajanan. Hingga saat ini masih diyakini bahwa
transmisi penularan COVID-19 adalah melalui droplet dan kontak
langsung, kecuali bila ada tindakan medis yang memicu terjadinya aerosol
(misalnya resusitasi jantung paru, pemeriksaan gigi seperti penggunaan
scaler ultrasonik dan high speed air driven, pemeriksaan hidung dan
tenggorokan, pemakaian nebulizer dan pengambilan swab) dimana dapat
memicu terjadinya resiko penularan melalui airborne.
Penambahan dan penyebaran kasus COVID-19 secara global
berlangsung cukup cepat. Pada tanggal 28 Maret 2020 WHO risk
assessment memasukkannya dalam kategori Very High dimana pada
saat itu telah dilaporkan total temuan kasus infeksi sebesar 571.678
kasus dengan total 26.494 kematian. Kasus konfirmasi COVID-19 di
Indonesia pertama kali ditemukan pada 2 Maret 2020, kasus ini terus
bertambah hingga pada hari ke 62, yaitu tanggal 3 Mei 2020 total kasus
positif sebanyak 11.192 kasus, 1.876 kasus sembuh dan 845 kasus
meninggal.

COVID-19 telah dinyatakan sebagai pandemi dunia oleh WHO (WHO,


2020). Secara nasional melalui Keputusan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 9A Tahun 2020 yang diperbarui

26
melalui Keputusan nomor 13 A Tahun 2020 telah ditetapkan Status
Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus
Corona di Indonesia. Selanjutnya, dengan memperhatikan eskalasi
kasus dan perluasan wilayah terdampak, Pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan
COVID-19, serta Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat COVID-19, kemudian
diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang
Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran COVID-19 Sebagai
Bencana Nasional.
Angka tersebut memang menunjukkan jumlah kasus penyakit yang
tinggi. Namun jika dibandingkan dengan jumlah populasi penduduk
Indonesia yang lebih dari 267 juta jiwa, maka perbandingan jumlah
masyarakat yang tidak terinfeksi masih lebih tinggi. Ini berarti selain
penanganan kasus terinfeksi COVID-19, upaya pelayanan kesehatan
lain seperti promotif dan preventif perlu tetap menjadi perhatian bagi
petugas pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas.
Sampai dengan tahun 2019, terdapat 10.134 Puskesmas sebagai
ujung tombak pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia. Puskesmas
merupakan garda terdepan dalam memutus mata rantai penularan
COVID-19 karena berada di setiap kecamatan dan memiliki konsep
wilayah. Dalam kondisi pandemi COVID-19 ini, Puskesmas perlu
melakukan berbagai upaya dalam penanganan pencegahan dan
pembatasan penularan infeksi. Meskipun saat ini hal tersebut menjadi
prioritas, bukan berarti Puskesmas dapat meninggalkan pelayanan lain
yang menjadi fungsi Puskesmas yaitu melaksanakan Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat
pertama seperti yang ditetapkan dalam Permenkes Nomor 43 Tahun
2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.

27
Berdasarkan teori H.L BLUM, derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4
faktor yang saling terkait yaitu lingkungan (40%), perilaku kesehatan (30%),
pelayanan kesehatan (20%) dan genetik (10%). Dari keempat faktor
tersebut, perilaku dan lingkungan memiliki pengaruh yang besar. Faktor
ini sangat dipengaruhi oleh perilaku dari masyarakat sendiri, oleh
karenanya implementasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas)
dalam memasyarakatkan budaya hidup sehat serta keterlibatan lintas
sektor perlu didorong. Dorongan ini dilakukan pemerintah daerah mulai
dari tingkat RT/RW sampai nanti ke tingkat pusat. Peran Puskesmas
dalam melakukan prevensi, deteksi dan respon dilaksanakan secara
terintegrasi dalam memberikan pelayanan kesehatan lainnya pada masa
pandemi COVID-19.

HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi
lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejal. Setiap hari ribuan anak
berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 - 49 tahun terinfeksi
HIV. Dari keseluruhan kasus baru 25% terjadi di Negara - negara berkembang yang
belum mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.

Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus


yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus
secara langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi
penularan dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa
pelingdung, pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya
kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus
kulit : tato, tindik, dll).

Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui


tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut
data PMI angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08%
pada tahun 1998 dan angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan
WHO adalah 2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis
karena tidak memberikan gejala.

28
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat
keinginan untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa
melindungi semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan
penyebaran infeksi dikenal melalui “ Kewaspadaan Umum “ atau “Universal
Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang terus menjadi
ancaman bagi “Petugas Kesehatan”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan
kontak langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus
tentunya mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan
wajib menjaga kesehatan dan keselamatan darinya dari resiko tertular penyakit
agar dapat bekerja maksimal.

II. Tujuan
a. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya
dapat melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran
infeksi.

b. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya


mempunyai resiko tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat
kerjanya, untuk menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus
menerapkan prinsip “Universal Precaution”.

III. Tindakan yang beresiko


a. Cuci tangan yang kurang benar.
b. Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
c. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman.
d. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman.
e. Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat.
f. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.

IV. Prinsip Keselamatan Kerja

29
Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja
adalah menjaga higyne sanitasi individu, higyne sanitasi ruangan dan sterilisasi
peralatan. Ketiga prinsip tesebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok
yaitu :
a. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
b. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain.
c. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
d. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
e. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

30
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

Indikator mutu yang digunakan di Puskesmas Bojong dalam memberikan


pelayanan adalah angka pemasangan infus 1 (satu) kali berhasil berbanding dengan
jumlah penderita yang dipasang infus di bulan yang sama.
Dalam pelaksanaan indikator mutu menggunakan buku dalam format tersendiri
dan dievaluasi serta dilaporkan setiap bulan pada penaggung jawab mutu.

31

Anda mungkin juga menyukai