Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan individu, kelompok dan masyarakat. Salah satu
hak asasi manusia adalah mendapatkan pelayanan kegawatdaruratan.
Pelayanan kegawatdaruratan meliputi pelayanan kegawatdaruratan pada bencana
dan pelayanan kegawatdaruratan sehari-hari. Pelayanan kegawatdaruratan ini harus
ditingkatkan secara terus menerus untuk memenuhi harapan masyarakat yang selalu
menginginkan kualitas pelayanan yang bermutu tinggi. Sehingga perlu upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia, disamping peningkatan sarana dan
prasarana fasilitas pelayanan kesehatan.
Pelayanan kegawatdaruratan meliputi penanganan kegawatdaruratan prafasilitas
pelayanan kesehatan, intrafasilitas pelayanan kesehatan dan antarfasilitas pelayanan
kesehatan. Kemampuan suatu fasilitas pelayanan kesehatan secara keseluruhan dalam
hal kualitas dan kesiapan sebagai tempat pelayanan maupun sebagai pusat rujukan
penderita dari prafasilitas pelayanan kesehatan tercermin dari kemampuan tempat
pelayanan kegawatdaruratan.
Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memiliki pelayanan
kegawatdaruratan yang minimal mempunyai kemampuan antara lain memberikan
pelayanan kegawatdaruratan sesuai jam operasional Puskesmas, menangani pasien
segera mungkin setelah sampai di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, memberikan
pelayanan kegawatdaruratan berdasarkan kemampuan pelayanan, sumber daya
manusia, sarana dan prasarana, obat

1
dan bahan medis habis pakai dan alat kesehatan. Melakukan proses triase untuk dipilah
berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya sesuai dengan standar yang ditetapkan.
B. Tujuan Pedoman
Pedoman ini dibuat untuk memberikan acuan bagi tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan kepada pasien di ruang gawat darurat Puskesmas
Selatbaru
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Ruang lingkup pelayanan gawat darurat meliputi :
1. Pasien dengan true emergency yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam
keadaan gawat darurat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya
atau anggota badannya akan menjadi cacat bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya
2. Pasien dengan kasus false emergency yaitu
a. Pasien dengan keadaan gawat tetapi tidak memerlukan
tindakan darurat
b. Pasien keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya
c. Pasien keadaan tidak gawat dan tidak darurat
D. Batasan Operasional
1. Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera
atau penyakit untuk menentukan jenis penanganan/intervensi
kegawadaruratan.
2. Survei primer adalah .deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi
yang mengancam jiwa. Apabila kondisi pasien memerlukan tindakan
definitif segera namun tidak tersedia tenaga dan fasilitas yang memadai
maka segera rujuk sesuai prosedur tanpa melakukan survei sekunder.

2
3. Survei sekunder adalah melengkapi survei primer dengan mencari
perubahan-perubahan anatomi yang akan berkembang menjadi semakin
parah dan memperberat perubahan fungsi vital yang ada berakhir dengan
mengancam jiwa bila tidak segera diatasi. Survei sekunder tidak
diwajibkan apabila kondisi pasien memerlukan tindakan definitif segera
namun tidak tersedia tenaga dan fasilitas yang memadai.
4. Tata laksana definif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir oleh
dokter untuk menyelesaikan permasalahan pasien sesuai dengan hasil
kesimpulan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
5. Rujukan adalah tindakan yang dilakukan sebagai tindak lanjut penanganan
terhadap pasien yang tidak memungkinkan untuk dilakukan di Puskesmas
dengan menstabiilkan kondisi pasien terlebih dahulu dan melakukan
koordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang dituju sebelum
dirujuk.
E. Landasan Hukum
1. Undang Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
3. Peraturam Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2018
tentang Pelayanan Kegawatdaruratan

3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya


Pola ketenagaan dan kualifikasi SDM UGD adalah :
No Nama jabatan Kualifikasi Formal Keterangan
1 Penanggung Jawab Dokter Umum ACLS/ATLS
UGD
2 Ka Ru UGD Minimal DIII BTCLS/PPGD
Keperawatan
3 Dokter jaga Dokter Umum ACLS/ATLS
4 Perawat pelaksana DIII Keperawatan BTCLS/PPGD
5 Bidan Pelaksana DIII kebidanan APN/MU/PPGDON

B. Distribusi Ketenagaan
Pola pengaturan ketenagaan unit gawat darurat yaitu :
1. Untuk dinas pagi, yang bertugas 1 orang dokter umum, minimal 2
orang perawat pelaksana dan 1 orang bidan pelaksana
2. Untuk dinas siang, yang bertugas 1 orang dokter umum, minimal 2 orang
perawat pelaksana dan 1 orang bidan pelaksana
3. Untuk dinas malam, yang bertugas 1 orang dokter umum, minimal 2 orang
perawat pelaksana dan 1 orang bidan pelaksana
C. Pengaturan Jaga
1. Pengaturan Jaga Dokter
 Pengaturan jaga dokter menjadi tanggung jawab PJ UGD dan
diketahui oleh Kepala Puskesmas
 Jadwal jaga dokter dibuat untuk jangka waktu 1 bulan

4
 Apabila dokter jaga karena sesuatu hal tidak bisa jaga sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan maka : untuk yang terencana, dokter
yang bersangkutan harus menginformasikan kepada PJ UGD paling
lambat 2 hari sebelum tanggal jaga dan PJ UGD wajib menunjuk dokter
jaga pengganti. Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan
wajib mencari dokter jaga pengganti.
 Jaga dokter dibagi 3 shift yaitu dinas pagi yang dimulai pukul
08.00 sampai dengan pukul 13.15, dinas siang pukul 13.15 sampai dengan
pukul 17.30 dan dinas malam dimulai pukul 17.30 sampai dengan 08.00.
2. Pengaturan Jaga Perawat
 Pengaturan jadwal dinas perawat dibuat dan dipertanggung
jawabkan oleh kepala ruangan UGD dan diketahui oleh PJ UGD
dan disetujui Kepala Puskesmas
 Jadwal jaga dibuat untuk jangka waktu 1 bulan dan diedarkan ke
perawat pelaksana 1 minggu sebelum jaga dimulai
 Apabila perawat jaga karena sesuatu hal tidak bisa jaga sesuai
jadwal jaga yang sudah ditetapkan, maka : untuk yang terencana,
perawat yang bersangkutan wajib menginformasikan kepada
kepala ruangan 2 hari sebelum tanggal jaga dan perawat yang
bersangkutan wajib menunjuk perawat pengganti dan disetujui
oleh kepala ruangan. Jika perawat yang bersangkutan tidak
mendapatkan perawat pengganti, kepala ruangan akan mencari
perawat pengganti yaitu perawat yang libur pada hari itu

5
 Untuk yang tidak terencana, perawat yang bersangkutan wajib
mencari perawat pengganti dan jika tidak mendapatkan perawat
pengganti, kepala ruangan wajib menunjuk perawat yang libur di
hari itu atau perawat yang dinas pada shift sebelumnya untuk
menjadi perawat pengganti.
 Jaga perawat dibagi 3 shift yaitu dinas pagi yang dimulai pukul
08.00 sampai dengan pukul 13.15, dinas siang pukul
13.15 sampai dengan pukul 17.30 dan dinas malam dimulai pukul
17.30 sampai dengan 08.00.

6
BAB III
SARANA DAN PRASARANA

1. Fasilitas dan Sarana


 Ruang gawat darurat harus mempunyai pintu yang lebar
 Mempunyai ventilasi yang baik
 Mempunyai pencahayaan yang baik
 Mempunyai tempat tidur yang disesuaikan dengan besarnya
ruangan.
 Tempat tidur harus mempunyai roda dan dalam kondisi baik
untuk menjamin keselamatan pasien
 Mempunyai kursi roda
 Memiliki wastafel
 Memiliki lemari penyimpanan obat dan peralatan lainnya
 Memiliki fasilitas penerangan 24 jam
2. Peralatan
a. Alat ruang gawat darurat
 Tabung oksigen
 Nebulizer set
 Suction
 Spuit dengan berbagai ukuran yang biasa digunakan
 Infus set makro dan mikro
 Tiang infus
 Alat pelindung diri
 Timbangan
 Stetoscope
 Tensimeter
 Termometer

7
 Ambu bag
 Troly tindakan emergency
 Elektrokardiografi ( EKG)
 Saturasi Oksigen (SpO2)
 Otoschope
b. Alat untuk tindakan bedah
 Bidai
 Kasa steril
 Hecting set
 Benang dan jarum
 Lampu tindakan
 Spuit
 Cateter
c. Obat emergency
 Epinefrin injeksi
 Aspilet tablet
 CPG tablet
 ISDN 5 mg tablet
 Dexametason injeksi
 Dipenhidramin injeksi
 Diazepam injeksi
3. Ambulance
Untuk menunjang pelayanan gawat darurat, puskesmas memiliki minimal 1
unit ambulans.

Standar obat di ruang gawat darurat puskesmas selatbaru


1. Obat live saving
 Epinefrin injeksi

8
 Deksametason injeksi
 Diazepam injeksi
 Lidocaine injeksi
 ISDN tablet
 Aspilet tablet
 Cairan RL
 Cairan Nacl 0.9%
 Stessolid sup

2. Obat penunjang
 Obat penurun panas ( Paracetamol)
 Obat asam lambung
 Analgetik
 Obat anti muntah
 Obat batuk
 Antihistamin
 Vitamin
 Antibiotic

9
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

4.1 Pendaftaran pasien gawat darurat


1. Pendaftaran pasien yang masuk ke ruang gawat darurat dilakukan oleh
pasien/keluarga/penanggung jawab pasien
2. Jika pasien tidak mampu mendaftar dan tidak memiliki keluarga, akan
dibantu oleh petugas ruang gawat darurat atau security
3. Pendaftaran dilakukan dengan menunjukkan kartu berobat/ kartu
identitas lainnya seperti KTP, KK atau JKN
4.2 Triase
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera
atau penyakit untuk menentukan jenis
penanganan/intervensi kegawatdaruratan. Prinsip Triase adalah
pemberlakuan sistem prioritas dengan penentuan/penyeleksian.
Pasien yang harus didahulukan untuk mendapatkan penanganan, yang
mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul berdasarkan:
 Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan
menit
 Dapat mati dalam hitungan
jam
 Trauma ringan
 Sudah meninggal
Prosedur triase:
a. Pasien datang diterima tenaga kesehatan diruang Gawat Darurat. Bila
jumlah Pasien lebih dari kapasitas ruangan, maka triase dapat dilakukan
di luar ruang Gawat Darurat

10
b. Penilaian dilakukan secara singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan
kategori kegawatdaruratan pasien oleh tenaga kesehatan dengan cara:
 Menilai tanda vital dan kondisi umum Pasien
 Menilai kebutuhan medis
 Menilai kemungkinan bertahan hidup
 Menilai bantuan yang memungkinkan
 Memprioritaskan penanganan definitif
c. Mengkategorikan status Pasien menurut
kegawatdaruratannya, apakah masuk ke dalam kategori merah,
kuning, hijau atau hitam berdasarkan prioritas atau penyebab ancaman
hidup. Tindakan ini berdasarkanprioritas ABCDE
(Airway, Breathing, Circulation, Disability, Environment). Kategori
merah merupakan prioritas pertama (Pasien cedera berat
mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong
dengan segera. Kategori kuning merupakan prioritas kedua (Pasien
memerlukan tindakan definitif, tidak ada ancaman jiwa
segera). Kategori hijau merupakan prioritas ketiga (Pasien degan
cedera minimal, dapat berjalan dan menolongdiri sendiri
atau mencari pertolongan). Kategori hitammerupakan
Pasien meninggal atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi
d. Status triase harus dinilai ulang terus menerus karena kondisi
pasien dapat berubah sewaktu-waktu. Apabila kondisi pasien
berubah dapat dilakukan retriase
4.3 Survei Primer
a. Tindakan resusitasi segera diberikan kepada Pasien dengan kategori
merah setelah mengevaluasi potensi jalan nafas (airway),

11
status pernafasan (breathing) dan sirkulasi ke jaringan(circulation)serta
status mental Pasien
b. Batasan waktu (respontime) untuk mengkaji keadaan dan memberikan
intervensi secepatnya untuk Pasien yang membutuhkan pelayanan
resusitasi adalah segera.
c. Melakukan monitoring dan retriase terhadap tindakan resusitasi yang
diberikan. Monitoring kondisi Pasien berupa pemasangan peralatan medis
untuk mengetahui status tanda vital, pemasangan kateter urine, dan
penilaian ulang status mental Pasien.
d. Apabila kondisi Pasien memerlukan tindakan definitive segera namun
Puskesmas tidak tersedia tenaga yang berkompeten ataupun fasilitas yang
memadai, maka harus dilakukan rujukan segera sesuai prosedur tanpa
melakukan survei sekunder.
4.4 Survei Sekunder
a. Survei sekunder tidak diwajibkan apabila kondisi pasien memerlukan
tindakan definitif segera.
b. Pada Puskesmas yang tidak tersedia tenaga yang berkompeten ataupun
fasilitas yang memadai pasien harus segera dilakukan rujukan sesuai
prosedur tanpa melakukan survei sekunder.
c. Melakukan anamnesa (alloanamnesa/autoanamnesa) untuk mendapatkan
informasi mengenai apa yang dialami Pasien pada saat ini.
d. Pemeriksaan fisik, neurologis dan status mental secara menyeluruh(head
to toe) dengan menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale).
e. Melakukan pemeriksaan penunjang sesuai dengan ketersediaan fasilitas
yang dimiliki.

12
 Pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti pemeriksaan
laboratorium diinstruksikan oleh dokter berdasarkan hasil
kesimpulan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
 Pemeriksaan penunjang dilakukan bila kondisi Pasien telah stabil,
yaitu:tanda-tanda vital normal, tidak ada lagi kehilangan darah,
keluaran urin normal 0,5-1 cc/kg/jam,dan atau tidak ada bukti
kegagalan fungsi organ.
f. Tindakan restraint sesuai indikasi dengan teknik terstandar yang aman,
dengan tujuan untuk mengamankan Pasien, orang lain dan lingkungan
dari perilaku Pasien yang tidak terkontrol.
g. Apabila kondisi Pasien memerlukan tindakan definitive namun tidak
tersedia tenaga yang berkompeten ataupun fasilitas yang memadai, maka
harus dilakukan rujukan segera sesuai prosedur.
4.5 Tata laksana Definitif
a. Penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk
menyelesaikan permasalahan setiap Pasien
b. Penentuan tindakan yang diambil berdasarkan hasil kesimpulan dari
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Yang
berwenang melakukan tata laksana definitif adalah Dokter dan Dokter
Gigi yang terlati
4.6 Tata laksana Rujukan
a. Rujukan dilaksanakan jika tindak lanjut penanganan terhadap Pasien tidak
memungkinkan untuk dilakukan di Puskesmas karena keterbatasan
sumber daya.
b. Sebelum Pasien dirujuk, terlebih dahulu dilakukan koordinasi atau
komunikasi dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang

13
dituju mengenai kondisi Pasien, serta tindakan medis yang diperlukan
oleh Pasien.
c. Proses pengiriman Pasien dilakukan bila kondisi Pasien stabil,
menggunakan ambulans Gawat Darurat atau ambulans transportasi yang
dilengkapi dengan penunjang resusitasi, didampingi oleh tenaga
kesehatan terlatih untuk melakukan tindakan resusitasi dan membawa
surat rujukan.

14
BAB V
LOGISTIK

Untuk menunjang terselenggaranya pelayanan klinis yang bermutu, maka


perlu didukung oleh penyediaan logistik yang memadai dan optimal, melalui
perencanaan yang baik dan berdasarkan kebutuhan pasien demi kelancaran
pelayanan kegawatdaruratan. Ketersediaan logistik harus dijamin kecukupannya
dan pemeliharaan yang sudah dianggarkan dan dijadwalkan. Pengadaan alat dan
bahan dalam pelaksanaan upaya klinis Puskesmas diselenggarakan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

15
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Ada enam sasaran keselamatan pasien, yaitu:


1. Tidak terjadinya kesalahan identifikasi pasien
2. Komunikasi efektif
3. Tidak terjadinya kesalahan pemberian obat
4. Tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan medis dan keperawatan
5. Pengurangan terjadinya resiko infeksi di Puskesmas
6. Tidak Terjadinya pasien jatuh
Upaya Puskesmas untuk mencapai enam sasaran keselamatan pasien tersebut adalah :
1. Melakukan identifikasi pasien dengan benar
Indikator melakukan identifikasi pasien secara benar adalah:
 Pasien diidentifikasi menggunakan minimal dua identitas
 Pasien diidentifikasi sebelum melakukan pemberian obat atau
tindakan lainnya.
 Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah, dan specimen lain untuk
keperluan pemeriksaan.
 Pasien diidentifikasi sebelum memberikan perawatan atau prosedur
lainnya.
2. Meningkatkan komunikasi effektif
Prosedurnya adalah :
Metode Komunikasi Verbal
a. Petugas unit gawat darurat melaporkan kondisi pasien/ hasil test
laboratorium yang kritis kepada Dokter penaggungjawab

16
menggunakan teknik Komunikasi SBAR (Situation - Background –
Assessment – Recommendation),
b. Dokter memberi instruksi verbal kepada maka Petugas
c. Petugas menerapkan write down read back/ TBaK Tulis Baca Kembali,
d. Petugas yang menerima instruksi per telepon/ lisan/ hasil test
laboratorium yang kritis menuliskan/ Tulis (write down) pesan yang
disampaikan pengirim pada rekam medis
e. Petugas membacakan kembali /BaK (read back) kepada pengirim
pesan per telepon/ lisan untuk konfirmasi kebenaran pesan yang
dituliskan, termasuk nama pasien, tanggal lahir dan diagnosis.setelah
dituliskan, pesan/ hasil test laboratorium yang kritis ,
Metode Komunikasi Tertulis:
f. Dokter menuliskan instruksi harus dilakukan secara lengkap dapat
terbaca dengan jelas agar sumber instruksi dapat dilacak bila diperlukan
verifikasi,
g. Dokter menuliskan harus menuliskan nama lengkap dan tanda tangan
penulis, serta tanggal dan waktu penulisan instruksi setiap penulisan
instruksi,
h. Dalam menuliskan instruksi dokter hendaknya menghindari
penggunaan singkatan, akronim, dan simbol yang berpotensi
menimbulkan masalah dalam penulisan instruksi dan dokumentasi
medis
3. Penerapan 7 benar dalam menunjang medication safety
a. Benar Pasien:
 Petugas menggunakan minimal 2 identitas pasien dalam
mengidentifikasi pasien,

17
 Petugas mencocokkan obat yang akan diberikan dengan instruksi
terapi tertulis,
 Petugas mengidentifikasi pasien yang akan mendapat obat dengan
kewaspadaan tinggi dilakukan oleh dua orang yang kompeten
double check.
b. Benar Obat
 Petugas memberi label semua obat dan tempat obat
 Petugas menuliskan pada label : nama obat, jumlah, kuantitas,
pengenceran dan volume, tanggal persiapan, tanggal kadaluarsa
 Dua petugas yang berkompeten mengecek kebenaran jenis obat yang
perlu kewaspadaan tinggi ,
c. Benar Dosis
 Dua orang yang berkompeten mengngecek dan menghitung (double
cek) jika ada untuk dosis/ volume obat, terutama yang memerlukan
kewaspadaan tinggi,
 Petugas mengkonsultasikan dengan dokter yang menuliskan resep
jika ragu,.
 Petugas saat menyiapkan obat berkonsentrasi penuh untuk
menghindari gangguan.
d. Benar Waktu
 Petugas memberikan obat dan menginformasikan sesuai waktu
yang ditentukan:
 Petugas memberikan obat dengan segera setelah
diinstruksikan oleh dokter,
 Petugas meneliti dengan benar bahwa obat belum memasuki masa
kadaluarsa.
e. Benar Cara/ Route Pemberian

18
Petugas memberikan obat sesuai dengan cara pemberian obat, bentuk
dan jenis obat :
 Slow-Release tidak boleh digerus
 Enteric coated tidak boleh digerus.
 Obat-obat yang akan diberikan per NGT sebaiknya adalah obat
cair/ sirup,
 Petugas dalam memberikan obat obat sedapat mungkin berjarak
dan jadwal pemberian obat dan nutrisi juga berjarak.
f.Benar Dokumentasi
 Petugas mendokumentasikan setiap perubahan yang terjadi pada
pasien setelah mendapat obat,
 Petugas/ dokter menuliskan nama dan paraf jika ada
perubahan jenis/ dosis/ jadwal/ cara pemberian obat
 Dokter memberikan coretan dan terakhir garis( ujungnya) diberi
paraf jika penulisan resep salah,
Contoh:
Lasix tab, 1 x 40 mg Jcmd Lasix inj, 1 x 40 mg iv.
 Petugas mendokumentasikan respon pasien terhadap pengobatan:
Efek Samping Obat (ESO) dicatat dalam rekam medik & Form
Pelaporan Insiden + Formulir Pelaporan Efek Samping Obat
 Petugas melaporkan Insiden dikirim ke Tim Keselamatan Pasieng.
g. Benar Informasi
 Petugas mengkomunikasikan semua rencana tindakan/ pengobatan
harus dikomunikasikan pada pasien & atau keluarganya,

19
 Petugas menjelaskan tujuan & cara mengkonsumsi obat yang benar,
 Petugas menjelaskan efek samping yang mungkin timbul.
4. Melakukan tindakan skin test sebelum memberikan injeksi
antibiotik
Prosedur :
1) Dokter mencatat terapi obat injeksi di dalam rekam medis
2) Petugas selalu melakukan skin test dengan memasukkan obat yang
akan diberikan secara intra kutan
3) Petugas mengecek hasil test setelah 3-5 menit
4) Jika terdapat tanda – tanda alergi misal durasi membesar, kemerahan
dan pasien merasakan gatal disekeliling tempat suntikan, maka
dinyatakan hasil skin test positif
5) Jika tanda-tanda di atas tidak ada, maka dinyatakan negatif dan obat
bisa diberikan melalui intra vena.
5. Pengurangan Terjadinya Resiko Infeksi di Puskesmas
Semua petugas di Puskesmas termasuk dokter melakukan
kebersihan tangan pada 5 MOMEN yang telah ditentukan, yakni:
 Sebelum kontak dengan pasien
 Sesudah kontak dengan pasien
 Sebelum tindakan asepsis
 Sesudah terkena cairan tubuh pasien
 Sesudah kontak dengan lingkungan sekitar pasien Ada
2 cara cuci tangan yaitu :
1. HANDWASH – dengan air mengalir, waktunya : 40 – 60 detik
2. HANDRUB – dengan gel berbasis alcohol, waktunya : 20 – 30 detik

20
6. Penilaian pasien jatuh pada anak, dewasa dan geriatri
Indikator usaha menurunkan risiko cedera karena jatuh :
1. Semua pasien baru dinilai risiko jatuhnya dan penilaian diulang jika
diindikasikan oleh perubahan kondisi pasien atau pengobatan, dan
lainnya.
2. Hasil pengukuran dimonitor dan ditindak lanjuti sesuai derajat risiko
jatuh pasien guna mencegah pasien jatuh serta akibat tak terduga
lainnya.

21
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh


pasien dan keluarga pasien maka tuntutan pengelolaan program Keselamatan
Kerja di Unit Gawat darurat semakin tinggi, karena Sumber Daya Manusia (SDM)
puskesmas, pengunjung/pengantar pasien, pasien sekitar puskesmas ingin
mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik
sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi
sarana dan prasarana yang ada di puskesmas yang tidak memenuhi standar.
Puskesmas sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau
oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya
pasal 165 :” Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya
kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan
bagi tenaga kerja”. Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di
puskesmas mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya. Salah
satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja.
Puskesmas harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien,
penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi
bahaya di puskesmas.

22
Program keselamatan kerja di UGD merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan mutu pelayanan puskesmas, khususnya dalam hal kesehatan dan
keselamatan bagi SDM puskesmas, pasien, pengunjung/pengantar pasien,
masyarakat sekitar.
Tujuan umum
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM
puskesmas, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien,
masyarakat dan lingkungan sekitar sehingga proses pelayanan puskesmas
berjalan baik dan lancar.
Tujuan khusus
a. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK (Penyakit Akibat
Kerja) dan KAK (Kecelakaan Akibat Kerja).
b. Peningkatan mutu, citra Puskesmas Selatbaru.
Alat Keselamatan Kerja
1. Pemadam kebakaran (hidrant)
2. APD (alat Pelindung Diri)
3. Peralatan pembersih
4. Obat-obatan
5. Kapas
6. Plaster pembalut
7. Sarana kebersihan tangan
Aturan umum dalam tata tertib keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Mengenali semua jenis peralatan keselamatan kerja dan letaknya untuk
memudahkan pertolongan saat terjadi kecelakaan kerja,
b. Pakailah APD saat bekerja,
c. Orientasi pada petugas baru,
d. Melakukan audit permasalahan yang ada di UGD,

23
e. Harus mengetahui cara pemakaian alat darurat seperti pemadam kebakaran,
f. Harus mengetahui cara mencuci tangan dengan benar,
g. Buanglah sampah pada tempatnya,
h. Lakukan latihan keselamatan kerja secara periodik,
i. Dilarang merokok.

24
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan


suatu sistem kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur
dan menilai mutu produk atau jasa yang diberikan kepada pelanggan.
Pengendalian mutu pada pelayanan klinis diperlukan agar produk layanan klinis
terjaga kualitasnya sehingga memuaskan masyarakat sebagai pelanggan.
Ishikawa (1995) menyatakan bahwa pengendalian mutu adalah
pelaksanaan langkah-langkah yang telah direncanakan secara terkendali agar
semuanya berlangsung sebagaimana mestinya, sehingga mutu produk yang
direncanakan dapat tercapai dan terjamin. Dalam pengertian Ishikawa tersirat pula
bahwa pengendalian mutu itu dilakukan dengan orientasi pada kepuasan
konsumen. Dalam bahasa layanan kesehatan keseluruhan proses yang
diselenggarakan oleh puskesmas ditujukan pada pemenuhan kebutuhan
masyarakat sebagai konsumen.
Pada UGD Puskesmas Selatbaru selalu dilakukan rapat intern sesuai
dengan jadwal yang ditentukan untuk membahas pelayanan yang sudah dilakukan.
Jika ada permasalahan diselesaikan dalam rapat intern untuk segera diputuskan
rencana tindak lanjutnya. Rencana tindak lanjut yang dirumuskan dikonsultasikan
pada Penanggung Jawab UGD untuk selanjutnya disampaikan kepada Kepala
Puskesmas.
Jika ada KTD, KTD, KPC dan KNC segera di follow up bersama- sama
dengan tim mutu dan keselamatan pasien Puskesmas Selatbaru.

25
BAB IX
PENUTU
P

Puskesmas bertanggungjawab untuk upaya pembangunan kesehatan yang


dibebankan oleh dinas kesehatan Kabupaten Bengkalis sesuai dengan
kemampuannya. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh
Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan
nasional yaitu meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas, agar
terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

26

Anda mungkin juga menyukai