Anda di halaman 1dari 5

Disusun Oleh :

Nama : Atika Rahmah

NIM : 0305212086

Kelas/Sem. : PMM-2/III

Hari/Tanggal : Rabu, 14 Desember 2022

Tugas Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Budiman, M.Pd

Proses Paling Menyakitkan


Oleh : Atika Rahmah

Saya menuliskan ini dengan tulus, sudah dengan tanpa harapan agar kamu mau
membacanya, karena itu pun juga tak mungkin dan terdengar mustahil. Disini saya tak ingin
ngerasa berutang aja, jadi walaupun kamu enggak mau baca keseluruhan, semoga kamu bisa
ngerti.

Hey, ini saya, seseorang yang selalu mencari kamu di buku bacaan terakhir mu yang
selalu diam-diam peduli menanyakan bagaimana kabarmu meski bukan dengan "hai apa
kabar ?", bukan dengan begitu. Itu bukan cara saya. Mungkin, cara saya lebih seperti "kok
enggak senyum hari ini ?". Hehe iya, ini saya, ini saya yang selalu mencoba menerjemahkan
mu melalui playlist-playlist ataupun lagu terakhr yang kamu dengar. Namun, sayangnya
selalu gagal.

Ini saya yang selalu mengejar dan terus mengejar kemanapun kamu pergi, tapi kini
tidak lagi, karena baru saya sadari kita enggak akan bisa bawa pulang seseorang yang sudah
punya rumah kan ?. Senang sekali bisa kembali mengudara bersama kalian nemanin malam
kalian lagi, dan kemarin kita sudah membahas pada akhirnya semuanya akan menjadi biasa
aja. Namun, sebelum itu ternyata ada sesuatu hal yang sebelum kita bisa ke fase biasa aja itu
yang kita bakal ceritain di cerpen kali ini. Saya kasih judul "Proses Paling Menyakitkan".

Oh ya udah daripada berlama-lama lagi langsung aja kita mulai kan bertemu lagi
bersama saya Atika Rahmah di cerpen minggu kali ini. Oh ya, saya mau nanya nih, kalian
apa kabar ?. Semoga selalu dalam keadaan baik ya. Hm ... sebenarnya saya pengen cerita
sebentar kalau setelah saya mengudara bersama kalian di minggu lalu di "Pada Akhirnya
Semua Itu Akan Menjadi Biasa Aja", disitu kan kalian baca cerita saya itu sangat teramat
having fun, menyenangkan dan sangat teramat ceria la, enggak ada mood mau sedih-sedihan
sama sekali. Tapi, anehnya setelah saya nulis, disitu saya langsung nangis disitu saya
langsung jadi keingat dan jadi ke bring back pada saat saya nyetel lagu Padi. Nah, entah
kenapa entah saya nyalah pencet atau enggak, itu tuh kayaknya sekelibat kenangan tuh kayak
langsung menyerbu kepala saya dan langsung sedih banget rasanya. Dan disitu saya kembali
teringat "oh ya sebelumnya saya pernah di fase ini", sebelum saya merasa mati rasa dan
ngerasa biasa aja saya ada di fase transisi, fase yang menurut saya paling menyakitkan. Iya,
fase yang mungkin banyak orang mungkin lagi terjebak disini.

Iya, proses paling menyakitkan itu terjadi ketika hal-hal yang dulunya bisa dilakukan
bareng-bareng kini malah jadi enggak biasa. Hal-hal yang dulunya jalani bersama, kini harus
berhak berakhir sendiri-sendiri, hal-hal yang kalau dulu bisa buat kita paling bahagia, ketawa,
sekarang kalau cuma dilihat, diingat, jadi kerasa banget sakit di desaknya. Jadi, janji dan
harapan-harapan indah yang seharusnya mungkin sudah atau akan tercapai, kini jadi cuma
tinggal sebatas perkataan doang.

Ternyata susah ya, susah banget buat terbiasa sama kesendirian, kalau dulu dasarnya
sering bareng-bareng meskipun cuma berdua. Karena kalau ada apa-apa bahkan masalah pasti
won't go away pasti emergency callnya tuh langsung ke dia, karena memang dia doang yang
bisa diandalkan waktu itu. Dan lagu-lagu yang jadi pengiring waktu kita pulang bareng, entah
pulang habis ngampus, habis kegiatan, habis main, sekarang lagu-lagu tersebut lebih dari
sekedar lagu sedih, enggak lebih dari sekadar yang lagu cuma bisa bawa air mata kalau lagi
kita dengarin, enggak lebih dari lagu yang kalaupun lagu itu terdengar entah di mall, entah
kita lagi ada di jalan pulang, entah kita lagi di manapun itu, rasanya kita pengen keluar atau
pengen menutup telinga serapat-rapatnya biar kenangan itu enggak datang.

Saya juga enggak tahu entah mudah di kamu dan sulit di saya, saya enggak ngerti,
tapi yang saya tahu adalah ternyata perpisahan itu enggak akan pernah bisa berjalan baik-baik
aja ya, meskipun seslow apapun itu berjalan, perpisahan itu bakal selalu ada rasa nyeri dan
rasa sakit sakit. Dan saya disini belajar bahwa di proses menyakitkan itu ternyata untuk jadi
enggak peduli itu enggak mudah ya. Untuk enggak nanyain kabar kamu itu enggak mudah,
untuk enggak stalk sosial media kamu tuh enggak mudah, untuk enggak ngelike setiap foto
yang habis kamu post itu enggak mudah, untuk enggak mengucapkan selamat atas
keberhasilan kamu itu enggak mudah, untuk enggak khawatir setiap kamu kenapa-kenapa itu
enggak mudah. Apalagi ke seseorang yang pernah jadi alasan buat saya bertahan, apalagi
seseorang itu kamu.

Rasanya menyakitkan. Saya jadi keingat waktu dulu, waktu kita di KRL bareng,
kayaknya KRL tujuan Tanah Abang sampai stasiun tempat kita turun, ya ... meskipun bareng
anak-anak berangkatnya, tapi kamu tetap stay duduk di samping saya dan ngobrolin banyak
hal, ngobrolin cita-cita. Kayaknya mungkin orang-orang aneh kali ya "ini kok anak ngobrol
mulu, ini kok orang berdua ngobrol mulu", kayak memang KRL itu milik saya dan dia
hehehe. Padahal tuh cuma cara buat ngebunuh waktu dan cara buat nahal pegal aja, karena
kan kita enggak dapat kursi prioritas.

Kalau keingat itu jadi ke bring back dan cuma bisa senyum, habis seyum, senyumnya
bukan karena senyum bahagia tapi senyumnya senyum getir karena sudah enggak bisa
diulang. Jadi, keingat juga waktu itu hujan turun. Waktu itu saya benci hujan. Mengham
pekerjaan, aktivitas, becek dimana-mana. Tapi sejak kenal dia saya jadi juga suka banget
sama hujan, karena jadi bisa menghabiskan waktu lebih lama buat ngobrol sama dia. Dan
kalau ngobrol sama dia tuh bawaannya selalu menyenangkan, ya meskipun obrolannya
enggak jelas, meskipun kadang ngalurnya dulu kemana-mana, mungkin gini ya kalau
misalkan kita udah suka sama seseorang mau obrolannya kemanapun bakalan tetap
menyenangkan.

Dan dari sini saya bahkan berpikir "apakah saya dan kamu pernah menjadi cerita ?,
pernah benar-benar jadi kita ?. Apakah hari kemarin itu benar-benar ada ?, lalu kalau
misalkan hari kemarin itu benar-benar ada, lantas mengaa ?, mengapa sekarang seperti
enggak ada bekasnya ?". Kalian pernah bertanya-tanya enggak sih ?, sebuah cerita kan
dilakukan oleh dua orang, tapi kenapa yang ngebekas itu kadang cuma di satu orang, yang
benar-benar merasa kehilangan atas perpisahan yang terjadi diantara dua insan tuh cuma satu
orang. Apakah karena waktu pas menjalin cerita itu ada satu pihak yang sebenarnya enggak
cinta tapi cuma kasihan ?, saya enggak ngerti dan enggak tahu.
Hey, bukan apa-apa, saya tetap senang kok. Saya senang melihat kamu berjibaku
dengan mimpi-mimpi kamu dan segala kerumitan isi kepalamu, yang bahkan mungkin kerap
kali mengganggu jam tidurmu. Hey, ingat kantung matamu sudah tebal waktu itu, waktu
terakhir saya menemuimu meskipun kamu sudah mengobrol dan berbicara tentang seseorang
baru yang datang ke hidup kamu. Tapi mengapa kamu tak lagi libatkan saya ?. Hm ...
mungkin memang sudah tidak penting, enggak apa-apa.

Saya senang waktu itu sempat mengabadikan sesuatu bareng kamu, meskipun cuma
satu frame aja. Karena Ibu bilang, saya typical anak yang masih muda tapi pelupa. Iya sih.
Saya lupa banget sama hal-hal kadang suka lupa naruh kacamata di mana, suka lupa naruh
kunci rumah dimana, apalagi dompet, bahkan dompet aja sering banget ketinggalan, untuk
enggak hilang. Namun, anehnya mungkin enggak ada satupun tentang kamu yang luput dari
ingatan saya. Jujur, saya pun enggak ngerti, saya pun enggak ngerti kenapa masalah hati bisa
serumit ini atau memang semua orang yang merasakan dan terlarut dalam cerita yang begitu
dalam akan seperti ini ?. Seperti enggak bisa membedakan mana yang harus diteruskan dan
mana yang harus berhenti, dan sudah terlampau bodoh untuk mengeja mana yang benar dan
salah, mana rasa senang dan rasa sedih, itu jadi enggak ada bedanya.

Dan sebenarnya proses menyakitkan itu terjadi ketika transisi antara kita yang
kemana-mana berdua, yang saling jadi tameng dan perisai untuk masing-masing dari kita itu
harus berjalan sendiri-sendiri, itu harus menghadapi kenyataan dunia bahwa memang pada
akhitnya kita bakalan sendiri. Dan hal yang enggak biasa itu yang bikin kita sakit, apalagi
dibantu sama kenangan-kenangan yang dulu rasanya kalu jalan berdua itu mudah, jadi ke
distuck dan jadi kebawa "kok jalan sendirian ternyata sulit banget ya", padahal ternyata
enggak sesulit itu. Dan sesuatu itu kita enggak bisa hindari, sesuatu itu harus kita terima,
karena hal-hal yang tadinya biasa dan enggak jadi biasa, hal-hal yang tadinya menyakitkan
dan sekarang menjadi sembuh, itu pada era menjadi sebuah proses pendewasaan. Kalau kita
cuma menghindar dan nyerah, mau sampai kapan ?, mau sampai kita ngelihat dia udah
berjalan sama seseorang baru dan kita masih tetap stuck di buku-buku lama, yang bahkan
pemiliknya mungkin enggak ingat dia pernah ngisi buku itu. Coba deh kamu renungkan.

Jadi, sebelum menuju proses pada akhirnya semua akan menjadi biasa aja, proses
menyakitkan itu harus dilalui, dan itu harus dilewati. Kalau mungkin keingat dan mungkin
sakit, mungkin memang prosesnya bakal seperti itu dan prosesnya membutuhkan banyak air
mata, tapi saya yakin sama seperti apa yang aku tuliskan di cerpen kali ini saya senang saya
enggak kebawa kebawa nangis, karena saya berapa kali nulis cerpen kali ini ujung-ujungnya
saya jadi nangis, tulisannya jadi hancur dan jadi jelek deh.

Saya senang di cerpen minggu kali ini saya bisa bertahan dan bisa "ya udah lah kan
orang enggak cuma dia doang, kan masih banyak yang lain", gitu. Jadi, buat kalian mungkin
yang masih kesulitan untuk belajar melupakan, mengikhlaskan, hm ... cari kesibukan lain aja
atau fokus ke diri kamu sendiri dan ingat bahwa dia aja udah aja enggak peduli sama kamu,
kamu ngapain peduli sama dia, itu cuma buang-buang waktu doang kan ?, dan itu cuma
merugikan kamu doang kan pada akhirnya ?. Karena perjalanan cinta itu dimulai oleh dua
orang dan pada akhirnya berakhir sama dua orang, tapi kalau ternyata setelah cerita itu selesai
dan kamu masih mengharapkan dia balik ternyata dia udah punya rumah yang baru, yang
mungkin memang itu jawabannya, mungkin memang bukan dia ada akhirnya dan mungkin
proses menyakitkan itu akan terlewati kalau kamu siap untuk melewatinya. Dan kalau proses
menyakitkan itu sudah terlewati, pasti deh percaya sama saya kamu bakal lebih mudah buat
ngebuka hati kamu ke orang baru atau kamu bakal lebih mudah untuk fokus ke mimpi-mimpi
kamu yang mau kamu jalani, percaya deh hehehe.

Mungkin itu aja yang bisa saya ceritain di cerpen minggu kali ini, senang banget
meskipun cerpen kali ini mungkin akan menjadi cerpen minggu terakhir, saya senang dengan
tugas menulis cerpen seperti ini, jadi saya bisa meluangkan apa yang sedang dan pernah saya
rasakan dan saya merasa seperti sedang ngobrol dengan teman dekat sendiri yaitu kalian yang
membaca cerpen-cerpen saya selama ini. Terima kasih banyak ya.

Anda mungkin juga menyukai