Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Lansia

1.1.1 Pengertian Lansia

Lanjut usia merupakan suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia.

Menua merupakan suatu proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu

waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan

proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahapan dalam

kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara

biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,

misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut

memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin

memburuk, gerakan melambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional (Untari,

2019:16).

Lansia adalah mereka yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia

mengalami berbagai perubahan secara fisik, psikologis, dan sosial. Perubahan

fisik meliputi penurunan kekuatan, stamina, dan penampilan. Hal ini dapat

menyebabkan beberapa orang menjadi depresi atau tidak bahagia saat memasuki

usia tua. Jika mereka mengandalkan kekuatan fisik yang tidak lagi mereka miliki,

mereka menjadi tidak efektif dalam pekerjaan dan peran sosial mereka (Azizah,

2017).
Lansia merupakan proses penuaan dengan bertambahnya usia individu yang

ditandai dengan penurunan fungsi organ tubuh seperti otak, jantung, hati dan

ginjal serta peningkatan kehilangan jaringan aktif tubuh berupa otot-otot tubuh.

Penurunan fungsi organ tubuh pada lansia akibat dari berkurangnya jumlah dan

kemampuan sel tubuh, sehingga kemampuan jaringan tubuh untuk

mempertahankan fungsi secara normal menghilang, sehingga tidak dapat bertahan

terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Fatmah, 2020).

1.1.2 Pembagian Lansia

Pembagian lansia dibagi menjadi beberapa versi pembagian penduduk lanjut

usia berdasarkan batasan usia, sebagai berikut (Abarca, 2021):

a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, orang tua dibagi menjadi empat

kategori, yaitu:

1) Usia paruh baya (middle age): berumur 45-59 tahun.

2) Lansia (elderly): berumur 60-74 tahun.

3) Lansia tua (old): berumur 75-90 tahun.

4) Sangat tua (very old): berumur lebih dari 90 tahun.

b. Menurut Kementerian Kesehatan RI lanjut usia dikelompokan menjadi

usia lanjut (60-69 tahun) dan usia lanjut dengan risiko tinggi (lebih dari 70

tahun atau lebih dengan masalah kesehatan)

1.1.3 Perubahan Pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara

degeneratif yang biasanya akan berdampak pada perubahan- perubahan pada jiwa
atau diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan,

sosial dan sexual (National & Pillars, 2020).

a. Perubahan fisik

Dimana banyak sistem tubuh kita yang mengalami perubahan seiring umur

kita seperti: 1) Sistem Indra Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada

pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada

telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi,

suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas

60 tahun. 2) Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur,

tidak elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga

menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula

sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit

dikenal dengan liver spot.

b. Perubahan Kognitif

Banyak lansia mengalami perubahan kognitif, tidak hanya lansia biasanya

anak- anak muda juga pernah mengalaminya seperti: Memory (Daya ingat,

Ingatan)

c. Perubahan Psikososial

Sebagian orang yang akan mengalami hal ini dikarenakan berbagai

masalah hidup ataupun yang kali ini dikarenakan umur seperti:

1) Kesepian Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal

terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita


penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama

pendengaran.

2) Gangguan cemas Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan

cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif

kompulsif, gangguangangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa

muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek

samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.

3) Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbilitas yang signifikan.

Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk

berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering

terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas

hidup. Angka kematian, angka sakit jantung dan kanker lebih tinggi pada

seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari

bila dibandingkan. dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7-8 jam per

hari. Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat

kelompok yaitu, gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan

mental lain, gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur

yang diinduksi oleh zat

3.1 Konsep Kualitas Tidur

3.1.1 Definisi Tidur

Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang bersifat fisiologis. Tidur

adalah suatu keadaan di mana kesadaran seseorang akan sesuatu menjadi

turun, namun aktivitas otak tetap memainkan peran yang luar biasa dalam
mengatur fungsinya, seperti mengatur fungsi pencernaan, aktivitas jantung

dan pembuluh darah, serta fungsi kekebalan dalam memberikan energi pada

tubuh dan dalam pemrosesan kognitif, termasuk penyimpanan, penataan, dan

pembacaan informasi yang disimpan dalam otak, serta perolehan informasi

saat terjaga. Tidur diyakini dapat memulihkan tenaga karena tidur

memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk

periode keterjagaan berikutnya. (Mawaddah, 2020).

3.1.2 Siklus Tidur

Ada dua tahap tidur, yaitu non-rapid eye movement (NREM) atau tidur

slow eye movement dan tidur rapid eye movement (REM) (Sukandar & Putra,

2019) :

1. Tahapan Tidur NREM

Tidur NREM juga dikenal sebagai tidur gelombang pendek, karena

orang yang tidur menunjukkan gelombang otak yang lebih pendek

daripada gelombang alfa dan beta yang ditunjukkan oleh individu yang

sadar. Tidur NREM adalah tidur yang nyaman dan dalam, dan tanda-tanda

tidur NREM adalah mimpi yang berkurang, istirahat, penurunan tekanan

darah, penurunan laju pernapasan, penurunan metabolisme, dan gerakan

mata yang lebih lambat.

2. Tahapan Tidur REM

Tidur REM adalah tidur dalam keadaan aktif atau paradoks dimana

sebagian besar mimpi terjadi. Selama tidur REM, otak menjadi aktif dan

metabolisme meningkat hingga 20%. Sulit untuk bangun tiba-tiba selama


fase ini, dengan penurunan tonus otot, peningkatan sekresi lambung, dan

sering kali detak jantung dan pernapasan tidak teratur. Tidur REM penting

untuk menjaga fungsi kognitif karena tidur REM meningkatkan aliran

darah ke otak, meningkatkan aktivitas korteks dan konsumsi oksigen, serta

meningkatkan output adrenalin. Tidur REM yang cukup berperan dalam

mengatur nformasi, prosesipembelajaran dan penyimpanan memori

jangkaI panjang.

3.1.3 Fisiologis Tidur

4 Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur yang menghubungkan

mekanisme serebral secara bergantian agar mengaktifkan dan menekan pusat

otak untuk dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh

sistem pengaktivasi retikularis. Sistem pengaktivasi retikularis mengatur

seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat, termasuk pengaturan

kewaspadaan dan tidur (Wibowo, 2019). Fisiologi tidur dapat dilihat melalui

gambaran elektrofisiologik sel-sel otak selama tidur. Tidur terjadi dalam siklus

yang diselingi periode terjaga. Siklus tidur atau terjaga umumnya mengikuti

irama sirkadian dalam siklus siang atau malam. Irama sirkandian atau irama

diurnal merupakan pola bioritme yang berulang selama rentan waktu 24 jam.

Fluktuasi dan perkiraan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, sekresi,

hormone, kemampuan sensori, dan suasana hati tergantung pada pemeliharaan

siklus sirkandian 24 jam. Pola tidur bangun dapat menyebabkan adanya

pelepasan hormon tertentu. Melatonin, disintesis di kelenjar pineal saat waktu

gelap,saat siang hari pineal tidak efektif tetapi jika matahari sudah tenggelam
dan hari mulai gelap, pineal mulai memproduksi melatonin yang akan dilepas

ke dalam darah (Yula, 2021).

4.1.1 Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dialami seseorang individu

bisa dapat menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun. (Janah et

al., 2020). Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga

seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang

dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata

bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit

kepala dan sering menguap atau mengantuk. (Agustini & Esterlita, 2021).

Menurut Rusiana et al., (2021) kualitas tidur dapt dilihat melalui tujuh

komponen yaitu:

a. Kualitas tidur subjektif

Penilaian subjektif diri sendiri terhadap kualitas tidur yang dimiliki.

Adanya perasaan terganggu dan tidak nyaman pada diri sendiri berperan

terhadap penilaian kualitas tidur.

b. Durasi tidur
Dinilai dari waktu mulai tidur sampai waktu terbangun, waktu tidur

yang tidak terpenuhi akan menyebabkan kualitas tidur buruk.

c. Letensi tidur

Beberapa waktu yang dibutuhkan sehingga seseorang bisa tertidur, ini

berhubungan dengan gelombang tidur seseorang.

d. Efisiensi tidur

Didapatkan melaui presentase kebutuhan tidur manusia ,dengan

menilai jam tidur seseorang dan durasi tidur seseorang ,durasi tidur

sehingga dapat disimpulkan apakah sudah tercukupi atau tidak.

e. Gangguan tidur

Seperti adanya mengorok, gangguan pergerakan sering terganggu dan

mimpi buruk dapat mempengaruhi proses tidur seseorang.

f. Pengunaan obat tidur

Obat tidur dapat menandakan seberapa berat gangguan tidur yang

dialami karena penggunaan obat tidur diindikasikan apabila orang tersebut

sudah sangat terganggu pola tidurnya dan obat tidur diaggap perlu untuk

membantu tidur.

4.1.2 Penyebab Menurunnya Kualitas Tidur


Seiring berjalannya waktu banyak yang terjadi pada diri kita terutama pada

lansia yang gampang sekali terkena penyakit, salah satunya adalah Gangguan

Tidur pada lansia dimana sering dipengaruhi beberapa faktor seperti usia,

kondisi medis (hipertiroid, penyakit neurologi, penyakit paru, hipertensi,

penyakit jantung, diabetes mellitus, obesitas), psikiatri (depresi, stress,

gangguan anxietas), konsumsi obat-obatan, lingkungan, cahaya, suhu, pola

makan, konsumsi alkohol, dan konsumsi kafein. yang paling terkecil yaitu

terganggunya kualitas tidur kita yang berujung mengalami berbagai penyakit.

Menurunnya kualitas tidur disebabkan oleh banyak hal yang paling utama

biasanya dialami oleh lansia yaitu:

a. Gaya hidup tidak sehat

Jika seseorang terlalu banyak mengonsumsi yang berlebihan bisa

juga menggangu sistem tubuh sehingga tidak sehat dan akan banyak

menimbulkan penyakit seperti jika biasanya lansia banyak minum atau

mengkonsumsi kafein dan sering merokok juga dapat menjadi penyebab

susah tidur Kafein adalah stimulan dan karenanya menghambat tidur.

Kandungan kafein akan tetap di dalam tubuh untuk jangka waktu yang

relatif lama, kurang lebih 6 jam untuk menghilangkan hanya setengah dari

kafein yang dikonsumsi. Dan jika seseorang mengkonsumsi secara

berlebihan dari takaran normal, maka tubuh yang akan sulit untuk rileks.

b. Pola makan

Ternyata banyak ada hubungan antara pola makan dan juga

kualitas tidur Dalam studi yang berjudul Effects of Diet on Sleep Quality
menunjukkan bahwa produk susu, ikan, buah, dan sayuran bisa

mempermudah untuk tidur. Sedangkan, asupan karbohidrat yang tinggi

dikaitkan dengan waktu tidur yang kurang nyenyak dan jangka waktu tidur

yang lebih pendek. Makan sebelum tidur juga bisa membuat merasa sulit

untuk tidur.

c. Pengaruh obat – obatan

Tanpa disadari banyak obat yang dapat mengganggu tidur, seperti

antidepresan tertentu dan obat untuk asma atau tekanan darah. Banyak

juga obat yang dijual bebas seperti beberapa obat penghilang rasa sakit,

alergi dan obat flu, dan produk penurun berat badan mengandung kafein

dan stimulan lain yang dapat mengganggu tidur.

4.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tidur Pada Lansia

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur lansia yang adalah

stress psikologis, gizi, lingkungan, motivasi keluarga, gaya hidup dan

olahraga (Nursalam, 21 2020). Lingkungan adalah faktor penting untuk

penerapan sleep hygiene. Kepadatan dan luas kamar, pencahayaan terlalu

terang, kebisingan dari kegiatan panti dan kebersihan lingkungan yang

diciptakan antar individu (Brewster et al., 2019). Faktor Psikologis yang

menyebabkan gangguan tidur pada lansia panti sangat beragam. Antara lain

seperti kisah hidup traumatis, masalah rumah tangga terdahulu, kekhawatiran

masa kini dan masa depan, mimipi buruk dan perasaan gelisah. Lansia yang

stress dan memilih menghabiskan waktu siang nya untuk tidur dapat memicu
gangguan tidur di malam hari. Hal ini mempengaruhi kualitas tidur secara

negatif pada lansia (Utami, Indarwati, & Pradanie, 2021).

Status kesehatan lanjut usia dipengaruhi oleh faktor gizinya. Status

gizi pada lanjut usia harus mendapatkan perhatian khusus karena dapat

mempengaruhi status kesehatan, penurunan kualitas tidur, kualitas hidup dan

mortalitas. Gizi kurang maupun gizi lebih pada masa dewasa akhir dapat

memperburuk kondisi fungsional dan kesehatan fisik. (Morehen et al., 2020).

Sedangkan faktor gaya hidup dan aktivitas fisik dipengaruhi oleh keaktifan

lansia sehari-hari, kebiasaan menghabiskan waktu harian hal ini terkait

dengan imobilitas yang dihubungkan dengan tirah baring. Bedrest kronis

mengganggu ritme sikardian / dan ritme waktu tidur. Terlalu lama berbaring

di tempat tidur di siang hari menyebabkan episode bangun pendek di malam

hari dan kualitas tidur lansia menjadi buruk. (Friska et al., 2020).

4.1.4 Dampak Menurunnya kualitas Tidur

Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang

signifikan. Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya

angka kematian, angka sakit jantung dan kanker lebih tinggi pada seseorang

yang lama tidurnya lebih dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari bila

dibandingkan dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7-8 jam per hari.

(Sukandar & Putra, 2019)

Dari berbagai permasalahan kualitas tidur pada lansia tersebut, maka

diperlukan peningkatan pengetahuan tentang pencegahan kualitas tidur

tersebut dengan memberikan penyuluhan tentang tindakan mencegah


insomnia baik itu secara non farmakologis seperti hindari dan minimalkan

penggunaan minimum kopi, teh, soda, dan alcohol, serta merokok sebelum

tidur dapat mengganggu kualitas tidur lansia, hindari tidur siang terutama

setelah pukul 14.00 WITA dan batas untuk tidur kurang dari 30 menit, pergi

ketempat tidur hanya bila mengantuk, mempertahankan suhu yang nyaman di

tempat tidur, suara gaduh, cahaya dan temperature dapat mengganggu tidur,

lansia sangat sensitive terhadap stimulus lingkungannya.

4.1.5 Epidemiologi Kualitas Tidur

World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2021 kurang

lebih 18% penduduk dunia pernah mengalami gangguan sulit tidur. (Rusiana

et al., 2021).

Angka kejadian gangguan kualitas tidur lansia sendiri cukup tinggi,

berdasarkan data yang ditemukan bahwa di Indonesia pada usia 65 tahun

terdapat 50% lansia mengalami gangguan kualitas tidur, setiap tahunnya

diperkirakan sekitar 20-50% melaporkan adanya gangguan kualitas tidur dan

17% mengalami gangguan kualitas tidur yang serius. Pravelensi gangguan

kualitas tidur di Indonesia pada lansia masih tergolong tinggi yaitu sekitar

67%. Angka ini diperoleh dari populasi yang berusia diatas 65 tahun. Menurut

jenis kelamin, didapatkan bahwa insomnia lebih dominan dialami oleh

perempuan yaitu sebesar 78,1% pada usia 60-74 tahun (Ariana, 2020).

Jumlah data pravalensi di Bali menunjukkan bahwa prevalensi kasus

insomnia atau kualitas tidur yang tidak baik berjumlah 40% dari sampel yang

diteliti dan berdasarkan kelompok usia yang ada lansia berusia antara 60-70

lebih banyak terkena insomnia, yaitu sebanyak 66,6% dibandingkan yang


berumur 71-80 tahun (22,2%). Selain itu menurut kelompok jenis kelamin,

wanita lebih banyak terkena insomnia dibandingkan lelaki (45, 5% : 25%).

4.1.6 Upaya Meningkatkan Kualitas Tidur

Seiring bertambahnya usia, seseorang akan mengalami perubahan

pola tidur yang cukup drastis. Itulah mengapa para lansia rentan mengalami

gangguan tidur, seperti insomnia. Mereka mungkin jadi bangun lebih awal,

sulit tidur lelap, dan terus mengantuk saat siang hari. Padahal mendapatkan

istirahat yang cukup sangat memengaruhi ketahanan fisik dan emosional para

lansia. Lantas, bagaimana cara mengatasi susah tidur nyenyak pada lansia.

Banyak orang mengupayakan agar bisa tidur dengan teratur salah satunya

dengan cara minum obat dan meditasi.

4.1.7 Pengukuran Kualitas Tidur

Alat yang di gunakan untuk mengukur kualitas tidur yaitu kuesioner

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), PSQI adalah salah satu instrument

untuk mengukur kualitas tidur, PSQI mengukur tujuh indikator kualitas tidur

seperti : kulitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi kebiasaan

tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan gangguan atau keluhan saat

bangun tidur (Mawaddah &Wijayanto, 2020).

Anda mungkin juga menyukai