Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN BACA

FILSAFAT PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

Oleh :
Nama : Cindy Kore Mega
NIM :
Kelas :A

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI


KUPANG
TAHUN 2023
LATAR BELAKANG SEJARAH FILSAFAT PENDIDIKAN

A. FILSAFAT INDIA

Filsafat India merupakan filsafat yang berasal dari timur dekat selatan,
mengapa disebut sebagai filsafat India? karena India sejak 2500 SM sudah mengenal
yang namanya kebijaksanaan, dalam segi kehidupan dan alam sekitar, sehingga filsafat
India adalah kebijaksanaan yang mengatur kehidupan way of life untuk kesejahteraan
kita hidup didunia ini dengan lebih tenang dan damai. Filsafat India membagi sejumlah
zaman dalam penyebarannya ada empat zaman, yaitu Zaman Veda, Zaman Epos,
Zaman Sutra, dan Zaman Scholastik. Dalam zaman filsafat India bukan hanya empat
zaman itu saja, tetapi masih terdapat sekte dan aliran yang tersembunyi di masing-
masing periode.
Sejarah Filsafat India menurut Dr. S. Radhakrishnan dibatasi mulai dari 2000
SM sampai 1000 SM yang dibagi menjadi 4 periode :

1. Zaman Veda (1500 SM-600 SM)

Kedatangan bangsa arya ke India membawa peradaban baru dan sebelumnya di


India sudah ada peradaban lama yaitu Drawida, penduduk asli India. Peradaban arya
peradaban yang berupa filsafat, pujia-pujian, dan nyanyian-nyanyian berbentuk teks
keagamaan, selanjutnya timbulah Kitab Brahmana dan Kitab Upanisad. Zaman veda
merupakan zaman yang dimana para pemuka-pemuka agama timbul, disanalah mereka
membangun peradaban baru. Sebelumnya peradaban drawida yang sangat kuno dan
percaya terhadap hal-hal yang berbau mitologi dan takhayul, suku asli India sama
dengan peradaban yunani kuno yang percaya terhadap takhayul yang beragam.
Zaman Brahmana. Kata Brahmana berarti doa atau ucapan-ucapan sakti yang
diutarakan oleh para Brahmana. Ucapan yang berbentuk mantra-mantra yang dapat
menimbulkan petuah jika para brahmana marah kepada para pengikutnya maka ucapan
itu akan jadi kenyataan, sehingga para pengikutnya akan tunduk kepada apa yang di
berintah brahmana kepada para pengikutnya, tentunya dengan hal-hal yang baik dan
sopan. Pembagian masyarakat menjadi empat warna (Bhagavad-gita) yaitu, Brahmana,
Ksatria, Waisya, dan Sudra.
Zaman Upanisad, Upanisad berasal dari bahasa sankerta yaitu Upa artinya
“dekat”, ni berarti “di bawah” dan Sad berarti “duduk”, Upanisad artinya, duduk
berdekatan dibawah kaki guru. Maksudnya adalah bahwa sikap siswa yang duduk
dihadapan guru untuk menerima ajaran yang bersifat rahasia. Pada zaman Upanishad
pemikiran filsafat sudah menyebar dan sudah mengetahui tetapi belum sistematis dan
terstruktur.
2. Zaman Epos (600 SM-200 M)

Zaman Epos ini adalah sebuah Zaman yang penuh denga karya-karya klasik
sebuah pementasan drama yang selalu ditunggu oleh orang banyak, bukan hanya
dalam pemikirannya saja tetapi dalam karya-karya seninya yang menjadi terkenal yaitu,
kisah Ramayana dan Mahabharata, dan ini memberikan sejumlah inspirasi kepada
semua industri- industri persenian yang di terjemahkan dalam masing-masing bahasa,
dan ini menjadi strategi dalam penyebaran filsafat India di dunia.

3. Zaman Sutra (200 M)

Weda di zaman ini sangat kuno, sehingga membutuhkan ilmu untuk


menerjemahkan dan mengetahui isinya, disamping itu menggunakan bahasa sansakerta
dengan ditulis huruf Dewanagari, sehingga harus di terjemahkan ke dalam bahasa yang
mudah dipahami, dengan itu filsafat menciptakan sutranya sendiri-sendiri.
Sutra dalam bentuk tulisan-tulisan filosofi yang singkat sebagai suatu
kesimpulan sehingga sutra ini sulit ditangkap tanpa adanya komentar-komentar, dan
muncul pemikiran-pemikiran filsafat yang kritis dalam memecahkan problem-problem
filsafat yang ada.
4. Zaman Scholastik (200 M)

Zaman Scholastik sangat sulit untuk dipisahkan dengan zaman sutra karena
tahun dan zamannya sama. Scholastik adalah zaman sekolah-sekolah pemikiran yang
dalam bahasa Sanskerta disebut Archarya. Pemikiran Buddha dan perkembangnya
menginspirasikan pada periode Scholastik, para pemikir didasari oleh veda yang
menentang dogmatisme dan tradisi dengan menjelaskan ulang kebiasaan yang
menggunakan akal dan logika.
Pemikiran filsafat India ialah berbasis klasik dan kuno, bertepatan dengan filsafat
yunani dan filsafat cina pada abad 4 dan 5 M. Pemikiran Filsafat India sampai sekarang
masih dikenal dan berkembang dalam dunia lingkungan dan alam.
Ajaran-ajaran Filsafat India

Aliran-Aliran dalam filsafat India bermacam-macam dan masing-masing


mempunyai maksud dari nas tersebut. Aliran itu masing-masing berbeda pemahaman
dan penyebarannya tetapi dalam sumber yang sama yaitu Veda. Menurut, Drs, Surajiyo,
ajaran- Ajaran dalam filsafat India ada 4, yaitu:
 Ajaran tentang Kenyataan yang Tertinggi
 Ajaran tentang Jiwa
 Ajaran tentang Karma
 Ajaran tentang Kelepasan
B. FILSAFAT CHINA

Berdasarkan penemuan arkeologis, Cina Kuno itu sudah ada sebelum periode
Neolitik (5000 SM) baik di sebelah timur laut dan barat laut. Pada periode tersebut,
kehidupan komunitas suku berpusat pada penyembahan dewa-dewa leluhur dan dewa-
dewa alam, yang dikenal pada periode ini adalah budaya Yangshao, Dawenko,
Liangche, Hungsan, benda-benda yang dikeramatkan dan tempat penyembahan.
Pada masa budaya Lungshan (2600 SM-2100 SM), yakni pada saat Raja Yao
dan Shun memerintah, kebudayaan Cina yang berpusat pada pengorbanan yang
ditujukan bagi roh-roh alam dan nenek moyang tersebar ke daerah Henan, Shandong
dan Hubei. Mereka terintegrasi dalam sebuah keadaan politis yang tersatukan, Xia.
Tradisi pemikiran filsafat di Cina bermula sekitar abad ke-6 SM pada masa
pemerintahan Dinasti Chou di Utara. Kon Fu Tze, Lao Tze, Meng Tze dan Chuang Tze
dianggap sebagai peletak dasar dan pengasas filsafat Cina. Pemikiran mereka sangat
berpengaruh dan membentuk ciri-ciri khusus yang membedakannya dari filsafat India
dan Yunani. Pada masa hidup mereka, negeri Cina dilanda kekacauan yang nyaris tidak
pernah berhenti. Pemerintahan mereka semula berjalan baik, tindakan hukum berjalan
sebagaimana diharapkan dan ketertiban telah terbangun dengan baik. Dinasti Chou
berhasil membangun tradisi pemikiran Cina yang selama berabad-abad mempengaruhi
pemikiran orang Cina. Misalnya kebiasaan menghormati leluhur dengan melaksanakan
berbagai upacara keagamaan dan kegemaran akan sejarah masa lalu.
Dalam perkembangan selanjutnya ternyata penyelenggaraan upacara-upacara
menghormati leluhur itu lebih merupakan pemborosan. Sering sebuah upacara
dilakukan secara berlebihan untuk memamerkan kekayaan dari keluarga yang
menyelenggarakannya. Mereka saling menghasut sehingga perpecahan tidak bisa
dihindari lagi dan peperangan silih berganti muncul antara penguasa wilayah yang satu
dengan penguasa yang lain.
Dilatarbelakangi keadaan seperti itu filsafat Cina lebih banyak memusatkan
perhatian pada persoalan politik, kenegaraan dan etika. Kecenderungan inilah yang
membuat filsafat Cina memiliki ciri yang berbeda dari filsafat India, Yunani dan Islam.
Berbeda dengan filsafat Yunani, filsafat Cina Kuno memandang soal perubahan dan
transformasi sebagai sebuah sifat dunia yang tidak bisa direduksikan lagi, termasuk di
dalamnya benda-benda dan manusia itu sendiri. Ada perbedaan yang mencolok antara
Filsafat Cina dengan filsafat Barat. Filsafat Cina menekankan pada perubahan,
becoming, waktu dan temporalitas, dan tidak hanya membedakan metafisika Cina
tentang realitas dan alam dari trend utama tradisi filsafat Barat tetapi juga dari orientasi
filsafat India.
Bagi para filsuf Cina, pengalaman akan perubahan dalam dunia justru membuat
mereka masuk dalam alam dunia yang sejati dan dalam diri manusia sendiri. Di
dalamnya, ada kemungkinan bagi terjadinya perkembangan, transformasi, interaksi dan
integrasi.

Periodisasi Filsafat Cina


Pada perkembangan melewati rentan waktu panjang yang dilalui Filsafat di
Cina, disini Filsafat Cina dapat dikategorikan ke dalam empat periode besar.

1. Jaman Klasik (600-200 S.M.)


Menurut tradisi, periode ini ditandai oleh seratus sekolah filsafat, seratus aliran
yang semuanya mempunyai ajaran yang berbeda. Sekolah-sekolah terpenting dalam
jaman klasik adalah sebagai berikut: Konfusianisme, Taoisme, Yin-Yang, Moisme, Ming
Chia, Fa Chia.

2. Jaman Neo-Taoisme dan Buddhisme (200 S.M.-1000 M.)


Bersama dengan perkembangan Buddhisme di Cina, konsep Tao mendapat arti
baru. Tao sekarang dibandingkan dengan “Nirwana” dari ajaran Buddha, yaitu
“transendensi di seberang segala nama dan konsep”, “di seberang adanya”.
3. Jaman Neo-Konfusianisme (1000-1900)
Konfusianisme klasik kembali menjadi ajaran filsafat terpenting. Buddhisme
ternyata memuat unsur-unsur yang bertentangan dengan corak berpikir Cina.
Kepentingan dunia ini, kepentingan hidup berkeluarga dan kemakmuran material, yang
merupakan nilai-nilai tradisional di Cina, sema sekali dilalaikan, bahkan disangkal
dalam Buddhisme, sehingga ajaran ini oleh orang dianggap sebagai sesuatu yang sama
sekali asing.
4. Jaman Modern (setelah 1900)
Sejarah modern mulai di Cina sekitar tahun 1900. Pada permulaaan abad kedua
puluh pengaruh filsafat Barat cukup besar. Banyak tulisan pemikir-pemikir Barat
diterjemahkan ke dalam bahasa Cina. Aliran filsafat yang terpopuler adalah
pragmatisme, jenis filsafat yang lahir di Amerika Serikat. Setelah pengaruh Barat ini
mulailah suatu reaksi, kecenderungan kembali ke tradisi pribumi. Terutama sejak 1950,
filsafat Cina dikuasai pemikiran Marx, Lenin dan Mao Tse Tung.

Tokoh Filsafat Cina


1. Confusionisme
Kong Hu Cu merupakan seorang filosof besar Cina. Dialah orang pertama
pengembang sistem yang memadukan alam fikiran dan kepercayaan orang Cina yang
paling besar filosofinya menyangkut moralitas orang perorang dan konsepsi suatu
pemerintahan tentang cara-cara melayani rakyat dan memerintahnya lewat tingkah laku
teladan yang sekarang telah menyerap dalam kehidupan dan kebudayaan orang Cina
selama lebih dari dua ribu tahun. Dari pengaruh pemikiran inilah Confusianisme banyak
menghasilkan para intelektual di Cina, dan pengaruh intelektualnya ini berpengaruh
terhadap sebagian penduduk di dunia.
Pemikiran Confusianisme yang didasarkan atas prinsip keseimbangan yin dan
yang. Prinsip keseimbangan menjadi hal utama yang dibahas sehingga keseimbangan
yang mengatur hidup kita juga seimbang. Dengan aturan keseimbangan ini memberikan
dampak yang begitu besar khususnya bagi masyarakat Cina.
Confusius menganjurkan agar orang belajar dan mempraktekan apa yang
dipelajari sehingga menjadi seorang intelektual yang lengkap, orang seperti ini beliau
sebut sebagai Qun Zi atau seorang intelektual-bijaksana, selain itu dia harus tetap
tenang dalam segala situasi agar dapat menyelesaikan persoalan-persoalan penghidupan
dengan rasional. Ajaran Confusianisme mengajarkan bahwa kita harus bisa mengatur
harta yang baik terutama pendidikan anak-anak.
Kemudian daripada itu ajaran Confusianisme berdampak pula pada ekonomi
Cina itu sendiri. Dengan adanya konsep kerja keras dan kekerabatan yanmg dijunjung
tinggi, merupakan jaminan link keberhasilan ekonomi masyarakat Cina secara
keseluruhan. Selain itu faktor kecintaan terhadap negara induk (RRC), menjadi sebuah
motivasi besar bagi mereka, untuk berusaha seoptimal mungkin agar mampu
memberikan kontribusi bagi negaranya tersebut, sekalipun mereka hidup di negara
orang lain.
2. Taoisme
Sebagai suatu ajaran filosofis, Taoisme didirikan oleh Lao Tzu pada abad
keenam sebelum Masehi. Ajaran ini terus berkembang sampai abad kedua sebelum
Masehi. Filsafat Taoisme juga terdiri dari aliran Chuang Tzu dan Huang Lao. Di dalam
ajaran-ajaran awal tentang Taoisme ini, Tao dipandang sebagai “sumber yang unik dari
alam semesta dan menentukan semua hal; bahwa semua hal di dunia terdiri dari bagian
yang positif dan bagian yang negatif; dan bahwa semua yang berlawanan selalu
mengubah satu sama lain; dan bahwa orang tidak boleh melakukan tindakan yang tidak
alami tetapi mengikuti hukum kodratnya.” Sikap pasrah terhadap hukum kodrat dan
hukum alam ini disebut juga sebagai wu-wei.
Memang, ada keterkaitan erat antara filsafat Taoisme dan agama Taoisme. Para
filsuf Tao sendiri dianggap sebagai pendiri Taoisme, baik sebagai filsafat maupun
sebagai agama. Dalam arti tertentu, Lao Tzu sendiri seringkali dianggap sebagai
“dewa“. Ia punya beberapa julukan, seperti “Saint Ancestor Great Tao Mysterious
Primary Emperor“, dan “Yang memiliki status sebagai Dewa“ (The Divine) itu sendiri.
C. FILSAFAT BARAT
Lahirnya filsafat di Yunani diperkirakan pada abad ke- 6 Sebelum Masehi.
Timbulnya filsafat di tempat itu disebut peristiwa ajaib (the greek miracle). Ada beberapa
faktor yang sudah mendahului dan seakan-akan mempersiapkan lahirnya filsafat di
Yunani. K. Bertens menyebutkan ada tiga faktor, yaitu sebagai berikut.
1. Pada bangsa Yunani, seperti pada bangsa-bangsa sekitarnya, terdapat suatu
mitologi yang kaya serta luas. Mite yang pertama mencari keterangan tentang asal usul
alam semesta biasanya disebut mite kosmogonis, sedangkan mite yang kedua mencari
keterangan tentang asa usul serta sifat kejadian alam semesta disebut mite kosmologis.
Khusus bangsa Yunani bahwa mereka mengadakan berbagai usaha untuk menyusun
mite-mite yang diceritakan oleh rakyat menjadi suatu Keseluruhan yang sistematis. Dalam
usaha itu sudah tampaklah sifat rasional bangsa Yunani. Karena dengan mencari suatu
keseluruhan yang sistematis, mereka sudah menyatakan keinginan untuk mengerti
hubungan mite-mite satu sama lain dan menyingkirkan mite yang tidak dapat dicocokkan
dengan mite lain.
2. Kesusasteraan Yunani
Dua karya puisi Homeros yang berjudul Ilias dan Odyssea mempunyai kedudukan
istimewa dalam kesusasteraan Yunani. Syair-syair dalam karya tersebut sudah lama
digunakan sebagai semacam buku pendidikan untuk rakyat Yunani.
3. Pengaruh ilmu pengetahuan sudah terdapat di Timur Kuno
Orang Yunani tentu berutang budi kepada bangsa lain dalam menerima beberapa unsur
ilmu pengetahuan. Namun, andil dari bangsa lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan
Yunani tidak boleh dilebih-lebihkan. Orang Yunani telah mengolah unsur-unsur tadi
dengan cara yang tidak pernah disangka-sangka oleh bangsa Mesir dan Babylonia. Baru
pada bangsa Yunani lah didapatkan ilmu pengetahuan yang bercorak dan sungguh-sungguh
ilmiah.

PERIODISASI FILSAFAT BARAT


Sejarah filsafat Barat dibagi dalam empat periode, yaitu zaman kuno, zaman abad
pertengahan, zaman modern, dan masa kini.
1. Zaman Filsafat Yunani Kuno (600 SM-400 M)
Zaman Kuno meliputi zaman filsafat pra-Socrates di Yunani. Tokoh-tokohnya dikenal
dengan nama filsuf pertama atau filsuf alam. Mereka mencari unsur induk (arche) yang

9
dianggap asal dari segala sesuatu. Mereka adalah Thales, Anaximandros, Pythagoras,
Heraklitos, dan Parmenedes.
2. Zaman Keemasan Filsafat Yunani
Pada waktu Athena dipimpin oleh Perikles, kegiatan politik dan filsafat dapat berkembang
dengan baik. Ada segolongan kaum yang pandai berpidato (retorika) dinamakan kaum
sofis. Kegiatan mereka adalah mengajarkan pengetahuan pada kaum muda.
3. Masa Helinistis dan Romawi
Pada zaman Alexander Agung telah berkembang sebuah kebudayaan trans nasional yang
disebut kebudayaan Hellinistis, karena kebudayaan Yunani tidak terbatas lagi pada kota-
kota Yunani saja, tetapi mencakup juga seluruh wilayah yang ditaklukkan Alexander
Agung. Pada masa ini muncul beberapa aliran berikut: Stoisisme, Epikurisme,
Skeptisisme, Eklektisisme, Neo Platonisme.
4. Zaman Abad Pertengahan
Periode Abad Pertengahan mempunyai perbedaan yang menyolok dengan abad
sebelumnya. Perbedaan itu terutama terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama
Kristen yang diajarkan oleh Nabi Isa as. Filsafat pada zaman abad pertengahan mengalami
dua periode:
a. Periode Patristik. Periode ini mengalami dua tahap: (1) Permulaan agama
Kristen. (2) Filsafat Agustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal pada
masa patristik.
b. Periode Skolastik. Periode skolastik berlangsung dari tahun 800 - 1500 M.
Periode in dibagi menjadi tiga tahap: (1) Periode skolastik awal (abad ke- 9-12). (2)
Periode puncak perkembangan skolastik (abad ke-13). (3) Periode skolastik akhir (abad
ke-14-15).
5. Zaman Modern
Dimulai dengan masa renaissance yang berarti kelahiran kembali, yaitu usaha untuk
menghidupkan kembali kebudayaan klasik (Yunani-Romawi). Pembaruan terpenting yang
kelihatan dalam filsafat renaissance itu ‘antroposentrisme' nya. Pusat perhatian pemikiran
itu tidak lagi kosmos, seperti zaman kuno, atau Tuhan seperti abad pertengahan, melainkan
manusia. Mulai zaman modern inilah manusia yang dianggap sebagai titik fokus dari
kenyataan. Zaman modern ditandai dengan munculnya rasionalisme Rene Descartes
(1596-1650), B. Spinoza (1632-1677), dan G. Libniz (1646-1716). Mereka menekankan
pentingnya rasio atau akal budi manusia. Pada abad ke-18 terkenal dengan zaman

10
pencerahan, (einlighment, aufklarung) dengan munculnya tokoh-tokoh empirisme. Tokoh-
tokoh empirisme antara lain, di Inggris John Locke (1632-1704), George Berkeley (1684-
1753), dan David Hume (1711-1776), di Prancis Jean Jacques Rousseau (1712-1778), dan
di Jerman Immanuel Kant (1724-1804). Selain itu, ditandai pula munculnya aliran
idealisme seperti J. Fichte (1762-1914), F. Schelling (1775-1854), dan G.W. Hegel (1770-
1831).
6. Masa Kini
Masa kini dimulai pada abad ke-19 dan 20 dengan timbulnya berbagai aliran yang
berpengaruh seperti Positivisme, Marxisme, Eksistensialisme, Pragmatisme, Neo
Kantianisme, Neo Tomisme, dan Fenomenologi. Aliran-aliran ini sangat terikat oleh
keadaan negara maupun lingkungan bahasa sehingga dalam perkembangan terakhir
lahirlah filsafat analitis yang lahir sejak tahun 1950.

11
D. FILSAFAT TIMUR JAUH

Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di
India, Republik Rakyat Cina dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya.
Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun
hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan,
tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama
beberapa filsuf Timur, antara lain Sidharta Budha Gautama/Budha, Bodhidharma, Lao Tse,
Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.

E. FILSAFAT TIMUR TENGAH (YAHUDI & KRISTEN)

Filsafat Timur Tengah dilihat dari sejarahnya merupakan para filsuf yang bisa
dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah
yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan juga beberapa orang
Yahudi, yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan
Yunani dengan tradisi falsafah mereka.
Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya
Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad
Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini
mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh
orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah adalah Ibnu Sina, Ibnu Tufail,
Kahlil Gibran dan Averroes.

F. FILSAFAT ROMAWI & YUNANI KUNO (SOCRATES,


PLATO, ARISTOTELES)

12
Heredotus mengagumi kebesaran dan keberanian orang-orang besar, pahlawan,
pendeta maupun raja karena perjuangannya dianggap sebagai sebab utama perubahan dalam
sejarah. Dalam pandangan Heredotus, ia menganggap kehendak dewa-dewa sebagai
penggerak sejarah terutama bagi perkembangan-perkembangan yang tidak dapat
menerangkannya. Sedangkan Thucydides menganggap bahwa sejarah adalah ilmu
pengetahuan eksak tentang peristiwa masa lampau. Dari pandangan kedua tokoh ini dianut
oleh sejarawan Mesir, Babylonia dan Yunani. Dan pandangan filsafatnya ditentukan oleh
Hukum Fatum.
Hukum Fatum dalam diri manusia bersumber dari alam pikiran Yunani. Alam pikiran
yunani adalah dasar dari perkembangan alam pikiran barat. Salah satu sendi penting adalah
anggapan tentang manusia dan alam. Pada dasarnya alam raya sama dengan alam kecil, yaitu
manusia; makro kosmos sama dengan mikro kosmos. Kosmos menunjukkan bahwa alam itu
teratur dan di alam itu hukum alam berkuasa. Kosmos bukanlah chaos atau kekacauan. Alam
raya dan alam manusia itu dikuasai oleh nasib (qadar) yaitu sesuatu kekuatan gaib yang
menguasai makrokosmos-mikrokosmos. Perjalanan hidup alam semesta ditentukan oleh
nasib, qadar atau fatum. Perjalanan matahari, bulan, bintang, manusia dan sebagainya tidak
dapat menyimpang dari jalan yang sudah ditentukan oleh nasib. Hukum alam yang menjadi
dasar dari segala hukum kosmos adalah hukum lingkaran atau hukum siklus. Segala kejadian,
segala peristiwa akan terjadi lagi, terulang lagi.
Apabila digambarkan seperti dibawah ini :

Semi Malam

Berbuah Tumbuh Sore Pagi

Berbunga Siang
Musim Hujan

Pancaroba Pancaroba

Kemarau

Arti hukum siklus ialah bahwa setiap peristiwa kejadian akan terulang kembali, seperti
siklus di atas. Seperti matahari tiap-tiap pagi terbit, demikian tiap-tiap peristiwa akan dialami

13
lagi. Oleh sebab itu, terdapatlah dalil “di dunia tidak terdapat sesuatu (peristiwa) yang baru,
segala sesuatu tentu berulang menurut siklus”.
Zaman lampau telah terjadi menurut kodrat alam, terlaksana menurut qadar. Jadi mereka
berpikir tak pernah menyesalkan sesuatu yang tak ada faedahnya dan tak meninjau ke
belakang. Zaman yang akan datang akan terjadi seperti telah dikodratkan; manusia tidak akan
dapat mengubah qadar itu. Maka tak perlu mencemaskan masa yang akan datang dan
nikmatilah masa yang sekarang serta menerima nasib dan qadar yang ada. Hal ini disebut
dengan amor fati (Cintailah nasibmu).
Qadar, nasib atau fatum bagi alam yunani merupakan kekuatan tanggal yang tak dikenal
dan tak perlu dikenal. Penggerak kosmos diterima pemberiannya dengan gembira: amor fati.
Oleh sebab itu, cerita sejarah dari masa itu melukiskan kejadian-peristiwa dengan rasa
gembira dan menyerah (kepada qadar).
Sifat dari cerita sejarah ialah realistis, menurut kenyataan dengan menceritakan
peristiwa-peristiwa itu sedemikian, seolah-olah harus terjadi demikian.

Karakteristik Pemikiran Yunani dan Romawi


Zaman Yunani Kuno yang berlangsung dari abad 8 SM sampai dengan sekitar abad 6
M. Zaman ini menggunakan sikap “aninquiring attitude (suatu sikap yang senang
menyelidiki sesuatu secara kritis)”, dan tidak menerima pengalaman yang didasarkan pada
sikap “receptve attitude mind (sikap menerima segitu saja)”. Sehingga pada zaman ini
filsafat tumbuh dengan subur. Yunani mencapai puncak kejayaannya atau zaman
keemasannya (zaman Hellenisme) di bawah pimpinan Iskandar Agung (356-323 SM) dari
Macedonia, yang merupakan salah seorang murid Aristoteles.
Pada abad ke-0 M, perkembangan ilmu mulai mendapat hambatan. Hal ini disebabkan
oleh lahirnya Kristen. Pada abad pertama sampai abad ke-2 M mulai ada pembagian wilayah
perkembangan ilmu. Wilayah pertama berpusat di Athena, yang difokuskan dibidang
kemampuan intelektual. Sedangkan wilayah kedua berpusat di Alexandria, yang fukos pada
bidang empiris.
Setelah Alexandria di kuasai oleh Roma yang tertarik dengan hal-hal abstrak, pada
abad ke-4 dan ke-5 M ilmu pengetahuan pegetahuan benar-benar beku. Hal ini di sebabkan
oleh tiga pokok penting :

1. Penguasa Roma yang menekan kebebasan berfikir.


2. Ajaran Kristen tidak disangkal.

14
3. Kerjasama gereja dan penguasa sebagai otoritas kebenaran.

Walaupun begitu, pada abad ke-2 M sempat ada Galen (bidang kedokteran) dan tokoh
aljabar, Poppus dan Diopanthus yang berperan dalam perkembangan pengetahuan. Pada
zaman ini banyak bermunculan ilmuwan terkemuka. Dapat diketahui bahwa pada zaman
Yunani Kuno ini perkembangan demi perkembangan mulai tercipta. Karena didorong dengan
adanya pemikiran-pemikiran yang diciptakan oleh filosof-filosof seperti Thales, Socrates,
Plato, Aristoteles dan filosof lainnya.

Selanjutnya, Filsafat mempengaruhi alam pikiran Romawi dalam dua abad terakhir
sebelum masehi, yakni pada saat ketika negara kota berkembang menjadi suatu impremium
yang mengorganisasikan bagian dunia yang di kenal pada waktu itu berdasarkan hukum dan
peradaban yang sama. Sifat universal impremuim yang berakar pada perdaban yunani akan
tetapi yang tak mengandung sifat eksikutif negara yunani. Dibawah pengaruh impremium
romawi dan gereja kristen bersaa-sama alam pikiran kebudayaan dan politik abad
pertengahan bercorak atas keyakinan bahwa umat manusia itu satu dan merupakan satu
masyarakat. Zaman-zaman modernpun agama dengan aturan-aturannya yang mempersatukan
alam pikiran, kehidupan sosial dan sikap, sepenunya menguasi kehidupan pribadi dan
kemasyarakatan semua negara kristen dan islam.

Tokoh-Tokoh Pemikir Yunani dan Romawi


Orang-orang Yunani banyak membawa ide keilmuan yang berasal dari peradaban
Timur Tengah Klasik. Wilayah Yunani melalui Negara kota Ionia telah menjalin hubungan
dengan peadaban Timur Tengah. Kontak dengan dunia luar menyebabkan bangsa Yunani
memiliki sikap keterbukaan dalam menerima berbagai ide termasuk dalam bidang ilmu
pengetahuan. Para astronomi Yunani misalnya, dengan tepat mampu menjelaskan terjadinya
gerhana dan menerangkan bahwa bulan itu hanya memantulkan sinar, jadi tidak benar-benar
besinar.
Terdapat seorang ahli matematik Yunani bernama Pythagoras. Ia yang pertama kali
menemukan hukum-hukum geometri, yang diantaranya kemudian dikenal dengan dalil
Pythagoras, yang menerangkan bahwa dalam segitiga siku-siku kwadrat dari sisi yang
terpanjang sama dengan atau sebanding dengan jumlah kwadrat dari dua sisi yang lain. Para
murid Pythagoras memasukkan konsep bilangan ini kedalam pemujaan keagamaan. Dalam
dunia pemikiran, peradaban dunia barat banyak berhutang budi terhadap orang-orang Yunani

15
klasik. Sejarah ilmu dan filsafat Eropa dimulai di Ionia. Disinilah, pada abad ke VI dan ke V
SM, ahli-ahli filafat yang terdahulu dengan mempergunakan akal mereka berusaha untuk
menyelami asal mulanya dan susunan dunia. Berikut ini adalah tokoh yang menjadi filsuf dari
Yunani.

1. SOKRATES
Ajaran filosofisnya tidak pernah dituliskannya, melainkan dilakukannya dengan
perbuatan, praktik dalam kehidupan. Dikatakan bahwa Sokrates demikian adinya, sehingga ia
tidak pernah berbuat zalim. Ia begitu pandai menguasai dirinya, sehingga ia tidak pernah
memuaskan hawa nafsu dengan merugikan kepentingan orang lain. Ia demikian cerdiknya,
sehingga tak pernah khilaf dalam menimbang baik dan buruk.
Kebiasaan sehari-harinya berjalan keliling kota untuk mempelajari tingkah laku
manusia dari berbagai segi hidupnya. Ia berbicara dengan semua orang dan menanyakan apa
yang diperbuatnya. Pertanyaan itu pada mulanya mudah dan sederhana. Setiap jawaban
disusul dengan pertanyaan baru yang lebih mendalam. Tujuan Sokrates, melalui pertanyaan-
pertanyaan tersebut, adalah untuk mengajar orang mencari kebenaran.
Sokrates diajukan ke pengadilan dengan dua tuduhan: (1) ia dianggap telah menolak
dewa-dewa yang diakui negara dan telah memunculkan dewa-dewa baru; dan (2) ia telah
menyesatkan dan merusak pikiran kaum muda. Ia pun meninggal di penjara sebagai tahanan.
Dalam mencari kebenaran selalu dilakukan dengan berdialog, dengan cara tanya jawab.
Kebenaran harus lahir dari jiwa kawan yang merupakan lawan bicaranya.
Ia tidak mengajarkan, melainkan menolong seseeorang mengeluarkan apa yang
tersimpan dalam hatinya. Sebab itu, metodenya disebut maieutik, menguraikan. Karena
Sokrates mencari kebenaran dengan cara Tanya jawab, yang kemudian dibulatkan dengan
pengertian, maka jalan yang ditempuhnya adalah metode induktif dan definisi. Model
mencari kebenaran dengan cara berdialog atau Tanya jawab tersebut, tercapai pula tujuan
yang lain, yaitu membentuk karakter. Oleh karena itu Sokrates mengatakan bahwa budi
adalah tahu, maksudnya budi baik timbul dengan pengetahuan.
Menurut Sokrates, manusia itu pada dasarnya baik. Seperti dengan segala benda yang
ada itu ada tujuannya, begitu juga dengan hidup manusia. Keadaan dan tujuan manusia
adalah kebaikan sifatnya dan kebaikan budinya. Sokrates percaya akan adanya Tuhan.

2. PLATO

16
Plato dilahirkan di Athena pada tahun 427 SM., dan meninggal pada tahun 347 SM
pada usia 80 tahun. Ia berasal dari keluarga aristokrasi yang secara turun temurun memegang
peranan penting dalam politik Athena.
Sejak usia 20 tahun, Plato mengikuti pelajaran Sokrates dan pengaruhnya demikian
kuat, sehingga menjadi muridnya yang setia. Sampai akhir hidupnya, Sokrates tetap menjadi
pujaannya. Tidak lama setelah Sokrates meninggal, Plato pergi dari Athena. Mula-mula ia
pergi ke Megara, tempat Euklides mengajarkan filsafatnya. Dari Megara pergi ke Kyrena, di
sana ia memperdalam pengetahuannya tentang matematika kepada Theodoros. Kemudian, ia
pergi ke Italia Selatan dan terus ke Sirakusa.
Karena tuduhan bahwa Plato berbahaya bagi kerajaan, Plato akhirnya ditangkap dan
dijual sebagai budak. Tetapi kemudian, Plato diselamatkan oleh muridnya yang bernama
Annikeris dengan cara dibelinya. Murid-murid Plato yang ada di Athena mengumpulkan uang
untuk menggantinya, tetapi Annikeris tidak mau menerimanya. Akhirnya uang itu dibelikan
sebidang tanah yang selajutnya diserahkan kepada Plato.
Di tanah itulah, dibangun rumah dan pondok-pondok. Tempat itu kemudian diberi
nama ‘Akademia’, yang di bawahnya tertulis “Orang yang tidak tahu matematika jangan
masuk ke sini’. Di tempat itulah, sejak usia 40 tahun, pada tahun 387 SM sampai
meninggalnya dalam usia 80 tahun. Ia mengajarkan filsafatnya dan mengarang tulisan yang
terkenal sampai sekarang.
Intisari pemikiran filsafat Plato adalah pendapatnya tentang Idea. Konsep
‘pengertian’ yang dikemukakan Sokrates diperdalam oleh Plato menjadi idea. Idea itu
berbeda sekali dengan ‘pendapat orang-orang’. Berlakunya idea itu tidak bergantung kepada
pandangan dan pendapat orang banyak. Idea timbul semata-mata dari kecerdasan berpikir.
’Pengertian’ yang dicari dengan pikiran adalah idea. Idea pada hakekatnya sudah ada.
Berpikir dan mengalami menurut Plato adalah dua macam jalan yang berbeda untuk
memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicapai dengan berpikir lebih tinggi nilainya
dari pengetahuan yang diperoleh dengan pengalaman. Untuk menggambarkan hubungan
antara pikiran dan pengalaman, Plato menjelaskannya dengan menyatakan adanya dua
macam dunia, yaitu dunia yang kelihatan dan bertubuh dan dunia yang tidak kelihatan dan
tidak bertubuh. Dunia yang tidak kelihatan dan tidak bertubuh adalah dunia idea, dunia
imateril, tetap dan tidak berubah-ubah. Idea dalam paham Plato tidak saja pengertian jenis,
tetapi juga bentuk dari keadaan yang sebenarnya. Idea bukanlah suatu pikiran, melainkan
suatu realita.

17
Plato, membagi warga negara ke dalam tiga golongan. (1) Golongan rakyat jelata,
yang meliputi petani, pekerja, tukang, dan saudagar. Mereka merupakan dasar ekonomi bagi
masyarakat dan memiliki hak milik dan berumah tangga. (2) Golongan penjaga atau
pembantu dalam urusan negara. Golongan ini bertugas untuk mempertahankan negara dari
serangan musuh, dan menjamin peraturan dapat berlaku dalam kehidupan masyarakat. (3)
Golongan pemerintah atau filosof. Mereka terpilih dari yang paling cakap an terbaik dari
kelas penjaga, setelah menempuh pendidikan dan latihan special untuk tugas tertentu. Tugas
mereka adalah membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaannya.
3. ARISTOTELES
Aristoteles lahir di Stageria di Semenanjung Kalkidike, Trasia (Balkan) pada tahun
384 SM., dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM., di usianya ke-63. Bapaknya adalah
seorang dokter dari raja Macedonia, Amyntas II. Sampai usia 18 tahun ia mendapatkan
pendidikan langsung dari ayahnya tersebut. Setelah sang ayah meninggal, Aristoteles pergi ke
Athena dan berguru kepada Plato di Akademia. 20 tahun lamanya ia menjadi murid Plato. Ia
rajin membaca dan mengumpulkan buku sehingga Plato memberinya penghargaan dan
menamai rumahnya dengan ‘rumah pembaca’.
Aristoteles sependapat dengan gurunya (Plato), bahwa tujuan yang terakhir dari
filsafat adalah pengatahuan tentang ‘adanya’ (realitas) dan ‘yang umum’. Ia memiliki
keyakinan bahwa kebenaran yang sebenarnya hanya dapat dicapai dengan jalan pengertian.
Bagaimana memikirkan ‘adanya’ itu? Menurut Aristoteles ‘adanya’ itu tidak dapat diketahui
dari materi atau benda belaka; dan tidak pula dari pikiran semata-mata tentang yang umum,
seperti pendapat Plato. ‘Adanya’ ituterletak dalam barang-barang satu-satunya, selama barang
itu ditentukan oleh yang umum.
Aristoteles memiliki pandangan yang lebih realis daripada Plato. Pandangannya ini
merupakan akibat dari pendidikan orang tuanya yang menghadapkannya kepada bukti dan
kenyataan. Aristoteles terlebih dahulu memandang kepada yang kongkrit, yang nyata. Ia
mengawalinya dengan fakta-fakta, dan fakta-fakta tersebut disusunnya menurut ragam dan
jenis atau sifatnya dalam suatu sistem, kemudian dikaitkannya satu sama lain. Logika
Aristoteles terkenal sebagai ‘bapak’ logika. Logika tidak lain dari berpikir secara teratur
menurut urutan yang tepat atau berdasarkan hubungan sebab dan akibat. Ia sendiri memberi
nama model berpikirnya tersebut dengan nama ‘analytica’, tetapi kemudian lebih populer
dengan dengan sebutan ‘logika’.
Intisari dari ajaran logikanya adalah silogistik, atau dapat juga digunakan kata
‘natijah’ daalam bahasa Arab. Silogistik maksudnya adalah ‘uraian berkunci’, yaitu menarik

18
kesimpulan dari pernyataan yang umum atas hal yang khusus, yang tersendiri. Pengetahuan
yang sebenarnya, menurut Aristoteles, berdasar pada pembentukan pendapat yang umum dan
pemakaian pengetahuan yang diperoleh itu atas hal yang khusus. Pengetahuan yang umum
bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi merupakan jalan untuk mengetahui keadaan yang konkrit,
yang merupakan tujuan ilmu yang sebenarnya.
Pengalaman, menurut Aristoteles, hanya menyatakan kepada kita ‘apa yang terjadi’;
sedangkan pengertian umum menerangkan ‘apa sebab itu terjadi’. Pengertian ilmiah mencari
yang umumnya, karena itu diselidikinya sebab-sebab dan dasar-dasar dari segala yang ada.
Memperoleh pengertian, yaitu menarik kesimpulan atas suatu hal yang individual, yang
spesifik, yang tersendiri, yang particular, dari yang umum, dapat dipelajari dan diajarkan
caranya kepada orang lain.
Aristoteles membagi logika dalam tiga bagian, yaitu mempertimbangkan, menarik
kesimpulan, dan membuktikan atau menerangkan. Suatu pertimbangana itu ‘benar’, apabila
isi pertimbangan itu sepadan dengan keadaan yang nyata. Pandangan ini sepadan dengan
pendapat Sokrates yang menyatakan bahwa ‘buah pikiran yang dikeluarkan itu adalah
gambaran dari keadaan yang objektif’. Menarik kesimpulan atas yang satu dari yang lain
dapat dilakukan dengan dua jalan. Pertama, dengan jalan silogistik, atau disebut juga
apodiktik, atau deduksi. Kedua, menggunakan cara epagogi atau induksi. Induksi
bekerja dengan cara menarik kesimpulan tentang yang umum dari pengetahuan yang
diperoleh dalam pengalaman tentang hal-hal yang individiil atau partikular.
Menurut Aristoteles, realitas yang objektif tidak saja tertangkap dengan ‘pengertian’,
tetapi juga sesuai dengan dasar-dasar metafisika dan logika yang tertinggi. Dasar metafisika
dan logika tersebut ada tiga. Pertama, semua yang benar harus sesuai dengan ‘adanya’
sendiri. Tidak mungkin ada kebenaran kalau di dalamnya ada pertentangan. Keadaan ini
disebut sebagai hukum identika. Kedua, apabila ada dua ‘pernyataan’ tentang sesuatu, di
mana yang satu meng’ia’kan dan yang lain menidakkan, tentu hanya satu yang benar.
Keadaan ini disebut hukum penyangkalan. Ketiga, antara dua pernyataan yang bertentangan
‘mengiakan dan meniadakan’, tidak mungkin ada pernyataan yang ketiga. Keadaan ini
disebut hukum penyingkiran yang ketiga.
Menurut Aistoteles, ‘adanya’ yang sebenarnya adalah ‘yang umum’ dan pengetahuan
tentang hal tersbut adalah ‘pengertian’. Dalam hal ini pendapatnya sama dengan Plato.
Adapun yang ditentang dari pendapat Plato adalah adanya perpisahan yang absolut antara
yang umum dan yang khusus, antara idea dan gambarannya, antara pengertian dan
pemandangan, dan antara ada dan menjadi.

19
Aristoteles mengemukakan ada tiga jenis jiwa yang berurutan sifat
kesempurnaannya. Pertama, jiwa tanaman, yang tujuannya menghasilkan makanan dan
melaksanakan pertumbuhan. Kedua, jiwa hewan, selain melaksanakan pertumbuhan, jiwa
hewan mempunyai perasaan dan keinginan dan mendorong jiwa sanggup bergerak. Ketiga,
jiwa manusia, yang selain dari mempunyai perasaan dan keinginan juga mempunyai akal.
Bentuk jiwa yang sesuai bagi manusia menurut Aristoteles adalah roh atau pikiran. Ia
membedakan dua macam roh, yaitu roh yang bekerja dan roh yang menerima. Apabila roh
yang bekerja dapat memberi isi kepada roh yang menerima, maka lenyaplah yang kemudian
ini. Roh yang bekerja memperoleh bentuknya yang sempurna. Selain itu, ada yang disebut
roh praktis, yaitu roh yang mengemudikan kemauan dan perbuatan manusia.
Etika Aristoteles pada dasarnya serupa dengan etika Sokrates dan Plato. Tujuannya
adalah untuk mencapai eudaemonie, kebahagiaan sebagai ‘barang yang tertinggi’ dalam
kehidupan. Hanya saja, ia memahaminya secara realis dan sederhana.
Aristoteles mengemukakan tiga bentuk negara. Pertama, monarki atau basilea.
Kedua, aristokrasi, yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang sedikit jumlahnya. Ketiga,
Politea atau timokrasi, yaitu pemerintahan berdasarkan kekuasaan keseluruhan rakyat.
Dalam istilah sekarang disebut demokrasi. Dari tiga bentuk negara tersebut, yang terbaik
menurutnya adalah kombinasi antara aristokrasi dan demokrasi.

20
G.FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN
Filsafat abad pertengahan dimulai kira-kira pada abad ke-5 sampai awal abad ke-17.
Namun, ada yang mengatakan pada abad ke-2 sampai abad ke-14. Para sejarawan
umumnya menentukan tahun 476M, yakni masa berakhirnya kerajaan Romawi Barat
yang berpusat di kota Roma, dan munculnya kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat
di Konstantinopel sebagai data awal zaman abad pertengahan dan tahun 1492 sebagai data
akhirnya. Runtuhnya kerajaan Yunani sejak wafatnya Alexander disusul oleh kebangkitan
Romawi yang kekuasaannya meliputi kawasan lebih luas dibandingkan dengan wilayah
kekuasaan Yunani. Tidak terbayangkan wilayah Yunani yang semula terbentang dari Laut
Tengah hingga Persia akhirnya tidak mampu bertahan menghadapi kebangkitan kekaisaran
Romawi.

Mengingat begitu luasnya kekuasaan Romawi, maka pantaslah berlaku sebutan


Imperium Romanum. Wilayah yang dikuasai Imperium Romanum meliputi benua Eropa,
wilayah Timur Tengah, dan Afrika Utara. Bersamaan dengan meluasnya wilayah Imperium
Romanum itu meningkat pula peran gereja sebagai pusat spiritual yang mengembangkan
filsafat sesuai dengan ajaran agama. Filsafat dijadikan sebagai pendukung teologi; ajaran
agama harus dijadikan tolak ukur kebanaran; kegiatan penalaran dan filsafat tidak boleh
menghasilkan kesimpulan yang menggoyahkan keimanan, apalagi bertentangan dengan
tafsiran resmi yang diajarkan berdasarkan wibawa gereja.

Pengembangan penalaran tidak dilarang, namun usaha tersebut harus disesuaikan


dan diabdikan pada keyakinan beragama. Meskipun dalam kurun waktu itu mulai
dilakukan penerjemahan karya-karya Yunani, Arab, dan Yahudi ke dalam bahasa Latin,
sehingga terjangkau khalayak pembaca yang semakin meluas, namun kegiatan filsafat ini
banyak dilakukan oleh tokoh- tokoh terkemuka di lingkungan gereja serta terpusat pada
biara-biara, dan baru kemudian beralih ke kalangan perguruan tinggi yang masih amat

21
terbatas jumlahnya. Sejak akademi Plato dan berbagai perguruan filsafat yang berkembang
di Yunani dibubarkan atas perintah kaisar Justinianus pada tahun 529 M, banyak sekali
sumber belajar filsafat yang hilang, apalagi karena perintah penutupan pusat-pusat belajar,
selain itu juga karena adanya larangan atas beredarnya naskah-naskah peninggalannya.

Pada saat itu, agama Kristen dijadikan sebagai agama negara dalam kekaisaran
Romawi Timur oleh Kaisar Theodosius I pada tahun 391 M. Dengan demikian, agama
Kristen mendapat dukungan yang sedemikian rupa dan gereja sendiri menjadi kekuatan
politik. Dalam perkembangan selanjutnya, gereja memperoleh peluang besar untuk
menentukan jalan hidup manusia sebagai individu maupun sebagai warga negara. Sehingga
pada saat itu dalam usaha penalaran pun harus disesuaikan dan diabdikan pada keyakinan
beragama. Hal inilah yang mengawali munculnya filsafat abad pertengahan dengan ciri khas
bahwa alam pikiran harus disesuaikan dengan ajaran agama.

Ciri yang mendasar pada filsafat abad pertengahan ialah filsafat lebih bercorak
“Theosentris”, artinya para filsuf dalam periode ini menjadikan filsafat sebagai abdi agama
atau filsafat diarahkan pada masalah ketuhanan. Suatu karya filsafat dinilai benar jika tidak
menyimpang dari ajaran agama. Dengan kata lain, filsafat abad pertengahan ditandai
dengan adanya hubungan yang erat antara agama Kristen dan filsafat.
Filsafat abad pertengahan juga dapat dikatakan sebagai abad gelap. Berdasarkan
pada pendekatan sejarah gereja, saat itu tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan
manusia. Manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang
terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir saat itu juga tidak memiliki kebebasan berpikir.
Apalagi terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran agama dan gereja.
Siapapun orang yang mengemukakannya akan mendapat hukuman yang berat. Walaupun
demikian, ada juga yang melanggar peraturan tersebut dan mereka dianggap orang yang
murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi). Pengejaran terhadap orang-orang
murtad ini mencapai puncaknya saat di bawah pimpinan Paus Innocentius III di akhir abad
XII.
Abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan
upaya menggiring manusia ke dalam kehidupan/sistem kepercayaan yang fanatik, dengan
menerima ajaran gereja yang membabi buta. Karena itulah perkembangan ilmu pengetahuan
menjadi terhambat. Adapun ciri pemikiran filsafat pada abad pertengahan ialah :

1. Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja.

22
2. Berfilsafat dalam lingkungan ajaran Aristoteles.

3. Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus.

Sejarah filsafat abad pertengahan dibagi menadi dua zaman atau periode yakni
periode patristik dan periode skolastik.
1. Periode Patristik (100-700 M)

Patristik berasal dari kata latin patres yang berarti bapak-bapak gereja, ialah ahli-
ahli agama Kristen pada abad permulaan agama Kristen. Pada periode ini ahli-ahli agama
Kristen berusaha untuk memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran yang
dalam dari manusia. Filsuf yang terkenal pada periode Patristik ini ialah Tertualianus
(160-222), Origenes (185-254), Agustinus (354-430).

2. Periode Skolastik

Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah.
Atau dari kata schuler yang mempunyai arti kurang lebih sama, yaitu ajaran atau sekolahan.
Periode ini ditandai dengan diajarkannya filsafat pada sekolah-sekolah biara dan universitas-
universitas dengan mempergunakan kurikulum yang tetap yang berisi tentang hubungan
hakikat Tuhan, antropologi, etika, dan politik. Secara garis besar, periode skolastik pada
abad pertengahan dibagi menjadi dua, yaitu periode skolastik Kristen dan periode skolastik
Islam.

Tokoh gereja yang menonjol pada awal abad pertengahan ialah Aurelius Agustinus
(354-430), yang kemudian juga terkenal sebagai Santa Agustinus. Dialah yang meletakkan
dasar untuk memperpadukan filsafat degan teologi. Menurutnya, dalam hal terjadinya alam
semesta menganut teori penciptaan. Artinya, Tuhan-lah yang menciptakan alam semesta.

Agustinus menghasilkan sejumlah besar karya yang selama berabad-abad


membekaskan pengaruhnya terhadap para filsuf dari lingkungan gereja, tanpa adanya
pertentangan dari lingkungan lain. Robert do Sorbon (1201-1274) di Paris pada tahun 1253,
yang kemudian menjadi cikal-bakal universitas terkemuka di Prancis. Di berbagai kota
mulai bermunculan perguruan tinggi, baik yang berbentuk universitas atau collegium. Di
antara bentuk universitas yang didirikan sejak abad ke-12 dan bertahan hingga masa kini
ialah universitas Paris, Oxford, dan Al-Azhar.

Muncul pula tokoh gereja yang namanya terkait erat dengan perkembangan filsafat
dalam masa skolastik, yaitu Thomas Aquinas (1225-1274), yang dijuluki sebagai ‘pangeran

23
masa skolastik’. Jika karya Agustinus terkesan banyak mengacu pada filsafat Plato, maka
Thomas Aquinas tampaknya lebih dipengaruhi oleh filsafat Aristoteles. Thomas Aquinas
pun tekun dalam mempelajari terjemahan karya-karya Aristoteles. Sesuai dengan pendirian
bahwa filsafat harus diabdikan pada kepentingan doktrin agama dan keimanan, maka
Thomas Aquinas berusaha mencipta sintesis antara filsafat dan teologi seperti terurai dalam
karya utamanya yang berjudul “Summa Theologiae”.

Karya yang berjumlah dua puluh dua jilid ini oleh Paus Leo XIII dinyatakan sebagai
filsafat resmi yang berlaku dalam lingkungan gereja katolik dan hingga masa kini masih
digunakan sebagai sumber acuan pokok. Thomas Aquinas menerima pemikiran Aristoteles
mengenai manusia sebagai makhluk alamiah (natural being), makhluk penalar (rational
being), makhluk kemasyarakatan (zoon politikon). Namun, lebih dari semua itu manusia
ialah makhluk spiritual (spiritual being).

Berbagai temuan yang dihasilkan oleh kalangan filsafat dan ilmuwan pun harus
sesuai atau mendukung pandangan resmi yang dianut oleh gereja. Sebagai pusat wibawa,
gereja berhak melaramg beredarnya teori atau interpretasi yang berlawanan dengan
ajarannya. Ketentuan bahwa keimanan harus diunggulkan di atas penalaran tetap berlaku
sebagai pedoman untuk menguji sesuatu kebenaran. Ketentuan ini bukan saja berlaku
terhadap masalah kepercayaan, melainkan juga mengenai dengan temuan-temuan ilmiah.
Dalam kaitan ini terkenal peristiwa pertentangan antara geosentrisme dan heleosentrisme.
Geosentrisme beranggapan bahwa bumi merupakan pusat yang dikelilingi oleh matahari dan
benda angkasa lainnya. Sedangkan heleosentrisme berpendapat bahwa yang menjadi pusat
ialah matahari.

24

Anda mungkin juga menyukai