Anda di halaman 1dari 13

BAB 8

FUNGI DAN PERAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan menge-nai isi bahan pelajaran
serta cara yang digunalan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar.
Kurikulum dipandang sebagai program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan
dalam mencapai tujuan pendidikan. Apabila masya-rakat dinamis, kebutuhan anak didik pun
akan dinamis sehingga. tidak terasing dalam masyarakat, karena memang masyarakat
berubah berdasarkan kebutuhan itu sendiri.

A. Fungsi Pengembangan Kurikulum

Dalam aktivitas belajar mengajar, kedudukan kurikulum sangat krusial, karena dengan
kurikulum anak didik akan mem-peroleh manfaat (benefits). Namun demikian, di samping
kuriku-lum bermanfat bagi anal didik, ia juga mempunyai fungsi fungsi lain, yakni:

1. Fungsi Kurikulum dalam Rangka Pencapaian Tujuan Pen-didikan

Karikulum pada suatu sekolah merupalan suatu alat atau ushamencapa cujuan-tujuan
pendidlkan vans dinginkanschola. costhan gang dangesp eukup topat dan krisial amuk dicent,
seringga sal at satu langkah yang perle dilatukan adalah menina. sembai ujuan yang selama in
digunakan olch sekolah bersangkan.

Ian (Sceropo & Soemanto, 1993: 17). Maksudnya, bila rujuantujuan vang, dinginkan belum
tercapai, orang akan cenderung meninian Rembalialat yang digunakan untuk mencapai tujuan
itu, misalny. dengan meninjau kurikulumnya. Pendidikan tertinggi sampa. pendidikan
terendah mempunyai tujuan, yakni tujuan yang akan dicapai setelah berakhirnya aktivitas
belajar.

DiIndonesia, ada empat tujuan pendidikan utama yang secara hierarkis dapat dikemukakan:

- Tujuan Nasional

- Tujuan Institusional

- Tujuan Kurikuler

-Tujuan Instruksional
Dalam pencapaian tujuan pendidikan yang dicita-citakan, tujuan-tujuan tersebut mesti dicapai
secara bertingkat yang saling mendukung, sedangkan keberadaan kurikulum di sini adalah se-
bagai alat untuk mencapai tujuan (pendidikan).

2. Fungsi Kurikulum bagi Anak Didik

Keberadaan kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun merupakan suatu persiapan bagi
anak didik. Anak didik diharapkan mendapat sejumlah pengalaman baru yang di kemudian
hari dapat memenuhi bekal hidupnya nanti.

Kalau kita kaitkan dengan pendidilkan Islam, pendidikan mesti diorientasikan kepada
kepentingan peserta didik, dan perlu diberi bekal pengetahuan untuk hidup pada zamannya
kelak. Dalam hadis Nabi Saw. disebutkan: Didiklah anak-anakmu, karena mereka diciptakan
untuk menshadapi zaman yang lain dari zamanmu.

Sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, kurikulum Sharapkan mampu menawarkan
program-program pad anar Sidilk yang akan hidup pada zamannya, dengan latar
belakangsosio astoris dan kultural yang berbeda dengan zaman di mana kedua orangtuanya
berada.

3. Fungsi Kurikulum bagi Pendidik

Guru merupakan pendidik profesional, yang secara implisit relah merelakan dirinya untuk
memikul sebagian tanggung jawat pendidikan yang ada di pundak para orangtua. Tackala
menyer-ahkan anaknya ke sekolah, berarti orangtua sudah melimpahkan sebagian tanggung
jawab pendidikan anaknya kepada guru/ pendidik, tentunya orangtua berharap agar ananya
menemukan guru yang baik, kompeten, dan berkualitas (Ramayulis, 1996:39).

Adapun fungsi kurikulum bagi guru atau pendidik adalah:

 Pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisasi pengalam-an belajar para anak
didik.
 Pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak didik dalam
rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan.

Dengan adanya kurikulum, sudah barang tentu tugas guru/ pendidik sebagai pengajar dan
pendidik lebih terarah. Pendidik juga merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
dan Sangat penting dalam proses pendidikan, dan merupakan salah satu komponen yang
berinteralsi secara akstif dengan anak didik dalam pendidikan.
Langeveld mengajukan lima komponen yang berinteraksi secara aktif dalam proses
pendidikan, yakni:

 Komposisi tujuan pendidikan, sebagai landasan idil pendidi-kan dan yang dicapai
melalui proses pendidikan tersebut,
 Komponen terdidik, sebagai masukan mantsiani sang. diperlukan sebagai subjek altif
dan dikenai proses pendidikan
 Komponen alat pendidikan, sebagai unsur sarana atau obick yang dikenakan kepada
terdidil dalam proses pendidikan;
 Komponen pendidik, merupakan unsur manusiawi yang mem. bantu mengenalkan
alat pendidatan Kepada anal didil dan mengarahkan proses pendidikan menuju
sasaran yang diharapkan sebagaimana tercantum dalam tujuan pendidikan;
 Komponen lingkungan pendidikan, sebagai unsur suasana yang membantu dan
memberikan udara segar dalam proses pendidi-kan (Supeno, 1995: 42-43).

Dari uraian di atas, keberadaan pendidik (guru) memang sangat krusial dalam proses
pendidikan. Kurikulum merupakan alat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan dapat
meringan-kan sebagian tugas pendidik dalam proses belajar mengajar yang efektif dan
efisien, karenanya kurikulum mempunyai fungi seba-gai pedoman.

Sebagai pedoman, kurikulum dijadikan alat yang berfungsi untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan. Kurikulum suatu sekolah memuat uraian mengenai jenis jenis program apa yang
dilaksanakan di sekolah tersebut, bagaimana menyelenggarakan setiap jenis program, siapa
yang bertanggung jawab dalam pelaksa-naannya, dan perlengkapan apa yang dibutuhkan.

Atas dasar itu, sekolah dapat merencanakan secara lebih tepat jenis tenaga apa yang masih
dibutuhkan sekolah, keterampilan-keterampilan apa yang masih perlu dikembangkan di
kalangan para petugas yang ada sekarang, perlengkapan apa yang masih perlu didadakan, dan
lain-lain.

4. Fungi Kurikulum bagi Kepala Sekolah/Pembina Sekolah

Kepala sekolah merupakan administrator dan supervisor yang mempunyai tanggung jawab
terhadap kurikulum. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah dan para pembina lainnya adalah:

 Sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervisi, yakni memperbaiki situasi


belajar;
 Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi dalam menciptakan situasi
untuk menunjang situasi belajar anak ke arah yang lebih baik;
 Sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi dalam mem-berikan bantuan kepada
guru atau pendidik agar dapat memperbaiki situasi mengajar;
 Sebagai seorang administrator, menjadikan kurikulum sebagai pedoman untuk
pengembangan kurikulum pada masa mendatang;
 Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi atas kemajuan belajar mengajar
(Soetopo & Soemanto, 1993: 19.

5. Fungsi Kurikulum bagi Orangtua

Bagi orangtua, kurikulum difungsikan sebagai bentuk adanya partisipasi orangtua dalam
membantu usaha sekolah dalam memajukan putra-putrinya. Bantuan yang dimaksud dapat
berupa konsultasi langsung dengan sekolah/guru mengenai masalah-masalah menyangkut
anak-anak mereka. Bantuan berupa materi dari orangtua anak dapat melalui lembaga BP-3.
Dengan memba-ca dan memahami kurikulum sekolah, para orangtua dapat menge-tahui
pengalaman belajar yang diperlukan anak-anak mereka, sehingga partisipasi orangtua in pun
tidak kalah pentingnya dalam menyukseskan proses belajar mengajar di sekolah.

Meskipun orangtua telah menyerahkan anal-anak mereka kepada sekolah agar diajarkan ilmu
pengetahuan dan dididik menjadi orang yang bermanfaat bagi pribadinya, orangtua, keluarga,
masyarakat, bangsa, dan agama, namun tidak berarti tangsung jawab kesulsesan anaknya
secara total diserahkan kepada sekolah alias pendidik (guru). Keberhasilan tersebut
merupakan hasil dari sistem kerja sama berdasarkan fungsi masing-masing, yaitu: Orang tua,
sekolah, dan guru/ pendidik. Karenanya, perataman Orang tua mengenai kurikulum
tampaknya menjadi hal yang mutlak.

6. Fungsi bagi Sekolah Tingkat di Atasnya

Fungsi kurikulum dalam hal ini dapat dibagi menjadi dua, yakni:

a. Pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan

Pemahaman kurikulum yang digunakan oleh suatu sekolah pada tingkatan di atasnya dapat
melakukan penyesuaian di dalam kurikulumnya, yakni:
 Jika sebagian kurikulum sekolah bersangkutan telah diajarkan pada sekolah yang
berada di bawahnya, sekolah dapat meninjau kembali perlu tidaknya bagian tersebut
diajarkan.
 Jika keterampilan-keterampilan tertentu yang diperlukan dalam mempelajari
kurikulum suatu sekolah belum diajarkan pada sekolah yang berada di bawahnya,
sekolah dapat mempertimbangkan masuknya program tentang kete-rampilan-
keterampilan in ke dalam kurikulumnya.

b. Penyiapan tenaga baru

Jika suatu sekolah berfungsi menyiapkan tenaga pendidik bagi sekolah yang berada di
bawahnya, perlu sekali sekolah ter-sebut memahami kurikulum sekolah yang berada di
bawahnya itu. Pengetahuan tentang kurikulum sekolah yang berada di bawahnya berkaitan
dengan pengetahuan tentang isi, organisa-Si, atau susunan serta cara pengajarannya. Dengan
harapan, hal itu akan membantu sekolah dan pendidik dalam melakukan revisi-revisi dan
penyesuaian kurikulum. Sebagai contoh, jika pengajaran IPA di SD/MI menggunakan metode
eksperimen, pelajaran tentang cara pelaksanaan metode eksperimen hendak-nya lebih
dinterpretasikan di SMP/MTS; jika pada kurikulum SD/MI telah diperkenalkan matematika
modern, pelajaran mengenai matematika di SMP/MIIs hendaknya disesuaikan dengan
pendekatan di SD/MI; dan seterusnya (bid: 20).

7. Fungsi bagi Masyarakat dan Pemakai Lulusan Sekolah

Kurikulum suatu sekolah juga berfungsi bagi masyarakar dan othal: pernakai lulusan sekolah
bersangkuran (bid.: 21). Dengan mengetahui kurikulum suatu sekolah, masyarakat, sebagai
pemakai Julusan, dapat melaksanakan sekurang-kurangnya dua macam berikut:

 Ikut memberikan kontribusi dalam memperlancar pelaksanaan program pendidikan


yang membutuhkan kerja sama dengan pihak orangtua dan masyarakat.
 Ikut memberikan kritik dan saran konstruktif demi penyempurnaan progam
pendidikan di sekolah, agar lebich serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan
kerja.

Di samping mempunyai fungsi di atas, kurikulum juga memiliki fungsi lain yang tentu
memiliki pendekatan berbeda dengan sebelumnya. Sebagaimana dikemukakan Alexander
Inglis dalam bukunya Principle of Secondary Education (1981) sebagai berikut:

- the adjust fine of adaptive function (Penyesuaian);


- the integrative function (Pengintegrasian);

- the differentiating function (Pembeda);

- the propaedentic function (Persiapan);

-the selective function (Pemilihan);

- the diagnostic function (Diagnostik); (Famalik, 1990: 9)

a. Fungsi Penyesuaian

Anak didik hidup dalam suatu lingkungan, sehingga anak didik dituntut untuk mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungan tersebut. Lingkungan senantiasa berubah, tidak statis,
bersilat dinamis, karena itu anal didik diharapkan mampu menyesuailkan diri dengan kondisi
seperti itu. Semuanya meg; disesuailkan dengan kondisi dan keadaan perorangan. Program
pendidilkan harus diarahlan pada berbagai aspek kehidupan, sarana dan juga usaha anal didik
dalam mengembangkan kehidupannya sebagai individu, anggota masyarakat atau warga
negara.

Muhammad Fadhil Al-Jamali mengungkapkan bahwa pendidikan yang dapat disarikan dari
Al-Quran berorientasi:

1) Mengenalkan individu akan perannya di antara sesama makhluk dengan tanggung


jawabnya di dalam hidup ini;

2) Mengenalkan individu akan individu sosial dan tangsung jawabnya dalam tata hidup
bermasyarakat;

3) Mengenalkan individu akan alam ini dan mendorong mereka mengetahui hikmah
diciptakannya alam, serta memberikan ke-mungkinan kepada mereka untuk mengambil
manfaat dari alam;

4) Menegakkan individu akan pencipta alam ini (Allah) dan me-merintahkan agar beribadah
kepada-Nya. (A1-Jamali, 1986: 3)

Sebagai makhluk-Nya, anak didik perlu diarahkan melalui program pendidikan agar dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat. Artinya, sebagai anggota masyarakat, in-
dividu mengemban tugas utama dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari sehingga ia
dituntut untuk menyesuaikan diri dengan masy arakat secara menyeluruh, yang mana
masyarakat itu selalu berubah dan dinamis. Sebagai khalifah fil ardhi, anak didik diharapkan
mampu mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan yang telah dimiliki untuk mengabdi
kepada-Nya.

b. Fungsi Pengintegrasian

Dalam hal ini, orientasi dan fungsi kurikulum adalah mendidik anak didik agar mempunyai
pribadi yang integral.

Mengingat anak didik merupakan bagian integral dari masyara-kat, pribadi yang terintegrasi
itu akan memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan atau pengintegrasian
masyarakat. Kehidupan sosial selalu mengalami perubahan sebagai akibat kemajuan dan
teknologi. Perubahan tersebut memunculkan beragam tuntutan kehidupan di berbagai aspek
kehidupan manusia. Adanya perubahan dan tuntutan kebutuhan yang beragam itu
mengharuskan kurikulum mampu mempersiapkan anak didik yang terintegrasi, sehingga
anak didik mampu berintegrasi dalam kehidupannya dan akan menjadi manusia yang berarti
nantinya.

Dalam Al-Quran surat Al-Rad [13]: 11, Allah Swt. menyatakan: Sesungguhmya Allah tidak
akan mengubah keadaan suatu kaum, sebingga mereka mengubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri.

Implikasinya, anak didik menjadi bagian integral dari masyarakat di mana pun ia berada.
Kurikulum diharapkan mampu mempersiapkan anak didik agar mampu mengintegrasikan diri
dalam masyarakat dengan pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan cara berpikir yang
dimiliki, sehingga ia dapat berperan dan memberi kontribusi kepada masyarakat.

c. Fungsi Perbedaan

Kurikulum hendaknya dapat memberi pelayanan terhadap perbedaan-perbedaan perorangan


dalam masyarakat. Pada prinsipnya, perbedaan (diferensiast) akan mendorong orang berpikir
kritis dan kreatif, dan akhirnya akan menggerakkan kemajuan sosial dalam masyarakat.
Bukan berarti dengan perbedaan tersebut solidaritas dan integrasi akan terabaikan, namun
adanya diferensiasi bisa juga menghindari terjadinya stagnasi sosial.

Pada prinsipnya, potensi yang dimiliki anak didik itu memang berbeda-beda, dan peran
pendidikanlah untuk mengembangkan potensi potensi yang ada itu secara wajar, sehingga
anak didik dapat hidup dalam masyarakat yang senantiasa beraneka ragam namun satu tujuan
pembangunan tersebut. Berkaitan dengan diferensiasi pada anak didik tersebut, sebuah hadis
Nabi Saw. mengungkapkan: "Kami para Nabi diperintahkan untuk menempatkan manusia
sesuai dengan potensi akalnya" (HIR Abubakar bin Asy-Syakir).

Barangkali dapat dinterpretasikan bahwa pendidikan dan kurikulum Pendidikan


diorientasikan kepada pengembangan potensi (yang berbeda-beda) dari anak didik, sehingga
perlakuan (treatment) terhadap mereka sepatutnya mempertimbangkan perbedaan
kemampuan dan potensi masing-masing.

Berkaitan dengan hal ini, Allah Swt. dengan tegas menyatakan bahwa Allah tidak akan
membebani seseorang kecuali sesuai; dengan kemampuannya (OS [2]: 268) dan bahwa setiap
orang itu beramal menurut tabiatnya (QS [17]: 84). Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa
masing-masing individu itu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda sehingga masing-
masing individu pantas dihormati dan dihargai sesuai dengan segala kelebihan (strengths) dan
kekurangan (weakness)nya.

Jadi, fungsi kurikulum sebagai pembeda dapat memberikan pelayanan kepada anak didik
sebagai anggota (calon anggota) masyarakat sesuai dengan perbedaan-perbedaan yang
dimilikinya, dengan tidak mengabaikan solidaritas sosial masyarakat. Hal ini dapat dimulai
dengan memprogram kurikulum pendidikan yang relevan dan mengaplikasikannya dalam
proses belajar mengajar yang mendorong anak didik (yang berbeda-beda tersebut) untuk
berpikir kreatif, kritis, dan berorientasi ke depan, sehingga dapat berguna nantinya dalam
kehidupan masyarakat.

d. Fungsi Persiapan

Kurikulum berfungsi mempersiapkan anak didik agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut
untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, apakah anak didik melanjutkan ke sekolah yang lebih
tinggi atau persiapan untuk belajar di dalam masyarakat seandainya ia tidak mungkin
melanjutkan ke jenjang pendidilkan yang lebih tinggi (Hamalik, 1990: 11). Bersiap untuk
belajar lebih lanjut tersebut sangat diperlukan, mengingat sekolah tidak mungkin memberikan
semua apa yang diperlukan anak didik, termasuk dalam pemenuhan minat mereka.

Keberadaan kurikulum untuk mempersiapkan anak didik dalam memasuki dunia kerja juga
menjadi perhatian para pengembang (developers) kurikulum. Anak didik yang karena alasan
tertentu memasuki dunia kerja, membuat kurikulum pun juga tidak menutup kemungkinan
memberikan pelayanan terhadap anak didik. Kalau kita perhatikan, kurikulum SMA/MA
merupakan Contoh konkret fungsi persiapan. Kurikulum pada sekolah jenis ini pada
prinsipnya didesain untuk memungkinkan anak didik mencari kerja dengan modal
pengetahuan (gazal) SMA. Lain halnya dengan kurikulum sekolah kejuruan, seperti STM
yang memang sejak: awal kurikulumnya didesain untuk dapat bekerja, walaupun sangat
memungkinkan untuk melanjutkan ke jenjang pendidian yang lebih tinggi.

Dapat disimpulkan bahwa kurikulum memiliki fungsi persiapan bagi anak didik untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih lanjut, namun dalam jenjang, bidang, dan jenis
sekolah tertentu sangat mungkin kurikulumnya didesain untuk mempersiapkan anak didik
memasuki dunia kerja. Karenanya, kurikulum mempunyai fungi persiapan (the propaedentic
function) bagi anak didik.

e. Fungsi Pemilihan

Pada pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa fungsi kurikulum adalah diferensiasi,
yakni memberikan pelayanan kepada anak didik sesuai dengan perbedaan-perbedaan yang
ada pada dirinya. Antara keberbedaan (diferensiast) dengan pemilihan (selekst) merupakan
dua hal yang erat sekali hubungannya.

Pengakuan atas keberadaan mereka berarti ada keinginan untuk memberikan kesempatan bagi
anal didik dalam memilih apa yang dinginkan dan menarik minatnya. Karenanya, dalam
mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut, kurikulum perlu disusun secara luas
serta bersifat fleksibel dan luwes. Selain itu, kuikulum hendaknya dapat memberikan pilihan
yang tepat sesuai dengan minat dan kemampuan peserta anak didik (bid. 1),

f. Fungsi diagnostik

Salah satu aspek pelayanan pendidikan adalah membantu dan mengarahkan anak didik agar
mampu memahami dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi
yang dimilikinya. Ini semua dapat dilakukan apabila mereka menyadari semua kelemahan
dan kekuatan yang ada pada diri mereka melalui eksplorasi dan prognosis, sehingga dia
sendiri dapat memperbaiki kelemahan tersebut dan mengembangkan fungsi kurikulum dalam
mendiagnosis dan membimbing anak didik agar berkembang secara optimal (ibid.: 12).

Fungsi diagnosis adalah agar siswa dapat mengadakan evaluasi kepada dirinya dan
menyadari semua kelemahan dan kekuatan diri sehingga dapat memperbaiki dan
mengembangkannya sesuai dengan kemampuan yang ada, yang pada akhirnya dapat
berkembang secara maksimal dalam masyarakat. Hal ini relevan dengan fungsi pendidikan
Islam, yakni menanamkan nilai-nilai insani dan nilai-nilai ilahi pada peserta didik. Menurut
Noeng Muhadjir (1987: 163), nilai budaya termasuk nilai insani, sedangkan nilai agama
termasuk nilai Ilahi. Relasi antara kedua nilai tersebut menjadi linear koheren, yang ada
hubungan hierarkis dan etis yang menjadi rujukan dan pemandu semua nilai.

Pandangan itu didukung oleh Firman Allah Swt. yang berbunyi: Oleh karena itu, berilah
berita gembira pada hamba-hamba-Ku (yaitu) yang mau mendengarkan al-gaul (gagasan,
ide atau pendapat), kemudian ia mengikuti yang paling banyak di antaranya (yang sesuai
dengan petunjuk Ilabi) (QS [39]: 17-18).

Implikasinya, semakin paham seseorang akan kedua fungsi (fungsi insani dan ilahi), semakin
mudah pula merealisasikan fungsi diagnostik pada kurikulum tersebut demi anak didik.
Tentunya, fungsi diagnostik dalam kurikulum pendidikan sangat penting, terlebih lagi
pendidikan Islam.
B. Peranan Pengembangan Kurikulum

Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis,


mengemban peranan yang sangat penting bagi Pendidikan (peserta didik). Apabila dianalisis
secara sederhana sifat dari Masyarakat dan kebudayaan, di mana sekolah sebagai institusi
sosial melaksanakan operasinya, paling tidak dapat ditentukan tiga jenis peranan kurikulum
yang dinilai sangat pokok atau krusial, yaitu: 1) Peranan konservatif; 2) Peranan kritis dan
evaluatif, 3) Peranan kreatif. Ketiga peran tersebut sama pentingnya dan saling berkaitan,
yang dilaksanakan secara berkesinambungan.

1. Peranan Konservatif

Kebudayaan sudah ada sebelum lahirnya suatu generasi dan tidak akan pernah mati meski
generasi yang bersangkutan sudah habis. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan
diwujudkan dalam tingkah laku, bahkan kebudayaan terwujud dan didirikan dari perilaku
manusia. Kebudayaan mencakup aturan yang berisi kewajiban dan tindakan-tindakan yang
diterima dan ditolak atau tindakan yang dilarang dan yang dizinkan. Semua kebudayaan yang
sudah membudaya harus ditransmisikan kepada anak didik selaku generasi penerus. Oleh
karena itu, semua ini menjadi tanggung jawab kurikulum dalam menafsirkan dan mewariskan
nilai-nilai budaya yang mengandung makna membina perilaku anak didik. Sekolah sebagai
lambang sosial sangat berperan dalam memengaruhi perilaku anak sesuai dengan nilai-nilai
sosial yang ada dalam masyarakat. Jadi, kurikulum bertugas menyimpan dan mewariskan
nilai-nilai budaya (Wiryokusumo dan Mulyadi, 1988: 7).

Dengan demikian, kurikulum bisa dikatakan konservatif karena mentransmisikan dan


menafsirkan warisan sosial kepada anak didik: atau generasi muda. Sekolah sebagai suatu
lembaga sosial, sangat berperan penting dalam memengaruhi dan membina tingkah laku anak
sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada di lingkungan masyarakat, sejalan dan selaras
dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial.

Pada hakikatnya, pendidikan itu berfungsi untuk menjembatani antara siswa selaku peserta
didik dengan orang dewasa di dalam suaru proses pembudayaan yang semakin berkembang
menjadi lebih kompleks. Dalam hal ini, fungsi kurikulum menjadi sangat penting, serta turut
membantu dalam proses tersebut.

2. Peranan Kritis dan Evaluatif


Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah sejalan dengan perkembangan zaman yang
terus berputar. Sekolah tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga
menilai dan memilih unsur-unsur kebudayaan yang akan diwariskan (ibid.:8). Dalam hal ini,
kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan menekankan pada unsur kritis.
Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan masa mendatang dihilangkan dan
diadakan modifikasi serta dilakukan perbaikan. Dengan demikian, kurikulum perlu
mengadakan pilihan yang tepat atas dasar kriteria tertentu.

Maksudnya, kurikulum itu selain mewariskan atau mentransmisikan nilai-nilai kepada


generasi muda, juga sebagai alat untuk mengevaluasi kebudayaan yang ada. Apakah nilai-
nilai sosial yang ada atau dibawa itu sesuai atau tidak dengan perkembangan yang akan
datang serta apakah perlu diadakan perubahan atau tetap seperti aslinya.

3. Peranan Kreatif

Kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menciptakan dan
menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa mendatang
dalam masyarakat. Guna membantu setiap individu dalam mengembangkan potensinya,
kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara berpilkir, berkemampuan dan
berketerampilan baru, sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat (ibid. B). Untuk itulah
sekolah didirikan, yakni membantu dan membimbing anak didik untuk tumbuh dan
berkembang menjadi manusia yang sanggup menghadapi segala masalah dalam hidupnya
sesuai dengan tujuan dan cita-cita negara. Oleh sebab itu, kurikulum membuat kegiatan-
kegiatan yang sifatnya kreatif dan konstruktif dalam rangka membantu anak didik mendapat-

kan materi pelajaran atau program pendidikan, pengalaman, dan lain sebagainya.
Kesemuannya itu guna membantu anak didik dalam mengembangkan potensi yang ada pada
dirinya.

Ketiga peran di atas harus dilaksanakan secara seimbang sehingga tercipta, keharmonisan di
antara ketiganya. Dengan demikian, kurikulum dapat memenuhi tuntutan waktu dan keadaan
untuk membantu peserta didik menuju kebudayaan yang akan datang, sehingga mereka
menjadi generasi yang siap dan terampil dalam segala hal. Implikasi peranan di atas dalam
praktik pendidikan dengan kurikulum yang digunakan adalah bahwa pendidikan memiliki
cita-cita untuk menciptakan suatu masyarakat yang ideal, sesuai dengan nilai-nilai yang
dianut suatu bangsa dan selaras dengan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum berupaya
didesain agar dapat mengembangkan sains dan teknologi dengan tepat sehingga anak didik
menjadi sumber daya manusia yang andal, namun tanpa kehilangan identitas bangsanya.

Masyarakat Jepang mungkin bisa menjadi sumber inspirasi bagi bangsa kita yang sedang
bekerja keras untuk membangun meningkatkan sumber daya manusia. Ilmu yang diserap
bangsa Jepang sebenarnya seconds hand yang diambil dari negara maju, atau hasil serapan
dari Barat. Meskipun mereka belajar dari Barat, tetapi bangsa ini tidak menerapkan konsep-
konsep yang dipelajarinya begitu saja, melainkan mengembangkan konsep baru berdasarkan
acuan yang mereka peroleh dari Barat yang kemudian dipadukan dengan budaya dan
karakteristik bangsanya (Hadipranata, 1994. 92). Mereka tidak memfotokopi teknologi Barat,
tetapi merekayasanya untuk menghasilkan teknologi yang lebih baik daripada yang dibuat
Barat. Hal lain yang paling menonjol adalah bangsa ini sangat menonjolkan group identity
ketimbang individual identity yang menjadi ciri khas Barat. Selain itu, mereka terkenal
dengan kejujuran dan kedisiplinannya.

DAFTAR PUSTAKA

 Dr. Abdullah Idi, E.Ed, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik, (Jogjakarta:AR-
Ruzz Media:2010), Hlm. 205-220

Anda mungkin juga menyukai