Anda di halaman 1dari 3

Personal Statement

Farhan Qalbain Iman

Rasa keingintahuan yang besar adalah dorongan paling kuat dalam kehidupan saya. Sebagai
seorang manusia yang penuh dengan ketidaktahuan di tengah dunia dengan pengetahuan yang tidak
terbatas jumlahnya, saya kira adalah sebuah naluri alami jika saya merasakan sebuah ketertarikan
akan hal-hal yang belum saya ketahui. Setiap harinya, sejak bangun tidur hingga tidur lagi, saya rasa
saya terus belajar sesuatu yang baru, walaupun dengan contoh sekecil menonton video di YouTube
tentang sejarah bangsa Romawi.

Semasa saya berkuliah di Institut Teknologi Bandung, saya menyalurkan banyak energi saya
dalam berbagai macam kegiatan. Dalam kesibukan yang saya lalui selama berkegiatan, saya merasa
lebih belajar banyak tentang diri saya sendiri. Salah satu contohnya adalah ketika saya menjabat
sebagai ketua himpunan di himpunan mahasiswa jurusan, saya menemukan bahwa saya memiliki
jiwa kepemimpinan dan kemampuan interpersonal yang baik. Orang bilang bahwa saya dapat
melalui semua itu karena karakter saya yang menyebarkan suasana positif dan tetap dapat berpikir
dengan kepala dingin di bawah tekanan.

Selain terlibat di berbagai kegiatan organisasi kampus, selama berkuliah saya juga beberapa
kali mengikuti workshop internasional di bidang arsitektur. Salah satunya adalah Architectural
Association Visiting School tentang banjir di Kota Bandung dan International Workshop on Wooden
Architecture tentang arsitektur nusantara di Sumba. Belajar dan bekerja bersama dengan peserta
mancanegara adalah suatu pengalaman unik dan menarik. Saya belajar untuk dapat
mengkomunikasikan ide dengan baik dan kepercayaan diri sangat membantu saya dalam
menyelesaikan workshop-workshop tersebut. Program pengabdian masyarakat yang diadakan oleh
kampus saya saat bencana gempa Lombok juga pernah saya ikuti. Saya ikut serta dalam konstruksi
naungan sederhana untuk korban gempa dengan konstruksi bambu di program pengabdian
masyarakat tersebut. Rasa keingintahuan saya tidak berhenti pada keorganisasian dan keilmuan,
saya juga senang sekali mengunjungi tempat-tempat baru, kebetulan jurusan saya beberapa kali
mengadakan study trip ke beberapa tempat di dalam negeri maupun luar negeri yang sempat saya
ikuti. Melihat tempat baru membuat saya belajar tentang kebiasaan penduduk daerah tersebut dan
cara mereka masing-masing dalam menjawab permasalahan yang ada, baik dari sisi arsitektur
maupun dalam kehidupan keseharian mereka. Saya merasa sangat beruntung karena mendapatkan
kesempatan yang cukup banyak untuk memuaskan jiwa penjelajah saya.

Kesibukan saya selama berkuliah tidak menghalangi saya dalam memaksimalkan potensi
akademik saya. Karena kemampuan saya dalam mengoperasikan software modeling arsitektur, saya
pernah tergabung dalam tim asisten akademik pada suatu mata kuliah Arsitektur Komputasi untuk
mengajarkan penggunaan software arsitektur kepada adik-adik tingkat. Saya merasa memiliki
kemampuan yang baik dalam mengatur waktu saya selama saya menjadi mahasiswa, bahkan saya
mendapat nilai sempurna di mata kuliah Studio Perancangan Arsitektur, salah satu mata kuliah yang
cukup berat di jurusan arsitektur, dengan bobot 5 SKS setiap semesternya.

Ketertarikan saya terhadap arsitektur muncul saat saya mulai masuk ke jurusan arsitektur,
saya tidak pernah mengira bahwa yang saya pelajari selama kuliah bisa menjadi motivasi yang tinggi
dan menunjukkan jalan dalam mendalami ilmu saya. Awal saya mengenal bangunan cagar budaya
adalah saat saya mengambil mata kuliah Arsitektur Kolonial yang mengajarkan tentang sejarah
arsitektur Kota Bandung dan bangunan-bangunannya. Mata kuliah tersebut membuka hati saya
bahwa setiap bangunan memiliki cerita dan jiwanya tersendiri, saat itu pula saya merasa jatuh cinta
kepada bangunan-bangunan cagar budaya di Kota Bandung. Ketertarikan saya ini akhirnya
membawa saya kepada tugas akhir saya dengan judul “Museum Arsitektur Bandung”. Mimpi saya
tentang karya-karya arsitektur bersejarah di Kota Bandung saya tuangkan dalam tugas akhir ini.
Selama merancang tugas akhir ini, saya sangat berharap bahwa tujuan saya membuat museum
dapat suatu saat menjadi kenyataan. Saya ingin masyarakat Kota Bandung lebih sadar atas kekayaan
arsitektur yang mereka miliki dan bangunan bersejarah di Kota Bandung tetap lestari dengan
museum ini sebagai wadah edukasi, dokumentasi, dan pengarsipan data terkait bangunan cagar
budaya di Kota Bandung. Dalam proses penyelesaian tugas akhir hingga kelulusan saya, saya belajar
banyak tentang bangunan cagar budaya. Saya mempelajari tentang apa saja dan berapa banyak
bangunan cagar budaya di Kota Bandung; bahwa transformasi urban ke arah yang lebih modern
berisiko terhadap kelestarian bangunan cagar budaya; bagaimana pengelompokan bangunan cagar
budaya di Indonesia; regulasi atau peraturan yang mengatur terkait cagar budaya; aspek apa saja
yang bisa menjadi signifikansi dalam menentukan sebuah bangunan cagar budaya; alasan yang
mendasari sebuah bangunan untuk patut dilestarikan; dan bahwa pemanfaatan kembali bangunan
cagar budaya dalam bentuk adaptive reuse adalah suatu bentuk pembangunan berkelanjutan.
Setelah saya menamatkan studi saya, saya merasa bahwa rasa ingin tahu saya terhadap bangunan
cagar budaya belum tercukupi, masih banyak yang belum saya ketahui dan ingin saya pelajari,
sehingga saya memutuskan untuk mencari tahu lebih dalam lagi di dunia profesional.

Sejak saya lulus pada bulan Oktober 2020, saya terlibat dalam beberapa proyek arsitektur.
Beberapa di antaranya berhadapan langsung dengan bangunan cagar budaya. Salah satunya proyek
dengan tipologi pusat perbelanjaan yang melibatkan satu kawasan cagar budaya yang dimiliki oleh
PT KAI. Dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh Tim Ahli Cagar Budaya Kota Bandung untuk
meninjau desain yang diajukan, saya melihat beberapa permasalahan yang menurut saya penting
dan mendasar. Keinginan klien yang berdasar kepada kebutuhan bisnis dan pendapat tim ahli yang
berdasar kepada regulasi dan keahlian mereka terkadang berseberangan, sedangkan tim desain
sebagai penengah masih belum bisa sepenuhnya menemukan kepentingan kedua belah pihak. Hal
ini terjadi karena kurangnya pengetahuan yang cukup dalam mendesain bangunan bersejarah,
walaupun sudah didukung dengan beberapa pengalaman mendesain dengan konteks yang sama
namun berskala lebih kecil. Peraturan yang ada di Indonesia yang membahas tentang bangunan
cagar budaya hanya memberi batasan intervensi apa saja yang diperbolehkan untuk dilakukan
kepada bangunan cagar budaya. Hal ini perlu ditunjang dengan keahlian dan keilmuan terkait cara
pemanfaatan kembali sebuah bangunan lama untuk menghasilkan produk arsitektur yang baik.

Saya juga pernah dilibatkan ke dalam proyek bangunan cagar budaya lain di Kota Bandung
yang telah berumur lebih dari 100 tahun. Bangunan yang awalnya berfungsi sebagai rumah pribadi
ini akan diubah menjadi sebuah kantor dengan teknik adaptive reuse, yaitu mengubah interior dan
fungsi bangunan tanpa mengubah banyak wajah dan struktur bangunan aslinya. Bersama dengan
salah satu ahli bangunan cagar budaya, saya belajar sistematika perancangan bangunan bersejarah.
Mulai dari mencari sejarah bangunan, mendokumentasikan bangunan tersebut sebelum dilakukan
intervensi desain, hingga menentukan material asli bangunan yang mana saja yang masih bisa dan
perlu untuk digunakan kembali agar tetap menjaga sosok asli bangunan tersebut. Saya belajar
bahwa setiap bangunan memiliki jiwa yang unik dan berbeda-beda yang patut untuk dilestarikan.
Semakin banyak saya terlibat dalam proyek-proyek bangunan cagar budaya, semakin saya yakin
bahwa saya tertarik dan harus mengejar pendidikan arsitektur di bidang bangunan cagar budaya
karena pendidikan dan keahlian ini akan sangat dibutuhkan dalam dunia profesional arsitektur
Indonesia di masa depan.
Negara Indonesia memiliki banyak kekayaan budaya, tidak terkecuali bangunan-bangunan
cagar budaya yang telah tercatat maupun yang belum ditemukan. Menurut The World Heritage
Convention, warisan baik dalam bentuk alamiah maupun kebudayaan adalah kekayaan yang tidak
bisa tergantikan oleh apapun karena warisan tersebut mendefinisikan identitas kita sebagai bangsa,
dan kita berkewajiban untuk mewariskan kekayaan tersebut kepada generasi setelah kita. Undang-
Undang No. 11 Tahun 2010 juga menegaskan untuk melindungi benda-benda cagar budaya sebagai
kekayaan bangsa melalui pengembangan, pengelolaan, serta pemanfaatan yang baik. Dalam
mencapai tujuan tersebut, diperlukan keseimbangan dalam beberapa aspek, salah satunya adalah
pendidikan akademis. Potensi yang dimiliki oleh bangunan cagar budaya tidak bisa dimanfaatkan
secara maksimal jika kemampuan arsitek dalam mendesain hanya didasari oleh pengalaman dan
regulasi yang ada. Saya rasa pendidikan formal mengenai desain arsitektur dalam konteks bangunan
bersejarah adalah sebuah kebutuhan untuk meningkatkan kualitas serta kapabilitas profesional
arsitek Indonesia, sehingga desain yang dihasilkan adalah desain yang baik, benar, dan berkualitas.
Semakin banyak arsitek maupun desainer lain yang paham akan pentingnya menjaga warisan yang
kita miliki dan paham cara menjaganya menurut keahlian mereka masing-masing, semakin rendah
pula kemungkinan kerusakan bangunan-bangunan cagar budaya yang kita miliki.

Anda mungkin juga menyukai