Anda di halaman 1dari 15

Hubungan

adsorpsi Coalbed
Methane (CBM)
terhadap
struktur molekul
batubara
Muhammad Iqbal Ardiansyah
270120220006
Overview
Introduction
Literature Review
References
Introduction

Seiring munculnya aturan lingkungan yang semakin


ketat, kebutuhan kita terhadap green energy semakin
besar. Oleh karena itu, Coalbed Methane (CBM) menjadi
sumber energi yang penting untuk mengurangi
pencemaran lingkungan. Ekstraksi dari batubara dan
CBM secara bersamaan sangat penting untuk
meningkatkan efisiensi energi dan keamanan produksi
batubara. Teknologi carbon capture and sequestration
(CCS) yang sesuai dengan kebutuhan perlu
dikembangkan, dan metode adsorpsi merupakan
alternatif yang menarik dalam menangkap dan
menyerap karbon.
Sampai saat ini, banyak peneliti yang telah
menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi
penyimpanan gas adalah jenis, peringkat, kadar air,
suhu, kedalaman, karakteristik pori, dll. Namun, hasil
eksperimen mereka masih sangat berbeda-beda. Hal
ini disebabkan oleh oksidasi pada batubara dan
penggunaan sampel yang tidak representatif
terhadap kondisi in situ.

Terdapat penelitian bahwa gugus fungsi yang mengandung oksigen pada adsorspsi metana
menunjukkan bahwa perlakuan oksidasi mengurangi kemampuan untuk mengadsorpsi
metana di atas batubara (Feng, dkk. 2013). Selain itu, terdapat penelitian yang menemukan
bahwa peningkatan grafitisasi dan derajat orde struktur aromatik pada batubara dapat
meningkatkan porositas pada batubara.Evolusi makromolekul batubara memiliki dampak
signifikan pada adsorpsi metana. Hal i ini memperlihatkan bahwa adsorpsi metana batu bara
tidak hanya terkait dengan struktur fisik, tetapi juga dengan karakteristik kimia, yang harus
diperhitungkan dalam praktik (Liu, dkk. 2018).
Literature Review
Metana dalam Batubara.
Metana dalam lapisan batubara hadir sebagai sebagai
gas teradsorpsi (terhitung 80-90% dari seluruh
kandungan metana dalam lapisan batubara) dan gas
bebas. Gas bebas tersebut dapat dikompresi dalam
ruang pori, terkondensasi sebagai fasa padat atau
cair, terlarut dalam struktur batubara atau teradsorpsi
pada permukaan

CBM dapat diproduksi hampir setiap saat selama siklus


batubara berdasarkan pertumbuhan bakteri
metanogenik dalam bereaksi terhadap pemanasan jika
batubara mengalami uplift dan berada dalam kondisi
lingkungan pengendapan yang sesuai. .
Struktur Molekul Batubara
Konsep struktur batubara sulit untuk didefinisikan sebagai makromolekul dari batubara, karena tidak terdiri
dari unit monomer berulang (seperti, misalnya, protein). Namun, batubara dapat dijelaskan dalam parameter
struktural. Hal yang termasuk kedalam parameter struktural adalah (Davidson, 1982):
1. Variasi ukuran makromolekul
2. Tingkat ikatan
3. Jenis ikatan
4. Aromatisitas karbon
5. Ukuran rata-rata unit aromatik
6. Jumlah gugus hidroksil
7. Struktur ikatan scissile

Struktur molekul batubara menentukan reaktivitas kimianya


dalam proses pembakaran, pirolisis, pencairan dan
gasifikasi. Struktur molekul batubara merupakan jaringan
makromolekul komposit yang tersusun atas unit-unit
struktur organik dengan ukuran berbeda yang dihubungkan
oleh ikatan kovalen dan nonkovalen. Unit struktural
makromolekulnya adalah jaringan tiga dimensi yang
dibangun oleh gugus cincin aromatik terhidrogenasi yang
menyatu dan dihubungkan bersama oleh rantai alifatik atau
heteroalifatik (Jiang, 2019).
Adsorpsi Gas
Adsorpsi gas pada batubara dipengaruhi oleh karakteristik
spesifik batubara tersebut. seperti kondisi batubara dan
jenis batubara, serta kadar air, hasil abu, kandungan
maseral dan distribusi pori batubara

Efek Kondisi Sampel. Meski begitu, batubara yang telah ditumbuk memiliki
beberapa efek pada adsorpsi. Sebagai contoh, sampel
Aspek sampel yang paling sering terbukti ini akan merusak pori pada batubara. Oleh karena itu,
mempengaruhi uji adsorpsi gas batubara adalah luas permukaan sampel akan diperluas sehingga
ukuran partikel. Secara khusus sampel yang utuh kapasitas adsorpsi ditingkatkan secara artifisial
menyerap gas lebih lambat dari sampel batubara dibandingkan dengan keadaan aslinya. Penghancuran
yang telah ditumbuk batubara juga menurunkan kadar air dan
meningkatkan jumlah gas yang teradsorpsi
Efek Kelembapan.
Kelembaban merupakan faktor penting dalam adsorpsi karena
molekul air bersifat polar, sehingga dapat memodifikasi kinetika
adsorpsi gas, mekanisme dan kapasitas [43,46-50].
Perbandingan adsorpsi selama percobaan ekstraksi CBM
menggunakan batubara basah dan kering menunjukkan bahwa
kondisi kering memberikan kapasitas adsorpsi gas dan nilai
saturasi tertinggi. Hal ini terjadi karena tempat adsorpsi yang
semula ditempati oleh uap air menjadi tersedia untuk adsorpsi
metana. Batubara yang kering memiliki kapasitas adsorpsi gas
batubara yang lebih besar tetapi dapat menghasilkan faktor
koreksi yang besar karena batubara di lapangan mengandung
kelembaban alami Kelembaban alami (atau bawaan)
mempengaruhi kapasitas adsorpsi metana secara berbeda untuk
setiap peringkat batubara.
Secara khusus, batubara peringkat rendah menunjukkan
kapasitas yang lebih besar untuk menyimpan air, batubara
peringkat menengah menunjukkan penyumbatan pori dan lebih
sedikit pori mikro sebagai akibat dari adsorpsi air yang
membatasi kapasitas adsorpsi gas dan batubara peringkat tinggi
mengandung banyak pori mikro yang menyediakan ruang pori
yang cukup untuk pertukaran air dan metana
Efek Abu Terbang.
Hasil abu dikaitkan dengan pengisian pori, penyumbatan dan sistem rekahan yang dihasilkan dari bahan
mineral asing (seperti tanah liat dan karbonat) dalam batubara. Kapasitas adsorpsi batubara menurun
dengan meningkatnya kandungan abu mineral karena bahan ini mengurangi kapasitas penyimpanan dan
menghalangi migrasi gas.

Adanya bahan mineral menunjukkan bahwa semakin besar volume pori,


terutama pada pori terbuka dan pori makro, sehingga adsorpsi gas
terhambat pada laju desorpsi yang lebih cepat. Untuk alasan ini, batubara
yang memiliki hasil abu yang tinggi umumnya tidak cocok untuk CBM
dengan injeksi gas karena tidak dapat menyerap gas yang disuntikkan atau
memerlukan penerapan tekanan dan suhu tinggi untuk adsorpsi

Efek Maseral.
Dalam batubara, bahan organik dikenal sebagai komponen maseral dan
bahan ini mempengaruhi adsorpsi dan penyerapan gas. Umumnya,
kelayakan penggunaan CBM didasarkan pada penilaian kandungan vitrinit
batubara. Vitrinit adalah jenis maseral yang mempengaruhi struktur pori
batubara, terutama pori mikro batubara dan distribusi pori. Kandungan
vitrinit yang lebih tinggi menyebabkan volume rongga yang lebih tinggi,
luas permukaan spesifik (SSA) yang lebih besar, peningkatan kapasitas
adsorpsi
Efek Pori Batubara.
Metana terdapat pada dinding jaringan mikropori Volume pori dalam batubara ditentukan oleh
batubara. Berbagai metode digunakan untuk memahami kematangan termalnya sehingga peningkatan
cara gas dapat diekstraksi dari pori mikro ini. Penelitian kematangan akan meningkatkan kapasitas
CBM telah menunjukkan bahwa pori-pori ini adsorpsi. Gambar berikut menyajikan kurva
memodifikasi adsorpsi dan aliran gas yang disuntikkan distribusi ukuran pori untuk batubara dari
ke dalam batubara atau media berpori lainnya peringkat rendah ke peringkat tinggi yang
diperoleh dari analisis Nuclear Magnetic
Resonance (NMR)

Batubara peringkat rendah mengandung pori-


pori epigenetik primer yang memiliki bentuk
tidak beraturan dan konektivitas yang buruk.
Meskipun dehidrasi lignit menjadi batubara
peringkat rendah mengurangi kelembaban dan
rasio oksigen terhadap karbon dari material
batubara peringkat rendah menunjukkan tingkat
porositas yang tinggi dan kompresibilitas pori
yang rendah.
Metamorfisme mengubah pori-pori menjadi morfologi melingkar, oval atau
celah dan batubara peringkat menengah mengandung ukuran pori mulai
dari pori makro hingga mikropori. Batubara peringkat menengah dengan
proporsi pori mikro yang tinggi adalah yang paling cocok untuk produksi
industri metana.

Batubara peringkat tinggi terutama mengandung pori mikro dengan


konektivitas pori terbatas sebagai akibat dari proses batubara. Koalifikasi
juga menyebabkan pori batubara yang lebih kecil, luas permukaan yang
lebih besar, lebih banyak mikropori dan kandungan metana yang lebih
tinggi. Meskipun peningkatan peringkat batubara dikaitkan dengan
peningkatan kandungan metana, pori-pori secara bertahap menutup dan
membentuk struktur rata yang membuat penyerapan gas menjadi tidak
mungkin. Sebagai akibat dari permukaan pori yang kecil, injeksi gas ke
dalam batubara peringkat tinggi harus dilakukan pada tekanan tinggi.
Adsorpsi pada Struktur Kimia Batubara
Metode seperti Fourier transformi nfrared (FTIR) Raman, and 13C
NMR spectroscopies serta X-ray diffraction telah diterapkan pada
analisis batubara. Batubara peringkat rendah telah ditentukan
terutama terdiri dari gugus fungsi yang mengandung oksigen
sementara batubara peringkat menengah dengan kandungan
volatile matter yang lebih rendah menunjukkan tingkat aromatisasi
yang tinggi dan jumlah senyawa fungsional dan alifatik yang
mengandung oksigen yang lebih rendah. Batubara peringkat tinggi
mengandung beberapa gugus fungsi berbasis oksigen.

13C NMR dapat digunakan untuk menjelaskan struktur


makromolekul batubara. Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa lignit menunjukkan dekarboksilasi dan dehidrasi, batubara
bituminous menunjukkan dekarboksilasi dan dismutasi hidrogen dan
antrasit mengandung cincin aromatik dan menunjukkan
dehidrogenisasi. Metode Raman memungkinkan analisis struktur
karbon mikrokristalin berdasarkan sinyal yang terkait dengan
getaran cincin leburan aromatik. Metode ini dapat digunakan untuk
mempelajari adsorpsi gas batubara dengan mengevaluasi puncak D
(1332-1366 cm−1) dan puncak G (1576-1608 cm−1) [127].
FTIR digunakan untuk menganalisis gugus fungsi senyawa
organik, termasuk struktur aromatik, kandungan oksigen,
alifatik, dan hidroksil. Sebelum analisis tersebut, sampel
batubara harus didemineralisasi dan CO2 akan
menghasilkan puncak pada 2.330 cm-1 [128]. Hasil dari
studi FTIR adsorpsi CO2 pada batubara basah
menunjukkan penurunan yang signifikan dalam kapasitas
adsorpsi CO2 dibandingkan dengan sampel kering,
meskipun gugus fungsi alifatik dan aromatik tidak
terpengaruh.

Batubara harus didemineralisasi sebelum


mengevaluasi adsorpsi gas menggunakan XRD dan
perbedaan antara batubara yang didemineralisasi
dan yang tidak diolah setelah injeksi gas dapat

dilihat dengan jelas pada posisi puncak 2θ = 23 .
Perubahan posisi puncak ini terkait dengan
perubahan struktur lembaran aromatik (yaitu, dalam
jarak antarlapisan d002).
Adsorption Factors in Enhanced Coal

References Bed Methane Recovery: A Review by


01
MDPI

Coalbed methane adsorption and


02 desorption characteristics related to
coal particle size by Chinese Physics B

Molecular Structure of Coal by


03
Davidson

Molecular structure characterization


of middle-high rank coal via XRD,
04
Raman and FTIR spectroscopy:
Implications for coalification by
Jiang,dkk.

Anda mungkin juga menyukai