Anda di halaman 1dari 26

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

”IDENTIFIKASI KANDUNGAN FOSIL INVERTEBRATA


DAERAH BULU BOTTOSUWA KECAMATAN BARRU
KABUPATEN BARRU PROPINSI SULAWESI SELATAN“

LAPORAN

NAMA :BUDIMAN
NIM : D611 08 257

MAKASSAR
2008
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

”IDENTIFIKASI KANDUNGAN FOSIL INVERTEBRATA


DAERAH BULU BOTTOSUWA KECAMATAN BARRU
KABUPATEN BARRU PROPINSI SULAWESI SELATAN“

LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui, Makassar, Desember 2008

Pembimbing I, Penyusun,

Ir.M. Fauzi Arifin, M.Si. Budiman


NIP. 131 570 883 NIM. D611 08 257

Pembimbing II,

Ir. Ratna Husain L, MT


NIP. 131 570 882
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-

Nya, sehingga laporan Field Trip Paleontologi yang berjudul “ Identifikasi

Kandungan Fosil Invertebrata Daerah Bullu Bottosowa Kecamatan Barru

Kabupaten Barru “ yang disusun berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian yang

telah dilakukan dapat selesai. Isi dari laporan ini mencakup uraian tentang hal-hal

yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian, hasil dari penelitian, hingga

metode yang dilakukan untuk menyelesaiakan penulisan laporan ini.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada banyak elemen-

elemen yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini yakni:

1. kedua orangtua kami yang telah memberikan bantuan materi dan moril,

2. Bapak Ir. M. Fauzi Arifin, MSi, dan Ibu Ratna Husain, MT. yang telah

mendidik dan membimbing kami,

3. bapak dan ibu dosen jurusan teknik geologi yang telah memberi dukugan

berupa respon pisitif terhadap pelaksanaan kuliah lapangan kami,

4. petugas atau tukang masak, yang telah dengan ikhlas mebuatkan makanan

untuk kami sewaktu melaksanakan kuliah lapangan,

5. asisten laboratorium, yang telah memberi pembelajaran mengenai materi

kuliah lapangan dan lapangan,

serta kepada semua pihak yang telah membantu sehingga terlaksananya kuliah

lapangan kami yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.


Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini jauh dari sempurna dan

mungkin tak dapat memuaskan semua pihak. Oleh karena itu, penulis menghrapkan

koreksi, saran, perbaikan, dan lain-lain untuk penulisan dan penyusunan laporan hasil

penelian yang berikutnya.

Makassar, 22 Desember 2008

Penulis
DAFTAR ISI

Hal Pengesahan

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Lokasi Penelitian
1.3. Kesampaian Daerah
1.4. Alat yang Digunakan

Bab 2 METODE PENELITIAN


2.1. Sistematika Sampling
2.2. Metode Pemerian

Bab 3 HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Identifikasi Kandungan Fosil
3.2. Pemerian Fosil Setiap Stasiun

Bab 4 KESIMPULAN DAN SARAN


4.1. Kesimpulan
4.2. Saran

Daftar Pustaka

Lampiran

Gambar Fosil

Sketsa Stasiun Pengamatan

Peta Lokasi Penelitian


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di dunia ini terdapat labih dari satu juta spesies hewan yang sudah

teridentifikasi. Dalam kehidupan sehari-hari kita lebih banyak menjumpai verterata

dari pada avertebrata, tetapi sebenarnya jumlah spesies vertebrata hanya 5% dan

selebihnya merupkan avertebrata. Bila dpandang dari sisi lain, ada yang membagi

dunia hewan menjadi kelompok Mollusca dan non-Mollusca, atau berdasarkan ruas

apendik menjadi kelompok Athropoda dan non-Arthropoda.

TABEL PERKIRAAN JUMLAH SPESISES HIDUP SECARA GARI BESAR

PADA KINGDOM ANIMALIA DAN FILUM PROTOZOA

Kelompok besar Jumlah spesies Filum/kelas/Campuran


Berbagai macam 194.000 Protozoa Porifera Coelenterata 50.000 10.000
Avertebrata Platyhelmintes Nematode 10.000 10.000
Campuran Echinodermata 12.000 8.000
Mollusca Annelida 5.500 80.000
8.700
Berbagai macam 100.600 Crustacea Arachnida 26.000 57.000
Arthropoda Kelompok kecil Chilopoda 4.600 3.000
Doplopoda 8.000
Insecta 900.000 Insecta 900.000
Chordata 54.000 Capuran Osteichthes 2.000 30.000
Amphibia Reptilia Aves 3.500 6.500
Mammalia 8.700 4.060
Sumber : Storer dkk,1983
Sebagian dari Avertebrata telah hidup jutaan tahun lalu dimuka bumi ini.

Dapat dikatakan hewan-hewan ini sudah tidak banyak lagi yang dapat dijumpai

terkhusus dalam bentuk fosil. Sisanya hancur tidak berbekas oeh berbagai proses

alam seperti proses orogenesa, metamorfisme, gempa bumi, dan lain-lain.

Untuk mengkaji dan menyelidiki kehidupan masa lampau berdasarkan fosil

yang dijumpai maka dibutuhkan suatu cabang ilmu dari geologi yang disebut dengan

Ilmu Paleontologi. Ilmu ini mempelajari tentang kehidupan kuno (masa lampau) atau

mengenai kehidupan purba, terutama hewan atau tumbuhan serta benda-benda yang

menunjukan adanyan kehidupan dimasa lampau yang telah membatu dan terawetkan

(fosil). Ilmu paleontologi memberikan kita gambaran yang luas tentang kehidupan

mahluk hidup yang hidup pada waktu yang lampau, bahkan sebelum manusia hadir di

muka bumi ini. Segala informasi tentang keadaan berbagai jenis mahluk hidup serta

lingkungan tempat hidupnya pada masa lampau dapat kita peroleh dengan

mempelajari ilmu paleontologi. Melalui fosil segala informasi yang kita inginkan

dapat kita peroleh. Mulai dari jenis mahluk hidup tersebut, daerah tempat hidupnya,

lingkungan tempat terjadinya pengendapan atau yang disebut lingkungan

pengendapan, umur dari batuan tempat fosil ditemukan, serta banyak informasi

lainnya yang dapat membantu kita dalam mempelajari kehidupan masa lampau.

Kesemuanya itu merupakan inti dari ilmu paleontology. Bagaimana kita dapat

menginterpretasikan dan menggambarkan kehidupan masa lampau yang bahkan telah

berlangsung jutaan tahun tahun lalu lewat sisa-sisa peninggalan kehidupan yang kita

sebut dengan fosil


Penyelidikan mengenai fosil telah bayak ahli geologi yang melakukan,

terkhusus mengenai fosil Avertebrata atau invertebrata. Fosil hewan ini memilik

keistimewaa terseniri untuk diteliti karena dari sini ahli geologi banyak mendapat

informasi tentang kedudukan batuan, untuk megetahui umur batuan, mengetahui

lapisan top dan bottom dari batuan, mengungkap kodisi dari keadaan atau topografi

dari daerah terdaatnya fosil (paleogeografi), mengetahui keadaan dari keadaan iklim

pada masa lampau (paleoklimatologi) dan lainnya.

Pada pelaksanaan praktikum ini , kami mencoba untuk melakukan pengamatan

dan pengambilan sample secara langsung ke lapangan. Hal ini ditujukan selain dari

pada untuk mendeskripsikan fosil, juga bermaksud untuk memberikan pemahaman

secara langsung mengenai kondisi dari lapangan yang akan kami hadapi kedepannya.

Inilah yang menjadi dasar yang melatar belakangi kami untuk melakukan

penelitian ini. Kami dididik dan dibimbing bagaimana caranya agar kami dapat

mendeskripsikan kandungan fosil pada daerah yang menjadi tempat penelitian kami.

Hal ini kami lakukan tentunya dengan metode yang telah ditentukan oleh dosen

pembimbing lapangan kami dan metode yang diajarkan tidak jauh berbeda dengan

yang dilakukan para ahli paleontologi dalam mendeskripsikan fosil fosil. Dimulai

dengan melakukan hal yang paling dasar yaitu pencaharian fosil-fosil yang tersebar di

daerah local, selanjutanya mengidentifikasinya, sampai dengan mendesripsikan fosil-

fosil tersebut.
1.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian kami adalah daerah kabupaten Barru, tepatnya di daerah

Bullu Botosowa. Kabupaten Barru merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi

Selatan yang mempunyai wilayah yang terbentang dipesisir selat Makassar,

membujur dari arah selatan ke utara sepanjang kurang lebih 78 Km. Kabupaten Barru

secara geografis terletak pada Koordinat 4’0,5’49” sampai 4’47’35” Lintang

selatan dan 119’35’0” sampai 119’49’16” Bujur Timur yang mempunyai luas

wilayah kl. 1.174,72 km2 ( 117.427 Ha ), dengan batas wilayah sebagai berikut :-

Sebelah selatan dengan Kabupaten Pangkep -Sebelah barat berbatasan dengan Selat

Makassar -Sebelah utara berbatasan dengan Kota Pare-Pare, dan -Sebelah timur

berbatasan dengan Kabupaten Soppeng.

1.3. Kesampaian Daerah

Secara Topografis Kabupaten Barru mempunyai wilayah yang cukup

bervariasi ,terdiri dari daerah laut , dataran rendah dan daerah pegunungan dengan

ketinggian antara 100 sampai 500 m diatas permukaan laut (mdpl) Wilayah tersebut

berada disepanjang timur Kabupaten sedangkan bagian barat, topografi wilayah

dengan ketinggian 0 - 20 m dpl berhadapan dengan selat makassar.

Iklim di wilayah kabupaten Barru termasuk tropis, dalam waktu satu tahun

terjadi 2 kali pergantian musim, yaitu musim hujan terjadi pada pada bulan Oktober

hingga Maret, angin bertiup dari arah barat, dan usim kemarau terjadi pada bulan
April hingga September, angin bertiup dari arah timur.

Berdasarkan tipe iklin dengan metode zone agroklimatologi yang berdasarkan

pada bulan basah ( curah hujan lebih dari 200 mm/bulan) dan bulan kering ( curah

hujan kurang dari 100 mm/bulan ), di Kabupaten Barru terdapat seluas 71,79 %

wilayah (84.340 Ha) dengan tipe iklim C yakni mempunyai bulan basah berturut -

turut kurang dari 2 bulan ( April sampai dengan September). Total hujan selama

setahun sebanyak 113 hari dengan jumlah curah hujan sebesar 5.252 mm. Curah

hujan berdasarkan hari hujan terbanyak pada pada bulan Desember - Januari dengan

jumlah curah hujan masing - masing 104 mm dan 17 mm.

Jenis tanah di Kabupaten Barru didominasi oleh jenis regosol seluas 41.254

Ha ( 38,20) ; Mediteran seluas 32.516 Ha (27,68 %) ; Lisotol selauas 29.043 Ha

(24,72%) ; Alluvial seluas 4.659 ha (12,48 %).

Berdasarkan karakteristik sumber daya alam yang ada, kabupaten Barru mempunyai

4 wilayah, yaitu :

 Wilayah pegunungan yang berada disebelah timur, pada umumnya berada di

kecamatan Pujananting dan kecamatan Tanete Riaja. Wilayah ini merupakan

daerah pertanian, pertambangan dan daerah kawasan peternakan.

 Wilayah selatan adalah Kecamatan Tanete Rilau yang merupakan pintu

gerbang dari Kabupaten Pangkep dengan Potensi Perikanan yang cukup luas

seperti tambak dan perikanan laut.


 Wilayah tengah sebagai Ibu Kota Kabupaten Barru yang merupakan Pusat

Agropolitan yang terletak di Kecamatan Barru.

 Wilayah utara yang terdiri dari Kecamatan Balusu, Soppeng Riaja dan

Kecamatan Mallusetasi yang merupakan pintu keluar ke Kota Pare-pare,

wilayah ini disamping sebagai Daerah Pertanian dan Perikanan, juga adalah

Daerah Wisata khususnya Wisata laut yang terletak di Kecamatan

Mallusetasi.Kondisi topografi Kabupaten Barru yang cukup bervariasi ini

terdiri dari laut,dataran rendah, dan daerah pegunungan.

1.4. Alat yang Digunakan

Pada pelaksanaan praktikum paleontologi ini, kami menggunakan peralatan

berupa :

A. Perlengkapan kelompok

1. Peta lokasi penelitian

2. Kompas Brunton

3. Palu geologi

4. Tabel MS

B. Perlengkapan individu

1. Buku lapangan

2. Larutan HCl

3. Alat tulis-menulis
4. Kantong sampel

5. Kertas A4

6. Cutter

7. Clipboard

8. Pinsil warna

9. Pita meter

10. Mistar 30 cm dan 50 cm

11. Kertas grafik

12. Spidol permanen

13. Busur derajat

14. Topi lapangan

15. Penuntun (literatur)

16. Karung 25 kg

17. Hekter

18. Kalkulator

19. Lup pembesaran 10 X

20. Pakaian ganti


BAB II

METODE PENELITIAN

Pemetaan geologi dengan cara ini dilakukan dengan mengambil data-data

geologi yan tersingkap dipermukaan, meliputi data keadaan singkapan, batuan secara

umum, petrologi, dan paleontologinya. Untuk peta dengan sekala 1:50.000 yang

digunakan maka pengambilan data tersebut dilakukan seakurat mungkin dimana jarak

stasiun pengamatan geologi telah ditentukan. Jenis lintasan yang digunakan dalam

pengambilan data berupa lintasan jalan, dimana lintasan jalan dilakukan dengan

mengikuti semua jalan yang terdapat di daerah penelitian, utamanya pada jalan yang

baru dibuka, karena kemungkinan akibat kegiatan pembukaan jalan baru tersebut

akan ditemukan singkapan geologi yang masih fresh.

Adapu metode yang dilakukan dalam hal pengambilan data dilapangan adalah

sebagai berikut:

2.1. Sistematika Sampling

Sampling adalah pengambilan sampel batuan di lapangan untuk dianalisis

kandungan fosilnya. Sistematika sampling yang kami gunakan pada metode

penelitian ini yaitu dengan melakukan :

1. Penentuan stasiun atau tempat yang dijadikan pusat pengambilan sampel

fosil maupun batuan. Adapun sampel batuan dimaksudkan untuk mengetahui

litologi atau keadaan batuan penyusun di setiap stasiun.

2. Selanjutnya sebelum melakukan pengambilan sampel fosil, terlebih dahulu


melakukan pengukuran strike dan dip batuan dari setiap stasiun yang akan

diambil sampel fosil maupun batuannya.

3. Setelah pengukuran tersebut dilakukan langkah selanjutnya ialah melakukan

sampling atau pengambilan sampel fosil yang ada pada setiap stasiunnya, mulai dari

stasiun pertama sampai dengan stasiun ke tiga.

Adapun cara lain yang dapat dilakukan dalam sisteatika sampling adalah :

1. menentukan titik lokasi pengamatan pada peta topografi,

2. mengukur kedudukanbatuan dalam hal ini strike dan dipnya,

3. deskripsi batuan dan pencacatan data lapangan,

4. menentukan kondisi segar dan lapuknya batuan,

5. mencari bidang lemah atau retakan pada batuan,

6. menyamplin batuan.

Dalam pengamatan lapangan untuk contoh fosil :

a. Fosil Makro

Karena fosil makro mempunyai ukuran yang besar, maka dalam

pengamatannya kami secara langsung melihat dari kekerasan batuan tempat fosil

makro tersebut berada. Penyajian fosil makro relatif lebih mudah dibandingkan fosil

mikro karena dalam penyajiannya dilakukan secara mudah dengan pengambilan fosil

yang tersingkap lalu kami bersihkan, setelah itu dapat langsung mendeskripsikanya

secara megaskopis beserta batuan tempat fosil tersebut berada

Karena kesulitan dalam deskripsi di lapangan, maka kami lakukan dengan

pendokumentasian, meliputi : sampel batuan, tempat pengambilan, no. sampel, dll.


Setelah itu, dibawa ke kampus lapangan.

Gambar di bawah adalah contoh fosil-fosil makro yang terdapat di lapangan

Foto

b. Fosil Mikro

Karena fosil mikro mempunyai ukuran yang sangat kecil, sehingga

pengamatan kami di lapangan sulit dilakukan, sehingga pengamatan di lapangan lebih

di fokuskan pengamatan terhadap fosil-fosil makro.

Jenis sampel disini ada 2 macam, yaitu :

- Sampel permukaan, sampel yang diambil langsung dari pengamatan

singkapan di lapangan. Lokasi & posisi stratigrafinya dapat diplot pada peta.

- Sampel bawah permukaan, sampel yang diambil dari suatu pemboran.

Jenis sampel yang kami amati, teliti dan deskripsikan adalah jenis sampel permukaan.

2.2. Metode Pemerian

Metode pemerian atau cara pendeskrisian kandungan fosil, saya lakukan

dengan cara :

1. Mengumpulkan fosil untuk tiap stasiun, lalu memberi kode atau label dengan
urutan penulisan pada kantong sampel yaitu

No. stasiun/no. sampel/jenis batuan/hari dan tgl/nama (di tulis singkat).

2. Mengklasifikasikan jenis fosil yang diduga memiliki kemiripan (bentuk fosil,

proses pemfosilannya, dll.) atau berada pada filum yang sama. Hal ini dilakukan pada

setiap stasiun tempat terdapatnya fosil.

3. Mengidentifikasi kandungan atau komposisi kimia dari setiap fosil pada setiap

stasiunnya dengan menggunakan larutan HCl. Hal ini dilakukan untuk menyelidiki

tempat hidup awal dan lingkungan pngendapannya.

4. Mencari literatur yang dapat mendukung prediksi awal mengenai nama filumnya,

kelas, ordo, family, genus dan nama spesies dari fosil tersebut.

Adapun cara pemerian atau deterinasi fosil makro, yaitu :


FIELD TRIP PALEONTOLOGI

HARI/TANGGAL : CUACA :
LOKASI : LOITOLOGI :

1. Data singkapan

2. Data litologi

3. Data geomorfologi

4. Data struktur
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Identifikasi Kandungan Fosil

Pada praktikum kali ini lokasi penilitian di bagi menjadi 3 stasiun yang

masing-masing di dalamnya di temukan berbagai macam fosil yang terkadang antara

fosil di stasiun satu, sama dengan fosil di satasiun dua bahkan di stasiun 3. Selain itu,

tekadand antara satu stasiun dengan stasiun lainnya memiliki kesamaan dari

strukturnya misalnya berupa lapisan dari struktur-struktur batuan yang berada pada

lapisan itu sendiri, mengingat letak dari daerah tersebut merupakan satu kesatuan

lokasi. Adapun deskripsi dari setiap stasiun adalah sebagai berikut:

Penelitian ini dilakukan dengan metode observasi atau pengamatan langsung

di lapangan, yang mana metode observasi ini terdiri dari tiga stasiun pengamatan.

Adapun dasar penamaan pada daerah penelitian Bulu Bottosuwa sebagai objek

penelitian, yaitu di dasarkan pada ciri litologi, baik ciri fisik, kimia maupun litologi.

Ciri fisik meliputi warna segar, warna lapuk, tekstur,struktur.

Sifat kimia meliputi komposisi kimia batuan dan ciri biologi mencakup

kandungan biota atau organisme dan jejak-jejak organisme yang telah membatu yang

terkandung dalam batuan. Selainitu, penamaan batuan juga didasarkan pada domonasi

batuan yang menyusunnya di lapangan baik ketebalan maupun insetensitas dari

persilangannya sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka batuan yang ada pada
daerah penelitian (Bulu Bottosuwa)dapat dibagi dalam dua yakni batu pasir dan batu

gamping.

Pada stasiun pertama dijumpai singkapan berupa batuan sedimen dengan

nama batuan adalah batu gamping. Batuan ini dijumpai di pinggir sebelah utara Bulu

Bottosuwa, dengan arah penyebaran dari Timur ke Barat dan merupakan batuan

sedimen yang insitu. Batuan ini memiliki ciri fisik dengan warna segar abu-abu dan

warna lapuk coklat, tekstur klastik, struktur berlapis (N 80o E/ 24o), Saat ditetesi

dengan larutan HCl batuan ini bereaksi yang mengindikasikan bahwa komposisi

kimia dari batuan ini adalah karbonat (CaCO 3). Singkapan batuan ini berada pada

relief yang tidak terjal. Pada stasiun ini dijumpai adanya fosil yang bertebaran

disekitarnya, dean yang kami temukan hanyalah fosil dari filum Mollusca, ordo

Mesogastropoda denmgan spesies Megatylodus sp., Murchisonia sp., Uncinulus sp.

Dari filum Coelenterata yaitu ordo Rugosa dengan spesies Thecosmilia sp. Fosil yang

ditemukan merupakan fosil dalam bentuk tanatoconaus karena fosil tersebut sudah

tidak utuh lagi setelah mengalami proses transportasi. Batuan pada stasiun ini dapat

diinterpretasikan lingkungan pengendapannya di laut dangkal dengan melihat

komposisi mineral penyusunnya.

Pada stasiun kedua dijumpai singkapan batuan sedimen dengan nama batuan

adalah batu pasir. Batuan ini dijumpai di pinggir sebelah utara Bulu Bottosuwa,

dengan arah penyebaran dari Timur ke Barat dan merupakan batuan sedimen yang

insitu. Batuan ini memiliki ciri fisik dengan warna segar abu-abu dan warna lapuk

coklat, tekstur klastik, struktur berlapis (N 80o E/ 24o), Saat ditetesi dengan larutan
HCl batuan ini bereaksi yang mengindikasikan bahwa komposisi kimia dari batuan

ini adalah karbonat (CaCO3). Singkapan batuan ini berada pada relief yang tidak

terjal. Pada stasiun ini dijumpai adanya fosil yang bertebaran disekitarnya, dan yang

kami temukan hanyalah fosil dari filum Mollusca, ordo Mesogastropoda denmgan

spesies Megatylodus sp., Murchisonia sp., Uncinulus sp. Dari filum Coelenterata

yaitu ordo Rugosa dengan spesies Thecosmilia sp. Fosil yang ditemukan merupakan

fosil dalam bentuk tanatoconaus karena fosil tersebut sudah tidak utuh lagi setelah

mengalami proses

Pada stasiun ketiga dijumpai singkapan batuan sedimen dengan nama batuan

adalah batugamping. Batuan ini dijumpai di pinggir sebelah utara Bulu Bottosuwa,

dengan arah penyebaran dari Timur ke Barat dan merupakan batuan sedimen yang

insitu. Batuan ini memiliki ciri fisik dengan warna segar abu-abu dan warna lapuk

coklat, tekstur klastik, struktur berlapis (N 80o E/ 24o), Saat ditetesi dengan larutan

HCl batuan ini bereaksi yang mengindikasikan bahwa komposisi kimia dari batuan

ini adalah karbonat (CaCO3). Singkapan batuan ini berada pada relief yang tidak

terjal. Pada stasiun ini dijumpai adanya fosil yang bertebaran disekitarnya, dean yang

kami temukan hanyalah fosil dari filum Mollusca, ordo Mesogastropoda denmgan

spesies Megatylodus sp., Murchisonia sp., Uncinulus sp. Dari filum Coelenterata

yaitu ordo Rugosa dengan spesies Thecosmilia sp. Fosil yang ditemukan merupakan

fosil dalam bentuk tanatoconaus karena fosil tersebut sudah tidak utuh lagi setelah

mengalami proses pemfosilan.


III.2 Pemerian Fosil setiap Stasiun

DATA FOSIL YANG DITEMUKAN


UNTUK LITOLOGI BATU GAMPING

Phylum Kelas Nama fosil Jumlah

Mollusca Gastropoda Destila sp viviparus sp. 3

Cheliconus sp.

Turritella sp.

Poropea sp
Pelecypoda
Trigoni sp
5
Medialus sp.
6

Coelenterata Zoontaria Turbinolia sp.

Anthozoa Porpites sp. 4

Porifera Demospongia Favosites sp


DATA FOSIL YANG DITEMUKAN
UNTUK LITOLOGI BATU PASIR

Phylum Kelas Nama fosil Jumlah

Mollusca Gastropoda Destila sp viviparus sp. 7

Cheliconus sp. 2

Turritella sp.

Poropea sp
Pelecypoda
Trigoni sp

Medialus sp.
8

Coelenterata Zoontaria Turbinolia sp. 12

Anthozoa Porpites sp. 8

Porifera Demospongia Favosites sp 2

DATA FOSIL YANG DITEMUKAN


UNTUK LITOLOGI BATU GAMPING

Phylum Kelas Nama fosil Jumlah


Mollusca Gastropoda Destila sp viviparus sp. 16

Cheliconus sp. 5

Turritella sp. 5

Poropea sp
Pelecypoda
13
Trigoni sp
14
Medialus sp.
13

Coelenterata Zoontaria Turbinolia sp. 21

Anthozoa Porpites sp. 15

Porifera Demospongia Favosites sp 8


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah penulis uraikan pada bagian

sebelumnya, maka pada bagian ini akan ditarik beberapa kesimpulan yang tentunya

menjadi inti dan kesimpulan secara menyeluruh mengenai hasil dari penelitian dan

pengamatan kami di lapangan. Adapun kesimpulan yang dimaksud dapat diuraikan

sebagaimana yang tersebut di bawah ini :

1. Pada daerah penilitian, yang ditemukan hanya litologi batu gamping dan pasir

yang temasuk dalam daerah terjal,

2. Fosil yang ditemukan pada daerah penilitian di dominasi oleh phylum

mollusca khususnya kelas gastropoda dan pelecypoda,

3. Fosil yang ditemukan tersebut merupakan organisme yang hidup di laut

dangkal karena umumnya komposisi kimianya adalah HCl,

4. Daerah penelitian tersebut dulunya beupa lautan/perairan namun karena

adanya gaya endogen dan eksogen daerah tersebut berubah menjadi

gunung/dataran tinggi,

5. Secara keseluruhan satuan batuan daerah penilitian dapat di golongkan atas 6

lapisan yang tua yang ke termuda, yakni:


 Satuan batuan beku merusuk

 Satuan bereksi vulkanik

 Satuan bereksi batu gamping

 Satuan nepal

4.2. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan setelah melakukan praktikum adalah:

1. Sebagai bahan pembanding antara materi/teori yang di peroleh dalam kuliah

dengan kenyataan di lapangan.

2. Sebelum berangkat ke lapangan, sebaiknya kesehatan tubuh dan seluruh

perlengkapan dipersiapkan sebaik mungkin guna menjaga kelancaran dalam

proses kegiatan penilitian di lapangan.

3. Di harapkan agar setiap kelompok praktikum lapangan di dampingi oleh para

asisten pembimbing minimal satu orang, arena praktikan terkadang masih

mengalami kendala dalam mendiskripsikan litologi batuan serta fosil yang

mereka temukan. Hal tersebut mengingat Fiel Trip ini, merupakan implementasi

dari teori dalam ruang kuliah serta merupakan hal yang paling dasar bagi seorang

calon Geologist.

4. Sebelum Field Trip dilaksanakan,diharapkan agar kesiapan seluruh panitia

pelaksana dan rekan-rekan praktikan agar lebih menjaga kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai