Konflik Pada Masyarakat Indonesia
Konflik Pada Masyarakat Indonesia
Menurut Taquiri dan Davis, konflik adalah warisan kehidupan sosial yang terjadi
dalam berbagai keadaan sebagai akibat dari bangkitnya keadaan ketidaksetujuan,
kontroversi, dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih secara terus-menerus.
Menurut Lewis A. Coser, konflik adalah perjuangan nilai atau tuntutan atas status dan
merupakan bagian dari masyarakat yang akan selalu ada, sehingga apabila ada
masyarakat maka akan muncul konflik.
Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah suatu keadaan pertentangan antara dua
pihak untuk berusaha memenuhi tujuan dengan cara menentang pihak lawan.
Menurut Robbins, konflik adalah proses sosial dalam masyarakat yang terjadi antara
pihak berbeda kepentingan untuk saling memberikan dampak negatif, artinya pihak-
pihak yang berbeda tersebut senantiasa memberikan perlawanan.
Menurut Alabaness, konflik adalah keadaan masyarakat yang mengalami kerusakan
keteraturan sosial yang dimulai dari individu atau kelompok yang tidak setuju dengan
pendapat dan pihak lainnya sehingga mendorong terjadinya perubahan sikap,
perilaku, dan tindakan atas dasar ketidaksetujuannya.
B. Penyebab Konflik
Berikut penyebab konflik dapat muncul dalam diri seseorang maupun kelompok,diantaranya:
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan
sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial,
sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula
yang merasa terhibur.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki
kepentingan yang berbeda-beda.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung
cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial
karena ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan.
Konflik sosial yang disebabkan oleh beberapa hal di atas juga dapat menimbulkan akibat
sebagai berikut.
1. Meningkatnya solidaritas sesama kelompok, karena merasa memiliki tujuan yang sama.
4. Rusaknya harta benda hingga membahayakan manusia yang lain, karena konflik terjadi
dengan cara yang anarkis.
Teman-teman pasti sudah tahu isi sila pancasila pertama, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa.
Ini artinya kita harus mempercayai keberadaan Tuhan.
Tiap agama memiliki ajaran untuk menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi segala hal yang
dilarang oleh Tuhan.
Sebagai negara hukum, Indonesia juga menjamin akan memberikan perlindungan pada semua
hak yang dimiliki warga negara.
Sebagai salah satu contohnya, Indonesia memberikan kebebasan pada masyarakatnya untuk
memeluk agama dan beribadah sesuai kepercayaan dan keyakinan masing-masing.
Hal itu tercatat dalam Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945, pasal 28 E.
Kemudian Indonesia juga menjamin warga negaranya terbebas dari tindakan yang sifatnya
diskriminatif dan berhak mendapat perlindungan.
Ada banyak hal yang menunjukkan sifat menghargai dan menghormati keberagaman,
misalnya:
Menghormati dan menghargai orang yang memiliki suku, budaya, asal daerah, agama, atau
golongan yang berbeda dari kita.
- Bergaul dengan siapa saja tanpa melihat latar belakang suku, budaya, agama, dan golongan.
- Mau mengenal dan mempelajari kebudayaan dan adat dari daerah lain.
Dalam hidup bermasyarakat kita bisa bertemu dengan banyak orang. Tentunya mereka bisa
saja berasal dari latar belakang yang berbeda.
Meski berbeda, kita tidak boleh memiliki prasangka buruk pada orang atau kelompok yang
memiliki perbedaan.
Sebaliknya, kita harus bisa menghargai dan menghormati perbedaan yang ada di antara
masyarakat.
Berikut adalah contoh perilaku yang mengamalkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan
Indonesia, yaitu:
Konflik Sampit
Latar Belakang
Konflik Sampit yang terjadi tahun 2001 bukanlah sebuah insiden pertama yang terjadi antara
suku Dayak dan Madura. Sebelumnya sudah terjadi perselisihan antara keduanya. Penduduk
Madura pertama kali tiba di Kalimantan Tengah tahun 1930 di bawah program transmigrasi
yang dicanangkan pemerintah kolonial Belanda. Hingga tahun 2000, transmigran asal
Madura telah membentuk 21 persen populasi Kalimantan Tengah. Suku Dayak mulai merasa
tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari Madura. Hukum baru juga telah
memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial di
provinsi tersebut, seperti perkayuan, penambangan, dan perkebunan. Hal tersebut
menimbulkan permasalahan ekonomi yang kemudian menjalar menjadi kerusuhan
antarkeduanya. Insiden kerusuhan terjadi tahun 2001. Kericuhan bermula saat terjadi
serangan pembakaran sebuah rumah Dayak. Menurut rumor warga Madura lah yang menjadi
pelaku pembakaran rumah Dayak tersebut. Sesaat kemudian, warga Dayak pun mulai
membalas dengan membakar rumah-rumah orang Madura. Profesor Usop dari Asosiasi
Masyarakat Dayak mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan guna
mempertahankan diri setelah beberapa warga Dayak diserang. Disebutkan juga bahwa
seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa
judi di Desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.
Dampak
Dua hari setelah peristiwa tersebut, 300 warga Dayak mendatangi lokasi tewasnya Sandong
untuk mencari sang pelaku. Tak berhasil menemukan pelakunya, kelompok warga Dayak
melampiaskan kemarahannya dengan merusak sembilan rumah, dua mobil, lima motor, dan
dua tempat karaoke, milik warga Madura. Penyerangan ini lantas membuat 1.335 orang
Madura mengungsi.
Penyelesaian
Pada 18 Februari 2001 suku Dayak berhasil menguasai Sampit. Polisi menahan seorang
pejabat lokal yang diduga sebagai salah satu dalang di balik serangan ini. Orang yang
ditahan tersebut diduga membayar enam orang untuk memprovokasi kerusuhan di Sampit.
Kemudian, ribuan warga Dayak mengepung kantor polisi di Palangkaraya sembari meminta
pembebasan para tahanan. Permintaan mereka dikabulkan oleh polisi pada 28 Februari 2001,
militer berhasil membubarkan massa Dayak dari jalanan. Dari Konflik Sampit ini sedikitnya
100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak. Konflik Sampit sendiri mulai
mereda setelah pemerintah meningkatkan keamanan, mengevakuasi warga, dan menangkap
provokator. Untuk memperingati akhir konflik ini, dibuatlah perjanjian damai antara suku
Dayak dan Madura. Guna memperingati perjanjian damai tersebut, maka dibentuk sebuah
tugu perdamaian di Sampit.
Konflik Sosial Aceh
Penyebab
Konflik yang terjadi di Aceh disebabkan oleh beberapa hal, yaitu perbedaan pendapat tentang
hukum Islam, ketidakpuasan atas distribusi sumber daya alam Aceh, dan peningkatan jumlah
orang Jawa di Aceh. Dalam konflik tersebut, GAM melalui tiga tahapan, yaitu tahun 1977,
1989, dan 1998. Sebelumnya, pada 4 Desember 1976, pemimpin GAM, Hasan di Tiro
bersama beberapa pengikutnya melayangkan perlawanan terhadap pemerintah RI.
Perlawanan tersebut mereka lakukan di perbukitan Halimon di kawasan Kabupaten Pidie.
Sejak saat itu, konflik antara pemerintah RI dengan GAM terus berlangsung.
Penyelesaian
Pada 26 Desember 2004, bencana gempa bumi dan tsunami besar menimpa Aceh. Kejadian
ini memaksa para pihak yang bertikai untuk kembali ke meja perundingan atas inisiasi dan
mediasi oleh pihak internasional. Selanjutnya, tanggal 27 Februari 2005, pihak GAM dan
pemerintah RI memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Pada 17 Juli 2005, setelah
berunding selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai
dengan GAM di Vantta, Finlandia. Penandatanganan kesepakatan damai dilangsungkan pada
15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh tim yang bernama Aceh
Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN. Semua senjata GAM
yang berjumlah 840 diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005. Kemudian, pada 27
Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan Dawood, menyatakan bahwa sayap
militer Tentara Neugara Aceh (TNA) telah dibubarkan secara formal.