Anda di halaman 1dari 6

ALAT MUSIK SASANDO

Alat musik Sasando lahir dari Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT). Alat
musik ini merupakan produk budaya lokal yang sudah terkenal di luar negeri. Sasando adalah
alat musik petik yang dimainkan dengan cara dipetik. Alat musik ini hampir sama dengan
kecapi atau harpa pada musik tradisional lainnya. Namun, Sasando memiliki suara yang unik.

Sasando biasanya dimainkan dengan kedua tangan dari arah yang berlawanan. Tangan kanan
digunakan untuk memainkan akord dan tangan kiri digunakan untuk memainkan bass atau
melodi. Bermain Sasando membutuhkan keterampilan dan harmoni untuk menghasilkan
suara yang merdu.

Mereka yang memainkan Sasando membutuhkan latihan dan keterampilan untuk memainkan
alat musik ini. Keterampilan tangan mempengaruhi tempo dan suara sasando. Sasando,
sebagai kekayaan budaya Indonesia, memiliki implikasi penting bagi kehidupan masyarakat.
Hal ini tidak terlepas dari nilai sejarah yang terkandung sebagai bagian penting dari
kehidupan bangsa Indonesia.

Sasando memiliki suara indah yang menangkap dan mengekspresikan berbagai nuansa dan
emosi. Oleh karena itu, di daerah asalnya, sasando digunakan sebagai musik ringan untuk
mengekspresikan kesedihan dan keceriaan. Generasi bangsa perlu memahami Sasando dalam
kehidupan masyarakat.

Selain itu juga perenungan internal sebagai cara untuk memahami abstraksi. Pada tataran
fungsional, kehadiran Sasando dalam kehidupan masyarakat dapat dimaknai melalui apa
yang disebut nilai intrinsik dan ekstrinsik sebagai bagian dari pemahaman peristiwa akustik
musik Sasando itu sendiri.

Sasando adalah alat musik petik yang unik karena tali kawat adalah sumber suaranya.
Sasando terikat cincin ke resonator pertama dan, sebagai fitur khusus, dilengkapi resonator
kedua yang terbuat dari daun lontar yang juga berfungsi sebagai aksesori. Banyak pohon
lontar yang tumbuh liar di dalam dan sekitar Timor,

Yakni terdiri dari dataran dan perbukitan yang sangat tipis, tetapi jenis pohon lain tidak
mudah tumbuh di daerah ini. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika penduduk setempat
sangat bergantung pada pohon lontar selain hasil laut. Ini menumbuhkan apa yang disebut
budaya lontar. Hal ini memungkinkan semua bagian tumbuhan lontar digunakan setiap hari.

Buah mudanya dimakan, batang pohon digunakan sebagai bahan bangunan, akar digunakan
sebagai obat, dan daun digunakan sebagai kerajinan tangan. Contohnya wadah air seperti
tempat air yang disebut haik, gayung, topi, sandal, dan atap. Yang lebih istimewa, lontar bisa
digunakan untuk resonator serta aksesoris alat musik Sasando.

Daun lontar sangat keras dan tahan lama. Sebelum penemuan kertas, daun lontar digunakan
untuk memo dan prasasti di negara-negara Asia seperti India, Pakistan, Bangladesh, Jawa dan
Bali.

Dalam praktiknya, alat musik Sasando memiliki nilai moral, nilai religius,nilai pendidikan,
nilai adat istiadat, dan nilai spiritual atau harapan. Itulah sebabnya masyarakat NTT, juga
bangsa Indonesia terus melestarikan musik tradisional ini yang memiliki sejarah panjang dari
perkembangan zaman.

Sejarah Lahirnya Alat Musik Sasando

Alat musik Sasando yang juga biasa disebut sasandu (suara yang dihasilkan dari getaran)
adalah hasil inspirasi dan interaksi penemunya dengan alam. Dari legenda yang diceritakan
orang Rote, terdapat berbagai versi sejarah asal muasal alat musik ini, seperti berikut ini.

1. Cerita 1

Awal mulanya, konon ketika seorang pemuda bernama Sangguana (1950-an) terdampar di
perairan Pulau Ndana dan dibawa oleh penduduk ke hadapan Raja di Istana. Selama tinggal
di istana ini, bakat seni Sangguana dengan cepat diketahui banyak orang dan sang putri
terpesona dengan kemampuannya tersebut.

Dia meminta Sangguana untuk membuat alat yang belum pernah ada sebelumnya. Suatu
malam, Sanguana bermimpi memainkan alat musik dengan bentuk dan suara yang indah.
Terinspirasi oleh mimpi ini, Sangguana menciptakan alat musik yang disebut Sandu (artinya
“bergetar”).

Sambil memainkannya, sang putri bertanya lagu apa yang sedang dimainkan dan Sangguana
menjawab “Sari Sandu”. Dia memberikan instrumen ini kepada sang putri. Sang putri
kemudian menamakannya Depo Hitu. Artinya, begitu senarnya dipetik, maka tujuh senarnya
bergetar (Yusuf Nggebu dan diterbitkan secara online pada tahun 2002 di Harian Kompas).

2. Cerita 2

Alat musik Sasando ditemukan oleh dua orang gembala bernama Lumbilang dan Balilang
(diriwayatkan oleh Jeremiah Parr). Mereka membawa daun lontar saat makan rerumputan
dengan domba, dan memetik daun lontar untuk mendapatkan air saat haus di siang hari.
Untuk melipat bagian tengah lembaran kuning muda, maka harus melepas lembaran itu. Jika
ingin mengendorkannya, mereka akan kencangkan talinya.
Jika menariknya terlalu keras, maka akan terdengar nada yang berbeda. Namun karena sering
putus, jadi keduanya mencukil lidi-lidi itu. Seiring waktu, ditemukan bahwa jika dikaitkan
yang ketat menghasilkan nada tinggi dan sebaliknya jika diperpanjang menghasilkan nada
rendah (Sasando Rote, 17 Januari 2008).

3. Cerita 3

Alat musik Sasando ini didirikan oleh dua orang sahabat, yakni seorang penggembala dan
peminum tuak bernama Lunggi dan Balok Ama Sina. Ketika mereka sedang membuat haik
dari daun lontar, ada beberapa benang atau fisik di antara jari-jari daun lontar yang
mengeluarkan suara saat dikencangkan.

Dari pengalaman inilah dua orang sahabat tersebut mulai memetik tulang daun lontar dan
menghancurkannya dengan tongkat kayu untuk membuat alat musik petik yang bisa meniru
suara dan nada suara gong. Kedengarannya tidak bagus, jadi mereka menggantinya dengan
tongkat bambu, mengupasnya dan menutupinya dengan tongkat kayu (Djoni LK Theedens;
Sasando dan Orang Rote, Timex, 8 September 2009).

4. Cerita 4

Samuel Ndung, juga dikenal sebagai Sembe Feok (1897-1990) adalah seorang manahelo
(pakar silsilah dan puisi) di Rote Barat mengungkapkan bahwa penemu Sasando adalah
seorang pria bernama Pupuk Soroba. Dia melihat seekor laba-laba besar bermain di sarang
dan mengeluarkan suara yang indah. Dari situlah dia terinspirasi untuk membuat Alat musik
Sasando ini.

Berdasarkan pengalamannya, ia ingin membuat perangkat yang bisa menghasilkan suara


yang indah. Untuk mewujudkan ide tersebut, Pupuk Soroba pertama-tama mengambil lidi-lidi
yang terbuat dari daun lontar mentah, kemudian mencungkilnya untuk disenda dan
memetiknya.

Ide Soroba berkembang, akhirnya potongan bambu itu ditempelkan pada haik dari daun
lontar. Dawai atau senar dibuat dari serat kayu beringin dan kulit musang kering sehingga
mengeluarkan suara yang lebih keras. (Paul A. Gantung; Sasando, Alat Musik Tradisional
Ndao Merah, CV-Verlag. Kairo).

Karena pembuatan Sasando terinspirasi dari pekerjaan laba-laba, ada mitos di tengah
masyarakat Rote jika ingin bisa bermain Sasando maka harus menangkap laba-laba dan
meremasnya di bagian jari-jari dengan minyak kelapa. Itulah sebabnya instrumen yang sudah
di pasang di haik akan beresonansi.

Sehingga instrumen ini beresonansi dan diberi nama Sandu atau Sanu, yang berarti getaran
atau meronta. Selain itu, alat ini disebut sasando karena merupakan pengulangan dari sasando
atau sanusanu yang artinya bergetar berulang kali. Sasando masuk dalam jenis Sitar Tabung
Bambu jika dilihat dalam bidang organologi (ilmu alat musik).
Menurut ahli musik, sitar tabung bambu adalah instrumen asli di Asia Tenggara (Filipina,
Indonesia, dll) dan juga ditemukan di Madagaskar sebagai Valiha atau Ali yang dibawa dari
Asia Tenggara oleh migrasi penduduk (Stanley Sadiebed. The New Grove Dictionary of
Musical Instrument).

Perkembangan alat musik Sasando terus berlanjut dari waktu ke waktu, Hingga mengalami
perubahan pada bentuk senar dan peningkatan kualitas suaranya. Fifik telah berpindah dari
tulangan daun lontar, kulit bambu menjadi senar kawat, senar tunggal menjadi senar ganda,
akustik ke peralatan elektronik, sasando gong menjadi sasando biola.

Perkembangan tersebut adalah bentuk perubahan Sasando sebagai alat musik tradisional yang
menggabungkan teknologi modern. Kemampuan dan semangat memodifikasi Sasando
mencerminkan kepribadian dan etos kerja orang Rote yang sangat dinamis dalam musik
mereka.

Bentuk Alat Musik Sasando yang Unik

Bentuk alat musik Sasando memang sangat unik, yaitu bentuk tabung panjang yang terbuat
dari bambu khusus. Ada cara untuk memasang dawai di bagian bawah dan atas. Atasan ini
digunakan untuk mengencangkan senar. Di tengah bambu terdapat penyangga (senda) untuk
merentangkan senar.

Senda ini memiliki fungsi untuk mengatur tangga dan nada atau timbrenya. Tangga dan nada
ini dihasilkan dari petikan senar yang berbeda. Wadahnya terbuat dari anyaman daun lontar
atau disebut dengan Haik. Fungsi haik ini adalah untuk menciptakan resonansi (getaran yang
menimbulkan bunyi).

Komponen utama sasando adalah bambu, yang berbentuk tabung panjang, di mana pilar atau
baji yang disebut dawai akan melingkar dari atas ke bawah, dan senar direntangkan di sekitar
bambu. Bagian senda ini akan memberikan nada yang berbeda untuk setiap alat musik gesek
yang dipetik.

Awalnya, alat penyetel dawai terbuat dari kayu dan harus diputar lalu dipukul untuk
mengatur nada yang benar. Sepintas bentuk sasando mirip dengan alat musik petik lainnya,
seperti biola, gitar dan kecapi. Namun sasando terbuat dari bambu dan bodinya terbuat dari
anyaman lontar.

Sehingga memiliki suara melodi yang unik. Sasando merupakan alat musik tradisional yang
membutuhkan perawatan rutin. Setiap 5 tahun sekali bagian daun lontarnya perlu diganti
dengan yang baru karena sifatnya yang mudah berjamur.

Pohon Lontar Ini bernama latin Borassus flabellifer atau dikenal juga dengan istilah pohon
siwalan. Sejenis tumbuhan palma palma atau pinang-pinangan yang banyak tumbuh di daerah
Jawa Timur. Seperti Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan
Sulawesi.
Dalam praktiknya, pohon ini banyak dimanfaatkan penduduk Nusa Tenggara Timur selain
sebagai bahan pembuat alat musik Sasando. Tetapi juga digunakan untuk kebutuhan sehari-
hari seperti bahan pembuat kipas, tikar, topi, aneka keranjang, kerajinan, dan tenunan
pakaian.

Jenis-Jenis Alat Musik Sasando

Instrumen sasando terdiri dari beberapa jenis yang dibedakan berdasarkan jumlah senarnya.
Ada jenis engkel yang memiliki 28 senar. Ada pula Sasando dobel yang memiliki 56 senar
atau 84 senar. Termasuk Sasando Gong, Haik, dan Sasando Biola. Oleh karena itu, suara
instrumen sasando sangat berbeda-beda.

Hampir semua jenis lagu dapat dimainkan pada instrumen Sasando seperti musik tradisional,
pop, slow rock bahkan dangdut. Di setiap daerah, instrumen Sasando berbeda dalam gaya,
keterampilan pemain, dan kurangnya sistem penilaian, terutama untuk sasando gong.

a. Sasando Gong

Sasando Gong yang terkenal di Pulau Rote memiliki nada pentatonis. Biasanya dimainkan
dengan irama gong dan dinyanyikan dengan irama khas pulau Rote. Jenis sasando ini adalah
7 senar atau 7 nada dan kemudian berkembang menjadi 11 senar.

b. Sasando Biola

Sasando Biola lebih berkembang di Kupang. Sasando biola memiliki nada diatonis dan mirip
dengan Sasando Gong, tetapi bentuk bambu diameternya lebih besar dari sasando gong dan
memiliki lebih banyak senar pada Sasando Biola, sehingga totalnya berjumlah 30 nada,
sampai 32 dan 36 string.

Sasando Biola memiliki ruang resonansi yang terbuat dari kayu atau multipleks (kotak).
Mengapa disebut Biola Sasando? Hal ini karena senar awalnya terbuat dari kayu karena nada
Sasando meniru nada biola, tetapi harus memainkannya dengan dipukul untuk mendapatkan
suara yang benar.

Sasando biola kotak ini tidak sepenuhnya berkembang, dan akhirnya Sasando Biola dengan
ruang resonator daun lontar, seperti yang sering terlihat dalam 5000 not pada tahun 1992,
sehingga menjadi lebih populer.

c. Sasando Elektrik

Seiring berkembangnya era Sasando Listrik, Sasando juga mulai mengikuti era yang hanya
menggunakan bahan-bahan tradisional dan kini tersedia dalam bentuk Sasando Listrik atau
Electric. Electric Sasando atau Sasando Listrik diciptakan oleh Arnold Edon. Sasando
Elektrik ini termasuk dalam jenis sasando biola yang sedang dikembangkan teknologinya.

Sasando tradisional memiliki beberapa kekurangan dan kelebihan, seperti daun lontar yang
rapuh, seringnya muncul jamur di permukaan daun saat musim hujan, dan Sasando yang
sangat tenang saat dipetik. Sasando elektrik yang muncul ini tidak menggunakan
boks/kotak/peti kayu yang terbuat dari daun kelapa karena tidak memerlukan ruang resonansi
untuk berfungsi sebagai wadah.

Cara Memainkan Alat Musik Sasando

Bagaimana cara memainkan alat musik Sasando? Dari segi bentuk, sasando sebenarnya
masih tergolong dalam harpa dan keluarga kecapi. Hal ini dapat dilihat dari cara musik ini
dimainkan. Untuk mendapatkan nada, Grameds perlu memainkan senar Sasandonya. Namun
demikian, bermain Sasando sangat rumit.

Instrumen ini tidak memiliki akor, jadi kamu harus tahu nada mana yang harus dimainkan.
Grameds harus memainkan senar sasando dengan kedua tangan. Kunci ditentukan oleh
tangan kanan, dan bass atau melodi ditentukan oleh tangan kiri. Untuk membuat nada lain,
kamu perlu memainkan senar sasando di kedua arah.

Tentu saja, bermain secara profesional membutuhkan waktu yang lama. Gremads perlu
banyak latihan dan membiasakan dengan alat musik tradisional ini. Alat musik Sasando
sudah jadi kebangaan bangsa Indonesia, sehingga kita perlu melestarikannya, salah satunya
dengan belajar cara memainkannya atau mengenal dengan baik tentang musik tradisional
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai