Anda di halaman 1dari 9

NAMA(NO BP)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA


(HDROLISIS KHEMIS)

OLEH:
MEISYA SYIFA PUTRI IHSANI (2210423044)
KELOMPOK 5B

ANGGOTA :
1. Sherly aftika putri (2210421010)
2. Alfi Rahmadiansyah Putri (2210422004)
3. Faras Annisa Syahada (2210422036)
4. Nafisa Sakinah (2210423008)
5. Mutiara Hasiando (2210423024)
6. Meisya Syifa Putri Ihsani (2210423044)

ASISTEN PENANGGUNG JAWAB


1. Sri Wijaya
2. Zakiyyatul Fithri Rosadi

LABORATORIUM PENDIDIKAN III


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2023
Meisya Syifa Putri Ihsani

HIDROLISIS KHEMIS

I. Prinsip Kerja

Gula dapat terbentuk dari pati melalui proses hidrolisis khemis oleh asam. Proses
dapat dibantu atau dipercepat melalui pemanasan.
II. Metode Praktikum

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 9 Mei 2023 pukul 08:00 WIB di
Laboratorium Teaching III, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

2.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah test tube, timbangan, refraktometer,
penangas air, pipet tetes, gelas ukur, spidol permanen, thermometer, batang pengaduk.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah tepung tapioka, aquadest, cuka 25 %.

2.3 Cara Kerja


Dimasukkan 1 g tepung tapioka kedalam testube dan dihomogenkan dengan 9 ml
aquadest. Dicukupkan dengan cuka 25 %, 1 mL, dihomogenkan. Dipanaskan pada
suhu 100°C selama 1 jam, sesekali dikocok. Setiap 15 menit diukur dengan
Refraktometer secara periodik. Kontrol dilakukan melalui tanpa penambahan cuka dan
tanpa pemanasan, dan kadar gula diukur di awal dan di akhir pemanasan.

2
Meisya Syifa Putri Ihsani

III. Hasil dan Pembahasan


3.1 Hasil
Tabel 1. Kadar Gula Hidrolisis khemis pada berbagai jenis tepung
4 Waktu Jenis Tepung (Brix)
Tapioka Ketan Terigu Beras
15 Menit 0,8% 0,4% 0,6 0%
%
30 Menit 0,3% 0,3% 0,3 2%
%
45 Menit 0,3% 0,15% 0,7 1%
%
60 Menit 0,6% 0,6% 1,3 1%
%

Grafik 1. Grafik kadar Gula Hidrolisis Khemis pada berbagai jenis tepung

Kadar Gula Hidrolisis Khemis pada Tepung


(%Brix)
2.50%

2.00%

1.50%

1.00%

0.50%

0.00%
15 Menit 30 Menit 45 Menit 60 Menit

Jenis Tepung Tapioka Jenis Tepung Ketan


Jenis Tepung Terigu Jenis Tepung Beras

4.1 Pembahasan
Berdasarkan Tabel 1. Kadar Gula Hidrolisis Khemis pada Tepung Tapioka didapatkan
hasil bahwa semakin lama pemanasan, terjadi kenaikan kadar gula pada 15 menit
pertama. Selain itu, dari data hidrolisis khemis pada tepung tapioka juga didapatkan
bahwa hidrolisis khemis memiliki suhu optimum untuk bekerja dengan baik hal ini
ditandai dengan menurunnya kadar gula setelah dipanaskan selama 30 menit. Hal ini
dikarenakan senyawa pada asam cuka yang menghidrolisis pati didalam tepug tapioka

3
Meisya Syifa Putri Ihsani

mengalami kerusakan karena pemanasan yang terlalu lama sehingga pada pemanasan
selama 30 menit kadar gula pada tepung tapioka mengalami kerusakan.. Hidrolisis
dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah suhu. Suhu yang optimum adalah
suhu (30-45)°C, untuk pemanasan suhu diatas 60°C enzim akan mengalami kerusakan
akan terjadi penurunan kadar gula. (Artati et al, 2010)
Hidrolisa adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa pecah
atau terurai. Reaksi ini merupakan reaksi orde satu, karena air yang digunakan
berlebih, sehingga perubahan reaktan dapat diabaikan. Asam yang biasa digunakan
adalah asam asetat, asam fosfat, asam klorida dan asam sulfat. Asam sulfat banyak
digunakan di Eropa dan asam klorida banyak digunakan di Amerika. Laju proses
hidrolisa akan bertambah oleh konsentrasi asam yang tinggi. Selain dapat menambah
laju proses hidrolisa, konsentrasi asam yang tinggi juga akan mengakibatkan
terikatnya ion-ion pengontrol seperti SiO2, fosfat, dan garam-garam seperti Ca, Mg,
Na, dan K dalam pati (Mosier et al, 2015).
Hidrolisis adalah proses konversi pati menjadi gula pereduksi. Prinsip hidrolisis
pati adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6).
Dalam prakteknya, hidrolisis pati menjadi gula pereduksi dapat dilakukan dengan
cara, yakni hidrolisis asam dan enzimatis. Hidrolisis secara enzimatis memiliki
perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal
spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan
memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus
rantai polimer secara spesifik pada percabangan tertentu. Hidrolisis dapat digolongkan
menjadi hidrolisis murni, hidrolisis asam (penambahan katalisator asam) dan
hidrolisis enzim. Sedangkan berdasarkan fase reaksi yang terjadi diklasifikasikan
menjadi hidrolisis fase cair dan hidrolisis fase uap (Singh et al, 2010).
Hidrolisis dapat dilakukan secara kimiawi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
hidrolisis secara kimiawi adalah konsentrasi asam, suhu, dan alam hidrolisis. Pada
kondisi norma, reaksi yang terjadi antara air dengan komponen organic sangat lambat
sehingga diperlukan adanya penambahan katalis homogeny dan katalis heterogen.
Hampir semua reaksi hidrolisa memerlukan katalisator untuk mempercepat jalannya
reaksi. Katalisator yang dipakai dapat berupa enzim atau asam, karena kerjanya lebih
cepat. Asam yang dipakai beraneka ragam mulai dari asam klorida, asam sulfat,
sampai asam nitrat. Yang berpengaruh terhadap kecepatan reaksi adalah konsentrasi
ion H, bukan jenis asamnya. Meskipun demikian di dalam industri umumnya dipakai
4
Meisya Syifa Putri Ihsani

asam klorida. Umumnya dipergunakan larutan asam yang mempunyai konsentrasi


asam lebih tinggi (Amelia et al, 2013).
Dari tabel 1 data uji kadar gula dari jenis tepung tapioca dan ketan yang
dipanaskan secara periodik, maka didapatkan hasil bahwa setiap jenis tepung
memiliki kadar gula yang berbedabeda. Dari grafik data didapatkan bahwa kadar gula
tertinggi dari dua tepung yang diamati terdapat pada tepung kentan, yaitu 0,15 % brix
dan terendah kadar gulanya adalah tepung Tapioka dan kentan yaitu 0,3 % brix. Hal
ini menunjukan bahwa setiap tepung memiliki kandungan pati yang beragam sehingga
menyebabkan perbedaan kadar gula pada masing-masing jenis tepung. Perbedaan
kandungan pati ini disebabkan oleh perbedaaan simpanan karbohidrat yang
merupakan sumber dari pembuatan tepung itu sendiri (Wang, 2015).
Tepung tapioka adalah tepung yang terbuat dari umbi-umbian singkong yang
dikeringkan dan dihaluskan. Tekstur tepung tapioka biasanya lembut dan halus,
dengan butiran yang lebih halus daripada tepung terigu. Tepung tapioka mengandung
sekitar 88-89% pati yang berasal dari umbi singkong yang telah diolah. Pada
umumnya, pati dalam tepung tapioka adalah jenis pati amilosa dan amilopektin.
Amilosa dan amilopektin adalah dua jenis pati yang berbeda dalam struktur kimia dan
sifat fisikokimia. Amilosa adalah pati yang terdiri dari rantai panjang molekul glukosa
yang lebih sedikit bercabang, sedangkan amilopektin adalah pati yang lebih banyak
bercabang dan memiliki struktur yang lebih kompleks. Tepung tapioka juga
mengandung sedikit protein, serat, lemak, dan mineral seperti kalsium dan fosfor
(Wiratmadja et al, 2015).
Tepung ketan adalah tepung yang dibuat dari beras ketan atau beras pulut yang
dihaluskan menjadi serbuk halus. Beras ketan atau pulut adalah jenis beras yang kaya
akan amilopektin, jenis pati yang mudah larut dalam air dan memberikan sifat kenyal
pada beras ketan. Tepung ketan mengandung sekitar 98% pati yang berasal dari beras
ketan yang telah dihaluskan. Kandungan pati dalam tepung ketan lebih tinggi daripada
tepung terigu, yang hanya mengandung sekitar 70-75% pati. Pati yang terkandung
dalam tepung ketan terdiri dari campuran amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah
pati yang terdiri dari rantai molekul glukosa yang lebih panjang dan lebih sedikit
bercabang, sedangkan amilopektin adalah pati yang lebih banyak bercabang dan
memiliki struktur yang lebih kompleks. Kandungan nutrisi dalam tepung ketan tidak
jauh berbeda dengan beras ketan utuh. Tepung ketan mengandung karbohidrat
kompleks yang memberikan energi, namun rendah serat, protein, vitamin, dan mineral
5
Meisya Syifa Putri Ihsani

(Haryati, 2014).
Kerja enzim dipengaruhi beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu,
keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat
keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat
mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Dalam proses hidrolisi
pati secara enzimatis, terdapat beberapa enzim penghidrolisis pati yang bekerja
spesifik yaitu ikatan glisidik yang diputus, pola pemutusan aktivitasnya dan
spesifikasi substrat serta produk yang dihasilkan. Tingginya keragaman jenis pati dan
spesifikasinya kerja enzim penghidrolisis pati, maka produk yang dibentuk akan
mempunyai komposisi karbohidrat yang beragam (Albert, 2015).

6
Meisya Syifa Putri Ihsani

IV. Penutup
4.1 Kesimpulan

1. Hidrolisis dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah suhu. Suhu


yang optimum adalah suhu (30-45)°C, untuk pemanasan suhu diatas 60°C
enzim akan mengalami kerusakan akan terjadi penurunan kadar gula.

2. Laju proses hidrolisa akan bertambah oleh konsentrasi asam yang tinggi.

3. Prinsip hidrolisis pati adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit
dekstrosa (C6H12O6).

4. Hidrolisis dapat dilakukan secara kimiawi. Faktor-faktor yang mempengaruhi


hidrolisis secara kimiawi adalah konsentrasi asam, suhu, dan alam hidrolisis.

5. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang


berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan
bentuk jika suhu dan keasaman berubah.

4.2 Saran
Sebaiknya praktikum selanjutnya harus memahami bahan terlebih dahulu, perhatikan
hal-hal kecil yang bisa menyebabkan hasil praktikum tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan, jaga alat yang digunakan agar tidak ada yang pecah dan rusak serta disaat
praktikum harus teliti dalam mengamati karakteristik dari masing-masing ragi agar
tidak terjadi kesalahan.

7
Meisya Syifa Putri Ihsani

DAFTAR PUSTAKA

Artati, E.K., Margareta Novia E., dan Vissia Widhie H. 2010. Konstanta Kecepatan Reaksi
Sebagai Fungsi Suhu pada Reaksi Hidrolisa Selulosa dari Ampas Tebu dengan
Katalisator Asam Sulfat. Jurnal Ekuilibrum 9(1) : 1-4. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
Amelia, R., Pandapotan, H., & Purwanto. 2013. Pembuatan dan Karakterisasi Katalis
Karbon Tersulfonasi Sebagai Katalis Ramah Lingkungan Pada Hidrolisis Biomassa.
Jurnal Tekonologi Kimia dan Industri, 2(4), 146-156.
Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., & Walter, P. (2014). Molecular
Biology of the Cell. New York: Garland Science.
Haryati, T. (2014). Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Ketan Hitam (Oryza
sativa L.) dan Aplikasinya pada Produk Dodol. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Mosier, N., Wyman, C., Dale, B., Erlander, R., Lee, Y. Y., Holtzapple, M., & Landisch, M.
2015. Features of Promising Technologies for pretreatment of Licnocellulosic
Biomass. Bioresource Technology, 96(6), 673-686.
Singh, J., Dartois, A., & Kaur, L. (2010). Starch digestibility in food matrix: a review.
Trends in Food Science & Technology, 21(4), 168-180.
Wiratmadja, R., & Wulandari, D. (2015). Pengaruh Variasi Konsentrasi Tepung Tapioka
terhadap Karakteristik Fisikokimia pada Pembuatan Keripik. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 3(3), 821-829.

8
Meisya Syifa Putri Ihsani

LAMPIRAN

kadar gula Gambar 2. Pemanasan selama 15 menit

pioca dan ketan Gambar 4. Tepung ketan dihomogenkan

a dihomogenkan Gambar 6.Kadar gula tepung tapioka

ung ketan

Anda mungkin juga menyukai