Objek 9
Objek 9
OLEH:
MEISYA SYIFA PUTRI IHSANI (2210423044)
KELOMPOK 5B
ANGGOTA :
1. Sherly aftika putri (2210421010)
2. Alfi Rahmadiansyah Putri (2210422004)
3. Faras Annisa Syahada (2210422036)
4. Nafisa Sakinah (2210423008)
5. Mutiara Hasiando (2210423024)
6. Meisya Syifa Putri Ihsani (2210423044)
HIDROLISIS KHEMIS
I. Prinsip Kerja
Gula dapat terbentuk dari pati melalui proses hidrolisis khemis oleh asam. Proses
dapat dibantu atau dipercepat melalui pemanasan.
II. Metode Praktikum
2
Meisya Syifa Putri Ihsani
Grafik 1. Grafik kadar Gula Hidrolisis Khemis pada berbagai jenis tepung
2.00%
1.50%
1.00%
0.50%
0.00%
15 Menit 30 Menit 45 Menit 60 Menit
4.1 Pembahasan
Berdasarkan Tabel 1. Kadar Gula Hidrolisis Khemis pada Tepung Tapioka didapatkan
hasil bahwa semakin lama pemanasan, terjadi kenaikan kadar gula pada 15 menit
pertama. Selain itu, dari data hidrolisis khemis pada tepung tapioka juga didapatkan
bahwa hidrolisis khemis memiliki suhu optimum untuk bekerja dengan baik hal ini
ditandai dengan menurunnya kadar gula setelah dipanaskan selama 30 menit. Hal ini
dikarenakan senyawa pada asam cuka yang menghidrolisis pati didalam tepug tapioka
3
Meisya Syifa Putri Ihsani
mengalami kerusakan karena pemanasan yang terlalu lama sehingga pada pemanasan
selama 30 menit kadar gula pada tepung tapioka mengalami kerusakan.. Hidrolisis
dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah suhu. Suhu yang optimum adalah
suhu (30-45)°C, untuk pemanasan suhu diatas 60°C enzim akan mengalami kerusakan
akan terjadi penurunan kadar gula. (Artati et al, 2010)
Hidrolisa adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa pecah
atau terurai. Reaksi ini merupakan reaksi orde satu, karena air yang digunakan
berlebih, sehingga perubahan reaktan dapat diabaikan. Asam yang biasa digunakan
adalah asam asetat, asam fosfat, asam klorida dan asam sulfat. Asam sulfat banyak
digunakan di Eropa dan asam klorida banyak digunakan di Amerika. Laju proses
hidrolisa akan bertambah oleh konsentrasi asam yang tinggi. Selain dapat menambah
laju proses hidrolisa, konsentrasi asam yang tinggi juga akan mengakibatkan
terikatnya ion-ion pengontrol seperti SiO2, fosfat, dan garam-garam seperti Ca, Mg,
Na, dan K dalam pati (Mosier et al, 2015).
Hidrolisis adalah proses konversi pati menjadi gula pereduksi. Prinsip hidrolisis
pati adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6).
Dalam prakteknya, hidrolisis pati menjadi gula pereduksi dapat dilakukan dengan
cara, yakni hidrolisis asam dan enzimatis. Hidrolisis secara enzimatis memiliki
perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal
spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan
memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus
rantai polimer secara spesifik pada percabangan tertentu. Hidrolisis dapat digolongkan
menjadi hidrolisis murni, hidrolisis asam (penambahan katalisator asam) dan
hidrolisis enzim. Sedangkan berdasarkan fase reaksi yang terjadi diklasifikasikan
menjadi hidrolisis fase cair dan hidrolisis fase uap (Singh et al, 2010).
Hidrolisis dapat dilakukan secara kimiawi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
hidrolisis secara kimiawi adalah konsentrasi asam, suhu, dan alam hidrolisis. Pada
kondisi norma, reaksi yang terjadi antara air dengan komponen organic sangat lambat
sehingga diperlukan adanya penambahan katalis homogeny dan katalis heterogen.
Hampir semua reaksi hidrolisa memerlukan katalisator untuk mempercepat jalannya
reaksi. Katalisator yang dipakai dapat berupa enzim atau asam, karena kerjanya lebih
cepat. Asam yang dipakai beraneka ragam mulai dari asam klorida, asam sulfat,
sampai asam nitrat. Yang berpengaruh terhadap kecepatan reaksi adalah konsentrasi
ion H, bukan jenis asamnya. Meskipun demikian di dalam industri umumnya dipakai
4
Meisya Syifa Putri Ihsani
(Haryati, 2014).
Kerja enzim dipengaruhi beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu,
keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat
keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat
mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Dalam proses hidrolisi
pati secara enzimatis, terdapat beberapa enzim penghidrolisis pati yang bekerja
spesifik yaitu ikatan glisidik yang diputus, pola pemutusan aktivitasnya dan
spesifikasi substrat serta produk yang dihasilkan. Tingginya keragaman jenis pati dan
spesifikasinya kerja enzim penghidrolisis pati, maka produk yang dibentuk akan
mempunyai komposisi karbohidrat yang beragam (Albert, 2015).
6
Meisya Syifa Putri Ihsani
IV. Penutup
4.1 Kesimpulan
2. Laju proses hidrolisa akan bertambah oleh konsentrasi asam yang tinggi.
3. Prinsip hidrolisis pati adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit
dekstrosa (C6H12O6).
4.2 Saran
Sebaiknya praktikum selanjutnya harus memahami bahan terlebih dahulu, perhatikan
hal-hal kecil yang bisa menyebabkan hasil praktikum tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan, jaga alat yang digunakan agar tidak ada yang pecah dan rusak serta disaat
praktikum harus teliti dalam mengamati karakteristik dari masing-masing ragi agar
tidak terjadi kesalahan.
7
Meisya Syifa Putri Ihsani
DAFTAR PUSTAKA
Artati, E.K., Margareta Novia E., dan Vissia Widhie H. 2010. Konstanta Kecepatan Reaksi
Sebagai Fungsi Suhu pada Reaksi Hidrolisa Selulosa dari Ampas Tebu dengan
Katalisator Asam Sulfat. Jurnal Ekuilibrum 9(1) : 1-4. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
Amelia, R., Pandapotan, H., & Purwanto. 2013. Pembuatan dan Karakterisasi Katalis
Karbon Tersulfonasi Sebagai Katalis Ramah Lingkungan Pada Hidrolisis Biomassa.
Jurnal Tekonologi Kimia dan Industri, 2(4), 146-156.
Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., & Walter, P. (2014). Molecular
Biology of the Cell. New York: Garland Science.
Haryati, T. (2014). Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Ketan Hitam (Oryza
sativa L.) dan Aplikasinya pada Produk Dodol. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Mosier, N., Wyman, C., Dale, B., Erlander, R., Lee, Y. Y., Holtzapple, M., & Landisch, M.
2015. Features of Promising Technologies for pretreatment of Licnocellulosic
Biomass. Bioresource Technology, 96(6), 673-686.
Singh, J., Dartois, A., & Kaur, L. (2010). Starch digestibility in food matrix: a review.
Trends in Food Science & Technology, 21(4), 168-180.
Wiratmadja, R., & Wulandari, D. (2015). Pengaruh Variasi Konsentrasi Tepung Tapioka
terhadap Karakteristik Fisikokimia pada Pembuatan Keripik. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 3(3), 821-829.
8
Meisya Syifa Putri Ihsani
LAMPIRAN
ung ketan