Anda di halaman 1dari 23

TUGAS INDIVIDU

LK 4 PENGEMBANGAN PESERTA DIDIK


“faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan, karakteristik umum
anak usia dini, dan perkembangan kognitif anak usia dini”

DISUSUN OLEH

RACHMAT HIDAYAT BURHANUDDIN


(220902502005)

Program Studi Pendidikan Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Negeri Makassar


Tahun Ajaran 2022/2023
KATA PENGANTAR

Menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
limbah dan dampaknya untuk masyarakat. Makalah ilmiah ini saya buat untuk memenuhi
salah satu tugas dari mata kuliah pengantar manajemen dan berdasarkan format serta arahan
yang telah di berikan oleh Bapak Dosen Pengampu Drs.M.Yusuf A. Ngampo, M.M./Dra.Sitti
Hajerah Hasyim, M.Si. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih. Terlepas dari itu
semua, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan, baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat dilakukan perbaikan pada makalah.
*Akhir kata, saya berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan dampaknya bagi
masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Makassar, 23 September 2022

Penulis

RACHMAT HIDAYAT. B
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak usia dini merupakan individu yang unik dan memiliki karakteristik tersendiri
menurut usianya. Usia dini adalah periode awal dan paling penting dalam memulai
kehidupan. Anak usia dini adalah anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan yang bersifat unik setiap anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan
yang berbeda-beda khusus sesuai tingkat usia. Keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan
anak pada masa usia dini sangat berpengaruh pada keberhasilan masa-masa setelahnya.
Aspek perkembangan anak usia dini ada 6 yaitu aspek perkembangan fisik motoric (kasar dan
halus), aspek kognitif, aspek sosial dan emosional serta aspek seni. Salah satu aspek yang
perlu dikembangkan pada anak usia dini adalah aspek perkembangan kognitif yang sangat
diperlukan untuk mengembangkan pengetahuan tentang apa yang mereka lihat, dengar, rasa,
cium dan raba melalui panca indra yang dimilikinya.

Aspek yang dikembangkan sejak usia dini salah satunya ialah potensi kecerdasan (daya
pikir atau kognitif). Pendidikan Anak Usia Dini disebut dengan golden age atau periode
keemasan, pada periode keemasan ini, anak-anak harus mengeksplorasi dan mengalami
sendiri semua kejadian di sekitarnya untuk mempelajari tentang fenomena-fenomena yang
terjadi di dalam kehidupan. Dengan eksplorasi maka anak akan mengenal lingkungan dan
sekitarnya dengan baik. Untuk meningkatkan kemampuan anak, maka kita harus memberikan
stimulasi yang memadai dan berulang ulang karena anak usia dini masih dalam fase meniru
dan mengingat ingat dengan perulangan. Enam aspek perkembangan yang harus
dikembangkan dalam pembelajaran anak usia dini yaitu aspek nilai moral dan agama, aspek
fisik motorik, aspek bahasa, aspek kognitif, aspek social emosional dan aspek seni. Aspek
yang harus diberi stimulasi secara terus menerus salah satunya adalah aspek kognitif dan fisik
motorik. Aspek kognitif adalah aspek dimana anak dituntut untuk dapat berfikir logis dan
memecahkan masalah sendiri bahkan dapat memecahkan masalah dengan berimajinasi.

Usaha untuk menggali kemampuan kognitif yang dimiliki oleh anak dapat dilakukan
dengan berbagai cara termasuk melalui kegiatan kemampuan berhitung. Kemampuan yang
sangat penting bagi anak usia dini dan perlu di kembangkan adalah memberikan bekal
kemampuan berhitung. Kemampuan berhitung adalah kemampuan untuk mengunakan
penalaran, logika dan angka. Kemampuan berhitung merupakan kemampuan yang dimiliki
oleh setiap anak dalam hal matematika seperti kegiatan mengurutkan bilangan atau
membilang dan menjumlah. Kemampuan berhitung untuk anak usia dini diperlukan untuk
mengembangkan kemampuan dasar matematika, seperti pengenalan konsep bilangan,
lambang bilanggan, warna, bentuk, ukuran, ruang posisi dan dapat membentuk sikap logis,
kritis, cermat dan kreatif pada diri anak. Kemampuan berhitung permulaan kemampuan yang
dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuannya, karakteristik perkembangan
dimulai dari lingkungan yang terdekat darinya, sejalan dengan perkembangan
kemampuannya anak dapat meningkat ketahap pengertian mengenai jumlah, yaitu
berhubungan dengan jumlah dan pengurangan”.

Perkembangan kognitif menunjukkan perkembangan dari cara anak berpikir.


Kemampuan anak untuk mengkoordinasikan berbagai cara berpikir untuk menyelesaikan
berbagai masalah dapat dipergunakan sebagai tolak ukur pertumbuhan kecerdasan.
Pandangan aliran tingkah laku (Behaviorisme) berpendapat bahwa pertumbuhan kecerdasan
melalui terhimpunnya informasi yang semakin bertambah. Sedangkan aliran ‘interactionist’
atau ‘depelopmentalis’, berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari interaksi anak dengan
lingkungan anak. Perkembangan kognitif dinyatakan dengan pertumbuhan kemampuan
merancang, mengingat dan mencari penyelesaian masalah yang dihadapi (Patmodewo,
2003:27). Jean Piaget (1896-1980) memandang anak sebagai parsipan aktif di dalam proses
ketimbang sebagai resipien aktif perkembangan biologisnya. Jelasnya, Piaget yakin bahwa
anak haru dipandang seperti seorang ilmuan yang sedang mencari jawaban yang melakukan
eksperimen terhadap dunia untuk melihat apa yang terjadi (Atkinson, 1986:145). Jadi,
perkembangan kognitif merupakan aspek yang sangat berarti. Proses kognitif berhubungan
dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang menandai seseorang dengan berbagai minat
terutama sekali ditujukan kepada ide-ide dan belajar. Dalam memberikan stimulasi untuk
mengembangkan aspek kognitif tersebut, tentulah pemahaman akan metode pengembangan
yang berkaitan dengan hal itu sangat diperlukan. Kehadiran buku ini akan mengupas berbagai
hal berkaitan dengan konsep dan teori serta metode yang dapat digunakan untuk
mengembangan kemampuan kognitif anak usia dini, guna memberikan kemudahan bagi para
pendidik/orang tua agar dapat memahami mengenai hakikat kognitif, dan bagaimana
perkembangan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh anak pada tiap tingkatan
perkembangannya. Sehingga pendidik atau orang tua dapat mengantisipasi masalah-masalah
yang timbul pada tiap perkembangan. Kemudian hal ini akan membantu anak untuk dapat
mengoptimalkan perkembangan kognitifnya, sehingga akan mempengaruhi keberhasilannya
di masa depan.

B. Rumusan Masalah

“Bagaimana Faktor Lingkungan Mempengaruhi Karakteristik Umum anak Usia Dini, dan
Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini”

C. Tujuan Penulisan

Mendeskripsikan Perkembangan Kongnitif Anak Usia Dini


Memaparkan Faktor Lingkungan Mempengaruhi Karakteristik Umum anak Usia Dini
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

Perkembangan kognitif menunjukkan perkembangan dari cara anak berpikir.


Kemampuan anak untuk mengkoordinasikan berbagai cara berpikir untuk menyelesaikan
berbagai masalah dapat dipergunakan sebagai tolak ukur pertumbuhan kecerdasan.
Pandangan aliran tingkah laku (Behaviorisme) berpendapat bahwa pertumbuhan kecerdasan
melalui terhimpunnya informasi yang semakin bertambah. Sedangkan aliran ‘interactionist’
atau ‘depelopmentalis’, berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari interaksi anak dengan
lingkungan anak. Perkembangan kognitif dinyatakan dengan pertumbuhan kemampuan
merancang,

Perkembangan kognitif anak usia dini meliputi: 1) belajar dan pemecahan masalah,
mencakup kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari dengan
cara fleksibel dan diterima sosial serta menerapkan pengetahuan atau pengalaman dalam
konteks yang baru; 2) berpikir logis, mencakup berbagai perbedaan, klasifikasi, pola,
berinisiatif, berencana,dan mengenal sebabakibat; dan 3) berpikir simbolik, mencakup
kemampuan mengenal, menyebutkan, dan menggunakan konsep bilangan, mengenal huruf,
serta mampu merepresentasikan berbagai benda dan imajinasinya dalam bentuk gambar
(Permendikbud No. 137 Tahun 2014). Agar pencapaian perkembangan anak dapat optimal,
dibutuhkan keterlibatan orang tua, dan akses layanan PAUD yang bermutu. Dalam tahap
perkembangan kognitif, anak usia dini 0-6 tahun masuk pada tahap sensori motor dan pra
operasional (Rahman, 2009).
Tahap sensori motor, aktivitas kognitif terpusat pada aspek alat dria (sensori) dan gerak
(motor), artinya anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan alat drianya
dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar bagi perkembangan kognitif selanjutnya,
aktivitas sensori motor terbentuk melalui proses penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungan. Sedangkan tahap pra-operasional, anak telah menunjukkan
aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai hal di luar dirinya. Anak sudah dapat
memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda-tanda dan simbol (Sujiono,
2009; Ibda, 2015). Permainan di sekitar lingkungan anak (penggunaan gerakan simbolik)
memiliki hubungan kuat dengan peningkatan perkembangan kognitif (Barnett & Kleiber,
1982; Faber, 2017). Artinya, penerapan senam fantasi diduga dapat berkontribusi terhadap
peningkatan perkembangan kognitif anak.

Menurut Sismadiyanto (2006) akuatik ialah segala macam bentuk kegiatan dalam air
yang dapat dilakukan di sungai, danau, laut, pantai, maupun kolam renang. Program akuatik
untuk prasekolah identiknya dengan kegiatan di kolam renang. Program akuatik merupakan
segala aktivitas air yang berfungsi untuk mengembankan potensi anak (Susanto, 2014). Lebih
lanjut, Nur, dkk (2019) mengungkapkan pembelajaran akuatik bagi anak usia dini lebih
difokuskan pada aktivitas bermain yang menyenangkan dan melatih kemampuan anak
beradaptasi di air. Indikator keberhasilan akuatik pada anak usia dini terletak pada beberapa
indikator keterampilan yang dikuasi, bukan dari jarak jelajah anak ketika berenang.
Langendorfer (1995) menyebutkan indikator pemahaman dasar (kognitif) dalam
pembelajaran akuatik antara lain: (1) prosedur kelas, (2) aturan kolam renang, (3) aturan
bermain, (4) bahasa intruksi, dan (5) mekanika gerakan

Dunia kognitif masa anak-anak prasekolah adalah kreatif, bebas, dan penuh imajinasi.
Di dalam seni mereka, matahari kadang-kadang berwarna hijau, dan langit berwarna kuning.
Mobil mengambang di awan, dan manusia seperti kecebong. Imajinasi anak-anak prasekolah
terus bekerja, dan daya serap mental mereka tentang dunia semakin meningkat.

Pada perkembangan kognitif anak, ada 6 faktor yang mempengaruhi perkembangan


kognitif.

1. Faktor hereditas/ keturunan


Teori hereditas atau nativisme yang dipelopori oleh seorang ahli filsafat schopenhauer,
berpendapat bahwa manusia lahir sudah membawa potensi potensi tertentu yang tidak dapat
dipengaruhi oleh lingkungan. Dikatakan pula bahwa, taraf intelegensi sudah ditentukan sejak
anak dilahirkan. Para ahli psikologi lehrin, linzhey dan spuhier berpendapat bahwa
intelegensi 75-80% merupakan warisan atau faktor keturunan.

Hereditas merupakan "totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak,
atau segala potensi (baik fisik maupun psikis) yang dirniliki individu sejak masa konsepsi
sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen”.

Pada masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma), seluruh bawaan hereditas individu
dibentuk dari 23 kromosom (pasangan xx) dari ibu dan 23 kromosom (pasangan xy) dari
ayah. Dałam 46 kromosom tersebut terdapat beribu-ribu gen yang mengandung sifat-sifat
fisik dan psikis individu atau yang menentukan potensi-potensi hereditasnya. Dałam hal ini
tidak ada seorang pun yang mampu menambah atau mengurangi potensi hereditas tersebut.

Masa dałam kandungan dipandang sebagai periode yang kritis dałam perkembangan
kepribadiap individu, sebab tidak hanya sebagai saat pembentukan pola-pola kepribadian,
tetapi juga sebagai masa pembentukan kemampuan-kemampuan yang menentukan jenis
penyesuaian individü terhadap kehidupan setelah kelahiran. Agar janin dalam kandungan
pertumbuhannya sebat, maka ibu yang mengandung perlu memerhatikan kesehatan dirinya,
baik fisik maupun psikis.

Pengaruh gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, karena yang
dipengaruhi gen secara langsung adalah: (a) kualitas sistem syaraf, (b) keseimbangan
biokimia tubuh, dan (c) struktur tubuh.

Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan
perkembangan kepribadian adalah (a) sebagai sumber bahan mentah (raw materials)
kepribadian seperti fisik, inteligensi dan temperamen; (b) membatasi perkembangan
kepribadian (meskipun kondisi lingkungan sangat kondusif, perkembangan kepribadian itu
tidak bisa melebihi kapasitas atau potensi hereditas); dan (c) memengaruhi keunikan
kepribadian.
Sehubungan dengan hal di atas, Cattel dkk., mengemukakan bahwa “kemampuan belajar dan
penyesuaian diri individu dibatasi oleh sifat-sifat yang inheren dalam organisme individu itu
sendiri”. Misalnya kapasitas fisik (perawakan, energi, kekuatan, dan kemenarikannya), dan
kapasitas intelektual (cerdas, normal, atau terbelakang). Meskipun begitu, batas-batas
perkembangan kepribadian, bagaiamanapun lebih besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

2. Faktor Lingkungan

a.) Lingkungan Keluarga


Lingkungan kelııarga dipandang sebagai faktor penentu utama terhadap perkenıbangan anak.
Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari, Rasulullah Saw.
bersabda: Yahudi (jika mereka Yahudi), Nasrani (jika nıereka Nasrani), Atau Alajusİ (jika
mereka Majusİ). Sepertİ binatang yang lahir sempurna, adakah engkau melihat mereka
terluka pada saat lahir” (Aliah B.Purwakania Hasan, 2006).

Alasan tentang pentingnya peranan keluarga bagi perkembangan anak, adalah: (a) keluarga
merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak; (b) keluarga
merupakan lingkungan pertama yang mengenalkan nilai-nilai kehidupan kepada anak; (c)
orang tua dan anggota keluarga lainnya merupakan "significant people" bagi perkembangan
kepribadian anak; (d) keluarga sebagai institusi yang fasilitasi kebutuhan dasar insani
(manusiawi), baik yang bersifat fisik-biologis, maupun sosiopsikologis; dan (e) anak 11,
banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga.

b.) Lingkungan Sekolah


Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan
program bimbinganş pengajaran dan/atau pelatihan dalam rangka membantu para siswa agar
mampu mengembangkan potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral-
spiritual, İntelektual, emosional, sosial, maupun fisik-motoriknya.

Hurlock (1986: 322) mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi
perkembangan kepribadian anak, baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun berperilaku.
Sekolah berperan sebagai substİtusİ keluarga, dan guru sebagai substİtusİ orang tua.
Beberapa faktor lingkungan sekolah yang berkontribusi positif terhadap perkembangan
siswa atau anak di antaranya:
a. Kejelasan visi, misi, dan tujuan yang akan dicapai.
b. Pengelolaan atau manajerial yang profesional.
c. Para personel sekolah memiliki komitmen yang tinggi terhadap visi, misi, dan tujuan
sekolah.
d. Para personel sekolah memiliki semangat kerja yang tinggi, merasa senang, disiplin, dan
rasa tanggung jawab.
e. Para guru memiliki kemampuan akademik dan profesional yang memadai.
f. Sikap dan perlakuan guru terhadap siswa bersifat positif: bersikap ramah dan respek
terhadap siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpendapat atau bertanya.
g. Para guru menampilkan peranannya sebagai guru dalam cara-cara yang selaras dengan
harapan siswa, begitupun siswa menampilkan peranannya sebagai siswa dalam caracara
yang selaras dengan harapan guru.
h. Tersedianya sarana-prasarana yang memadai, seperti: kantor kepala dan guru, ruang kelas,
ruang laboratorium (praktikum), perlengkapan kantor, perlengkapan belajar mengajar,
perpustakaan, alat peraga, halaman sekolah dan fasilitas bermain, tempat beribadah, dan
toilet.
i. Suasana hubungan sosio-emosional antarpimpinan sekolah, guru-guru, siswa, petugas
administrasi, dan orang tua siswa berlangsung secara harmonis.
j. Para personel sekolah merasa nyaman dalam bekerja karena terpenuhi kesejahteraan
hidupnya.

Dalam salah satu hasil penelitian mengenai pendidikan, Michael Russel (Sigelman & Shaffer,
1995 : 426) mengemukakan tentang definisi sekolah yang efektif, yaitu yang
mengembangkan prestasi akademik, keterampilan sosial, sopan santun, sikap positif terhadap
belajar, absenteism yang rendah, melatih keterampilan sebagai bekal bagi siswa untuk dapat
bekerja.

Selanjutnya, Sigelman dan Shaffer mengemukakan tentang kinerja guru yang efektif, yaitu
yang mampu menciptakan lingkungan belajar di sekolah seperti berikut.
a. Menekankan pencapaian akademik (keberhasilan belajar) dengan cara memberikan
pekerjaan rumah, dan bekerja lcras untuk mencapai tujuan pembelajaran yang tercantum
dalam kurikulum.
b. Mengelola aktivitas kelas secara efektif dengan mengkreasi tugas-tugas namun senantiasa
dalam suasana yang menyenangkan, seperti memberikan instruksi tugas secara jelas,
mendorong siswa untuk mengerjakan tugas, dan memberi reward kepada siswa yang hasil
kerjanya bagus.
c. Mengelola masalah kedisiplinan secara efektif (menangani anak bermasalah dengan baik,
tanpa memberikan hukuman secara fisik).
d. Membangun kerja sama dengan guru Iain sebagai suatu tim kerja yang secara bersama
berusaha mencapai tujuan kurikulum.

Seiring dengan program pemerintah mengenai pendidikan karakter, maka sekolah memiliki
tanggung jawab untuk merealisasikannya melalui pengintegrasian pendidikan karakter
tersebut ke dalam program pendidikan secara keseluruhan. Sebagai lembaga pendidikan,
sekolah diharapkan menjadi "Centre ofnation character building" (pusat pembangunan
karakter bangsa). Pendidikan karakter ini bukan mata pelajaran, tetapi nilai-nilai karakter itu
harus ditanamkan kepada para peserta didik melalui proses pembelajaran di kelas maupun di
luar kelas.

Untuk memahami apa itu karakter, karakter apa yang perlu dikembangkan dan bagaimana
mengembangkannya, berikut paparannya.

a.) Pengertian Karakter


Kemendiknas (2010) menjelaskan bahwa karakter adalah "watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues)
yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan nortna, seperti jujur, berani
bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain". Interaksi seseorang dengan orang
lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.

b.) Karakter yang Dikembangkan


Kemendiknas (2010) menyatakan bahwa nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan
budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini.
1. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan
individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya.
2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Artinya, nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,
kemasyarakatan, budaya, dan seni.
3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat
yang tidak didasari oleh nilainilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya
itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam
komunikasi antaranggota masyarakat itu.
4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga
negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendiclikan di berbagai jenjang dan
jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki
warga negara indonesia

Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh John Locke. Locke berpendapat bahwa,
manusia dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang masih bersih belum ada
tulisan atau noda sedikitpun. Teori ini dikenal luas dengan sebutan teori Tabula rasa.Menurut
john locke, perkembangan manusia sangatlah ditentukan oleh lingkungannya. Berdasarkan
pendapat locke, taraf intelegensi sangatlah ditentukanoleh pengalaman dan pengetahuan yang
diperolehnya dari lingkungan hidupnya.

3. Faktor Kematangan
Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan
menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan usia
kronologis (usia kalender)

4. Faktor Pembentukan
Pembentukan ialah segalah keadaan diluar diri seseorang yang memengaruhi perkembangan
intelegensi. Pembentukan dapat dibedakan menjadi pembentukan sengaja (sekolah formal)
dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar). Sehingga manusia berbuat intelegen
karena untuk mempertahankan hidup ataupun dalam bentuk penyesuaian diri.
5. Faktor Minat dan Bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat
lebih giat dan lebih baik lagi. Adapun bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan sebagai
potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat seseorang
akan memengaruhi tingkat kecerdasannya. Artinya seseorang yang memiliki bakat tertentu,
maka akan semakin mudah dan cepat mempelajarinya.

6. Faktor Kebebasan
Kebebasan yaitu keleluasaan manusia untuk berfikir divergen (menyebar) yang berarti bahwa
manusia dapat memilih metode metode tertentu dalam memecahkan masalah masalah, juga
bebas dalam memilih masalah sesuai kebutuhannya.

Terkait dengan perkembangan kognitif anak usia dini, Piaget berpendapat bahwa anak
berada pada tahap atau periode “Praoperasional”, yang deskripsi kemampuannya adalah
sebagai berikut.

Tabel Periode Praoperasional


Periode Deskripsi
Praoperasional 1. Mampu berpikir dengan menggunakan simbol (symbolicfunction).
Kemampuan ini merupakan subtahap pertama pada praoperasional,
yang terjadi kira-kira antara usia 2-4 tahun. Pada tahap ini, anak
dapat mengembangkan kemampuan untuk membayangkan secara
mental suatu objek (seperti manusia, rumah, hewan, dll.) yang
tidak ada.
2. Berpikirnya masih dibatasi oleh persepsinya. Mereka meyakini apa
yang dilihatnya, dan hanya terfokus kepada satu atribut/dimensi
terhadap satu objek dalam waktu yang sama. Cara berpikir mereka
bersifat memusat (centering). Perhatiannya terpusat kepada satu
karakteristik dan mengesampingkan karakteristik yang lainnya.
3. Berpikirnya masih kaku belum fleksibel. Cara berpikirnya terfokus
kepada keadaan awal atau akhir dari suatu transformasi
(perubahan), bu kan kepada transformasinya itu sendiri yang
mengantarai keadaan tersebut. Contoh: Anak mungkin memahami
bahwa dia lebih tua dari adiknya, tetapi mungkin tidak
memahaminya, bahwa adiknya lebih muda dari dirinya.
4. Dapat mengelompokkan sesuatu berdasarkan satu dimensi, seperti:
kesamaan warna, bentuk, dan ukuran.
5. Dikatakan juga bahwa cara berpikirnya masih egocentrism, yaitu
ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif sendiri
dengan perspektif orang lain.

B. Karakteristik Umum Anak Usia Dini

Usia dini merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang sangat menentukan
perkembangan masa selanjutnya. Berbagai studi yang dilakukan para ahli menyimpulkan
bahwa pendidikan anak sejak usia dini dapat memperbaiki prestasi dan meningkatkan
produktivitas kerja masa dewasanya.

Erickson (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 1993: 167) mengemukakan bahwa
"masa kanak-kanak merupakan gambaran manusia sebagai manusia. Perilaku yang
berkelainan pada masa dewasa dapat dideteksi pada masa kanak-kanak".

Ahli lain yang menyoroti masa anak adalah Eric Fromm (1937), dia mengemukakan
bahwa "orang yang berkemungkinan menjadi neurotik adalah orang yang pernah mengalami
kesulitan-kesulitan dalam tarafyang serius, terutama disebabkan Oleh pengalaman pada masa
kanak-kanak".
Begitu pentingnya masa usia dini ini, sampai-sampai Sigmund Freud berpendapat
bahwa "Child is father of mani) (anak adalah ayah dari manusia), artinya masa anak sangat
berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian masa dewasa seseorang.

Secara umum, masa ini memiliki karakteristik atau sifat. sifat sebagai berikut (M.
Solehuddin dan İhat Hatimah dalam M. Ali (Ed.), 2007: 1097-1098).

1. Unik. Artinya sifat anak itü berbeda satu sama lainnya. Anak memiliki bawaan, minat,
kapabilitas, dan lata: belakang kehidupan masing-masing. Meskipun terdapat pola
urutan umum dalam perkembangan anak yang dapat diprediksi, pola perkembangan dan
belajarnya tetap memiliki perbedaan satu sama lainnya.
2. Egosentris. Anak lebih cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang
dan kepentingannya sendirl Bagi anak, sesuatu itü akan penting sepanjang hal tersebut
terkait dengan dirinya.
3. Aktif dan Energik. Anak lazimnya senang melakukafl berbagai aktivitas. Selama
terjaga dari tidur, anak seolah-olah tidak pernah lelah, tidak pernah boşan, dan tidak
pernah berhenti dari aktivitas; terlebih lagi kala] anak dihadapkan pada suatu kegiatan
yang baru dan menantang.
4. Rasa ingin tahli yang kuat dan antusias terhadap banyakhal' Anak cenderung banyak
memerhatikan, membicarakafl' dan mempertanyakan berbagai hal yang sempat dilihat
dan didengarnya, terutama terhadap hal-haı yang baru.
5. Eksploratif dan berjiwa petualang. Terdorong oleh rasa ingin tahu yang kuat, anak
lazimnya senang menjelajah, mencoba, dan mempelajari hal-hal baru. Anak senang
membongkar pasang alat-alat mainan yang baru dibelinya. Kadang-kadang ia terlibat
secara intensif dalam kegiatan memerhatikan, memainkan, dan melakukan sesuatu
dengan benda-benda yang dimilikinya.
6. Spontan. Perilaku yang ditampilkan anak umumnya relatif asli dan tidak ditutup-tutupi
sehingga merefleksikan apa yang ada dalam perasaan dan pikirannya. la akan marah
kalau ada yang membuatnya jengkel, ia akan menangis kalau ada yang membuatnya
sedih, dan ia pun akan memperlihatkan wajah yang ceria kalau ada yang membuatnya
bergembira, tidak peduli di mana dan dengan siapa ia berada.
7. Senang dan kaya dengan fantasi. Anak senang dengan hal-hal yang imajinatif. Anak
tidak saja senang terhadap cerita-cerita hayal yang disampaikan oleh orang lain, tetapi
ia sendiri juga senang bercerita kepada orang lain. Kadangkadang ia juga dapat
bercerita melebihi pengalaman aktualnya atau kadang-kadang bertanya tentang hal-hal
yang gaib sekalipun.
8. Masih mudah frustrasi. Umumnya anak masih mudah frustrasi, atau kecewa bila
menghadapi sesuatu yang tidak memuaskan. la mudah menangis atau marah bila
keinginannya tidak terpenuhi. Kecenderungan perilaku anak seperti ini terkait dengan
sifat egosentrisnya yang masih kuat, sifat spontanitasnya yang masih tinggi, serta rasa
empatinya yang masih relatif terbatas.
9. Masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu Sesuai dengan perkembangan
cara berpikirnya, anak lazimnya belum memiliki rasa pertimbangan yang matang
termasuk berkenaan dengan hal-hal yang membahayakan, la kadang-kadang melakukan
sesuatu yang membahayakan dirinya dan orang lain.
10. Daya perhatian yang pendek. Anak lazimnya memiliki daya perhatian yang pendek,
kecuali terhadap hal-hal yang secara intrinsik menarik dan menyenangkan. la masih
sangat sulit untuk düdük dan memerhatikan sesuatu dalam jangka waktu yang lama.
11. Bergairah untuk belajar dan banyak belajar dari pengalaman. Anak senang melakukan
berbagai aktivitas yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku pada dirinya.
la senang mencari tahu tentang berbagai hal, mempraktikkan berbagai kemampuan dan
keterampilan, serta mengembangkan konsep dan keterampilan baru Namun tidak seperti
orang dewasa, anak cenderung banyak belajar dari pengalaman melalui İnteraksi dengan
benda dan/atau orang lain daripada belajar dari simbol.
12. Semakin menunjukkan minat terhadap teman. Seiring dengan bertambahnya usia dan
pengalaman sosial, anak semakin berminat terhadap orang lain, la mulai menunjukkan
kemampuan untuk bekerja sama dan dengan teman-temannya. la memiliki penguasaan
perbendaharaan kata yang cukup untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Yelon dan Weinstein (1977: 15-17) mengemukakan karakteristik perkembangan anak usia
dini sebagai berikut.

Tabel 3a. Karakter Anak Usia Dini

Aspek Usia Usia 1 - 3 Usia Prasekolah


1. Fisik 2. Sangat aktif. 1. Sangat aktif.
3. Belajar merangkak, 2. Dapat mengoordinasikan
berjalan, lari, memanjat, mata dan tangan,
makan sendiri, bermain, melempar, menangkap,
balok, dan menggaruk. loncat, melompat,
4. Belajar kebiasaan ke menggambar, dan
toilet. menulis.
3. Dapat belajar berbagai
keterampilan tangan
sederhana.
2. Mental 3. Perkembangan bahasa 1. Egosentris, belum
dari menangis ke memahami pandangan
berbicara. atau perasaan orang lain.
4. Belajar konsep-konsep, 2. Perkembangan bahasa;
seperti; warna, satu, dan dapat berbicara dalam
banyak. bentuk kalimat,
5. Memandangan benda perbendaharaan
sebagai sesuatu yang bahasanya sudah
dapat berperilaku bertembah banyak, dan
sangat tertarik dengan
kisah-kisah.
3. Memiliki kesulitan
untuk berpikir abstrak
3. Sosial 1. Mulai senang bermain 1. Mulai menghormati
di luar rumah. otoritas
2. Menyenangi anak-anak 2. Sudah dapat mengikuti
yang lain, tetapi belum aturan
bisa bermain dengan 3. Sudah dapat berteman,
mereka meskipun belum
mempunyai teman yang
tetap
4. Emosional 1. Dapat merespons 1. Dapat merespons
terhadap kasih sayang terhadap kasih sayang
dan persetujuan. dan persetujuan.
2. Masih tergantung 2. Mulai memerhatikan
kepada orang tua. tipe-tipe orang, baik
3. Berkembangnya yang terkait dengan jenis
beberapa bentuk kelamin, peranan,
pernyataan perasaan maupun kemampuannya.
dari yang sebelumnya 3. Dapat merespons
hanya dangan kegiatan rutin dengan
menangis. baik.
4. Dapat mengekspresikan
semua emosinya.
Respons Orang 1. Menanamkan 1. Menanamkan sikap
Dewasa (Orang kedisplinan yang ringan tanggung jawab dan
Tua atau Guru) secara konsisten. independen.
2. Memberikan 2. Menjawab pertanyaan
perlingdungan tanpa anak.
bersikap “over 3. Memberikan berbagai
protect”on". objek fisik untuk
3. Berbicara dengan anak dieksplorasi.
dan merespons 4. Memberikan
pembicaraanya. pengalaman berinteraksi
4. Memberikan sosial melalui bekerja
kesempatan untuk aktif dengan kelompok kecil.
bergerak dan 5. Membuat program-
bereksplorasi. program kegiatan,
5. Memberikan seperti menyanyi, dan
penghargaan kepada menari.
perilaku anak yang 6. Melakukan berbagai
baik. kegiatan untuk
mengembangkan bahasa
anak, seperti: bercerita
tentang kisah-kisah,
membuat klasifikasi
(benda-benda atau hal
lain), mendiskusikan
masalah-masalah
sederhana, dan membuat
peraturan.

Lingkungan merupakan faktor yang cukup penting dalam proses tumbuh kembang Si
Kecil hingga ia dewasa. Faktor ini dapat mempengaruhi peluang tercapainya potensi diri
maksimal seseorang. Dan ternyata faktor lingkungan dapat mempengaruhi tumbuh kembang
Si Kecil sejak ia berada dalam kandungan.

Selain faktor lingkungan prenatal, terdapat juga faktor lingkungan post-natal atau
setelah kelahiran Faktor ini dibagi menjadi:

1. Lingkungan Biologis
Lingkungan Biologis bisa berupa nutrisi atau metabolisme yang dimiliki Si Kecil.
Nutrisi berperan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.
Berikan Si Kecil makanan bernutrisi lengkap dan seimbang setiap harinya. Apabila gizi
sudah tercukupi maka Si Kecil siap menerima stimulasi atau pembelajaran.
Pastikan anak mendapatkan nutrisi lengkap yang dibutuhkan ya Bunda. Kekurangan
nutrisi dan gizi pada anak bisa menyebabkan masalah kesehatan yang cukup serius. Selain
itu, Si Kecil yang tidak mendapat cukup nutrisi akan mudah lelah juga sakit, serta sulit
berkonsentrasi. Tentunya hal ini dapat berpeluang menghambat proses belajar mengajar.
Jangan juga membiasakan anak untuk makan makanan yang tidak sehat ataupun
berlebihan karena bisa membuatnya menjadi obesitas.

2. Lingkungan Fisik
Lingkungan Fisik bisa berupa keadaan rumah maupun sekolah. Di mana Si Kecil akan
menghabiskan waktu cukup banyak sehari-harinya di sana. Di rumah, buat Si Kecil merasa
nyaman. Ajarkan juga bagaimana ia bisa berkontribusi terhadap kenyamanan rumah sesuai
dengan kemampuannya.
Berikan anak ruang yang nyaman untuk bermain dan belajar di rumah, serta jaga
kebersihan lingkungan dengan baik. Karena ini akan berpengaruh juga terhadap
kesehatannya.
Lingkungan fisik yang tidak menyenangkan bisa menyebabkan anak tidak nyaman dan
menjadi pribadi yang tertutup.
3. Lingkungan Psikososial
Lingkungan Psikososial adalah kondisi di mana stimulus yang diberikan orang-orang di
sekitar Si Kecil mempengaruhi perilakunya.
Orang tua di rumah juga berperan penting dalam memberikan stimulus kepada anak.
Agar anak juga berkembang tidak hanya dari kognitifnya yang ia terima di sekolah, tapi juga
dari segi emosional dan motorik.
Ayah dan Bunda bisa memberikan stimulasi berupa cinta dan kasih sayang. Si Kecil
yang tumbuh dalam lingkungan penuh kasih sayang dan rasa aman akan menjadi pribadi
yang mandiri, percaya diri, dan memiliki kemampuan kognitif, perilaku, dan emosional yang
lebih baik.
Bantu jawab keingintahuannya, kenalkan ia pada hal-hal baru dan lakukan semua itu
dengan penuh perhatian.

4. Lingkungan Keluarga
Ini adalah lingkungan terdekat Si Kecil sekaligus yang bisa memberikan pengaruh
paling besar terhadap perkembangannya.Bangun kedekatan dengan si kecil dengan
memperhatikan keseharian dan pertumbuhannya. Temani anak bermain sekaligus belajar.
Dalam bersosialisasi, Ayah dan Bunda juga harus memberikan dukungan pada Si Kecil
agar ia dapat membentuk pergaulan yang baik dan sehat. Dengan bersosialisasi, ia mengalami
proses pembentukan EQ yang juga dibutuhkan dalam seluruh aspek hidupnya.
Itulah Bunda, keempat faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang
Si Kecil.
Otak Si Kecil terdiri dari seratus miliar sel saraf, yang nantinya membentuk sinaps
(sambungan antar sel saraf). Semakin banyak sinaps terbentuk, semakin cerdas anak tersebut.
Stimulasi dari lingkunganlah yang membantu terjadinya pembentukan sinaps tersebut.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian pada masa kanak-
kanak. Faktor-faktor seperti genetika dan lingkungan berkontribusi dalam pembentukan
karakter anak.

Lingkungan sangat berpengaruh bagi perkembangan karakter anak. Bila anak berada
pada lingkungan yang baik maka akan dapat memberikan pengaruh yang baik pula bagi
perkembangan karakter anak, dan begitu juga sebaliknya lingkungan yang tidak baik juga
dapat memberikan pengaruh yang tidak baik bagi perkembangan karakter anak. Anda sebagai
orangtua harus jeli dan pintar-pintar memilihkan lingkungan yang baik bagi anak Anda,
karena akan menentukan perkembangan karakter anak Anda. Lingkungan ini dapat
dimisalkan seperti lingkungan tempat Anda tinggal, lingkungan bermain anak Anda, ataupun
lingkungan sekolah anak Anda.

Dalam proses perkembangan anak, lingkungan merupakan faktor yang sangat penting
setelah pembawaan. Tanpa adanya dukungan dari faktor lingkungan maka proses
perkembangan dalam mewujudkan potensi pembawaan menjadi kemampuan nyata tidak akan
terjadi. Oleh karena itu fungsi atau peranan lingkungan ini dalam proses perkembangan dapat
dikatakan sebagai faktor ajar, yaitu faktor yang akan mempengaruhi perwujudan suatu
potensi secara baik atau tidak baik, sebab pengaruh lingkungan dalam hal ini dapat bersifat
positif yang berarti pengaruhnya baik dan sangat menunjang perkembangan suatu potensi
atau bersifat negatif yaitu pengaruh lingkungan itu tidak baik dan akan menghambat/merusak
perkembangan.

Oleh karena itu, sudah menjadi tugas utama seorang pendidik untuk menciptakan atau
menyediakan lingkungan yang positif agar dapat menunjang perkembangan si anak dan
berusaha untuk mengawasi dan menghindarkan pengaruh faktor lingkungan yang negatif
yang dapat menghambat dan merusak perkembangan sang anak.

BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini adalah sesuatu yang merujuk pada perubahan-
perubahan pada proses berpikir sepanjang siklus kehidupan anak sejak konsepsi hingga
usia 8 tahun.
2. Urgensi perkembangan kemampuan kognitif anak usia dini yaitu dimana melalui
pengembangan kognitif fungsi berpikir dapat digunakan dengan cepat dan tepat untuk
mengatasi suatu situasi dan untuk memecahkan suatu masalah
3. Teori dasar perkembangan kognitif. Ada beberapa tokoh yang merumuskan teori
kognitif berdasarkan hasil penelitian mereka. Masing-masing yaitu yang terkenal adalah
Jean Piaget, Bruner, dan Lev Vygotsky.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif yaitu: (1) Hereditas/
Keturunan, (2) Lingkungan, (3) Kemantangan, (4) Pembentukan, (5) Minat dan Bakat,
dan (6) kebebasan
5. Proses Kogntif pada Anak Usia Dini yaitu:
Adaptasi, disini adabtasi mempunyai 2 proses komplementer yaitu asimilasi dan
akomodasi. Proses yang berikut yaitu kecenderungan organisasi.
6. Tahap perkembangan kognitif AUD berarti tahap perkembangan kognitif anak dari
sejak lahir sampai pada usia ± 8 tahun. Piaget membaginya dalam tahap sensori motorik
untuk usia ± 0-24 bln dan tahap pra operasioanal ± 18 – ± 7 tahun.
7. Klasifikasi Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini yaitu: (1) Pengembangan
Auditory, (2) pengembangan visual, (3) Pengembangan taktik, (4) Pengembangan
kinestetik, (5) Pengemabangan Arimatika, (6) Pengembangan Geometri, (7)
Pengemabangan Sains Permulaan.
8. Strategi pengembagan kemampuan kognitif anak usia dini yaitu untuk: (1)
meningkatkan kemampuan berpikir logis, (2) menemukan hubungan sebab akibat, (3)
Meningkatkan pengertian pada bilangan.

B. Saran

Sebagai pendidik dan calon pendidik anak usia dini, bahkan bagi orang tua dan calon
orangtua sebaiknya memahami perkembangan kognitif anak usia dini dan bisa
mengembangkannya sejak dari masa konsepsi agar dapat memberikan stimulasi yang tepat
pada anak sesuai dengan hakikat anak usia dini dan tahap perkembangannya.

DAFTAR PUSTAKA

 https://www.google.com/search?q=Pada+perkembangan+kognitif+anak
%2C+ada+6+faktor+yang+mempengaruhi+perkembangan+kognitif.&oq=Pada+perke
mbangan+kognitif+anak
%2C+ada+6+faktor+yang+mempengaruhi+perkembangan+kognitif.&aqs=chrome..6
9i57.1348j0j15&sourceid=chrome&ie=UTF-8
 https://morinagaplatinum.com/id/milestone/pengaruh-faktor-lingkungan-untuk-
tumbuh-kembang-si-kecil
 Kemampuan Kognitif Anak Usia Dini Dalam Pembelajaran Akuatik (Anne Hafina, Lutfi Nur, Nandang
Rusmana) 50

 Rahman, U. (2009). Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini. Jurnal Lentera Pendidikan, 12(1),
46-57.

 Syamsu Yusuf L. N & Nani M. Sugandhi, PT. Raja Grafindo Persada. Perkembangan
Peserta Didik, Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan, Karakteristik Umum
Anak Usia Dini.

Anda mungkin juga menyukai