Judul : Review Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Lembaga Pilkada
Tujuan Penelitian : (1) Untuk mengetahui bagaimana sistematisasi pemutusan
perkara terkait penyelesaian sengketa hasil pilkada.
(2) Untuk mengetahui apa yang mendasari penetapan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XX/2022
Subjek Penelitian : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XX/2022
Metode Penelitian : Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum normatif
Pemndahuluan :
Pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Daerah merupakan Pelaksanaan kedaulatan
rakyat di Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. dalam perkembangan ketatanegaraan banyak situasi hukum yang berubah. Peradilan perselisihan hasil pemilu di Indonesia lahir setelah amandemen UUD NRI Thn 1945, pada awalnya Mahkamah Konstitusi hanya memiliki kewenangan untuk memutus hasil sengketa legislatif maupun Pemilu Presiden dan Wakil Presiden akan tetapi dalam perkembangannya kewenangan Mahkamah Konstitusi mengalami perluasan untuk juga memutus perselisihan sengketa hasil pemilihan Kepala Daerah setelah adanya pengalihan kewenangan dari Mahkamah Agung. Dalam situasi seperti ini tentunya diperlukan kepastian hukum mengenai lembaga yang berwenang memutuskan hasil sengketa pemilihan umum.
Pembahasan :
Sejak berlakunnya Undang-Undang Nomor.12 Tahun 2008 penyelesaian hasil
Pilkada dialihkan dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi. kemudian dikeluarkankanlah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor.97/PUU-IX/2013 yang pada hakikatnya Mahkamah Konstitusi tidak lagi berwenang untuk memutuskan perselisihan sengketa Pilkada, merespon hal tersebut pembentuk Undang-Undang melalui pasal 157 ayat (1) Undang-Undang Nomor.1 Tahun 2015 kewenangan tersebut diserahkan kepada Pengadilan Tinggi kemudian mengubahnya melalui Pasal 157 ayat (1) Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2015 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang menjadi kewenangan badan peradilan khusus. ,sebelum badan tersebut terbentuk Mahkamah Konstitusi tetap berwenang untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan langsung. Namun pada akhirnya Mahkamah Konstitusi kembali mengeluarkan Putusan Nomor 85/PUU-XX/2022 yang pada intinya menyebutkan bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam pemutusan hasil sengketa Pilkada tidak lagi bersifat sementara melainkan bersifa permanen hal itu dikarenakan badan peradilan khusus tidak lagi dibentuk.
Perubahan pendirian Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 97/PUU-
XI/2013 dan Putusan Nomor 85/PUU-XX/2022 tentang pemutusan hasil sengketa Pilkada didasarkan pada perbedaan dasar pemikiran yang digunakan. Dasar pemikiran dalam Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 menggunakan metode penafsiran konstitusi orginal textualis dengan melihat teks yang terdapat dalam UUD 1945 sebagai acuan utama. sedangkan pada putusan Nomor 85/PUU-XX/2022 menggunakan metode penafsiran konstitusi original historical, yaitu melalui penelusuran dan analisis terhadap sejarah penyusunan UUD NRI Tahun 1945.
Di sisi lain pada Putusam Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013
menyebutkan bahwasannya Pemilihan Kepala Daerah tidak termasuk ke dalam rezim Pemilu hal tersebut dikarenakan tidak termuat secara ekspplisit di dalam Undang-Undang tentang Pemilu terkhusus pasal 22 E ayat (2) UUD NRI 1945 sehingga Mahkamah Konstitusi memutuskan tidak berwenang untuk menyelesaikan perselisihan hasil Pilkada, sementara itu dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XX/2022 menyebutkan bahwa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden beserta legislatif merupakan satu rezim dengan Pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Daerah hal tersebut diandasi atas adanya kesamaan dalam asas dan juga lembaga penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada.yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU)