Angka Partisipasi Kaasar Perempuan dan Laki Laki di Perguruan Ting
Rasio Angka Partisipasi Kasar (APK)
Perempuan/Laki-Laki di Tingkat Perguruan Tinggi Provinsi Menurut Provinsi
2020 2021 2022
ACEH 107,36 116,72 120,93
SUMATERA 115,41 122,58 115,04
UTARA
SUMATERA 133,35 140,12 133,20
BARAT
RIAU 100,22 123,69 122,94
JAMBI 109,22 123,61 120,94
SUMATERA 122,14 107,98 135,61
SELATAN
BENGKULU 118,84 109,75 104,29
LAMPUNG 125,37 105,55 127,28
KEP. BANGKA 112,94 122,48 132,11
BELITUNG
KEP. RIAU 134,90 111,90 115,53
DKI JAKARTA 95,71 99,58 112,33
JAWA BARAT 102,11 111,94 104,87
JAWA TENGAH 129,61 126,62 116,06
DI YOGYAKARTA 96,18 103,51 101,59
JAWA TIMUR 107,17 110,60 120,94
BANTEN 88,36 122,58 114,55
BALI 97,37 98,80 103,43
NUSA TENGGARA 99,60 95,45 92,18
Rasio Angka Partisipasi Kasar (APK) Perempuan/Laki-Laki di Tingkat Perguruan Tinggi Provinsi Menurut Provinsi
2020 2021 2022
BARAT
NUSA TENGGARA 101,38 128,96 122,02
TIMUR
KALIMANTAN 127,71 107,76 147,29
BARAT
KALIMANTAN 105,33 100,40 123,92
TENGAH
KALIMANTAN 135,09 105,88 109,79
SELATAN
KALIMANTAN 111,63 110,38 116,31
TIMUR
KALIMANTAN 110,05 87,06 114,44
UTARA
SULAWESI UTARA 99,92 116,58 145,76
SULAWESI 106,49 126,89 125,33
TENGAH
SULAWESI 116,50 127,54 113,75
SELATAN
SULAWESI 109,98 112,27 124,95
TENGGARA
GORONTALO 130,40 175,[50 122,75
SULAWESI BARAT 110,47 132,71 127,20
MALUKU 114,10 116,26 120,02
MALUKU UTARA 97,91 113,98 118,22
PAPUA BARAT 102,45 113,32 110,36
Rasio Angka Partisipasi Kasar (APK) Perempuan/Laki-Laki di Tingkat Perguruan Tinggi Provinsi Menurut Provinsi
2020 2021 2022
PAPUA 101,38 99,39 115,54
INDONESIA 109,01 115,26 116,04
B. Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi Menurut Jenis Kelamin
Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT)
Jenis Kelamin + Menurut Jenis Kelamin Jumlah 2020 2021 2022
Laki-laki 3.437.315 3.360.549 3.340.001
Perempuan 3.559.237 3.672.590 3.669.464
Sumber : Badan Pusat Statistik Nasional
Peranan Wanita Dalam Dunia Kerja
Perempuan dinilai hanya becus dalam melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan urusan rumah tangga. Perempuan bisa menjadi aktor strategis di dalam pembangunan. Tidak hanya pembangunandi desa-desa, tetapi juga pembangunan secara nasional yang dapat mengubah kehidupan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik dan sejahtera. Seiring berjalannya waktu, perempuan mulai bangkit dan berhasil membuktikan bahwasanya keberadaan mereka layak untuk diperhitungkan. Kecerdasan serta kepiawaian perempuan- perempuan Indonesia, khususnya, tidak bisa lagi dianggap remeh karena telah turut berkontribusi terhadap pembangunan. Salah satu contoh, peran perempuan di dalam upaya meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Di sektor perikanan, data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) 2015 menyebutkan, perempuan mengerjakan 70% pekerjaan produksi perikanan dengan waktu kerja hingga 17 jam. Mulai dari menyiapkan bahan bakar, perbaikan alat menangkap ikan, memasak bahan makanan untuk nelayan laki-laki. Setelah ikan tiba di dermaga, perempuan kemudian berperan sebagai penjual atau pengupas kerang. Mereka juga ahli dalam mengolah ikan menjadi makanan siap saji, seperti tekwan, sambal,ataupun kerupuk sehingga harga jual harga jual produk ikan menjadi naik. Demikian juga keterlibatan perempuan pada bidang-bidang lain, termasuk politik dan pemerintahan. Di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Jusuf Kalla pada 2014-2019, perempuan kian diberdayakan dengan ditetapkannya peraturan mengenai kuota 30% untuk keterwakilan perempuan dalam politik. Meskipun, dalam praktiknya, tidak semua perempuan yang berkecimpung di bidang politik memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan-keputusan strategis. Namun setidaknya, mereka mampu merepresentasikan kehadiran serta menyuarakan aspirasi perempuan di level kebijakan pemerintah. Dalam sebuah forum Trading Development and Gender Equality yang berlangsung di sela Asian Development Bank Annual Meeting 2019 di Nadi, Fiji, Sabtu (4/5) lalu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Menteri PPN/ Bappenas) menyebutkan kaum perempuan adalah aset, potensi, dan investasi penting bagi Indonesia yang dapat berkontribusi secara signifikan sesuai kapabilitas dan kemampuannya. Lebih mengerucut, dalam konteks pembangunan, pengarusutamaan gender, dan pemberdayaan perempuan begitu erat kaitannya dengan memperbaiki kualitas generasi penerus bangsa. Mengingat, perempuan adalah pendidik pertama di dalam keluarga. Berdasarkan prediksi Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 lalu, populasi Indonesia pada 2018 mencapai tak kurang dari 264,2 juta jiwa atau 50,2% adalah laki-laki sementara 131,5 juta jiwa atau 49,8% adalah perempuan. Sedangkan, Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia diketahui mengalami kenaikan dari 90,82 pada 2016 menjadi 90,99 di 2018. IPG yang mendekati 100 itu secara jelas mengindikasikan bahwa semakin kecil kesenjangan pembangunan antara laki-laki dan perempuan. Sementara, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Indonesia ikuttercatat naik dari 71,39 pada 2016 menjadi 71,74 di 2017. IDG adalah indikator yang menunjukkan apakah perempuan dapat memainkan peranan aktif dalam kehidupan ekonomi dan politik. Satu hal yang perlu digarisbawahi, tingkat pendidikan perempuan rata-rata lebih tinggi dari laki-laki. Akan tetapi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan justru sebaliknya lebih rendah dibanding TPAK laki-laki yakni hanya di angka 55%. Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional 2018 yang dirilis oleh BPS, proporsi laki-laki dalam sektor kerja formal hampir dua kali lipat dibanding perempuan. Mirisnya, dalam 10 tahun terakhir, tren proporsi tersebut cenderung stagnan dan bahkan perempuan bekerja masih sangat rentan untuk terpapar economic shocks. Masih dari data BPS, sekitar 26% pekerja perempuan adalah pekerja sektor rumah tangga, selain itu, sebagian besar pekerja perempuan adalah pekerja dengan keterampilan menengah hingga rendah yang proporsinya mencapai 89% atau sekitar 43,8 juta jiwa.
Sumber : Wabsite Kemenko PMK
Data Perceraian di Indonesia
Kasus perceraian di Indonesia kembali melonjak. Menurut laporan Statistik Indonesia, jumlah
kasus perceraian di Tanah Air mencapai 447.743 kasus pada 2021, meningkat 53,50% dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 291.677 kasus. Laporan ini menunjukkan kalangan istri lebih banyak menggugat cerai ketimbang suami. Sebanyak 337.343 kasus atau 75,34% perceraian terjadi karena cerai gugat, yakni perkara yang gugatannya diajukan oleh pihak istri yang telah diputus oleh Pengadilan. Sementara itu, sebanyak 110.440 kasus atau 24,66% perceraian terjadi karena cerai talak, yakni perkara yang permohonannya diajukan oleh pihak suami yang telah diputus oleh Pengadilan. Berdasarkan provinsi, kasus perceraian tertinggi pada 2021 berada di Jawa Barat, yakni sebanyak 98.088 kasus. Diikuti oleh Jawa Timur dan Jawa Tengah, masing-masing sebanyak 88.235 kasus dan 75.509 kasus. Perselisihan dan pertengkaran terus-menerus menjadi faktor perceraian tertinggi pada 2021, yakni sebanyak 279.205 kasus. Sedangkan kasus perceraian lainnya dilatarbelakangi alasan ekonomi, ada salah satu pihak yang meninggalkan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga poligami. Secara tren, kasus perceraian di tanah air selama lima tahun terakhir cenderung fluktuatif. Kasus perceraian tertinggi terjadi pada 2021, sedangkan terendah pada 2020. Padahal, kasus perceraian tercatat melonjak sepanjang 2017-2019. Sumber : Badan Statistik Indonesia Data Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan Catatan Tahunan Komnas Perempuan periode 2012 – 2021 (10 tahun) menunjukkan sekurangnya ada 49.762 laporan kasus kekerasan seksual. Komnas Perempuan pada Januari s.d November 2022 telah menerima 3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, termasuk 860 kasus kekerasan seksual di ranah publik/komunitas dan 899 kasus di ranah personal. Jumlah pengaduan masih akan terus bertambah, termasuk ke lembaga pengada layanan yang dikelola oleh masyarakat sipil maupun UPTD P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak). Sumber : Catatan Tahunan Komnas Perepmpuan
Data KDRT 2022
Melalui data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Republik Indonesia, sebanyak 18.261 kasus KDRT di Indonesia yang terjadi selama Januari hingga Oktober 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 16.746 atau 79,5 persen korban adalah seorang perempuan. Sementara sebanyak 2.948 laki-laki juga menjadi korban KDRT.
Data Perkosaan di Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah kejahatan asusila di Indonesia, termasuk perkosaan dan pencabulan, semakin marak semenjak pandemi. Pada 2020 dan 2021, jumlah kasus perkosaan dan pencabulan di tanah air mencapai angka di atas 5.900 kasus per tahun. Jumlah ini lebih tinggi ketimbang periode sebelum pandemi yaitu pada 2017 hingga 2019. Dalam lima tahun terakhir, jumlah kasus perkosaan dan pencabulan paling tinggi terjadi pada 2020, yakni sebanyak menjadi 6.872 kasus. Angka ini meningkat 31,32% dari tahun sebelumnya yang sebanyak 5.233 kasus. Meski mengalami kenaikan yang cukup tajam di 2020, jumlah kasus perkosaan dan pencabulan di Indonesia mulai mengalami penurunan pada 2021. Jumlahnya sebanyak 5.905 kasus. Secara rinci, kejahatan perkosaan di Indonesia pada 2021 ada sebanyak 1.164 kasus, sedangkan kejahatan pencabulan sebanyak 4.741 kasus. Adapun jumlah kasus perkosaan dan pencabulan di Indonesia dalam lima tahun terakhir paling sedikit terjadi pada tahun 2019 sebesar 5.233 kasus. Sumatera Utara merupakan wilayah yang paling banyak melaporkan kasus perkosaan dan pencabulan pada 2021. Jumlahnya mencapai 904 kasus. Kemudian, diikuti oleh Jawa Tengah dan Sumatera Barat masing-masing sebanyak 420 kasus dan 340 kasus perkosaan dan pencabulan. Sementara itu, Kalimantan Utara tercatat sebagai wilayah dengan kejahatan asusila paling sedikit pada tahun lalu yaitu hanya 20 kasus.
Data Pembunuhan di Indonesia
Data di e-MP mencatat 809 orang menjadi korban kasus pembunuhan dan kejahatan terhadap jiwa orang selama 2022. Mirisnya, 7,9 persen dari jumlah korban pembunuhan merupakan pelajar dan mahasiswa.