Anda di halaman 1dari 79

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu penunjang dalam membangun


kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya pendidikan, maka pembangunan
masyarakat dapat terwujud dengan baik. Inti dari tujuan pembangunan itu sendiri
adalah mewujudkan suatu masyarakat yang makmur dan sejahtera baik secara
individual maupun secara sosial. Dalam pembangunan diharapkan pula dapat
semakin menumbuhkan kesadaran masyarakat pada pentingnya pendidikan agar
dapat mendorong masyarakat untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya secara
mandiri. Masih rendahnya taraf hidup masyarakat disebabkan pada faktor
masyarakat itu sendiri yang mempengaruhi persoalan dari segi kemanusiaan dan
pembangunan, seperti keterbelakangan, kebodohan, buta huruf, anak putus
sekolah, anak jalanan, pekerja anak, perdagangan manusia (human trafficking)
dan pengangguran. Hal-hal tersebut yang membuat sebagian masyarakat tidak
dapat menikmati kehidupannya dengan sejahtera. Tidak hanya itu, hal tersebut
juga mengisyaratkan bahwa daya beli merupakan sesuatu faktor yang sangat
penting untuk ditingkatkan guna memenuhi kebutuhan hidup manusia yang
sejahtera dalam kehidupan saat ini. Kecukupan kebutuhan itulah yang sementara
ini menjadi ukuran tentang well being atau sejahtera yang menjadi ukuran dari
seseorang yang tidak termasuk dalam kategori orang miskin.

1
Tabel 1.

Tingkat Partisipasi Pendidikan di Indonesia tahun 2011-2015

2011***
Indikator ) 2012 2013 2014 2015

PARTISIPASI PENDIDIKAN
FORMAL
Angka Partisipasi Sekolah (APS)
97,53 97,94 98,34 98,59
7-12 th 98,83
Angka Partisipasi Sekolah (APS)
87,79 89,61 90,62 94,32 94,59
13-15 th
Angka Partisipasi Sekolah (APS)
57,69 61,30 63,64 70,13 70,32
16-18 th
Angka Partisipasi Sekolah (APS)
14,47 15,94 20,04 22,74 22,79
19-24 th

Angka Partisipasi Kasar (APK) 102,4 104,2 107,6


108,78 109,94
SD/MI 2 3 3
Angka Partisipasi Kasar (APK)
89,37 89,29 85,69 88,43 90,63
SMP/MTs
Angka Partisipasi Kasar (APK)
64,10 68,45 66,27 73,95 77,39
SM/MA
Angka Partisipasi Kasar (APK) PT 18,06 18,85 23,06 25,76 20,89

Angka Partisipasi Murni (APM)


90,98 92,47 95,52 96,37 96,20
SD/MI
Angka Partisipasi Murni (APM)
68,22 70,82 73,73 77,43 77,45
SMP/MTs
Angka Partisipasi Murni (APM)
47,93 51,77 54,12 59,24 59,46
SM/MA
Angka Partisipasi Murni (APM)
12,56 13,48 18,08 20,18 17,34
PT

PARTISIPASI PENDIDIKAN
FORMAL DAN NONFORMAL**)
Angka Partisipasi Sekolah (APS)
97,62 98,02 98,42
7-12 th 98,92 99,09
Angka Partisipasi Sekolah (APS)
87,99 89,76 90,81 94,44
13-15 th 94,72
Angka Partisipasi Sekolah (APS)
57,95 61,49 63,84 70,31
16-18 th 70,61
Angka Partisipasi Sekolah (APS)
14,82 16,05 20,14 22,82
19-24 th 22,95

Angka Partisipasi Kasar (APK) 102,5 104,3 107,7


108,88 110,5
SD/MI/Paket A 7 3 1
Angka Partisipasi Kasar (APK)
89,83 89,49 85,96 88,63 91,17
SMP/MTs/Paket B
Angka Partisipasi Kasar (APK)
64,90 68,80 66,61 74,26 78,02
SM/MA/Paket C

2
Angka Partisipasi Murni (APM)
91,07 92,54 95,59 96,45 96,70
SD/MI/Paket A
Angka Partisipasi Murni (APM)
68,35 70,93 73,88 77,53 77,82
SMP/MTs/Paket B
Angka Partisipasi Murni (APM)
48,07 51,88 54,25 59,35 59,71
SM/MA/Paket C

Pendidikan yang Ditamatkan


Penduduk 15 Tahun ke Atas
Tidak/belum sekolah 6,73 6,11 5,77 5,47 5,90
Tidak tamat SD 15,08 14,30 14,13 13,67 12,62
SD/sederajat 28,48 28,09 28,18 27,41 27,79
SMP/sederajat 20,21 20,59 20,51 20,82 21,44
SM +/sederajat 29,50 30,91 31,41 32,64 32,25

Partisipasi Pra Sekolah


(sedang)
Usia 3-4 th 15,95 18,20 18,02 19,46 22,34
Usia 5-6 th 33,40 35,54 37,18 39,25 47,51
Usia 3-6 th 24,50 26,72 27,55 32,68 35,28

Partisipasi Pra Sekolah


(pernah + sedang)
Usia 3-4 th 19,70 22,09 22,20 23,83 24,01
Usia 5-6 th 54,61 57,38 59,83 62,67 71,70
Usia 3-6 th 36,81 39,43 40,92 46,92 48,52

BUTA HURUF
Angka Buta Huruf10 th + 6,80 6,28 5,46 4,39 4,27
Angka Buta Huruf15 th + 7,56 7,03 6,08 4,88 4,78
Angka Buta Huruf15-44 th 2,31 2,03 1,61 1,24 1,10
Angka Buta Huruf45 th + 18,15 17,17 15,15 12,25 11,89

Sumber: https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1525 diakses pada 19-12-2016, pukul 13.37

Dari tabel mengenai tingkat partisipasi pendidikan di Indonesia tahun


2011-2015 di atas, dapat diketahui bahwa keikutsertaan/partisipasi masyarakat
dalam menempuh pendidikan masih terbilang rendah baik pada pendidikan formal
maupun non formal. Terkait dengan hal tersebut, minimnya Sumber Daya
Manusia (SDM) masih menjadi masalah yang cukup serius di Indonesia. Hal itu
dikarenakan masih rendahnya minat partisipasi masyarakat dalam menempuh

3
pendidikan formal maupun non formal. Sejauh ini, minat masyarakat untuk
melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi juga masih rendah. Hal tersebut
dikarenakan masih sulitnya masyarakat untuk menjangkau pendidikan yang
mahal. Padahal, idealnya untuk meningkatkan kualiats SDM yang utama adalah
memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Untuk itu, sebagai upaya mengatasi
rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia karena keterbatasan ekonomi
masyarakat, maka pemerintah membentuk sebuah program beasiswa sebagai
program bantuan belajar untuk melanjutkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Beasiswa sendiri memiliki arti sebagai bantuan yang diberikan pada


masyarakat dalam bentuk dana atau uang yang akan digunakan untuk membantu
proses pendidikan. Sesuai dengan pengertiannya dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, beasiswa adalah tunjangan yang diberikan kepada pelajar dan
mahasiswa sebagai bantuan biaya belajar. Beasiswa dimaksudkan sebagai
bantuan yang diberikan kepada pelajar dalam bentuk dana atau berupa uang yang
dapat digunakan untuk membantu keperluan proses pendidikannya. Beasiswa
dapat diberikan oleh lembaga pemerintah, perusahaan ataupun yayasan.
Pemberian beasiswa dapat dikategorikan pada pemberian untuk pelajar yang
kurang mampu ataupun pemberian untuk pelajar dengan syarat memiliki prestasi.
Selain itu, beasiswa juga ditujukan untuk mengantisipasi mahalnya memperoleh
pendidikan yang diharapkan untuk memenuhi segala kebutuhan dalam proses
belajar agar pendidikan dapat dilaksanakan dengan baik.

Dalam pelaksanaannya, ada peran pemerintah/suatu lembaga maupun


perusahaan dibalik pemberian bantuan beasiswa tersebut. Dua hal tersebut
meskipun berbeda, namun saling mempengaruhi satu sama lain. Contohnya, jika
pada beasiswa prestasi yang biasanya diberikan oleh lembaga/perusahaan swasta
maka parameter utama yang digunakan adalah pencapaian prestasi seseorang.
Namun jika terdapat beberapa orang calon penerima yang memiliki pencapaian
prestasi yang setara, maka parameter ketidak mampuan dalam hal ekonomi dapat
dijadikan alat bantu untuk dapat memberi nilai tambah dalam proses seleksi
penerima beasiswa. Biasanya, lembaga yang memberikan beasiswa dengan
melihat tingkat kemampuan ekonomi seseorang adalah lembaga negeri. Jadi,

4
secara tidak langsung sebenarnya setiap orang memiliki kesempatan yang sama
dalam menempuh pendidikan yang terjangkau.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa beasiswa berfungsi


sebagai bantuan dana bagi mahasiswa yang kurang mampu maupun yang
berprestasi untuk memperoleh pendidikan yang layak untuk meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang diberikan oleh suatu lembaga
pemerintah maupun swasta. Dua jenis beasiswa tersebut juga dibedakan melalui
persyaratan pengajuannya. Jika beasisawa prestasi maka persyaratan di fokuskan
pada pencapaian prestasi yang telah dicapai baik dari sisi akademis maupun non-
akademis. Jika beasiswa tidak mampu maka fokus utamanya adalah pada hal-hal
yang membuktikan ketidak mampuan ekonomi seseorang seperti surat keterangan
dari perangkat pemerintah setempat atau rekomendasi dari kerabat terdekat. Untuk
beasiswa tidak mampu persyaratan berkaitan dengan pencapaian akademis dan
non akademis terkadang juga termasuk di dalamnya, tetapi tidak setinggi jika
dibanding persyaratan beasiswa prestasi karena hal tersebut hanya untuk
membuktikan kesungguhan yang bersangkutan dalam menempuh pendidikan
yang sedang dijalani. Namun demikian, diharapkan pencapaian akademis dan non
akademis tersebut tidak memberatkan pihak calon penerima bantuan. Karena
terkadang keterbatasan seseorang membuatnya tidak memiliki pencapaian yang
maksimal karena pada saat yang sama dia dibebankan juga dengan kewajiban
untuk melangsungkan hidup. Bukan saja hidupnya tapi juga orang-orang lain yang
menjadi tanggung jawabnya.

Dalam pembahasan ini, beasiswa yang utama ditujukan bagi seseorang


yang tidak mampu secara ekonomi dimana pencapaian prestasi dapat menjadi alat
bantu seleksi dapat dikatakan lebih baik, karena sesuai dengan definisi beasiswa
di atas dimana terdapat kata bantuan di dalamnya. Namun hal tersebut tidak
berarti meniadakan penghargaan bagi yang berprestasi, tetapi diharapkan porsi
beasiswa untuk kalangan yang tidak mampu tersebut lebih diutamakan. Karena
pada kenyataannya ketidak mampuan ekonomi seorang lebih sulit dimanipulasi
dibandingkan dengan pencapaian prestasi.

5
Salah satu contoh beasiswa untuk kalangan tidak mampu ini yaitu
beasiswa Bisikmisi. Meskipun berbentuk beasiswa, tetapi Bidikmisi bukanlah
beasiswa yang identik dengan hanya memberikan penghargaan atau dukungan
dana terhadap mereka yang berprestasi. Bidikmisi merupakan bantuan pendidikan
yang diberikan pemerintah bagi mereka yang memiliki potensi tingggi namun
memiliki tingkat ekonomi yang rendah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
perguruan tinggi. Pada definisinya sendiri dikatakan bahwa, BIDIKMISI adalah
bantuan biaya pendidikan yang hanya ditujukan untuk calon mahasiswa tidak
mampu (miskin)1

Berbagai jenis beasiswa dan atau bantuan biaya pendidikan baik oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun dari dunia usaha atau industri
sebenarnya sudah banyak diberikan. Akan tetapi bantuan yang diberikan relatif
belum dapat memenuhi kebutuhan studi, jumlah sasaran dan belum menjamin
keberlangsungan studi mahasiswa hingga selesai. Atas dasar itu, pemerintah
melalui Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi mulai tahun 2010 meluncurkan Program
Bantuan Biaya Pendidikan Bidikmisi yaitu bantuan biaya pendidikan bagi calon
mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi namun memiliki potensi akademik
yang baik untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi pada program studi
unggulan sampai lulus tepat waktu.

1
http://bidikmisi.belmawa.ristekdikti.go.id/, diakses pada Senin, 9 Mei 2016,
pukul 20.21

6
Dalam programnya, bidikmisi sendiri memiliki misi dan tujuan serta sasaran
khusus, yaitu sebagai berikut:

MISI BIDIKMISI

1. Menghidupkan harapan bagi masyarakat tidak mampu dan mempunyai


potensi akademik baik untuk dapat menempuh pendidikan sampai ke
jenjang pendidikan tinggi;
2. Menghasilkan sumber daya insani yang mampu berperan dalam memutus
mata rantai kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.

TUJUAN BIDIKMISI
1. Meningkatkan akses dan kesempatan belajar di perguruan tinggi bagi
peserta didik yang tidak mampu secara ekonomi dan berpotensi akademik
baik;
2. Memberi bantuan biaya pendidikan kepada calon/mahasiswa yang
memenuhi kriteria untuk menempuh pendidikan program Diploma/Sarjana
sampai selesai dan tepat waktu;
3. Meningkatkan prestasi mahasiswa, baik pada bidang akademik, maupun
non-akademik;
4. Menimbulkan dampak iring bagi mahasiswa dan calon mahasiswa lain
untuk selalu meningkatkan prestasi dan kompetitif;
5. Melahirkan lulusan yang mandiri, produktif dan memiliki kepedulian
sosial, sehingga mampu berperan dalam upaya pemutusan mata rantai
kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.

SASARAN BIDIKMISI

Sasaran program bidikmisi adalah lulusan satuan pendidikan


SMA/SMK/MA/MAK atau bentuk lain yang sederajat yang akan lulus pada tahun
tersebut atau sudah lulus satu tahun sebelumnya yang tidak mampu secara
ekonomi dan memiliki potensi akademik baik dan ingin melanjutkan sekolah ke
perguruan tinggi. Yang artinya bahwa ijazah yang akan digunakan dalam
pendaftaran bidikmisi maksimal berumur satu tahun.

7
Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sendiri merupakan salah satu Perguruan
Tinggi Negeri yang mendapatkan kesempatan untuk menerima mahasiswa
penerima bantuan Bidikmisi untuk menempuh pendidikan tinggi secara gratis.
Meskipun mahasiswa penerima beasiswa tersebut berkuliah di Perguruan Tinggi
Negeri, namun tidak ada fasilitas yang dibedakan. Semua fasilitas yang ada di
kampus dapat dinikmati bersama tanpa terkecuali. Itu artinya pihak Universitas
telah siap bekerjasama dalam mensukseskan progam pemerintah untuk
peningkatan kualitas SDM di masyarakat.
Namun meskipun di setiap program bantuan pemerintah telah terdapat visi dan
misi yang dinilai baik, pada kenyataannya tidak ada program bantuan pemerintah
yang dapat berjalan sempurna baik program dalam bantuan sosial maupun
pendidikan. Masih minimnya pengawasan terhadap program-program tersebut
merupakan salah satu hambatan yang ada pada pemberian program bantuan
pemerintah tidak terkecuali di UNJ. Seperti contohnya pada program bidikmisi
ini, masih terdapat beberapa kasus salah sasaran penerimanya yaitu misalnya pada
penerima bantuan yang dianggap masih mampu untuk membiayai kuliahnya
sendiri tetapi ia menerima bantuan beasiswa tersebut. Untuk itu, yang menarik
peneliti untuk mengangkat tema pada penulisan laporan ini adalah bagaimana
implementasi program bantuan pemerintah yang dalam hal ini adalah program
beasiswa Bidikmisi yang berjalan di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan
seberapa tepat sasaran pemerintah dalam memberikan bantuan dana pendidikan
melalui Bidikmisi yang memiliki sasaran utama masyarakat yang kurang mampu
serta bagaimana manfaat program beasiswa bidikmisi bagi penerimanya
khususnya pada mahasiswa di UNJ.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana implementasi program beasiswa Bidikmisi yang berjalan di
Universitas Negeri Jakarta?
2. Apakah beasiswa Bidikmisi memiliki kebermanfaatan bagi mahasiswa
UNJ sebagai penerima bantuan?

8
C. Tujuan Penulisan
1. Memaparkan hasil implementasi/penerapan beasiswa Bidikmisi di UNJ.
2. Memaparkan pencapaian program beasiswa Bidikmisi dan
kebermanfaatannya bagi mahasiswa penerima bantuan di UNJ.

D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam studi pustaka ini adalah metode
pengumpulan data sekunder atau studi literatur. Literatur yang di guanakan adalah
literatur ilmiah dan buku tertulis. Literatur yang digunakan sesuai dengan tema
yang diambil dalam penelitian, yaitu tentang evaluasi program beasiswa bidikmisi
sebagai upaya pengentasan kemiskinan. Studi pustaka ini dikaji melalui proses
membaca, meringkas dan menyimpulkan. Hasil ringkasan tersebut kemudian
dianalisis dan dibuat pemetaan teoritik atau axcial coding sehingga memunculkan
kerangka berfikir yang baru untuk peneliti. Kerangka berfikir inilah yang nantinya
akan digunakan dalam pembuatan proposal penelitian.

9
Ringkasan Pustaka

1. Judul : Dampak Program Pengentasan Kemiskinan di


Jayapura
Tahun : 2012
Jenis Pustaka : Jurnal Nasional
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis : Istiana Hermawati
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Volume:hal : Edisi Dies Natalis ke-48 UNY, Vol. 16: 143
Alamat URL :
http://journal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/view/1110/892
Tanggal diunduh : 12 Mei 2016 pukul 11.09 WIB

Penelitian yang dilakukan oleh Istiana (kemudian disebut dengan penulis)


ini membahas tentang bagaimana dampak program pengentasan kemiskinan yang
telah berjalan di daerah Jayapura. Diawali dengan pembahasan mengenai apa itu
kemiskinan dan bagaimana pentingnya isu kemiskinan itu sendiri. Sedemikian
pentingnya isu kemiskinan dalam kompleksitas permasalahan sosial, maka dalam
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) dunia untuk Pembangunan Sosial di
Copenhagen Denmark tahun 1995, diagendakan penanganan kemiskinan
(attaching poverty) sebagai salah satu dari tiga isu penting. Kedua isu penting
yang lain adalah pembentukan solidaritas (building solidarity) di antara negara-
negara di dunia dan perluasan kesempatan kerja (creating job) dalam rangka
pembangunan sosial. Urgensi masalah kemiskinan juga ditandai dengan adanya
komitmen global untuk mencapai Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium
Development Goals atau MDGs) yang ditandatangani oleh 189 negara anggota
PBB, termasuk Indonesia. Salah satu diantara 8 kesepakatan dan menjadi target
pertama dari tujuan pertama (goals) MDGs adalah menanggulangi kemiskinan
dan kelaparan, yang secara konkrit berupa penurunan proporsi penduduk yang
berpendapatan di bawah 1 dolar AS per hari menjadi setengahnya selama periode
1990-2015.

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menemukan indikator


kemiskinan lokal secara komprehensip dan untuk mengetahui dampak program

10
pengentasan kemiskinan di Kabupaten Jayapura. Selain itu, dalam penelitian ini
penulis memadukan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif (mix
approach), memadukan metode penelitian dan metode evaluasi (mix method) serta
orientasi penelitian tidak hanya berfokus pada dampak (outcome) program tetapi
juga berfokus pada proses intervensi yang ditempuh dan kualitas program
intervensi. Proses intervensi program sosial itu sendiri terdiri dari enam tahapan,
yaitu persiapan (engagement), pengkajian (assessment), perencanaan program
atau kegiatan (designing), implementasi (implementation), evaluasi (evaluation)
dan terminasi (termination). Menurut penulis, program pengentasan kemiskinan
yang dilaksanakan dengan tahapan-tahapan intervensi yang benar dengan
melibatkan partisipasi penuh dari sasaran dan dengan kualitas program intervensi
yang baik dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap sasaran, baik
secara ekonomi, secara sosial, secara psikis maupun secara budaya.

Kemudian, hasil dari penelitian ini secara obyektif memperlihatkan


persentase sebanyak 56,6% subyek penelitian dalam kategori miskin karena
memiliki penghasilan di bawah standar KFM Kab. Jayapura (Rp.600.000,-) per
bulan. Secara subyektif, sebelum menerima program pengentasan kemiskinan,
63% subyek penelitian menyatakan dirinya dalam keadaan miskin dan setelah
mengikuti program 58,91% subyek penelitian menyatakan dalam keadaan cukup.
Menurut hasil analisis penulis, peningkatan pendapatan subyek penelitian sebelum
dan setelah mengikuti program pengentasan kemiskinan terbukti signifikan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa secara


obyektif, mayoritas subyek penelitian berada dalam kategori miskin karena
memiliki penghasilan di bawah standar KFM Kab. Jayapura. Hal ini
mengindikasikan, bahwa program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan
sudah tepat sasaran. Secara subyektif, sebelum mengikuti program pengentasan
kemiskinan, mayoritas subyek penelitian menyatakan dirinya dalam keadaan
miskin dan setelah mengikuti program mayoritas subyek penelitian menyatakan
dalam keadaan cukup. Hasil analisis tersebut membuktikan, bahwa peningkatan
pendapatan subyek penelitian sebelum dan setelah mengikuti program
pengentasan kemiskinan terbukti signifikan. Selain itu, fenomena Kemiskinan di
Kab.Jayapura sangat spesifik, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi

11
semata, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor non ekonomi diantaranya adalah faktor
sosial, psikis dan budaya.

12
2. Judul : Model Pendidikan Kecakapan Hidup sebagai
Alternatif Mengurangi Angka Kemiskinan
Tahun : 2010
Jenis Pustaka : Jurnal Nasional
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis : Husaini Usman
Nama Jurnal : Jurnal Ilmu Pendidikan
Volume:hal : Jilid 17, Nomor 1: 7-14
Alamat URL :
http://journal.um.ac.id/index.php/jip/article/view/2615/1345
Tanggal diunduh: 12 Mei 2016 pukul 11.03 WIB

Penelitian yang ditulis oleh Husaini (yang kemudian disebut sebagai


penulis) ini bertujuan untuk mengetahui model pelatihan seperti apa yang efektif
dalam mengurangi angka kemiskinan melalui anak-anak yang putus sekolah di
daerah DIY. Karena pada kenyataannya, banyak anak-anak dari keluarga miskin
yang putus sekolah. Mereka sulit untuk bertahan dan menggapai cita-cita menjadi
orang yang terdidik dan berguna karena kenaikan biaya hidup tidak lagi mampu
di-tanggung oleh keluarga mereka. Para orang tua sebenarnya tentu saja ingin
menyekolahkan anaknya, tetapi tidak memiliki biaya. Berdasarkan penelitian,
penulis juga mengungkapkan bahwa di samping terjadi karena kemiskinan orang
tua atau keluarganya, putus sekolah juga terjadi karena sebagian masyarakat
menganggap bahwa materi pembelajaran yang diberikan di sekolah tidak
menjamin tamatannya mendapatkan pekerjaan yang layak, tidak menjamin dapat
mengentaskan keluarganya dari kemiskinan. Akhirnya, masyarakat mengambil
sikap daripada menyekolahkan anaknya dengan biaya yang semakin meningkat,
lebih baik membantu orang tua bekerja di sawah atau bekerja apa saja yang dapat
membantu ekonomi keluarga.

Tujuan dari penelitian ini sendiri dipilah menjadi dua. Tujuan penelitian
tahap pertama adalah untuk mengetahui (1) sebaran Anak Putus Sekolah dari
Keluarga Miskin (APSKM) yang berminat mengikuti Diklat Kecakapan Hidup
(DKH), (2) jenis diklat yang dibu-tuhkan oleh APSKM, dan (3) mendapatkan
model lembaran kerja DKH. Tujuan penelitian tahap dua adalah untuk (1)
mendapatkan model DKH, (2) mendapatkan kriteria DKH yang efektif, dan (3)
mendapatkan model DKH yang efektif.

13
Hasilnya adalah, DKH yang paling dibutuhkan APSKM di daerah DIY
yang dihitung secara statistik dengan peringkat sebagai berikut. Keterampilan
pertukangan kayu dan mebelair = 35% (peringkat 1). Keterampilan Finishing
mebelair dengan melamine = 25% (peringkat 1,5). Keterampilan service sepeda
motor = 25% (peringkat 1,5). Keterampilan memproduksi batako = 20%
(peringkat 4,5). Keterampilan pertukangan batu, besi, dan beton = 20% (peringkat
4,5). Keterampilan pertukangan kayu dan mebelair menjadi peringkat 1 atau
paling dibutuhkan karena APSKM di daerah tersebut menyadari bahwa gempa
bumi yang terjadi di DIY dan sekitarnya tanggal 26 Mei 2006 telah banyak
merusakkan kerangka atap kayu, kusen pintu/jendela kayu, dinding kayu, dan
mebelair kayu.

(Skema 1: Model DKH)

Dari penelitian tersebut, penulis menarik kesimpulan bahwa Anak Putus


Sekolah Keluarga Miskin (APSKM) sangat berminat mengikuti Diklat Kecakapan
Hidup (DKH) dibandingkan melanjutkan sekolah. Diklat yang dibutuhkan mereka
adalah diklat yang dapat menghasilkan tenaga terampil untuk memperbaiki
rumah, perabot, dan sepeda motor karena daerah mereka baru mendapat musibah

14
gempa bumi. Di samping itu, diklat yang diikuti nantinya dapat menambah
penghasilan mereka. Lembaran kerja layak untuk digunakan dalam DKH. Model
pendidikan berbasis masyarakat yang efektif dan dapat mengentaskan kemiskinan
masyarakat bagi APSKM menurut penelitian ini adalah model DKH.

15
3. Judul : Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Melalui Proses
Pendidikan Nonformal, Upaya Meningkatkan
Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Halmahera Barat
Tahun : 2014
Jenis Pustaka : Jurnal Nasional
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis : Safri Miradj dan Sumarno
Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat
Volume:hal : Volume 1 Nomor 1: 101-112
Alamat URL :
http://journal.uny.ac.id/index.php/jppm/article/view/2360/1959
Tanggal diunduh: 13 Mei 2016 pukul 10.55 WIB

Penelitian yang ditulis oleh Safri dan Sumarno (yang kemudian disebut
penulis) ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui proses
pemberdayaan melalui pendidikan nonformal dalam melaksanakan kegiatan
pelatihan kepada masyarakat miskin untuk meningkatkan kesejahteraan sosial di
Kabupaten Halmahera Barat. Disini, penulis mengungkapkan bahwa
penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara sinergis dan sistematis agar
seluruh masyarakat dapat menikmati kehidupan yang bermartabat. Persoalan
kemiskinan menurut penulis bukan hanya berdimensi pada aspek ekonomi semata,
tetapi juga pada dimensi sosial, budaya, politik, pendidikan, bahkan juga sampai
pada tingkat ideologi. Secara umum kondisi kemiskinan tersebut ditandai oleh
kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian, dan ketidakmampuan untuk
menyampaikan kebutuhan dan aspirasinya.
Menilik pendapat penulis pada tulisannya, diketahui bahwa ada beberapa hal
yang menyebabkan kondisi kemiskinan masih sulit untuk diminimalkan. Pertama,
kondisi anggota masyarakat yang belum ikut serta dalam proses yang berkualitas
dan faktor produksi yang memadai, kedua rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat pedesaan, dan ketiga pembangunan yang direncanakan pemerintah
tidak sesuai dengan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi, sehingga tidak
dijangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu, penulis berpendapat harus
dilakukannya upaya-upaya terobosan baru oleh pemerintah maupun pihak terkait
untuk secepatnya membantu masyarakat membangkitkan kesadaran dan potensi
yang dimilikinya agar dapat bermanfaat bagi pembangunan bangsa.

16
Dalam tulisan ini diketahui bahwa di Kabupaten Halmahera Barat, apabila
dilihat secara umum dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) masih sangat jauh
dari harapan. Hal ini dipengaruhi oleh kualitas pendidikan masyarakatnya masih
rendah yang dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh PUSPENDIK
tahun 2011 tentang evaluasi ujian nasional di seluruh kabupaten kota di Indonesia
yang tingkat kelulusannya masih sangat rendah. Dibandingkan dengan kabupaten
kota lain yang ada di Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Barat masuk
dalam kategori kabupaten yang pelaksanaan ujian nasionalnya terendah.
Untuk itu perlu adanya pemberdayaan masyarakat untuk menggali potensi
apa yang dimiliki oleh masyarakat yang masih memiliki kualitas pendidikan
formal yang kurang yaitu melalui pendidikan nonformal. Proses pemberdayaan
masyarakat melalui pendidikan nonformal, sesungguhnya merupakan sebuah
upaya yang harus memungkinkan masyarakat dengan segala keberadaanya dapat
memberdayakan dirinya. Dengan berpusat pada aktivitas masyarakat itu sendiri
dengan berlandaskan pada prinsip dari masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat
untuk masyarakat atau dengan istilah lain adalah pendidikan yang berbasis pada
masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian penulis, saat ini lembaga pendidikan nonformal
di Kabupaten Halmahera Barat yaitu Organsiasi Sosial (Orsos) Melati dan (Orsos)
Tunas Harapan, dan Lembaga Permberdayaan Masyarakat (LPM) Sonyinga,
sampai saat ini ketiga lembaga masih tetap aktif dalam melaksankan proses
pemberdayaan kepada masyarakat miskin, walaupun masih terdapat berbagai
macam kendala dalam melaksanakan kegiatan ini. Dalam pelaksanaan kegiatan
pelatihan itu sendiri ada beberapa langkah-langkah yang seharusnya dapat
diperhatikan oleh pengelola lembaga pelatihan dalam melakukan pelatihan dan
pembelajaran, antara lain adalah: (a) kondisi warga belajar, kondisi sumber belajar
(tutor, dan prasarana lainnya (c) daya dukung pemerintah, tokoh dan lembaga
organisasi lainnya masyarakat, dan (e) kemampuan kerja sama dengan pihak lain
dalam mengembangkan program.
Pada tulisan ini, penulis menarik beberapa kesimpulan, yaitu proses
pemberdayaan masyarakat miskin melalui pendidikan nonformal yang
dilaksankan pada PKBM Merpati, PKBM Mario Laha, Orsos Melati, Orsos Tunas
Harapan dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Sonyinga, pada

17
implementasinya berjalan tidak sesuai dengan konsep tujuan awal. Selain itu,
dampak dari proses pemberdayaan kepada masyarakat miskin pada daerah
tersebut belum ada peningkatan pendapatan masyarakat apalagi sampai pada
tingkat kesejahteraan hidupnya. Hubungan kerja sama yang selama ini dibangun
oleh lembaga pendidikan nonformal di Kabupaten Halmahera Barat belum
maksimal.
Selanjutnya, diharapkan dengan melakukan proses pemberdayaan masyarakat
melalui pendidikan nonformal dan dengan memperhatikan kondisi masyarakat,
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di daerah tersebut akan meningkat
kondisinya sesuai dengan target pencapaian yaitu mengentaskan kemiskinan.

4. Judul : Benefit Incidence Analysis Program Bidikmisi pada


Perguruan Tinggi di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta
Tahun : 2014
Jenis Pustaka : Jurnal Nasional
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis : Aula Ahmad Hafidh, Tejo Nurseto, & Ngadiyono
Nama Jurnal : Jurnal Economia
Volume:hal : Volume 10 Nomor 2: 120 132
Alamat URL :
journal.uny.ac.id/index.php/economia/article/view/7538/6514
Tanggal diunduh: 6 Juni 2016 pukul 14.09 WIB

Penelitian yang dilakukan oleh Aula Ahmad, dkk (yang selanjutnya disebut
sebagai penulis) ini dilakukan untuk menganalisis dan memberikan penilaian
terhadap program Bidikmisi pada perguruan tinggi di Provinsi Daerah Istimewa

18
Yogyakarta. Sebagai pengantar, penulis menyebutkan sesuai dengan UU Nomor
20/2003 tentang sistem pendidikan nasional, disebutkan bahwa setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Selain itu, penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah juga mengacu pada Pasal
31 ayat 1 dan 2 UUD 1945. Berdasarkan pasal tersebut, maka pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi, dan masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya
dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk menyelenggarakan pendidikan yang
bermutu diperlukan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu setiap peserta didik
pada satuan pendidikan berhak mendapatkan bantuan biaya pendidikan bagi
mereka yang memiliki potensi akademik baik dan tidak mampu secara ekonomi
serta berhak mendapatkan beasiswa bagi mereka yang berprestasi.
Penulis memaparkan bahwa berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk
memajukan pendidikan di Indonesia, salah satunya adalah lewat program
Beasiswa Pembinaan dan Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi (Bidikmisi).
Namun, dewasa ini Bidikmisi dinilai tak tepat sasaran dan belum merata.
Permasalahan yang muncul mengenai pemberian bantuan keuangan terutama
beasiswa baik pada taraf institusi maupun pada tingkat penerima (mahasiswa)
sangat beragam, mulai dari asal dana hingga pengalokasiaannya. Secara umum
masalah yang muncul adalah kurangnya ketercakupan mahasiswa miskin dalam
merasakan adanya program bidikmisi tersebut adalah ketidaksesuaian penggunaan
dana dengan aturan yang berlaku serta substansi bidikmisi sebagai subsidi
pendidikan. Subsidi merupakan alokasi yang diberikan pemerintah pada
masyarakat kurang mampu, namun bidikmisi diberikan secara merata sesuai
dengan alokasi mahasiswa dalam perguruan tinggi.
Model yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model Benefit
Incidence Analysis (BIA). Benefit Incidence Analysis adalah alat analisis yang
digunakan untuk menganalisis kebijakan pemerintah dalam hal subsidi untuk
barang publik dan menilai dampak atau manfaat yang diberikan terhadap
kesejahteraan masyarakat. Dalam BIA, analisis terhadap distribusi dari subsidi
pemerintah tersebut dilakukan dalam grup-grup yang berbeda dalam masyarakat,
dalam hal ini adalah perbedaan dalam total pendapatan rumah tangga. Benefit

19
Incidence Analysis fokus dalam menganalisis apakah kebijakan pengeluaran
publik yang dilakukan oleh pemerintah adalah kebijakan yang progresif, yaitu
program yang mendukung distribusi kesejahteraan masyarakat.
Hasil yang diperoleh oleh penulis yaitu, jika dilihat dari jenis pekerjaan,
sebagian besar orangtua mahasiswa bidikmisi berprofesi sebagai petani sebesar 29
orang, kemudian yang berprofesi sebagai wiraswasta sebanyak 28 orang, buruh 28
orang dan pegawai sebayak 11 orang. Beberapa jenis profesi tersebut merupakan
pekerjaan yang mempunyai tingkat penghasilan rendah, meskipun sebagian
berprofesi sebagai wiraswasta akan tetapi jenis wiraswasta yang dijalani tidaklah
berpenghasilan tinggi seperti bengkel, penjahit dan pedagang di pasar tradisional.
Demikian juga orangtua yang berprofesi sebagai pegawai merupakan pegawai
rendah dengan penghasilan kurang dari Rp. 2.000.000. Rata-rata pendapatan
orangtua merupakan indikator penting dalam analisis pembagian manfaat (benefit
incidence analysis). Hal tersebut mencerminkan profil masyarakat penerima
subsidi dana pendidikan melalui beasiswa bidikmisi. Dari pendapatan orangtua,
dapat diukur kemampuan dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya
apalagi untuk pendidikan tinggi yang membutuhkan lebih banyak biaya. Dari data
penelitian, pendapatan ayah tertinggi adalah Rp.3.000.000,- perbulan dan terendah
Rp. 500.000,- perbulan. Sedangkan pendapatan ibu tertinggi adalah Rp.
2.000.000,-. Adapun secara rata-rata pendapatan ayah hanya sebesar Rp 1.045.760
dan pendapatan ibu sebesar Rp.353.021 setiap bulannya. Ratarata pendapatan
gabungan kedua orangtua yang hanya mencapai Rp. 1.398.781 memenuhi
ketentuan dalam penentuan keluarga mahasiswa yang berhak memperoleh
bidikmisi yaitu maksimal Rp.3.000.000.
Selanjutnya, penulis menyimpulkan Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat
adalah aksesabilitas golongan rendah terhadap pendidikan tinggi. Orangtua hanya
memberikan tambahan biaya sewaktu-waktu ketika diperlukan. Bantuan biaya
hidup sebesar Rp.600.000 sudah cukup apabila dapat mengaturnya dengan baik.
Program bidikmisi mempunyai ketentuan yang sudah diatur sehingga pengelolaan
dan prosedur penyaluran bidikmisi yang terdapat di semua perguruan tinggi pada
umumnya sama. Perbedaan hanya terdapat pada kebijakan penentuan
penerimanya saja. Penyaluran program bidikmisi sudah ditentukan alokasinya
oleh Kementerian Pendidikan, perguruan tinggi bertanggung jawab untuk

20
menyalurkannya kepada kelompok masyarakat (calon mahasiswa) yang sesuai
dengan ketentuan yang diatur.
Selain itu menurut penulis, Pemerintah perlu untuk memetakan program
bidikmisi berdasarkan lokasi perguruan tinggi, hal tersebut untuk memastikan
bahwa masyakarat yang menerima memang benar yang membutuhkan melalui
survey (visitasi) tempat tinggal. Akan lebih baik apabila mahasiswa bidikmisi
dapat diatur dan ditata mengenai tempat tinggal (dormitory) agar prestasi dan
bantuan biaya hidup dapat maksimal manfaatnya. Masyarakat lebih proaktif
dalam mencari informasi berkaitan dengan subsidi pendidikan sehingga
aksesabilitas dalam angka partisipasi pendidikan khususnya pendidikan tinggi
semakin besar. Pemerintah sebaiknya selalu menyediakan subsidi biaya
pendidikan melalui program bidikmisi dan meningkatkan cakupan dan sasaran
penerimanya. Pelibatan lebih banyak calon mahasiswa dan perguruan tinggi akan
semakin meningkatkan partisipasi pendidikan tinggi masyarakat.Tata kelola dan
prosedur program bidikmisi sebaiknya diperbaharui dengan mengevaluasi
pelaksanaan progam yang telah berjalan, seperti pemanfaatan dana bantuan yang
banyak terserap untuk kos dan konsumsi.

21
5. Judul : Implementasi Kebijakan Kartu Menuju Sejahtera
(KMS) Pemerintah Kota Yogyakarta di Bidang
Pendidikan
Tahun : 2014
Jenis Pustaka : Jurnal Nasional
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis : Fajar Sidik
Nama Jurnal : Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik JKAP
Volume:hal : Vol. 18 No.2: 105-117
Alamat URL : http://journal.ugm.ac.id/jkap/article/view/7512/pdf
Tanggal diunduh: 6 Juni 2016 pukul 14.11 WIB

Penelitian yang ditulis oleh Fajar Sidik (yang kemudian disebut sebagai
penulis) ini menganalisis tentang implementasi kebijakan Kartu Menuju Sejahtera
(KMS) di Kota Yogyakarta. Belum efektifnya pencapaian program Jaminan
Pendidikan Daerah (JPD) melalui penggunaan KMS menjadi latar belakang
masalahnya. Sebagai pengantar, penulis memaparkan mengenai program Jaminan
Pendidikan Daerah. Program Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) merupakan salah
satu inovasi program di Bidang Pendidikan yang telah diinisiasi oleh Pemkot
Yogyakarta sejak tahun 2007/2008. Lahirnya Program JPD ini merupakan wujud
komitmen Pemkot Yogyakarta dalam mendukung pelaksanaan wajib belajar tidak
hanya 9 tahun, akan tetapi wajib belajar 12 tahun. Pemkot Yogyakarta menetapkan
Program JPD ini dalam Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2009 tentang
Penanggulangan Kemiskinan di Kota Yogyakarta. Adapun yang dimaksud dengan
Program JPD adalah program khusus di bidang pendidikan berupa pemberian
bantuan dana sosial kepada warga miskin yang terdaftar dalam Kartu Menuju
Sejahtera (KMS). Program JPD ini membuka kesempatan kepada para siswa dari
keluarga miskin untuk mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas dari
jenjang pendidikan TK/RA/TKLB, SD/SDLB/MI, SMP/SSMPLB/MTs, hingga
SMA/SMALB/MA/SMK baik bersekolah di Swasta maupun Negeri. Tujuan
diberikannya JPD adalah agar tidak ada anak usia sekolah dari keluarga pemegang
Kartu Menuju Sejahtera (KMS) yang putus sekolah karena alasan ketiadaan biaya.
Penelitian ini dijelaskan secara lebih komprehensif melalui metode penelitian
kualitatif dengan deskriptif kualitatif sebagai pendekatan yang digunakan.
Pendekatan tersebut digunakan karena sangat relevan dengan karakteristik
masalah penelitian yang dihadapi masih berupa asumsi-asumsi sehingga

22
dibutuhkan eksplorasi lebih detail dan mendalam agar dapat dideskripsikan dan
dijelaskan lebih rinci dan objektif. Dalam penelitian ini juga dijelaskan mengenai
implementasi kebijakan publik serta faktor yang dapat memengaruhi
implementasi kebijakan public pada penerapan program JPD dan KMS.
Menurut penulis, kejelasan pesan (konten) kebijakan menjadi aspek variabel
penting untuk dijelaskan sebagai faktor yang memengaruhi implementasi
kebijakan KMS. Idealnya semakin jelas dan rinci isi sebuah kebijakan, akan
semakin mudah pula diimplementasikan karena implementor mudah memahami
dan menerjemahkan dalam tindakan (action) nyata. Sebaliknya, ketidakjelasan isi
kebijakan merupakan potensi lahirnya distorsi dalam implementasi kebijakan.
Peran para PSM sangat vital dan penting karena merekalah yang langsung
berhubungan dengan kelompok sasaran program. Namun, aplikasi implementasi
kebijakan KMS di lapangan belum dapat berjalan secara efektif disebabkan
karena beberapa faktor, antara lain kurangnya pemahaman dan kejelasan pelatihan
pendataan KMS oleh PSM, tingginya subjektivitas PSM dalam pendataan KMS,
serta terjadinya inkonsistensi sosialisasi yang diberikan.
Selain itu, disini penulis menjelaskan mengenai kapasitas organisasi, dimana
Kapasitas organisasi merupakan kemampuan birokrasi pemerintah yang memiliki
posisi sangat vital dalam implementasi kebijakan KMS. Birokrasi masih menjadi
tulang punggung bagi tercapainya berbagai tujuan kebijakan publik. Sebagai
tulang punggung dalam implementasi kebijakan, tingkat keberhasilan birokrasi
sangat dipengaruhi oleh kapasitas organisasi ini. Dalam aplikasinya, implementasi
kebijakan KMS yang dilaksanakan oleh Pemkot Yogyakarta belum secara efektif
mampu mencapai tujuannya karena beberapa faktor persoalan, diantaranya adalah
memiliki birokrasi yang kompleks (complex structure), sulitnya melakukan
koordinasi dan komunikasi, serta ketersediaan sumber daya manusia yang belum
memadai.
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
penyebab implementasi kebijakan KMS yang dilaksanakan oleh Pemkot
Yogyakarta di bidang pendidikan belum secara efektif mampu mencapai
tujuannya dikarenakan oleh beberapa faktor. Faktor internal disebabkan oleh
kurangnya pemahaman dan kejelasan pelatihan pendataan KMS oleh para PSM,
tingginya subjektivitas PSM dalam pendataan KMS, dan terjadinya inkonsistensi
sosialisasi yang diberikan. Faktor-faktor tersebut termasuk dalam variabel content

23
pesan kebijakan. Sedangkan, pada variabel kapasitas organisasi antara lain
karena memiliki birokrasi complex structure, komunikasi dan koordinasi sulit
dilakukan, serta sumber daya manusia yang belum memadai. Selain itu terdapat
pula faktor eksternal yang disebabkan oleh terjadinya intervensi anggota dewan
(DPRD) terhadap implementasi program KMS. Faktor tersebut termasuk dalam
variabel lingkungan kebijakan. Pada variabel kelompok sasaran program (target
group) dikarenakan masih rendahnya kesadaran diri dari warga Kota Yogya yang
mampu, dan KMS digunakan sebagai motif warga Kota Yogyakarta untuk
mempermudah masuk sekolah negeri.

6. Judul : Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan


Tahun : 2014
Jenis Pustaka : Buku Teks
Bentuk Pustaka : Cetak
Nama Penulis : Prof. Sukardi, M.Ed., M.S., Ph.D.
Nama Penerbit : PT. Bumi Aksara

Buku yang ditulis oleh Prof. Sukardi ini membahas tentang evaluasi program
pada ranah pendidikan dan kepelatihan. Pada masing-masing sub bab didalam
buku ini dibahas mengenai konsep-konsep evaluasi program secara mendasar
yang kemudian dikaitkan dengan program pendidikan dan kepelatihan.
Pembahasan tersebut dimulai dengan memaparkan apa itu evaluasi program,
sejarah evaluasi, posisi evaluasi program, monitoring dan evaluasi hingga
mengenai prospek evaluasi program di masa mendatang. Pada pembahasan ini
didasarkan pada prinsip-prinsip evaluasi dan terapannya di lapangan.
Disini penulis memaparkan bahwa pada prinsipnya, evaluasi program
merupakan satu bagian integral dari evaluasi pendidikan pada umumnya. Evaluasi

24
program bukan saja ada di dalam proses belajar mengajar, tetapi evaluasi program
memiliki penggunaan yang lebih luas, yaitu dilakukan pada program yang
merupakan hasil keputusan dari pemegang kebijakan untuk diprioritaskan
pelaksanaannya seperti program studi ataupun program yang dilaksanakan untuk
masyarakat. Selain itu didalam buku ini juga dipaparkan pendapat ahli mengenai
apa yang dimaksud dengan evaluasi program, yaitu:
Program evaluation is conducted for decision making purpose Spaulding
(2008)
yang artinya adalah, evaluasi program dilakukan untuk tujuan pengambilan
keputusan. Selain itu terdapat pendapat ahli lain yang mengatakan bahwa evaluasi
program sebagai proses terstruktur yang menciptakan dan menyatukan informasi
yang bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian para pemangku kepentingan
tentang program dan kebijakan yang ditentukan.
Selain itu, dalam buku ini penulis juga memaparkan tentang beberapa model
evaluasi program. Model evaluasi muncul karena adanya usaha eksplansi secara
kontinu/berlanjut yang diturunkan dari perkembangan pengukuran dan keinginan
manusia untuk berusaha menerapkan prinsip-prinsip evaluasi pada cakupan yang
lebih abstrak, termasuk pada bidang pendidikan, perilaku dan seni. Menurut
penulis, yang termasuk pada model tersebut adalah goal oriented model, Context
Input Process Product (CIPP) Model, Descrepency Evaluation Model (DEM),
goal free dan sebagainya.

No. Nama Model Penekanan dalam Penilaian


1 Goal Oriented Model Evaluasi ditekankan tercapainya tujuan pada
atau Model Tyler perkembangan dan efektivitas inovasi pendidikan
2 Evaluasi berorientasi Evaluasi ditekankan pada memfasilitasi
pada keputusan pertimbangan cerdas terhadap pembuatan
keputusan yang ditentukan
3 Penilaian Transaksional Evaluasi ditekankan pada penjabaran dan
penerangan proses dan nilai perspektif subjek
kunci
4 Goal Free Evaluation Evaluasi didasari pada pengaruh program pada

25
kriteria dari konsep kisi-kisi kerja itu sendiri
5 Advisory Evaluation Evaluasi ditekankan pada kasus komparatif yang
dihadirkan untuk mendapatkan informasi
unggulan program yang diambil
6 Evaluasi Sumatif dan Evaluasi formatif merupakan evaluasi dengan
Formatif tujuan peningkatan mutu layanan, sedangkan
evaluasi sumatif memiliki tujuan yang berkaitan
dengan tingkatan kompetensi yang dicapai para
lulusan
(Tabel 1. Beberapa Model Evaluasi)

Kesimpulan yang ada pada buku ini ialah, pada dasarnya pembahasan
didalam buku ini mencakup konsep-konsep evaluasi program secara umum.
Meskipun dalam buku ini terspesifikasi pada pembahasan evaluasi program
pendidikan dan kepelatihan, namun konsep-konsep dasar yang digunakan masih
bersifat universal dengan konsep evaluasi dasar. Lalu kemudian konsep-konsep
tersebut dapat juga digunakan sebagai dasar penelitian sejenis.

26
7. Judul : A Study of Food Access, Food Hygiene, Environmental
Sanitation, and Coping Mechanisms of the Households
at Slum Areas
Tahun : 2013
Jenis Pustaka : Buku Teks
Bentuk Pustaka : Cetak
Nama Penulis : Ari Istiany, Eko Siswono, dkk.
Nama Penerbit : PT. Penerbit IPB Press

Buku yang ditulis oleh Ari Istiany, dkk ini membahas tentang kehidupan
masyarakat miskin yang berada di daerah bantaran kali dan pinggir rel kereta.
Penulis mengungkapkan bahwa di Jakarta terdapat area-area kumuh yang dapat
ditemui. Sekitar 200.000 orang tinggal di area yang hanya seluas 20 hektar tanah
dengan penduduk yang hidup di kurang lebih 150.000 rumah yang sulit untuk
diawasi. Oleh karena itu wajar bagi mereka untuk merasa dihantui oleh ketakutan
dari terjangkitnya penyakit seperti diare dan kekurangan gizi karena
ketidakmampuan mereka untuk mencukupi pola makan yang sehat pada rumah
tangga mereka. Menurut penulis, beberapa indikator yang dapat digunakan untuk
menentukan apakah suatu daerah dapat diklasifikasikan sebagai sebuah
pemukiman kumuh atau tidak adalah dengan melihat pada: tingkat pendapatan
daerah, kepemilikan tanah dan bangunan serta kualitas fasilitas yang ada dan
infrastruktur di wilayah tersebut.
Tujuan utama dari penelitian yang dilakukan oleh penulis ini adalah:
menganalisis karakteristik sosial-ekonomi rumah tangga termasuk usia, jenis
kelamin, ukuran anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan
kepemilikan rumah; menganalisis anak-anak yang bersekolah dan anak-anak yang
bekerja; menganalisis pengetahuan, sikap dan perilaku ibu rumah tangga tentang
gizi dan kesehatan; menganalisis kebiasaan pola makan rumah tangga
menggunakan frekuensi makanan; menganalisis keamanan pangan yang
dikonsumsi oleh rumah tangga; menganalisis status gizi bayi, balita dan ibu hamil
dengan pengukuran antropometri; menganalisis morbiditas dari seluruh keluarga
(ayah, ibu, dan anak) diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), dan penyakit
kulit; menganalisis perilaku hidup sehat termasuk penggunaan air bersih,
pembuangan sampah, dan limbah dan; menganalisis mekanisme koping untuk
mendukung kecukupan pangan rumah tangga.

27
Dari penulisan tersebut, penulis menarik beberapa kesimpulan antara lain
sebagai berikut:
1) Karakteristik keluarga di tepi sungai dan sisi kereta api relatif sama. Istri
dan suami berada di usia produktif dan memiliki tingkat pendidikan yang
rendah.
2) Sebagian status kepemilikan rumah milik pribadi berada pada kondisi
rumah yang sempit. Rumah biasanya terdiri dari dua kamar utama, kamar
tidur dan dapur dengan kondisi yang tidak memadai karena orang tua dan
anak-anak tidur bersama-sama dan beberapa rumah tidak memiliki jendela.
3) Berdasarkan tingkat pendapatan rata-rata, responden penelitian berada
dalam kategori non-miskin karena pendapatan mereka di atas garis
kemiskinan provinsi jakarta.
4) Anak-anak usia sekolah (7-15 tahun) yang tidak bersekolah lagi lebih
banyak terdapat pada pemukiman pinggir rel kereta api (22,6%) daripada
di pemukiman bantaran sungai (2,7%). Anak-anak berusia 16-18 tahun
yang tidak bersekolah lagi bahkan angkanya lebih tinggi di kedua daerah
kumuh.
5) Rumah tangga di pemukiman pinggir rel kereta api dan sungai memiliki
pengetahuan gizi yang relatif memadai dan mempraktikannya. Sementara,
sikap gizi yang baik lebih banyak ditemukan di antara istri-istri yang
tinggal di tepi sungai dari istri-istri di pemukiman pinggir kereta api.
6) Beras adalah makanan pokok utama dan paling sering dikonsumsi,
makanan pokok lainnya yang sering dikonsumsi adalah mie instan.
7) Analisis air bersih di kedua daerah kumuh menunjukkan pada tingkat yang
tidak aman.
8) Sebagian besar warga pemukiman kumuh cukup mengetahui kebersihan
pribadi yang baik, terdiri dari beberapa kebiasaan seperti menyikat gigi,
mencuci tangan, menggunakan air bersih, dan memiliki ketersediaan
kamar mandi dan toilet.

28
8. Judul : Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik
Tahun : 2013
Jenis Pustaka : Buku Teks
Bentuk Pustaka : Cetak
Nama Penulis : Edi Suharto, Ph.D.
Nama Penerbit : Alfabeta

Pada buku yang ditulis oleh Edi Suharto ini, membahas mengenai
pembangunan kesejahteraan sosial melalui kebijakan sosial dan kebijakan publik.
Pada buku ini, penulis mengungkapkan bahwa perlu adanya penguatan negara
dalam hal pembangunan khususnya dalam bidang pembangunan sosial. Secara
garis besar, buku ini terbagi atas dua pembahasan. Pada pembahasan pertama,
membahas mengenai konsep dan pendekatan kebijakan sosial. terdapat Sembilan
topic bahasan pada bagian pertama ini antara lain, kebijakan public, kebijakan
sosial, proses perumusan kebijakan, lembaga dan instrument kebijakan, negara
kesejahteraan (welfare state), kebijakan sosial dan masalah sosial, kebijakan sosial
dan perlindungan sosial, kebijakan sosial dan modal sosial, serta pembangunan
kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. Sedangkan pada pembahasan yang
kedua mengkaji beberapa isu dan tantangan yang berkaitan dengan kebijakan
sosial.
Selain membahas mengenai konsep-konsep kebijakan sosial sebagai sebuah
kebijakan publik, penulis juga membahas mengenai pembangunan kesejahteraan
sosial dan pekerjaan sosial yang telah dan dapat diterapkan di Indonesia serta
dapat dikembangkan lebih jauh untuk dapat mewujudkan sistem negara
kesejahteraan yang sesuai dengan karakteristik sosial, ekonomi dan politik di
Indonesia.
Pada buku ini, penulis memaparkan bahwa terdapat dua masalah sosial serius
yang masih dihadapi Indonesia yaitu masalah kemiskinan dan pengangguran.
Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia dapat memberikan
gambaran bahwa praktik pembangunan nasional selama ini selain belum bisa
meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat, juga menunjukkan bahwa masih
adnaya problema ketidakadilan sosial yang cukup parah. Pembangunan nasional
yang masih bertumpu pada pertumbuhan ekonomi dan utang luar negeri kurang
memperhatikan strategi yang berdampak langsung pada penurunan kemiskinan,
pengangguran dan ketidakmerataan. Menurut penulis, kebijakan public yang pro

29
kesejahteraan yang melembaga dan berkelanjutan belum masuk secara memadai
ke dalam arus utama pembangunan.
Dalam buku ini juga dijelaskan mengenai salah satu bentuk kebijakan sosial,
yaitu program pelayanan sosial. Pelayanan sosial sendiri berkaitan dengan konsep
negara kesejahteraan (welfare state). Negara kesejahteraan merupakan sistem
yang memberi peran kepada negara untuk ikut pro-aktif dan responsif dalam
memberikan pelayanan sosial kepada warganya. Selain itu, sebagai sebuah
aktivitas yang terorganisir, pelayanan sosial tidak dapat dipisahkan dengan
pekerjaan sosial sebagai profesi kemanusiaan yang memiliki tugas utama
memberikan atau mendistribusikan pelayanan sosial.
Dalam buku ini juga dipaparkan mengenai cakupan pelayanan sosial di
negara-negara industri maju, secara tradisi kebijakan sosial mencakup ketetapan
atau regulasi pemerintah mengenai lima bidang pelayanan sosial, yaitu jaminan
sosial, pelayanan sosial, pelayanan perumahan, kesehatan, pendidikan dan
pelayanan atau perawatan sosial personal. Kelima bidang tersebut biasanya
diorganisir oleh lembaga pemerintah atau departemen, seperti departemen
kesejahteraan sosial, departemen pendidikan, departemen kesehatan atau oleh
badan-badan khusus yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Tidak hanya
pemerintah, tetapi badan-badan swasta juga dapat terlibat dalam penyelenggaraan
pelayanan sosial tersebut. Namun, pelayanan sosial swasta seperti asuransi
kesehatan dan perumahan, umumnya lebih banyak ditujukan bagi kelompok
masyarakat yang mampu membayar. Untuk itu, dalam konteks kebijakan public,
jenis-jenis pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara lebih banyak
difokuskan untuk kelompok-kelompok kelas menengah kebawah. Walaupun
diberikan secara umum kepada semua kelompok masyarakat, biasanya kuantitas
dan kualitasnya dikategorikan sesuai dengan standar kebutuhan dasar masyarakat.

Pelayana
n Sosial

Pelayana
Jaminan Perumah Kesehata Pendidika
n Sosial
Sosial an n n
Personal

30
(Skema 2: Jenis dan Cakupan Pelayanan Sosial)

Dari pemaparan singkat isi buku tersebut, penulis dapat memberikan


beberapa kesimpulan yaitu negara kesejahteraan tidak hanya membutuhkan
seperangkat kebijakan sosial, tetapi juga pengaturan sistem politik dan kebijakan
makro ekonomi yang dapat menunjangnya. Selain menyusun sistem yang lebih
kuat untuk menghadirkan negara kesejahteraan yang lebih baik, fokus utama
Indonesia saat ini bisa diletakkan pada penguatan pembangunan kesejahteraan
sosial yang terintegrasi dengan kebijakan makro ekonomi yang berkualitas dan
berkelanjutan. Dalam kerangka kebijakan public seperti itulah sebenarnya makna
kebijakan sosial dapat diperhitungkan, terutama menyangkut bagaimana peran
negara seharusnya diwujudkan dalam memenuhi hak-hak dasar warganya. Hal
tersebut dilakukan agar terciptanya negara yang sejahtera dan jauh dari masalah
kemiskinan dan juga pengangguran.

9. Judul : Program Keluarga Harapan di Indonesia: Dampak


pada Rumah Tangga Sangat Miskin di Tujuh Provinsi
Tahun : 2012
Jenis Pustaka : Buku Teks
Bentuk Pustaka : Cetak
Nama Penulis : Togiaratua Nainggolan, dkk.
Nama Penerbit : Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan
Sosial (P3KS) Press

Pada buku yang ditulis oleh Togiaratua Nainggolan, dkk ini membahas
mengenai program-program penanggulangan kemiskinan yang diusulkan oleh
pemerintah. Program yang dibahas pada buku ini yaitu Program Keluarga
Harapan (PKH). Tulisan dari penelitian ini merupakan rangkaian proses
berkelanjutan dalam perumusan kebijakan guna mewujudkan sistem perlindungan

31
sosial dan penanggulangan kemiskinan di Indonesia, khususnya bagi rumah
tangga dan atau keluarga sangat miskin melalui Pengembangan Keluarga
Harapan. Tujuan utama dari penulisan buku ini sendiri yaitu untuk memberikan
gambaran permasalahan, dampak pelaksanaan, dan tantangan pengembangan
kebijakan prlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan melalui Program
Keluarga Harapan di Indonesia sehingga dapat memperoleh manfaat yang
optimal.
Pembahasan pada buku ini diawali dengan pembahasan mengenai tinjauan
bantuan tunai bersyarat dan program keluarga harapan di Indonesia. Sebagai
pendahuluan, disini penulis memaparkan tentang tentang konsep kemiskinan.
Pada buku ini dikatakan bahwa kemiskinan merupakan kondisi saat seseorang
atau sekelompok orang tak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Secara garis
besar, konsep kemiskinan yang diterapkan di Indonesia adalah mengenai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kemiskinan sendiri ditandai
dengan rendahnya kualitas hidup penduduk, pendidikan, kesehatan, dan gizi.
Beban kemiskinan sangat dirasakan oleh kelompok-kelompok tertentu seperti
perempuan dan anak-anak yang berakibat pada terancamnya masa depan mereka.
Menurut penulis, keluarga miskin memiliki daya beli yang rendah, juga tidak
mampu memberikan pendidikan yang layak bagi anak. Sebagian besar dari anak
keluarga sangat miskin sama sekali tidak mengenyam bangku sekolah karena
harus membantu mencari nafkah. Ketidakmampuan untuk membayar terutama
untuk transportasi ke sekolah dan kapabilitas yang rendah menjadi penyebab anak
tidak melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama atau sederajat.
Banyaknya anak miskin yang putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan
menyebabkan kualitas generasi penerus dan keluarga miskin senantiasa rendah
dan akhirnya terperangkap dalam lingkungan kemiskinan. Tidak hanya itu, dalam
buku ini juga dijelaskan bahwa kemiskinan dapat mempengaruhi kehidupan
keluarga dalam sejumlah hal lain. Dari perspektif orang miskin, dapat dilihat
bahwa kemiskinan berdampak pada empat bidang yang luas yaitu psikologis,
fisik, relasional, dan praktis.
Untuk itu, dalam menjawab permasalahan-permasalahan tersebut, dalam
pembangunan haruslah memperkuat fungsi keluarga sebagai lembaga masayarakat

32
demi menjadi keluarga berketahanan sosial, contohnya yaitu melalui program
perlindungan sosial terhadap kelompok rentan dan penyandang masalah sosial
karena keluarga merupakan penyangga sentra kesejahteraan sosial. Dalam buku
ini dijelaskan bahwa perlindungan sosial merujuk pada kebijakan dan tindakan
yang memperkuat kapasitas kaum miskin dan warga yang rentan agar terlepas dari
kemiskinan dan dapat menyikapi resiko maupun peristiwa yang terjadi tiba-tiba
yang menghantam kehidupan mereka. Perlindungan sosial yang dimaksud
tersebut yaitu meliputi bantuan sosial, jaminan sosial, dan standar minimum upah
pekerja. Bantuan tunai sendiri secara umum dipandang sebagai salah satu
instrumen bagi bantuan sosial.
Disini penulis menjelaskan bahwa terdapat dua jenis bantuan tunai yakni
Bantuan Tunai Bersyarat atau Conditional Cash Transfers (CCT) dan tak
bersyarat. Perbedaan dari kedua bantuan tersebut adalah bantuan tunai tak
bersyarat merupakan bantuan bagi orang-orang/kelompok yang berbasis pada
kriteria penerima yang sebelumnya sudah ditentukan seperti memberikan bantuan
pensiun bagi lansia, anak-anak, disabilitas, dan sebagainya, sedangkan CCT yaitu
bantuan dengan memberikan uang kepada keluarga-keluarga miskin dengan
persyaratan investasi modal manusia seperti menyekolahkan atau membawa anak
ke pusat secara regular. Salah satu bantuan CCT yaitu ada pada Program Keluarga
Harapan (PKH) yang merupakan upaya pemerintah dalam mengembangkan
sistem perlindungan sosial di Indonesia. Sasaran dari program PKH adalah
Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang sesuai kriteria PKH yakni memiliki
ibu hamil, ibu menyusui, memiliki anak balita dan usia sekolah setingkat SD-
SMP. Tujuan utama dari PKH tersebut yaitu untuk mengurangi kemiskinan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama pada kelompok masyarakat
miskin.
Pada akhirnya, penulis menarik kesimpulan bahwa keberhasilan program
PKH untuk mengurangi kemiskinan tergantung pada apakah dan sejauh mana
bantuan tunai mempengaruhi perilaku menetap, memeriksa dan menjaga
kesehatan serta kehadiran sekolah. Selain itu, secara umum program PKH telah
berdampak positif bagi Rumah Tangga Sangat Miskin. Ada perbedaan signifikan
antara kondisi RTSM sebelum menerima PKH dengan setelah menerimanya
dalam indikator-indikator partisipasi bidang kesehatan dan bidang pendidikan.

33
10. Judul : Masalah Penanggulangan Kemiskinan: Refleksi dari
Kawasan Timur Indonesia
Tahun : 2000
Jenis Pustaka : Buku Teks
Bentuk Pustaka : Cetak
Nama Penulis : Mukhtar Sarman & Sajogyo
Nama Penerbit : Puspa Swara

Buku yang ditulis oleh Mukhtar Sarman dan Sajogyo ini membahas mengenai
berbagai permasalahan pada penanggulangan kemiskinan di daerah Indonesia
Timur yang seringkali sulit dituntaskan. Penanggulangan kemiskinan sendiri
disini merupakan sebuah kebijakan strategis yang harus diambil oleh pemerintah
selaku agen pembangunan yang bertanggung jawab atas terselenggaranya
perbaikan sosial pada segenap lapisan masyarakat. Namun demikian, menurut
penulis upaya menanggulangi kemiskinan penduduk itu memiliki sisi yang
banyak. Analisis masalah pun tidak hanya layak ditujukan pada perspektif
masyarakat yang menerima beragam program perbaikan sosial ekonomi. Selain
terdapat masalah sumber daya manusia, terdapat pula permasalahan lain yaitu
masalah prasarana yang menjadi kendala keberhasilan program. Hal tersebut
menjadi cerminan bahwa di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang pada umumnya
memiliki kendala keterbatasan pada prasarana dasar. Dimulai dari keterbatasan itu
pun hadir masalah lain berupa rendahnya akses perekonomian rakyat untuk dapat
bangkit berkembang mandiri secara optimal. Selain itu, disini penulis juga
menjelaskan bahwa penanggulangan kemiskinan jelas menjadi maslaah yang
krusial di KTI. Peran aktif aparat pemerintah dan segenap lembaga swadaya
masyarakat yang kurang peduli dengan masalah kemiskinan penduduk dianggap

34
penting. Permasalahan-permasalahan pengentasan kemiskinan di daerah Indonesia
Timur yang diangkat dalam buku ini yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi serta Irian Jaya.
Petama-tama, penulis memaparkan mengenai Program Peningkatan
Penanggulangan Kemiskinan (PPK) yang kemudian dikenal dengan Program
Inpres Desa Tertinggal merupakan program khusus dengan misi utama
menjadikannya sebagai gerakan masyarakat, strategi peningkatan pemerataan
pembangunan dan upaya menggerakkan roda ekonomi rakyat. Upaya PPK sendiri
memiliki berbagai aneka bentuk program, baik yang dilakukan oleh pemerintah
maupun non-pemerintah (LSM dan lembaga-lembaga swasta lain). Dalam buku
ini disebutkan bahwa berbagai upaya tersebut telah memberikan hasil yang nyata
terhadap perbaikan sosial. Namun demikian, dibalik hasil tersebut ternyata masih
ada banyak kendala yang berkaitan dengan rumitnya masalah penghapusan
kemiskinan penduduk sehingga kelompok masyarakat Indonesia yang masih
miskin jumlahnya masih sangat banyak.
Selain itu, dalam buku ini juga dipaparkan bahwa permasalahan utama dalam
pembangunan di KTI secara garis besar sebenarnya adalah bagaimana
meningkatkan status kesejahteraan penduduk. Di sisi lain, pentingnya upaya
mengubah struktur ekonomi daerah dilakukan agar dapat dicapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Selain itu, struktur ekonomi KTI pada
dasarnya masih berbasis pada sektor pertanian. Padahal, menurut teori ekonomi
pembangunan, perkembangan ekonomi di suatu wilayah sangat ditentukan oleh
kemampuan daerah tersebut untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan di luar
sektor primer tradisional seperti pertanian, dan sebagai alternatifnya bergeser
kepada kegiatan di sektor industri dan jasa.
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut, maka penulis memaparkan
kesimpulannya yaitu terisolasinya desa dari prasarana dasar dan sangat
terpencarnya lokasi-lokasi pemukiman penduduk merupakan kendala terbesar
dalam pengembangan ekonomi rakyat di desa-desa tertinggal. Selain itu, peran
petugas pendamping program masih banyak dikritik karena kurang optimalnya
kinerja yang mereka miliki. Dan yang terakhir, permasalahan yang juga menjadi
kendala dalam upaya pengentasan kemiskinan di KTI ini adalah masih banyaknya
masyarakat yang salah mengartikan program-program yang diberikan oleh

35
pemerintah. Masih banyaknya kesalahan yang terjadi terkait proses sosialisasi
program memiliki dampak yang cukup beragam yang kemudian pemerintah harus
dapat menyelesaikannya dengan memperlihatkan secara langsung bagaimana
program yang dimaksud bisa memberikan dampak positif dan kemudian dapat
dijalankan oleh masyarakat miskin tersebut.
11. Judul : Era Baru Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
Tahun : 2007
Jenis Pustaka : Buku Teks
Bentuk Pustaka : Cetak
Nama Penulis : -
Nama Penerbit : The World Bank

Pada buku yang dirilis oleh World Bank ini membahas berbagai pandangan
baru mengenai pengentasan kemiskinan di Indonesia. Tulisan disini ingin
mencoba untuk menganalisa sifat multi-dimensi dari kemiskinan di Indonesia
melalui pandangan baru yang didasarkan pada perubahan-perubahan penting yang
terjadi selama satu dekade terakhir. Sebagai pengantar, disini dikatakan bahwa
penanggulangan kemiskinan tetap menjadi salah satu tantangan yang mendesak
bagi Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan
kurang dari 2 dolar AS per hari hampir sama dengan jumlah total penduduk yang
hidup dengan penghasilan kurang dari 2 dolar AS per hari di semua negara di
kawasan Asia Timur kecuali Cina. Hal tersebut berarti menjadi beban tersendiri
bagi pemerintah untuk membenahi permasalahan kemiskinan di Indonesia yang
belum kunjung surut.
Namun, meskipun masih dirasa cukup sulit bagi pemerintah untuk
membereskan masalah kemiskinan, Indonesia ternyata memiliki peluang emas
untuk menanggulangi kemiskinan dengan cepat. Hal tersebut dengan mengingat
sifat kemiskinan di Indonesia, maka dengan memusatkan perhatian pada beberapa
bidang kunci dapat diperoleh keberhasilan dalam perang melawan kemiskinan dan
rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. Selain itu, sebagai negara
penghasil minyak dan gas bumi, Indonesia seharusnya dalam beberapa tahun
kedepan dapat memiliki peningkatan penghasilan dari penjualan hasil tambang
tersebut.
Selain itu, dalam buku ini dijelaskan bahwa terdapat tiga ciri yang menonjol
dari kemiskinan di Indonesia. Yang pertama yaitu banyaknya rumah tangga yang
berada di sekitar garis kemiskinan nasional sehingga banyak penduduk yang

36
meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Yang kedua
adalah ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak dapat
menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin
tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai warga
miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya
indikator-indikator pembangunan manusia. Dan yang ketiga yaitu, mengingat
sangat luasnya wilayah Indonesia, maka perbedaan antar daerah merupakan ciri
mendasar dari kemiskinan di Indonesia. Tidak hanya itu, dalam buku ini juga
dijelaskan bahwa terdapat bidang-bidang kunci yang harus diwaspadai dalam
pembangunan antara lain yaitu, angka permasalahan gizi, kesehatan ibu hamil
yang buruk, lemahnya hasil dari pendidikan, rendahnya akses terhadap air bersih
dan akses pada sanitasi.
Melihat adanya kerentanan, sifat multi-dimensi dan ketimpangan antar daerah
pada ciri utama kemiskinan di Indonesia, maka dipaparkan bahwa terdapat tiga
komponen dalam membuat strategi pengentasan kemiskinan menjadi efektif.
Ketiga komponen tersebut antara lain, menjadikan pertumbuhan ekonomi
bermanfaat bagi penduduk miskin, menjadikan perlindungan sosial bermanfaat
bagi penduduk miskin, serta menjadikan belanja pemerintah bermanfaat bagi
penduduk miskin. Disini dikatakan bahwa pemerintah dapat membantu
masyarakat miskin dalam menghadapi kemiskinan salah satunya yaitu dengan
menentukan sasaran pengeluaran pemerintah untuk penduduk miskin.
Pengeluaran pemerintah tersebut dapat digunakan untuk membantu mereka yang
rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem
perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk
menghadapi masalah ekonomi. Selain itu, pengeluaran pemerintah dapat
digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia
sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan seperti misalnya
pendidikan.
Dari pemaparan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa masalah
kemiskinan di Indonesia yang terus ada dan bersifat khusus, yang terpadu dengan
prioritas pemerintah dan sumber daya yang ada untuk mengatasinya, membuat
pemerintah harus melakukan langkah penting untuk menanggulangi kemiskinan.
Beberapa diantaranya adalah dengan mengambil langkah untuk melakukan

37
investasi yang tidak hanya mengacu pada aspek pendapatan, tetapi juga aspek
non-pendapatan seperti kesehatan dan pendidikan, dimana aspek-aspek non-
pendapatan tersebut dapat menjadi tolak ukur seberapa miskin masyarakat di
Indonesia dilihat dari tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan melalui angka
kecukupan gizi dan angka putus sekolah.

38
12. Judul : Evaluasi Program Pemberian Beasiswa Unggulan
S2/S3 Luar Negeri DITJEN DIKTI
Tahun : 2015
Jenis Pustaka : Tesis
Bentuk Pustaka : Cetak
Nama Penulis : Citra Amitiurna
Diterbitkan : Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta

Pada penelitian yang dilakukan oleh Citra Amitiurna (yang kemudian disebut
dengan penulis) ini membahas mengenai evaluasi yang dilakukan pada program
pemberian beasiswa unggulan ke luar negeri oleh Ditjen Dikti (Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi) untuk mahasiswa tingkat S2 dan S3. Pemberian
beasiswa unggulan tersebut ditujukan untuk meningkatkan kualitas tenaga
pengajar (dosen) di tingkat perguruan tinggi.
Sebagai pengantar, dalam penelitian ini dipaparkan bahwa pendidikan
merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai dan diterapkan oleh bangsa
Indonesia. Kegiatan menggalakkan kualitas pendidikan selalu diteruskan hingga
hari ini, dan upaya-upaya penyempurnaan berusaha dilakukan agar tujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dapat dicapai dan dinikmati oleh semua
kalangan tanpa terkecuali. Beberapa usaha dan penyempurnaan tersebut dilakukan
oleh penyelenggara negara. Hal tersebut antara lain terdapat pada amandemen
UUD 1945 pasal 31. Pada pasal ini sebelumnya hanya berisikan mengenai tujuan
pendidikan nasional, kemudian menjadi beberapa pasal yang mengatur pendidikan
secara detail yang mencakup tentang sistem dan tujuan pendidikan yang
berlandaskan pancasila dan UUD 1945.
Dalam penelitian ini dijelaskan juga bahwa untuk mewujudkan visi dan misi
dari menteri pendidikan dan kebudayaan, maka setiap jenjang pendidikan di
Indonesia baik dari pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi haruslah
memiliki nilai dan inti dari pengertian pendidikan seutuhnya. Pendidikan tinggi
sendiri merupakan tahapan dimana seorang individu yang disebut sebagai
mahasiswa ataupun dosen memiliki kesadaran untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan dan juga cakap untuk mengamalkan ilmu yang ia terima sebagai
aplikasi nyata dari pengabdian mereka. Untuk itu, Ditjen Dikti dan Tenaga
Kependidikan mencoba merumuskan kebijakan, melakukan pengembangan,
standarisasi, bimbingan teknis dan evaluasi terkait manajemen, kuantitas dan
kualitas pendidik dan tenaga kependidikan perguruan tinggi di Indonesia, baik

39
perguruan tinggi milik pemerintah (PTP) maupun perguruan tinggi milik
masyarakat (PTM). Pada penelitian ini, penulis mengungkapkan bahwa DIKTI
menargetkan kualifikasi dosen meningkat dengan cara melalui program
pemberian beasiswa unggulan kepada pendidik dan tenaga kependidikan di
tingkat pendidikan tinggi dapat memacu lahirnya kader-kader pemimpin bangsa di
masa mendatang.
Pada umumnya, evaluasi diartikan sebagai pengukuran dan penilaian yang
pada umumnya diartikan tidak berbeda, pada hakekatnya berbeda satu dengan
yang lain. Pengukuran dalam penelitian ini diartikan sebagai proses
membandingkan melalui suatu kriteria baku atau kuantitatif. Sedangkan penilaian
adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran menjadi suatu nilai.
Bertumpu pada permasalahan dalam penelitian ini, maka model evaluasi yang
digunakan adalah CIPP Model Evaluation. Model ini sendiri dipilih karena
dianggap lebih menyeluruh dan lebih berorientasi pada upaya perbaikan suatu
program. Fokus utama yang ada pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui
efektifitas program Pemberian Beasiswa Unggulan S2 ataupun S3 Luar Negeri
Ditjen Dikti yang ditinjau dari context evaluation (latar belakang dan tujuan
program), input evaluation (perencanaan program), process evaluation
(pelaksanaan program) dan product evaluation (evaluasi produk).
Pada kesimpulannya, hasil yang didapat dari penelitian ini yaitu menunjukkan
dari segi system assessment telah memiliki tujuan, landasan legal formal yang
jelas serta adanya kebutuhan yang cukup tinggi menjadikan program beasiswa
unggulan Dikti Luar Negeri layak untuk dipertimbangkan eksistensinya oleh
pengambil kebijakan. Dari evaluasi konteks memiliki tujuan untuk membantu
menyediakan calon-calon dosen dan tenaga kependidikan untuk meneruskan studi
lanjut ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan adanya beasiswa unggulan luar negeri
ini, dapat menambah jumlah pendidik yang berdaya saing internasional dan
mengabdi di dunia pendidikan tinggi. Dan yang terakhir, proses pemberian
beasiswa tersebut sudah dilakukan secara sistematis dan sesuai dengan aturan
yang berlaku.

40
41
13. Judul : Kemiskinan di Desa Tertinggal: Studi Korelasional
antara Tingkat Pendidikan, Motivasi Kerja, Minat
Berwiraswasta, dan Orientasi Budaya dengan Tingkat
Kemiskinan pada Penduduk Desa Tertinggal di
Kabupaten Malang, Jawa Timur
Tahun : 1999
Jenis Pustaka : Disertasi
Bentuk Pustaka : Cetak
Nama Penulis : Budy Santoso
Diterbitkan : Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta

Dalam penelitian yang ditulis oleh Budy Santoso (yang kemudian disebut
sebagai penulis) ini menjelaskan tentang identifikasi masalah yang terkait dengan
kemiskinan di desa khususnya di daerah tertinggal, baik yang menyangkut kondisi
sosial maupun ekonomi. Selain itu, dalam penelitian ini penulis melihat sejauh
mana usaha pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan di desa tersebut.
Tujuan dari penelitian ini secara garis besar adalah untuk mengetahui gambaran
secara umum tentang penduduk desa yang hidup di bawah garis kemiskinan di
Kabupaten Malang dengan melihat pada faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
kemiskinan itu terjadi. Faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah
faktor yang muncul dari dalam diri individu (internal) dimana faktor-faktor
tersebut mencakup tingkat pendidikan, motivasi kerja, minat berwira-swasta, serta
orientasi budaya.
Penelitian ini diawali dengan penjelasan mengenai definisi kemiskinan oleh
beberapa ahli. Kemudian, berdasarkan beberapa definisi kemiskinan tersebut
penulis menyebutkan bahwa ukuran kemiskinan absolut bagi suatu masyarakat
menjadi sangat relatif. Hal ini disebabkan karena masing-masing orang memiliki
ukuran yang berbeda. Seperti misalnya, ukuran miskin bagi seorang petani akan
berbeda dengan seorang pengusaha. Perbedaan ukuran kemiskinan tersebut akan
muncul jika kemiskinan dipandang berdasarkan subjeknya. Namun, jika
kemiskinan dilihat dari objeknya, maka ukuran kemiskinan seseorang akan
menjadi relative sama, karena ukuran yang digunakan mendasarkan pada
terpenuhi atau tidaknya kebutuhan dasar minimum manusia. Pada penelitian yang
dilakukan oleh penulis ini disebutkan mengenai klasifikasi tentang kemiskinan
penduduk di daerah pedesaan berdasarkan pendapatan per kapita dalam satuan

42
kilogram setara beras, masing-masing adalah miskin, antara 240 320
kg/kapita/tahun; miskin sekali, antara 180 240 kg/kapita/tahun; dan paling
miskin, kurang dari 180 240 kg/kapita/tahun.
Selain itu, dalam tulisan ini disebutkan pula bahwa di perkotaan, kemiskinan
dapat dilihat dari rumah penduduk di lingkungan yang buruk, sempit dan padat,
dan konstruksi yang kurang memenuhi persyaratan baku. Sedangkan di pedesaan,
luas lantai rumah penduduk miskin mungkin tidak berbeda jauh dengan penduduk
tidak miskin, tetapi konstruksi bangunannya akan berbeda secara mencolok.
Disini penulis menyimpulkan bahwa kemiskinan adalah suatu ketidakmampuan
keluarga atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum seperti
pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan untuk melanjutkan kehidupan.

PEMBANGUNAN:
EKONOMI KEPENDUDUKAN LAINNYA

Sektor Ekonomi: Anggaran Rumah


Tangga:
-kestabilan Akses
-Jumlah
-tingkat upah
-Kualitas
-Produktivitas
Pendapatan
Rumah Tangga

Pendapatan
tiap ART 43
Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran
Pangan non-pangan lain-lain

(Skema 3: Kerangka Analisis Kemiskinan dan Kependudukan)


Akses Informasi Kondisi Rumah Pendidikan Kesehatan
Kemudian berikutnya penulis menjelaskan mengenai tingkat pendidikan.
Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa pendidikan memiliki peranan penting
dalam upaya meningkatkan kualitas manusia baik sosial, spiritual, intelektual
maupun professional. Dengan kata lain, pendidikan hadir untuk mempersiapkan
generasi muda dengan membekali seseorang berupa pengetahuan dan
keterampilan yang cukup serta sikap yang baik agar dapat mengembangkan diri
dan ikut berperan dalam membangun diri sendiri dan masyarakat.
Pada penelitian secara keseluruhan yang dilakukan oleh penulis, maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa dari hasil penelitian telah ditemukan adanya
hubungan negatif antara variabel tingkat pendidikan dengan tingkat kemiskinan.
Itu artinya, para kepala keluarga dalam masyarakat di desa-desa tertinggal di
kabupaten Malang yang memiliki tingkat pendidikan rendah, cenderung lebih
miskin dibandingkan dengan kepala keluarga yang berpendidikan lebih tinggi.
Kemudian, terdapat pula hubungan negatif antara motivasi kerja kepala keluarga
dalam masyarakat di desa-desa tertinggal tersebut dengan tingkat kemiskinan.
Artinya para kepala keluarga yang memiliki motivasi kerja tinggi cenderung tidak
miskin dibandingkan dengan yang motivasi kerjanya rendah. Demikian pula
dengan minat berwiraswasta, dimana jika semakin tinggi minat seseorang untuk
berwiraswasta maka ia akan semakin jauh dari kemiskinan dibandingkan dengan
mereka yang minat berwiraswastanya rendah. Begitu pula dengan orientasi
budaya yang dimiliki masyarakat, semakin ia memiliki orientasi budaya tinggi
maka ia semakin tidak miskin. Untuk itu, menurut penulis perlu adanya
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat miskin, dimana hal
tersebut dapat dilaksanakan melalui pembekalan dan pelatihan sumber daya

44
manusia yang dibimbing oleh pemerintah setempat agar kemudian masyarakat di
desa-desa tertinggal dapat terlepas dari jeratan kemiskinan.

45
14. Judul : Human Capital Policies: What they Can and Cannot
Do for Productivity and Poverty Reduction in Latin
America
Tahun : 2002
Jenis Pustaka : Jurnal Internasional
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis : Suzanne Duryea dan Carmen Pags
Nama Jurnal : Inter-American Development Bank Banco
Interamericano de Desarrollo (BID) Research
department Departamento de investigacin Working
Paper
Volume:hal : 468: 1-35
Alamat URL :http://www.iadb.org/en/research-and-data/publication-
details,3169.html?pub_id=wp-468
Tanggal diunduh: 6 Juni 2016 pukul 14.11 WIB

Pada penelitian yang ditulis oleh Suzanne dan Carmen (yang selanjutnya
disebut dengan penulis) membahas tentang kebijakan yang dilakukan untuk
peningkatan sumber daya manusia. Penulis memaparkan bahwa meningkatkan
produktivitas tenaga kerja diakui sebagai faktor penting untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan mengurangi tingkat kemiskinan di Amerika Latin.
Rendahnya tingkat pendidikan terus dikhususkan sebagai kendala utama untuk
mencapai produktivitas yang lebih tinggi di wilayah tersebut. Selain itu, penulis
mencari tahu ruang lingkup pendidikan untuk mengangkat pendapatan tenaga
kerja di atas tingkat kemiskinan di Amerika Latin dan menemukan bahwa tingkat
pendidikan di banyak negara, dengan sendirinya, memiliki sisi positif, tetapi
terbatas, berpotensi untuk meningkatkan upah di atas tingkat minimum. Namun
umumnya, harapan tersebut menjadi rendah karena kemajuan dalam
meningkatkan tingkat pendidikan rata-rata telah menjadi lambat. Disini, penulis
juga mencari tahu apakah kegagalan pendidikan dapat dijelaskan dengan
rendahnya pendapatan untuk mencukupi biaya sekolah, dan kondisi kemiskinan
yang mendasarinya. Dan kemudian penulis menemukan bahwa investasi dalam
pendidikan terus memiliki hasil yang sangat penting tetapi kondisi miskin yang
mendasarinya menjelaskan prospek sederhana untuk peran pendidikan dalam
jangka pendek. Hal ini membawa untuk mempertimbangkan kebijakan tambahan
apa yang harus dilakukan untuk memastikan produktivitas yang lebih tinggi bagi
pekerja di wilayah tersebut.

46
Pada akhirnya, berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis memaparkan
bahwa kemajuan pendidikan lebih lambat terjadi di Amerika Latin daripada di
daerah berkembang lainnya. Hal ini telah mendorong banyak orang untuk keluar
dengan sendirinya dari lingkup pendidikan sebagai salah satu hambatan yang
meliputi pencapaian pertumbuhan produktivitas dan pengurangan angka
kemiskinan secara berkelanjutan di wilayah tersebut. Namun, penulis telah
menunjukkan bahwa pendidikan, dengan sendirinya, tidak dapat memperbaiki
defisit produktivitas di wilayah tersebut. Dengan demikian, perluasan pendidikan
harus dilengkapi dengan kebijakan yang ditujukan untuk membuat semua pekerja
menjadi lebih produktif. Beberapa pilihan yang disarankan oleh penulis antara
lain: meningkatkan peraturan pemerintah dan lembaga-lembaga terkait dalam
mencegah penyelewengan sumber daya dari hal yang tidak diinginkan,
memotivasi pekerja dengan skema yang dapat meningkatkan saham dan juga
partisipasi mereka dalam keberhasilan perusahaan, menyediakan lingkungan yang
stabil dan subur untuk inovasi, serta memperluas penyediaan infrastruktur dasar.

15. Judul : Inequality, Economic Growth, and Poverty in the


Middle East and North Africa (MENA)
Tahun : 2013
Jenis Pustaka : Jurnal Internasional
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis : Mthuli Ncube, John C. Anyanwu and Kjell Hausken
Nama Jurnal : Working Paper Series (WPS)
Volume:hal : 195: 1-20
Alamat URL :
http://www.afdb.org/en/documents/document/working-paper195-
inequality-economic-growth-and-poverty-in-the-middle-east-and-
north-africa-mena-34976/
Tanggal diunduh: 6 Juni 2016 pukul 7.28 WIB

47
Dalam tulisan yang ditulis oleh Mthuli Ncube, dkk ini menyajikan pola
ketidaksetaraan, pertumbuhan dan ketimpangan pendapatan di kawasan MENA.
Tulisan ini dibuat dengan menggunakan cross-sectional time series data negara
MENA untuk periode 1985-2009. Penulis juga telah meneliti efek dari
ketimpangan pendapatan pada pengembangan sosial utama, yaitu pertumbuhan
ekonomi dan kemiskinan di wilayah tersebut. Hasil empiris dari penelitian ini
menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan mengurangi pertumbuhan ekonomi
dan meningkatkan kemiskinan di wilayah tersebut. Faktor-faktor lain yang
memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di
kawasan MENA termasuk tingkat pertumbuhan sebelumnya yaitu, nilai tukar,
pengeluaran konsumsi pemerintah atau beban pemerintah, GDP per kapita awal,
inflasi, dan pendidikan dasar. Di sisi lain, variabel positif dan signifikan terkait
dengan pertumbuhan ekonomi MENA adalah tingkat investasi domestik,
urbanisasi, pembangunan infrastruktur, dan sewa mineral sebagai persentase dari
PDB. Selain itu, terlepas dari ketimpangan pendapatan, faktor lain yang
meningkatkan kemiskinan di wilayah ini adalah investasi asing langsung,
pertumbuhan penduduk, tingkat inflasi, dan pencapaian pendidikan dasar saja.
Variabel pengentasan kemiskinan di kawasan ini mencakup investasi domestik,
keterbukaan perdagangan, nilai tukar, pendapatan per kapita, dan sewa minyak
sebagai persentase dari PDB.
Dari beberapa hasil temuan tersebut kemudian menunjukkan beberapa
rekomendasi kebijakan utama bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan
pertumbuhan pengurangan kemiskinan di kawasan MENA. Pertama, pembuat
kebijakan perlu untuk mengatasi tantangan ini dengan mengidentifikasi sejumlah
kemungkinan instrumen kebijakan untuk menangani ketidaksetaraan, termasuk
melalui transfer tunai bersyarat, jaminan sosial, pelatihan pasar tenaga kerja, akses
yang lebih besar untuk kesehatan, gizi dan pendidikan melalui peningkatan
investasi sosial, tindakan afirmatif, dan reformasi tanah dan hak milik, terutama
untuk mendapatkan keuntungan penduduk pedesaan (terutama perempuan). Selain
itu, meningkatkan akses pendidikan akan mengurangi kemiskinan baik dengan
meningkatkan produktivitas individu dan dengan memfasilitasi pergerakan orang
miskin dari upah yang rendah pada pekerjaan di bidang pertanian. Lebih penting

48
lagi, pengeluaran publik untuk pendidikan, ketika ditargetkan untuk masyarakat
miskin, dapat menghasilkan keuntungan ganda, mengurangi kemiskinan dalam
jangka pendek dan meningkatkan peluang bagi anak-anak miskin untuk
mengakses pendidikan formal dan dengan demikian membebaskan diri dari
perangkap kemiskinan antar generasi. Meningkatkan tingkat pendidikan (dan
kualitas) harus disertai dengan iklim investasi yang kuat untuk memastikan bahwa
pekerjaan yang produktif diciptakan untuk yang baru masuk pada lingkungan
pendidikan.
Kedua, mengingat temuan penelitian ini bahwa investasi dalam negeri
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan di kawasan
MENA dan mencapai investasi domestik yang lebih tinggi harus tetap menjadi
tujuan aktif pemerintah. Tantangan utama disini bagi negara-negara MENA adalah
untuk memobilisasi sumber daya untuk investasi domestik yang tinggi.
Ketiga, negara-negara MENA harus meningkatkan pendapatan nasional
mereka. Untuk meningkatkan pendapatan per kapita, negara-negara ini harus
memperdalam reformasi ekonomi makro dan struktural untuk meningkatkan daya
saing mereka serta menciptakan peningkatan dan pekerjaan yang lebih berkualitas
dan karenanya meningkatkan partisipasi dalam kegiatan ekonomi.
Keempat, mengingat temuan penulis bahwa pengeluaran konsumsi
pemerintah mengurangi pertumbuhan ekonomi, mencapai efektivitas pengeluaran
pemerintah harus tetap menjadi tujuan aktif pemerintah di wilayah MENA.
Kelima, Bank sentral harus melanjutkan kebijakan moneter dengan ketat
melalui agresif tingkat kebijakan pemotongan, didukung oleh kebijakan
manajemen fiskal untuk memastikan bahwa lingkungan ekonomi makro tetap
kondusif untuk pertumbuhan berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan. Negara
di mana inflasi masih sangat tinggi harus memulai langkah-langkah untuk
mengatasi kendala struktural yang mengikat kuat yang mempengaruhi kinerja
yang efisien dari pasar. Hal ini akan membantu untuk meningkatkan alokasi
sumber daya dan mengurangi biaya dan kerentanan terhadap kemiskinan.
Keenam, keterbukaan perdagangan memiliki pengaruh yang signifikan dalam
mengurangi kemiskinan di Afrika. Terlepas dari mengadopsi pendekatan rantai
nilai untuk menambah nilai produk mereka, khususnya minyak, ada kebutuhan
untuk investasi yang kesemuanya merupakan jenis fisik, termasuk manusia, modal

49
sosial dan kelembagaan, dan inovasi dan kemajuan teknologi yang disesuaikan
dengan kondisi negara-negara lain.
Ketujuh, mengingat bahwa kemiskinan meningkat dengan laju pertumbuhan
penduduk di negara-negara MENA, ada kebutuhan mendesak untuk
mengintensifkan upaya dan kegiatan pelayanan keluarga berencana di negara-
negara ini sehingga dapat meningkatkan pengetahuan, penerimaan dan praktek
keluarga berencana.
Delapan, studi ini menunjukkan bahwa untuk mempromosikan pengurangan
kemiskinan, negara-negara MENA harus mengatur arus masuk modal asing untuk
memastikan industri padat karya tidak tergeser oleh globalisasi. Selanjutnya,
untuk melindungi masyarakat terhadap ancaman terhadap hak-hak dasar individu,
pemerintah harus mandat bahwa perusahaan multinasional mematuhi standar-
standar perburuhan inti, seperti yang disediakan oleh Organisasi Buruh
Internasional (ILO).
Kesembilan, dalam penelitian ini, ditemukan bahwa infrastruktur penting
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan MENA, maka kebutuhan
untuk pembangunan infrastruktur harus diintensifkan secara produktif.
Kesepuluh, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sementara pendidikan
dasar saja tidak cukup untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang dimana
itu adalah pengentasan kemiskinan. Jadi, bagi mereka yang berpendidikan rendah
(seperti pendidikan hanya primer) merasa bahwa kebijakan yang mempromosikan
up-Skilling, pelatihan yang lebih baik dan pendidikan bagi tenaga kerja
berketerampilan rendah adalah yang terpenting. Kedua up-Skilling, pelatihan
pasar tenaga kerja, reformasi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan industri
juga akan membantu mengatasi keterampilan ketidaksesuaian yang ada di banyak
negara MENA. Program pelatihan harus mencakup inisiatif on-the-job dan
menargetkan mereka yang sudah bekerja, serta lulusan dengan pendidikan umum
yang tidak memiliki keterampilan kerja tertentu. Selain itu, pemerintah perlu
mengembangkan inovatif kemitraan publik-swasta dan peluang untuk kolaborasi
antara pengusaha besar, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait lainnya
seperti lembaga pendidikan tinggi dan kejuruan untuk mengubah struktur
kelembagaan dan memperkuat perekonomian daerah.

50
TABEL RINGKASAN

NO. JUDUL/REFERENSI PERMASALAHAN TUJUAN HASIL PENELITIAN MANFAAT BAGI


SKRIPSI
1. Hermawati, Istiana. 2012. Bagaimana dampak Tujuan penelitian ini Hasil dari penelitian ini Manfaat artikel ini
Dampak Program program pengentasan adalah untuk melihat menunjukkan faktor-faktor bagi penelitian
Pengentasan Kemiskinan di kemiskinan yang ada dampak program keberhasilan program dan adalah sebagai
pengentasan kemiskinan bagaimana penerimaan
Jayapura. Jurnal Penelitian untuk mengatasi referensi untuk
yang ada di Jayapura. program di masyarakat.
dan Evaluasi Pendidikan. masalah kemiskinan di Secara obyektif mengetahui
Vol. 16. Jayapura. memperlihatkan persentase bagaimana suatu
sebanyak 56,6% subyek program pemerintah
penelitian dalam kategori dapat berjalan untuk
miskin karena memiliki mengatasi suatu
penghasilan di bawah masalah sosial dan
standar KFM Kab.
apa saja faktor-faktor
Jayapura (Rp.600.000,-)
per bulan. Secara yang mempengaruhi
subyektif, sebelum kemiskinan serta
menerima program bagaimana indikator
pengentasan kemiskinan, keberhasilan
63% subyek penelitian program pemerintah
menyatakan dirinya dalam yang sedang
keadaan miskin dan setelah
berjalan.
mengikuti program 58,91%
subyek penelitian
menyatakan dalam keadaan

51
cukup. Menurut hasil
analisis penulis,
peningkatan pendapatan
subyek penelitian sebelum
dan setelah mengikuti
program pengentasan
kemiskinan terbukti
signifikan.
2. Usman, Husaini. 2010. Bagaimana model Tujuan dari penelitian ini Hasil penelitian Manfaat artikel ini
Model Pendidikan pelatihan yang efektif dibagi menjadi dua. mengungkapkan bahwa bagi peneliti adalah
Kecakapan Hidup sebagai dalam mengurangi Tujuan penelitian tahap anak-anak yang putus sebagai referensi
pertama adalah untuk sekolah di samping terjadi
Alternatif Mengurangi angka kemiskinan untuk mengetahui
mengetahui (1) sebaran karena kemiskinan orang
Angka Kemiskinan. Jurnal melalui anak-anak Anak Putus Sekolah dari tua atau keluarganya, putus bagaimana minat
Ilmu Pendidikan. Jilid 17 yang putus sekolah di Keluarga Miskin sekolah juga terjadi karena masyarakat untuk
Nomor 1. daerah DIY. (APSKM) yang berminat sebagian masyarakat melanjutkan
mengikuti Diklat menganggap bahwa materi sekolahnya.
Kecakapan Hidup pembelajaran yang Kemudian, artikel ini
(DKH), (2) jenis diklat diberikan di sekolah tidak juga dapat menjadi
yang dibu-tuhkan oleh menjamin tamatannya
referensi untuk
APSKM, dan (3) mendapatkan pekerjaan
mendapatkan model yang layak, tidak mengetahui faktor
lembaran kerja DKH. menjamin dapat penyebab anak-anak
Tujuan penelitian tahap mengentaskan keluarganya putus sekolah.
dua adalah untuk (1) dari kemiskinan. Akhirnya,
mendapatkan model masyarakat memutuskan
DKH, (2) mendapatkan daripada menyekolahkan
kriteria DKH yang anaknya dengan biaya

52
efektif, dan (3) yang semakin meningkat,
mendapatkan model lebih baik membantu orang
DKH yang efektif. tua bekerja di sawah atau
bekerja apa saja yang dapat
membantu ekonomi
keluarga.
Lalu, hasil penelitian
menunjukkan bahwa Anak
Putus Sekolah Keluarga
Miskin (APSKM) sangat
berminat mengikuti Diklat
Kecakapan Hidup (DKH)
dibandingkan melanjutkan
sekolah. Diklat yang
dibutuhkan mereka adalah
diklat yang dapat
menghasilkan tenaga
terampil untuk
memperbaiki rumah,
perabot, dan sepeda motor
karena daerah mereka baru
mendapat musibah gempa
bumi. Di samping itu,
diklat yang diikuti nantinya
dapat menambah
penghasilan mereka.
3. Miradj, Safri dan Sumarno. Rendahnya SDM di Untuk mengetahui proses Peneliti menegaskan Sebagai referensi
2014. Pemberdayaan Kabupaten Halmahera pemberdayaan melalui bahwa perlu adanya untuk mengetahui

53
Masyarakat Miskin, Barat yang pendidikan nonformal pemberdayaan masyarakat program apa yang
Melalui Proses Pendidikan dilatarbelakangi oleh dalam melaksanakan untuk menggali potensi apa telah dibuat oleh
Nonformal, Upaya rendahnya pendidikan. kegiatan pelatihan yang dimiliki oleh pemerintah dalam
kepada masyarakat masyarakat yang masih
Meningkatkan mengatasi rendahnya
miskin untuk memiliki kualitas
Kesejahteraan Sosial di meningkatkan pendidikan formal yang kualitas SDM
Kabupaten Halmahera kesejahteraan sosial di kurang yaitu melalui masyarakat yang
Barat. Jurnal Pendidikan Kabupaten Halmahera pendidikan nonformal. dilatarbelakangi oleh
dan Pemberdayaan Barat. Proses pemberdayaan rendahnya tingkat
Masyarakat. Vol. 1 Nomor masyarakat melalui pendidikan.
1. pendidikan nonformal
merupakan sebuah upaya
yang harus memungkinkan
masyarakat dengan segala
keberadaanya dapat
memberdayakan dirinya
sendiri. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dalam
pelaksanaan kegiatan
pelatihan itu sendiri ada
beberapa langkah-langkah
yang seharusnya dapat
diperhatikan oleh
pengelola lembaga
pelatihan dalam melakukan
pelatihan dan
pembelajaran, antara lain
adalah: (a) kondisi warga

54
belajar, kondisi sumber
belajar (tutor, dan
prasarana lainnya (c) daya
dukung pemerintah, tokoh
dan lembaga organisasi
lainnya masyarakat, dan (e)
kemampuan kerja sama
dengan pihak lain dalam
mengembangkan program.
4. Hafidh, Aula Ahmad, Tejo Sulitnya masyarakat Penelitian ini dibuat Hasil yang dapat Manfaat penelitian ii
Nurseto, dan Ngadiyono. miskin untuk untuk menganalisis dan disimpulkan dari penelitian bagi penulisan
2014. Benefit Incidence mengakses pendidikan memberikan penilaian ini adalah, adanya manfaat laporan RC adalah
terhadap program yang dirasakan oleh
Analysis Program tinggi karena ekonomi dapat digunakan
Bidikmisi pada masyarakat yaitu
Bidikmisi pada Perguruan yang rendah dan juga perguruan tinggi di aksesabilitas golongan sebagai
Tinggi di Provinsi Daerah kurangnya Provinsi Daerah rendah terhadap perbandingan
Istimewa Yogyakarta. Jurnal ketercakupan Istimewa Yogyakarta. pendidikan tinggi. penelitian mengenai
Economia. Volume 10 mahasiswa miskin Orangtua hanya Bidikmisi di masa
Nomor 2. dalam merasakan memberikan tambahan sebelumnya dengan
adanya program biaya sewaktu-waktu masa sekarang,
ketika diperlukan. Bantuan
bidikmisi. dimana
biaya hidup sebesar
Rp.600.000 sudah cukup kebermanfaatannya
apabila dapat mengaturnya kemudian dapat
dengan baik. Program dinilai apakah
bidikmisi mempunyai terdapat peningkatan
ketentuan yang sudah atau tidak.
diatur sehingga

55
pengelolaan dan prosedur
penyaluran bidikmisi yang
terdapat di semua
perguruan tinggi pada
umumnya sama. Selain itu,
Pemerintah perlu untuk
memetakan program
bidikmisi berdasarkan
lokasi perguruan tinggi, hal
tersebut untuk memastikan
bahwa masyakarat yang
menerima memang benar
yang membutuhkan
melalui survey (visitasi)
tempat tinggal. Akan lebih
baik apabila mahasiswa
bidikmisi dapat diatur dan
ditata mengenai tempat
tinggal (dormitory) agar
prestasi dan bantuan biaya
hidup dapat maksimal
manfaatnya.
5. Sidik, Fajar. 2014. Belum efektifnya Tujuan penelitian ini Dalam aplikasinya, Manfaat dari
Implementasi Kebijakan pemberian bantuan adalah untuk implementasi kebijakan penelitian ini adalah
Kartu Menuju Sejahtera KMS menganalisis tentang KMS yang dilaksanakan sebagai referensi
implementasi kebijakan oleh Pemkot Yogyakarta
(KMS) Pemerintah Kota analisis indikator
Kartu Menuju Sejahtera belum secara efektif
Yogyakarta di Bidang (KMS) di Kota mampu mencapai keberhasilan

56
Pendidikan. Jurnal Yogyakarta. tujuannya karena beberapa implementasi
Kebijakan & Administrasi faktor persoalan, program pemerintah.
Publik JKAP. Vol. 18 No.2. diantaranya adalah Yaitu untuk melihat
memiliki birokrasi yang
faktor apa saja yang
kompleks (complex
structure), sulitnya dapat mempengaruhi
melakukan koordinasi dan berhasil atau
komunikasi, serta tidaknya suatu
ketersediaan sumber daya program berjalan di
manusia yang belum masyarakat.
memadai.
6. Sukardi. 2014. Evaluasi Belum banyaknya Untuk membahas tentang Pada buku ini penulis Manfaat penelitian
Program Pendidikan dan metode evaluasi yang evaluasi program pada memaparkan bahwa pada ini adalah sebagai
Kepelatihan. Jakarta: PT. diketahui oleh ranah pendidikan dan prinsipnya, evaluasi referensi untuk
kepelatihan. Didalam program merupakan satu
Bumi Aksara. masyarakat dalam mengetahui model-
buku ini dibahas bagian integral dari
menjalankan suatu mengenai konsep-konsep evaluasi pendidikan pada model evaluasi untuk
program. evaluasi program secara umumnya. Evaluasi membantu penulis
mendasar yang kemudian program bukan saja ada di dalam menganalisis
dikaitkan dengan dalam proses belajar program Bidikmisi.
program pendidikan dan mengajar, tetapi evaluasi
kepelatihan. program memiliki
penggunaan yang lebih
luas, yaitu dilakukan pada
program yang merupakan
hasil keputusan dari
pemegang kebijakan untuk
diprioritaskan

57
pelaksanaannya seperti
program studi ataupun
program yang dilaksanakan
untuk masyarakat. Evaluasi
program juga dilakukan
untuk tujuan pengambilan
keputusan.
7. Istiany, Ari, Eko Siswono, Banyaknya area kumuh Membahas tentang Hasil yang didapat dari Sebagai referensi
dkk. 2013. A Study of Food di Jakarta yang berada kehidupan masyarakat penelitian yaitu untuk mengetahui
Access, Food Hygiene, di bantaran kali dan rel miskin yang berada di menunjukkan bahwa faktor apa saja yang
daerah bantaran kali dan rumah tangga di
Environmental Sanitation, kereta. mempengaruhi
pinggir rel kereta dan pemukiman pinggir rel
and Coping Mechanisms of menganalisis kereta api dan sungai keberadaan keluarga
the Households at Slum karakteristik sosial- memiliki pengetahuan gizi miskin di wilayah
Areas. Bogor: IPB Press. ekonomi rumah tangga yang relatif memadai dan bantaran kali dan rel
mereka. mempraktikannya. kereta, serta faktor
Sementara, sikap gizi yang apa saja yang
baik lebih banyak mempengaruhi
ditemukan di antara istri-
rendahnya kualitas
istri yang tinggal di tepi
sungai dari istri-istri di hidup mereka.
pemukiman pinggir kereta
api. Kemudian, Anak-anak
usia sekolah (7-15 tahun)
yang tidak bersekolah lagi
lebih banyak terdapat pada
pemukiman pinggir rel
kereta api (22,6%)

58
daripada di pemukiman
bantaran sungai (2,7%).
Anak-anak berusia 16-18
tahun yang tidak
bersekolah lagi bahkan
angkanya lebih tinggi di
kedua daerah kumuh.
8. Suharto, Edi. 2013. Belum banyaknya Membahas mengenai Negara kesejahteraan tidak Untuk referensi
Kebijakan Sosial sebagai pembahasan yang pembangunan hanya membutuhkan penulis dalam
Kebijakan Publik. membahas kaitan kesejahteraan sosial seperangkat kebijakan menganalisis kaitan
melalui kebijakan sosial sosial, tetapi juga
Bandung: Alfabeta. pembangunan pembangunan
dan kebijakan publik. pengaturan sistem politik
kesejahteraan sosial dan kebijakan makro kesejahteraan sosial
dengan kebijakan ekonomi yang dapat dengan kebijakan
publik. menunjangnya. Selain publik yang dalam
menyusun sistem yang hal ini pada program
lebih kuat untuk Bidikmisi.
menghadirkan negara
kesejahteraan yang lebih
baik, fokus utama
Indonesia saat ini bisa
diletakkan pada penguatan
pembangunan
kesejahteraan sosial yang
terintegrasi dengan
kebijakan makro ekonomi
yang berkualitas dan

59
berkelanjutan.
9. Nainggolan, Togiaratua Masih banyaknya Untuk membahas Keberhasilan program Manfaatnya yaitu
dkk. 2012. Program masyarakat miskin mengenai program- PKH untuk mengurangi sebagai bahan
Keluarga Harapan di yang perlu diberikan program penanggulangan kemiskinan tergantung referensi untuk
kemiskinan yang pada apakah dan sejauh
Indonesia: Dampak pada bantuan pemerintah menjelaskan
diusulkan oleh mana bantuan tunai
Rumah Tangga Sangat pemerintah. mempengaruhi perilaku masyarakat miskin
Miskin di Tujuh Provinsi. menetap, memeriksa dan yang seperti apa
Jakarta: Pusat Penelitian menjaga kesehatan serta yang dapat diberi
dan Pengembangan kehadiran sekolah. Selain bantuan dan untuk
Kesejahteraan Sosial itu, secara umum program menganalisis
(P3KS) Press. PKH telah berdampak efektifitas program
positif bagi Rumah Tangga
bantuan pemerintah
Sangat Miskin (RTSM).
Ada perbedaan signifikan dalam
antara kondisi RTSM menanggulangi
sebelum menerima PKH masalah kemiskinan.
dengan setelah
menerimanya dalam
indikator-indikator
partisipasi bidang
kesehatan dan bidang
pendidikan.

10. Sarman, Mukhtar dan Banyaknya Penelitian ini bertujuan Hasil yang didapatkan dari Manfaatnya yaitu
Sajogyo. 2000. Masalah permasalahan terkait untuk membahas penelitian ini adalah sebagai bahan
Penanggulangan kemiskinan yang mengenai berbagai terisolasinya desa dari referensi dalam

60
Kemiskinan: Refleksi dari belum dapat permasalahan pada prasarana dasar dan sangat menganalisis
Kawasan Timur Indonesia. terselesaikan dengan penanggulangan terpencarnya lokasi-lokasi perbandingan
Jakarta: Puspa Swara baik kemiskinan di daerah pemukiman penduduk manfaat pada
Indonesia Timur yang merupakan kendala
bentuk-bentuk
seringkali sulit terbesar dalam
dituntaskan. pengembangan ekonomi bantuan pemerintah
rakyat di desa-desa yang diberikan
tertinggal. Selain itu, peran kepada masyarakat
petugas pendamping ekonomi rendah.
program masih banyak Dalam hal ini
dikritik karena kurang bantuan Bidikmisi
optimalnya kinerja yang
yang terfokus pada
mereka miliki. Selain itu,
permasalahan yang juga bantuan pendidikan
menjadi kendala dalam yang menjadi
upaya pengentasan parameter utama
kemiskinan di KTI ini pada perbandingan
adalah masih banyaknya tersebut.
masyarakat yang salah
mengartikan program-
program yang diberikan
oleh pemerintah. Masih
banyaknya kesalahan yang
terjadi terkait proses
sosialisasi program
memiliki dampak yang
cukup beragam yang
kemudian pemerintah

61
harus dapat
menyelesaikannya dengan
memperlihatkan secara
langsung bagaimana
program yang dimaksud
bisa memberikan dampak
positif dan kemudian dapat
dijalankan oleh masyarakat
miskin tersebut.
11. ________. 2007. Era Baru Adanya karakteristik Untuk membahas Dalam buku ini dijelaskan Untuk membantu
Dalam Pengentasan khusus terkait dengan berbagai pandangan baru bahwa terdapat tiga ciri penulis dalam
Kemiskinan di Indonesia. kemiskinan di mengenai pengentasan yang menonjol dari mengetahui
kemiskinan di Indonesia kemiskinan di Indonesia.
The World Bank. Indonesia yang ingin karakteristik dan ciri-
dan mencoba untuk Yang pertama yaitu
dikaji lebih dalam lagi menganalisa sifat multi- banyaknya rumah tangga ciri seperti apakah
dimensi dari kemiskinan yang berada di sekitar garis kemiskinan yang ada
di Indonesia melalui kemiskinan nasional di Indonesia yang
pandangan baru yang sehingga banyak penduduk menyebabkan
didasarkan pada yang meskipun tergolong rendahnya kualitas
perubahan-perubahan tidak miskin tetapi rentan masyarakat.
penting yang terjadi terhadap kemiskinan. Yang
selama satu dekade kedua adalah ukuran
terakhir. kemiskinan didasarkan
pada pendapatan, sehingga
tidak dapat
menggambarkan batas
kemiskinan yang
sebenarnya. Banyak orang

62
yang mungkin tidak
tergolong miskin dari segi
pendapatan dapat
dikategorikan sebagai
warga miskin atas dasar
kurangnya akses terhadap
pelayanan dasar serta
rendahnya indikator-
indikator pembangunan
manusia. Dan yang ketiga
yaitu, mengingat sangat
luasnya wilayah Indonesia,
maka perbedaan antar
daerah merupakan ciri
mendasar dari kemiskinan
di Indonesia. Tidak hanya
itu, dijelaskan juga bahwa
terdapat bidang-bidang
kunci yang harus
diwaspadai dalam
pembangunan antara lain
yaitu, angka permasalahan
gizi, kesehatan ibu hamil
yang buruk, lemahnya hasil
dari pendidikan, rendahnya
akses terhadap air bersih
dan akses pada sanitasi.

63
12. Amitiurna, Citra. 2015. Masih rendahnya Tujuan penelitian ini Hasil yang didapat dari Manfaat penelitian
Evaluasi Program kualitas tenaga adalah untuk membahas penelitian ini yaitu ini yaitu sebagai
Pemberian Beasiswa pengajar di perguruan mengenai evaluasi yang menunjukkan dari segi referensi pada bagian
dilakukan pada program system assessment telah
Unggulan S2/S3 Luar tinggi dikarenakan evaluasi program
pemberian beasiswa memiliki tujuan, landasan
Negeri DITJEN DIKTI. masih cukup sulit unggulan ke luar negeri legal formal yang jelas beasiswa pendidikan
Jakarta: Program untuk mengakses oleh Ditjen Dikti serta adanya kebutuhan tinggi. Melalui
Pascasarjana Universitas pendidikan lanjutan (Direktorat Jenderal yang cukup tinggi penelitian ini,
Negeri Jakarta. (S2/S3). Pendidikan Tinggi) untuk menjadikan program penulis dapat
mahasiswa tingkat S2 beasiswa unggulan Dikti membandingkan
dan S3. Luar Negeri layak untuk bagaimana proses
dipertimbangkan
pemberian beasiswa
eksistensinya oleh
pengambil kebijakan. Dari untuk melanjutkan
evaluasi konteks memiliki pendidikan tinggi
tujuan untuk membantu yaitu pada program
menyediakan calon-calon Bidikmisi dan
dosen dan tenaga Beasiswa Unggulan
kependidikan untuk Ditjen Dikti serta
meneruskan studi lanjut ke
hal-hal apa saja yang
jenjang yang lebih tinggi.
Dengan adanya beasiswa perlu diperhatikan
unggulan luar negeri ini, untuk meningkatkan
dapat menambah jumlah kualitas pendidikan
pendidik yang berdaya di kemudian hari.
saing internasional dan
mengabdi di dunia
pendidikan tinggi. Dan

64
yang terakhir, proses
pemberian beasiswa
tersebut sudah dilakukan
secara sistematis dan
sesuai dengan aturan yang
berlaku.
13. Santoso, Budy. 1999. Masih banyaknya Tujuan dari penelitian ini Hasil penelitian Menjadi bahan
Kemiskinan di Desa penduduk desa yang adalah untuk mengetahui menunjukkan adanya referensi untuk
Tertinggal: Studi hidup dibawah garis gambaran secara umum faktor yang muncul dari mengetahui faktor
tentang penduduk desa dalam diri individu
Korelasional antara kemiskinan yang apa saja yang dapat
yang hidup di bawah (internal) yang
Tingkat Pendidikan, disebabkan oleh garis kemiskinan di menyebabkan seseorang menyebabkan
Motivasi Kerja, Minat individu itu sendiri. Kabupaten Malang dikatakan miskin, dimana seseorang menjadi
Berwiraswasta, dan dengan melihat pada faktor-faktor tersebut miskin dan hal apa
Orientasi Budaya dengan faktor-faktor apa saja mencakup tingkat saja yang harus
Tingkat Kemiskinan pada yang menyebabkan pendidikan, motivasi kerja, diperhatikan untuk
Penduduk Desa Tertinggal kemiskinan itu terjadi. minat berwira-swasta, serta menanggulanginya.
orientasi budaya.
di Kabupaten Malang,
Rendahnya tingkat
Jawa Timur. Jakarta: pendidikan dan motivasi
Program Pascasarjana kerja menjadi salah satu
Universitas Negeri Jakarta. faktor utama yang
menyebabkan timbulnya
gejala kemiskinan.

14. Duryea, Suzanne dan Adanya tingkat Penelitian ini membahas Kemajuan pendidikan lebih Sebagai referensi

65
Carmen Pags. 2002. produktivitas tenaga tentang kebijakan yang lambat terjadi di Amerika untuk mengetahui
Human Capital Policies: kerja yang rendah dilakukan untuk Latin daripada di daerah hubungan tingkat
What they Can and Cannot sebagai indikasi peningkatan sumber daya berkembang lainnya. Hal pendidikan dengan
manusia. ini menyebabkan banyak
Do for Productivity and lemahnya sumber daya produktivitas kerja
orang termotivasi untuk
Poverty Reduction in Latin manusia. keluar dengan sendirinya sebagai cara untuk
America. Jurnal Inter- dari lingkup pendidikan meningkatkan
American Development karena dianggap sebagai sumber daya
Bank Banco Interamericano salah satu hambatan yang manusia.
de Desarrollo (BID) meliputi pencapaian
Research department pertumbuhan produktivitas
kerja di wilayah tersebut.
Departamento de
Namun, penulis
investigacin Working memaparkan bahwa
Paper. Volume 468. pendidikan dapat
memperbaiki defisit
produktivitas kerja dengan
lebih baik. Dengan
demikian, perluasan
pendidikan harus
dilengkapi dengan
kebijakan yang ditujukan
untuk membuat semua
pekerja menjadi lebih
produktif.

15. Ncube, Mthuli, John C. Tujuan penulisan jurnal Hasil empiris dari Sebagai referensi
Anyanwu and Kjell ini yaitu untuk meneliti penelitian ini menunjukkan untuk mengetahui

66
Hausken. 2013. Inequality, efek dari ketimpangan bahwa ketimpangan bagaimana pengaruh
Economic Growth, and pendapatan pada pendapatan mengurangi peningkatan kualitas
Poverty in the Middle East pengembangan sosial pertumbuhan ekonomi dan SDM melalui
utama, yaitu meningkatkan kemiskinan
and North Africa (MENA). pengembangan
pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Faktor-
Working Paper Series dan kemiskinan di faktor lain yang memiliki sektor sosial-
(WPS). Volume 195. wilayah MENA. pengaruh negatif yang ekonomi dan juga
signifikan terhadap pendidikan dengan
pertumbuhan ekonomi di tingkat kemiskinan.
kawasan MENA termasuk
tingkat pertumbuhan
sebelumnya yaitu, nilai
tukar, pengeluaran
konsumsi pemerintah atau
beban pemerintah, GDP
per kapita awal, inflasi, dan
pendidikan dasar. Di sisi
lain, variabel positif dan
signifikan terkait dengan
pertumbuhan ekonomi
MENA adalah tingkat
investasi domestik,
urbanisasi, pembangunan
infrastruktur, dan sewa
mineral sebagai persentase
dari PDB. Selain itu, hasil
penelitian ini juga
menunjukkan bahwa

67
pendidikan dasar saja tidak
cukup untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Jadi, bagi mereka yang
berpendidikan rendah
(seperti pendidikan hanya
primer) merasa bahwa
kebijakan yang
mempromosikan up-
Skilling, pelatihan yang
lebih baik dan pendidikan
bagi tenaga kerja
berketerampilan rendah
adalah yang terpenting.

68
ANALISIS DAN SINTESIS

Definisi Kemiskinan dan Penyebabnya

Kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensi serta


memiliki dampak sangat luas terhadap kualitas hidup manusia. Masalah
kemiskinan selalu ditandai dengan adanya kerentanan, ketidakberdayaan,
keterisolasian dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi. 2 Hingga saat
ini, kemiskinan masih dianggap sebagai akar dari hampir semua permasalahan
sosial.
Edi Suharto3 menjelaskan bahwa kemiskinan sendiri dibahas melalui dua
pendekatan, yaitu kemiskinan absolut dan relatif. Dalam kemiskinan absolut,
orang miskin didefinisikan sebagai mereka yang tidak memiliki pendapatan untuk
memenuhi sejumlah minimum kebutuhan hidup, yakni sejumlah asupan kalori
yang dibutuhkan setiap orang untuk bertahan hidup yang kemudian dikonversikan
ke dalam sejumlah uang. Sedangkan dalam kemiskinan relative ia berpendapat
bahwa seseorang dikatakan miskin bila pendapatannya berada di bawah
pendapatan rata-rata masyarakat, atau dengan kata lain, seseorang dianggap
miskin atau tidak tergantung pada lingkungan di sekitar lokasi mereka.
Tidak hanya itu, terdapat faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan itu
sendiri muncul. Beberapa faktor tersebut yaitu adanya tingkat pengangguran yang
tinggi, tingkat kesehatan yang rendah dan yang cukup besar menyumbang angka
kemiskinan adalah karena rendahnya tingkat pendidikan. Seperti misalnya pada
buku Edi Suharto yang mengatakan bahwa kemiskinan berkaitan dengan hampir
seluruh masalah sosial, seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan
kondisi emosi seseorang, pengangguran, sulitnya memperoleh pekerjaan,
rendahnya tingkat kesehatan dan juga pendidikan yang kurang.4

2
Istiana Hermawati, Dampak Program Pengentasan Kemiskinan di Jayapura,
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Volume 16, tahun 2012, hal. 145.
3
Edi Suharto, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta,
2013), hal. 73-74
4
Ibid., hal. 75.

69
Sebab Kemunculan Program Pengentasan Kemiskinan
Dalam menanggulangi kemiskinan, pemerintah membuat program-
program/kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan
warga. Seperti yang dikatakan oleh Mukhtar Sarman 5 bahwa penanggulangan
kemiskinan sendiri disini merupakan sebuah kebijakan strategis yang harus
diambil oleh pemerintah selaku agen pembangunan yang bertanggung jawab atas
terselenggaranya perbaikan sosial pada segenap lapisan masyarakat.
Hal tersebut menunjukkan bahwa merujuk pada banyaknya masalah sosial
terkait kesejahteraan warga, maka pemerintah melakukan usaha-usaha
penanggulangan melalui pembentukan program-program khusus. Kebijakan sosial
meruapakan salah satu upaya dalam membentuk program pengentasan
kemiskinan.
Dalam pengertiannya, kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang
dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah
sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Secara singkat, kebijakan
sosial menunjuk pada apa yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pemberian beragam tunjangan
pendapatan, pelayanan kemasyarakatan dan program-program tunjangan sosial
lainnya.6
Seperti misalnya pada penelitian oleh Suzanne Duryea dan Carmen Pags,
Mukhtar Sarman & Sajogyo, Togiaratua Nainggolan serta Fajar Sidik yang dalam
masing-masing tulisannya secara garis besar menggambarkan bagaimana
kebijakan serta program-program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh
pemerintah dapat berdampak positif dan mencapai tujuan utama yaitu
kesejahteraan sosial (welfare).
Salah satu kasus yang seringkali terjadi yang dapat menyebabkan munculnya
masalah kemiskinan dan buruknya Sumber Daya Manusia adalah pendidikan yang
rendah dikarenakan biaya sekolah yang cukup tinggi yang sudah tidak mampu
lagi diakses oleh masyarakat yang hanya memiliki pendapatan di bawah rata-rata
yang bahkan untuk memenuhi kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan)
5
Mukhtar Sarman, Masalah Penanggulangan Kemiskinan: Refleksi dari
Kawasan Timur Indonesia, (Puspa Swara, 2000), hal. 5
6
Edi Suharto, Op. Cit., hal. 10-11

70
saja tidak mencukupi, seperti yang dikemukakan oleh Ari Istiany dalam bukunya
yang berjudul A Study of Food Access, Food Hygiene, Environmental Sanitation,
and Coping Mechanisms of the Households at Slum Areas ia mengatakan:
for poor people, education fees often become a big burden that this makes their
children unable to go to school7 (Untuk orang-orang miskin, biaya pendidikan
menjadi sebuah beban berat yang membuat mereka tidak bisa menyekolahkan anak-
anaknya)

Implementasi Kebijakan dalam Realisasi Program


Untuk mewujudkan program bantuan pendidikan dalam meningkatkan kualitas
SDM seperti yang telah disebutkan, maka dibentuklah yang namanya kebijakan.
Jika sebuah kebijakan telah ditetapkan, maka selanjutnya proses perumusan
kebijakan tersebut memasuki tahap implementasi. Pada tahap implementasi ini
melibatkan serangkaian kegiatan yang meliputi pemberitahuan kepada publik,
instrument kebijakan yang digunakan, staf yang melaksanakan program-program
pelayanan yang akan diberikan, anggaran yang disiapkan dan laporan yang akan
dievaluasi.8
Dalam Fajar Sidik9, Jones (1996) menjelaskan bahwa implementasi merupakan
suatu aktivitas yang dimaksudkan untuk mengoperasionalkan sebuah program. Ia
juga mengatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan maupun
kegagalan implementasi kebijakan memiliki alasan dan kriteria variabel yang
berbeda sesuai persoalan yang dihadapi. Variabel yang memengaruhi dalam
proses kebijakan publik tersebut antara lain; (1) Aktivitas implementasi dan
komunikasi antar-organisasi, (2) Karakteristik dan agen pelaksana atau sering
disebut implementor, (3) Kondisi ekonomi, sosial, dan politik, dan (4)
Kecenderungan (disposition) dari implementor.
Lebih jauh lagi, Fajar mengatakan bahwa sumber daya adalah faktor yang
penting untuk pelaksanaan kebijakan yang efektif. Walaupun isi kebijakan sudah

7
Ari Istiany, A Study of Food Access, Food Hygiene, Environmental Sanitation,
and Coping Mechanisms of the Households at Slum Areas, (Bogor: IPB Press),
hal.12
8
Edi Suharto, Op. Cit., hal. 36
9
Fajar Sidik, Implementasi Kebijakan Kartu Menuju Sejahtera (KMS)
Pemerintah Kota Yogyakarta di Bidang Pendidikan, Jurnal Kebijakan &
Administrasi Publik JKAP, Vol. 18 No.2, tahun 2014, hal. 108

71
dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila pelaksana kekurangan
sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif.
Sumber daya tersebut dapat berupa sumber daya manusia, yaitu kompetensi
pelaksana dan sumber daya finansial.10
Dengan kata lain, adanya sumber daya yang memadai dari pihak pelaksana
program juga menjadi pengaruh penting dalam pelaksanaan program terkait. Jika
sumber daya tersebut tidak atau kurang memadai, maka bukan tidak mungkin jika
visi dan misi pada program yang dilaksanakan akan meleset dan menjadi tidak
tepat sasaran bagi penerima manfaat. Jika terjadi hal demikian, maka program
akan dikatakan gagal terlaksana dan harus dilakukan peninjauan kembali.
Dengan tercapainya tahap-tahap implementasi seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka kemudian kebijakan pemerintah yang dalam hal ini pemberian
program bantuan pendidikan dapat direalisasikan di masyarakat. Melalui
serangkaian prosedur yang telah ditetapkan dan sumber daya pelaksana program
yang memadai, maka bantuan pendidikan tersebut dapat disalurkan sesuai dengan
target yang telah ditetapkan.

Program Beasiswa sebagai Pengentasan Kemiskinan


Salah satu hal yang menjadi perhatian pada kemiskinan adalah rendahnya
tingkat pendidikan masyarakat yang dikarenakan mahalnya biaya pendidikan.
Untuk itu, pemerintah mencoba merumuskan suatu program yang dapat membawa
masyarakat terlepas dari kemiskinan melalui pemberian bantuan pendidikan atau
beasiswa.
Dengan memberikan bantuan pendidikan melalui beasiswa, diharapkan
masyarakat dapat mengasah kemampuannya melalui pendidikan untuk
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia yang saat ini masih terbilang
rendah. Selain itu, beasiswa juga dibuat untuk memotivasi masyarakat agar mau
turut serta dalam memberdayakan diri demi mencapai masyarakat yang sejahtera.
Jika masyarakat telah sejahtera, maka dapat dipastikan mereka akan keluar dari
lingkaran kemiskinan.

10
Ibid., hal. 110

72
Kebermanfaatan Beasiswa sebagai Bantuan Pendidikan bagi Masyarakat
Miskin
Dalam pembentukannya, tujuan utama dari adanya program bantuan
pendidikan adalah untuk mencapai masyarakat yang sejahtera dan meningkatnya
kualitas Sumber Daya Manusia. Seperti pada penelitian Mthuli Ncube11 yang
menunjukkan bahwa pendidikan dasar saja tidak cukup untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, yang dimana itu adalah salah satu faktor utama dalam
pengentasan kemiskinan.
Untuk itu, permasalahan kemiskinan perlu ditekankan pada rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat. Hal tersebut merupakan kunci utama untuk membuat
suatu program pengentasan kemiskinan. Karena dengan meningkatkan kualitas
SDM terlebih dahulu, maka masyarakat dapat memberdayakan dirinya dan
meningkatkan kualitas hidupnya menuju masyarakat yang sejahtera. Dengan
dibentuknya bantuan pada sektor pendidikan yang dalam hal ini beasiswa, maka
manfaat yang akan didapat adalah meningkatnya intelektual masyarakat yang
akan memicu tingginya kualitas SDM. Namun demikian, keberadaan bantuan
pendidikan tersebut juga haruslah didampingi dengan pengawasan masyarakat itu
sendiri agar manfaat dari program tersebut dapat diterima oleh masyarakat secara
utuh.

KESIMPULAN

11
Mthuli Ncube, John C. Anyanwu and Kjell Hausken, Inequality, Economic
Growth, and Poverty in the Middle East and North Africa (MENA), Working
Paper Series (WPS), Volume 195, tahun 2013, hal. 20

73
Pembahasan mengenai kemiskinan telah berlangsung sejak zaman dulu.
Kemiskinan itu sendiri tidak hadir begitu saja, tetapi ada banyak faktor yang
melatarbelakanginya. Kemiskinan muncul karena adanya ketidakberdayaan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya seperti sandang, pangan,
papan dan termasuk juga pendidikan. Masyarakat yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut masuk pada golongan masyarakat miskin. Untuk
itu, pemerintah mencoba merumuskan kebijakan-kebijakan dan membuat
program-program yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan yang bertujuan
untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Melalui program-program pengentasan kemiskinan tersebut, masyarakat
diharapkan dapat menjadi berdaya dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Salah satu program yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan
yang dibuat melalui peningkatan mutu pendidikan masyarakat yaitu program
beasiswa yang terfokus pada masalah rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.
Seperti yang telah dipaparkan bahwa saat ini biaya pendidikan semakin tinggi dan
membuat masyarakat miskin tidak lagi mampu untuk mengakses pendidikan.
Padahal, pendidikan sendiri merupakan salah satu faktor penting yang dapat
menentukan apakah seseorang akan tetap ada pada lingkaran kemiskinan atau ia
akan mampu memutus mata rantai kemiskinan tersebut dan turut serta dalam
peningkatan kualitas SDM.
Pada implementasinya, program beasiswa tersebut harus dijalankan sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan. Terkait hal tersebut, pemerintah juga
melakukan controlling/ pengawasan terhadap program-program yang dibentuk.
Pengawasan dilakukan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana program tersebut
berjalan dan apakah program tersebut telah sesuai prosedur dan tepat sasaran pada
mengentaskan masalah kemiskinan. Jika memang program telah berjalan sesuai
dengan tujuan, maka ada kemungkinan jika program tersebut akan tetap berlanjut
dan dapat diadopsi di daerah-daerah lain yang angka kemiskinannya masih tinggi.
Namun sebaliknya, jika program tersebut diketahui tidak berjalan sesuai dengan
tujuan dan tidak tepat pada sasaran, maka program tersebut dapat diberhentikan
dan tidak lagi menjadi program pemerintah yang ditujukan untuk mengentaskan
kemiskinan melalui peningkatan kualitas SDM.

74
Agar dapat mencapai hasil sesuai dengan harapan yaitu meningkatkan
kualitas SDM untuk menanggulangi kemiskinan, maka pada pelaksanaannya juga
harus dilakukan oleh sumber daya yang memadai. Dengan kata lain, pelaksana
program juga harus benar-benar mengetahui bagaimana kondisi sosial-ekonomi
masyarakat di lapangan agar penerima bantuan dapat merasakan manfaat program
secara utuh dan tepat sasaran. Untuk melihat bagaimana efektifitas program
tersebut berjalan, maka penerima program beasiswa tersebut merupakan aktor
utama sekaligus penerima manfaat program yang dapat turut langsung mengawasi
proses penyalurannya.

Implementasi Program Beasiswa Bidikmisi sebagai Pengentasan Kemiskinan

Masyarakat Pendidikan Pendidika


Miskin Menengah n Tinggi

Program
Bantuan
Pendidikan
(Bidikmisi)

Analisis
Kebermanfaatan Implementasi
Bidikmisi bagi Program
Mahasiswa UNJ Bidikmisi

Keterangan: = Masalah pada biaya pendidikan yang mahal

Sumber: Hasil Interpretasi analisis peneliti

Pertanyaan Peneliti
1. Bagaimana implementasi program beasiswa Bidikmisi yang berjalan di
Universitas Negeri Jakarta?

75
2. Apakah beasiswa Bidikmisi memiliki kebermanfaatan bagi mahasiswa
UNJ sebagai penerima bantuan?

Penutup
Dari pertanyaan peneliti yang telah dikemukakan, peneliti disini akan
mendeskripsikan salah satu kebijakan pemerintah dalam penanggulangan masalah
kemiskinan pada sektor pendidikan, yaitu program beasiswa. Seperti yang kita
ketahui bahwa biasanya bantuan pemerintah yang dibuat hanyalah sekedar
memberikan dana langsung tanpa feedback yang ditentukan. Tetapi pada bantuan
beasiswa Bidikmisi, pemerintah menetapkan beberapa syarat dan ketentuan serta
memberikan pelatihan khusus bagi penerimanya sehingga manfaat yang diterima
akan dirasakan secara utuh.
Implementasi program Bidikmisi inilah yang akan peneliti fokuskan pada
penulisan laporan ini. Kemudian disini peneliti akan menganalisis hasil
implementasi/penerapan beasiswa Bidikmisi tersebut sesuai dengan tujuan
penulisan yang telah dipaparkan sebelumnya. Sehingga pada akhirnya penulis
dapat mendeskripsikan hasil pencapaian program beasiswa Bidikmisi dan
kebermanfaatannya bagi mahasiswa penerima bantuan.

DAFTAR PUSTAKA

76
Buku:

________. 2007. Era Baru Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. The


World Bank.

Istiany, Ari, Eko Siswono, dkk. 2013. A Study of Food Access, Food Hygiene,
Environmental Sanitation, and Coping Mechanisms of the Households at
Slum Areas. Bogor: IPB Press.

Nainggolan, Togiaratua dkk. 2012. Program Keluarga Harapan di Indonesia:


Dampak pada Rumah Tangga Sangat Miskin di Tujuh Provinsi. Jakarta:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (P3KS) Press.

Sarman, Mukhtar dan Sajogyo. 2000. Masalah Penanggulangan Kemiskinan:


Refleksi dari Kawasan Timur Indonesia. Jakarta: Puspa Swara

Suharto, Edi. 2013. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Bandung:


Alfabeta.

Sukardi. 2014. Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.

Tesis/Disertasi:

Amitiurna, Citra. 2015. Evaluasi Program Pemberian Beasiswa Unggulan S2/S3


Luar Negeri DITJEN DIKTI. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas
Negeri Jakarta.

Santoso, Budy. 1999. Kemiskinan di Desa Tertinggal: Studi Korelasional antara


Tingkat Pendidikan, Motivasi Kerja, Minat Berwiraswasta, dan Orientasi
Budaya dengan Tingkat Kemiskinan pada Penduduk Desa Tertinggal di
Kabupaten Malang, Jawa Timur. Jakarta: Program Pascasarjana
Universitas Negeri Jakarta

Jurnal Nasional:
Hafidh, Aula Ahmad, Tejo Nurseto, dan Ngadiyono. 2014. Benefit Incidence
Analysis Program Bidikmisi pada Perguruan Tinggi di Provinsi Daerah

77
Istimewa Yogyakarta. Jurnal Economia. Volume 10 Nomor 2.
(journal.uny.ac.id/index.php/economia/article/view/7538/6514). Diunduh
pada 6 Juni 2016 pukul 14.09 WIB.

Hermawati, Istiana. 2012. Dampak Program Pengentasan Kemiskinan di


Jayapura. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Vol. 16.
(http://journal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/view/1110/892). Diunduh
pada 12 Mei 2016 pukul 11.09 WIB.

Miradj, Safri dan Sumarno. 2014. Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Melalui


Proses Pendidikan Nonformal, Upaya Meningkatkan Kesejahteraan
Sosial di Kabupaten Halmahera Barat. Jurnal Pendidikan dan
Pemberdayaan Masyarakat. Vol. 1 Nomor 1.
(http://journal.uny.ac.id/index.php/jppm/article/view/2360/1959). Diunduh
pada 13 Mei 2016 pukul 10.55 WIB.

Sidik, Fajar. 2014. Implementasi Kebijakan Kartu Menuju Sejahtera (KMS)


Pemerintah Kota Yogyakarta di Bidang Pendidikan. Jurnal Kebijakan &
Administrasi Publik JKAP. Vol. 18 No.2.
(http://journal.ugm.ac.id/jkap/article/view/7512/pdf). Diunduh pada 6 Juni
2016 pukul 14.11 WIB.

Usman, Husaini. 2010. Model Pendidikan Kecakapan Hidup sebagai Alternatif


Mengurangi Angka Kemiskinan. Jurnal Ilmu Pendidikan. Jilid 17 Nomor
1. (http://journal.um.ac.id/index.php/jip/article/view/2615/1345). Diunduh
pada 12 Mei 2016 pukul 11.03 WIB.

Jurnal Internasional:

Duryea, Suzanne dan Carmen Pags. 2002. Human Capital Policies: What they
Can and Cannot Do for Productivity and Poverty Reduction in Latin
America. Jurnal Inter-American Development Bank Banco Interamericano
de Desarrollo (BID) Research department Departamento de investigacin
Working Paper. Volume 468. (http://www.iadb.org/en/research-and-

78
data/publication-details,3169.html?pub_id=wp-468). Diunduh pada 6 Juni
2016 pukul 14.11 WIB.

Ncube, Mthuli, John C. Anyanwu and Kjell Hausken. 2013. Inequality, Economic
Growth, and Poverty in the Middle East and North Africa (MENA).
Working Paper Series (WPS). Volume 195.
(http://www.afdb.org/en/documents/document/working-paper195-
inequality-economic-growth-and-poverty-in-the-middle-east-and-north-
africa-mena-34976/). Diunduh pada 6 Juni 2016 pukul 7.28 WIB.

TAMBAHAN

Tesis UI: Dede Agustina Naibaho, Implementasi Program Bantuan


Langsung Tunai kepada Rumah Tangga Miskin di Kota Medan, tahun
2006, hlm.33

79

Anda mungkin juga menyukai