Anda di halaman 1dari 65

i

PERAN GURU PPKN DALAM MENANGGULANGI


MASALAH DEKADENSI MORAL SISWA KELAS XI SMA
NEGERI 8 KENDARI

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Kependidikan pada Jurusan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan

Oleh:

MIQAIL ANANDO SARA PUTRA


A1A313074

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020

i
ii

ii
iii

iii
iv

iv
v

ABSTRAK

Miqail Anando Sara Putra (A1A313074) “Peran Guru Ppkn Dalam


Menanggulangi Masalah Dekadensi Moral Siswa Kelas XI Di SMA Negeri 8
Kendari” Di arahkan Oleh Hamuni, sebagai I dan Abdul Halimmomo, Sebagai
pembimbing II.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran guru PPKn dalam
menanggulangi masalah dekadensi moral siswakelas XI SMA Negeri 8 Kendari
dan untuk mengetahuiupaya guru dalam menanggulangi dekadensi moral
siswakelas XI di SMA Negeri 8 Kendari.
Subjek penelitian inia dalah guru PPKn SMA Negeri 8 Kendari yang
berjumlah 2 orang, kepala sekolah, 1 orang guru BK dan 5 orang siswa. Jadi
keseluruhan jumlah responden dalam penelitian ini adalah 9 orang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran guru dalam menanggulangi
masalahdekadensi moral siswa, yaitu guru berperan sebagai pendidik dengan
memberikan keteladanan dan nasehat. Berperan sebagai agen moral dengan cara
mengintegrasi kan pendidikan nilai moral dan pendidikan karakterke dalam materi
yang diajarkan. Peran sebagai motivator di sekolah dengan memberikan reward
atau penguatan. Upaya dalam menanggulangi masalah dekadensi moral siswa di
SMA Negeri 8 Kendari dilakukan dengan cara preventif, represif, kuratif.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa Guru memiliki upaya dalam
menanggulangi dekadensi moral namun belum maksimal. Perannya
sebagaipendidik, agen moral maupun sebagai motivator. Untuk mencegah
terjadinya masalah dekadensi moral siswa maka dibutuhkan upaya-upaya yang
khusus baik dengan preventif yaitu pemberian arahan dan bimbingan, represif
dengan memeberikan pendidikan mental secarakhusus, sertakuratif dengan
mengadakan kerjasama dengan orang tua.

Kata Kunci : Peran, Guru PPKn, Dekadensi, Moral

v
vi

ABSTRACT

Miqail Anando Sara Putra (A1A313074) " The Role of Ppkn Teachers in Tackling
the Moral Decadence Problem of Class XI Students in SMAN 8 Kendari"
Supervised by Hamuni as mentor I and Abdul Halim momo, as mentor II.
The research is descriptive by using qualitative approach. The research
aimed to determine the role of PPKn teachers in overcoming the moral decadence
problem of class XI students of SMA Negeri 8 Kendari and to determine the
efforts of teachers in overcoming the moral decadence of students grade XI in
SMAN 8 Kendari, The subject of this research was 2 teachers from PPKn SMA
Negeri 8 Kendari, headmaster, 1 BK teacher and 5 students. So the total number
of respondents in this study was 9 people.
The results showed that the role of the teacher in overcoming the problem
of moral decadence of students, namely the teacher acts as an educator by giving
examples and advice. Acting as a moral agent by integrating the education of
moral values and character education into the material being taught. Role as a
motivator in school by providing rewards or reinforcement. Efforts in tackling the
problem of moral decadence of students in SMAN 8 Kendari are carried out by
means of preventive, repressive, curative.
The concluded of this research is that the teacher has an effort in
overcoming moral decadence but it has not been maximized. His role as an
educator, moral agent and as a motivator. To prevent the occurrence of the
problem of moral decadence of students, special efforts are needed both with
preventive means of giving direction and guidance, repressive by giving mental
education in a special way, as well as being curative by holding cooperation with
parents.

Keywords: Role, PPKn Teachers, Decadence, Morals

vi
vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu

Wata’ala karena atas limpahan rahmat dan petunjuk-Nya serta kesehatan yang Dia

berikan kepada penulis, penyusunan skripsi dengan judul “Peran Guru Pendidikan

Pancasila Dan Kewarganegaraan Dalam Menanggulangi masalah Dekadensi

Moral Siswa kelas XI SMA Negeri 8 Kendari” dapat terselesaikan sebagaimana

mestinya. Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

pada Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan

pernah terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Drs. Hamuni, M.Si

selaku pembimbing I dan bapak Dr. Abdul Halim Momo, S.Pd, M.Si selaku

pembimbing II, yang ditengah-tengah kesibukan mereka sebagai pengajar mau

meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk, dan arahan serta membimbing

penulis dengan penuh keikhlasan, kasih sayang dan kesungguhan hati sejak awal

penyusunan proposal sampai selesainya penulisan skripsi ini.

Ucapan terimakasih juga penulis hantarkan kepada berbagai pihak yang

secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis sejak penulis memulai

pendidikan di Universitas Halu Oleo hingga penyelesaian tulisan ini. Melalui

vii
viii

kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada:

1. Prof. Dr. Muhammad Zamrun F, S.Si., M.Si., M.Sc, selaku Rektor

Universitas Halu Oleo atas kesediannya memberikan kesempatan kepada

penulis untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Halu Oleo.

2. Dr. H. Jamiludin, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan yang memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan di

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

3. Dr. H. Samiruddin T, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan atas didikkan, motivasi, nasehat dan arahan yang

diberikan kepada penulis sehingga penulis mampu menghadapi dan

menyelesaikan permasalahan dalam perkuliahan sampai selesainya

penyusunan hasil penelitian ini.

4. Seluruh dosen di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

terkhusus orang tua saya yang ada di Jurusan Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan yang telah banyak memberikan saya ilmu pengetahuan

selama menempuh pendidikan di Universitas Halu Oleo.

5. Bapak dan ibu guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang

telah menyambut baik kedatangan penulis dengan kehangatan, kedamaian

dan kerendahan hati dalam suasana persahabatan dan persaudaraan saat

penulis melakukan penelitian sampai selesai.

viii
ix

6. Kepada senior saya Muh. Robin, S.H, Sarfin, S.Pd dan kakanda saya Adhy

Wakuru yang telah mengajarkan banyak pengalaman berharga sehingga

penulis menemukan jati dirinya sebagai seorang mahasiswa.

7. Saudara-saudara seperjungan saya yaitu Ahmat Relis dan Ali Ndiase

Lumesa, S.Pd selaku mantan anggota DPM FKIP UHO, Doni Kusuma,

S.Pd selaku Ketua KMP Trik, La Ode Yamin, S.Pd mantan selaku

Sekretaris UKM GAN UHO, Zul Ode Amiri selaku mantan Ketua BEM

FKIP, La Ode Harinal selaku mantan Menteri Humas BEM FKIP UHO

dan para kartini muda Salni Yanti, S.Pd, Fitria Mala, S.Pd, Sitti Nur

Hijrawati, S.Pd selaku mantan Bendahara HMJ PPKn, Astuti selaku

mantan Bendahara BEM FKIP UHO, Ici Yuslita, S.Pd, Nurhikmah, S.Pd,

La Ode Dwinsyah Z, dan seluruh letting-leting penulis angkatan 2013 di

PPKn.

8. Adik-adik saya Izhar, La Pojo, Suban, Muh. Hafiz, Safar, Kaharuddin,

Indri Apriani, Salma Bontong, Utami, Nirmala, Meri, Ernis, Rini, Yusria

dan semua junior penulis yang tidak dapat disebutkan keseluruhannya.

9. Adik-adik sekamar saya yaitu Tasya, Zaid, Adin, yang menghabiskan

waktu untuk makan dan tidur bersama serta membantu dan memberi solusi

dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis.

Secara terkhusus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada

ayahanda tercinta ASHAR KAENDO atas motivasi dan tantangan yang diberikan

kepada penulis sehingga penulis bermotivasi besar dan mampu menyelesaikan

tantangan yang diberikan dengan baik. Salam cintaku kepada Ibunda tercinta

ix
x

MARSINA UMAR, wanita yang tak pernah menyerah melawan kerasnya

kehidupan, melawan terik mentari, membuat hangat dalam dinginya hujan,

menahan air matanya, menyembunyikan sakitnya, menutupi sedihnya dan

mengiklaskan tenaga dalam tubuh tuanya hanya demi melihat kesuksesan putra

tercintanya agar tidak menjadi anak terlantar. Kepada saudara-saudara saya

tercinta yang jauh dipelupuk mata, salam rinduku pada adik tercinta Rosna dan

adik tercinta saya Anantomo yang telah lama tak kupandangi wajahnya. Terima

kasih atas motivasi kalian semua.

Semoga Allah SWT, melimpahkan rahmat-Nya kepada kita dan semua

pihak yang telah memberikan kontribusinya mendapatkan fahala dan kemudahan

urusannya. Amin

Kendari, Juli 2020

x
xi

DAFTAR ISI

SAMPUL......................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI....................................................... iv
ABSTRAK....................................................................................................... v
ABSTRACT..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR..................................................................................... vii
DAFTAR ISI................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian............................................................................... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Peran guru............................................................................................. 5
B. Dekadensi Moral................................................................................... 10
C. penyebab Dekadensi Moral.................................................................. 11
D. Dampak Dekadensi Moral.................................................................... 14
E. Upaya Mengatasi Dekadensi Moral..................................................... 17
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Dan Waktu Penelitian............................................................... 24
B. Jenis Penelitian..................................................................................... 24
C. Subjek Penelitian.................................................................................. 24
D. Tehnik Pengumpulan Data................................................................... 24
E. Teknik Analisis Data............................................................................ 25
F. Definisi Konsep.................................................................................... 27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum lokasi penelitian....................................................... 28
B. Peran guru PPKn dalam menanggulangi masalah dekadensi
moral siswa SMA Negeri 8 Kendari.................................................... 30
C. Upaya mengatasi dekadensi moral di SMA Negeri 8 Kendari............ 36
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 44
B. Saran..................................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 46
LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................. 48

xi
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh manusia agar

dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses belajar (Munib, dkk,

2007:139). Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut, telah diakui

dan memiliki legalitas yang kuat sebagaimana tertuang di dalam UUD 1945

pasal 31 ayat 1 yang menyebutkan bahwa: “setiap warga negara berhak

mendapatkan pendidikan” Selanjutnya pada ayat 3, Pemerintah mengusahakan

dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan

keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang (Munib, dkk,

2007:140).

Tujuan pendidikan nasional sesuai Undang Undang Nomor 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, adalah untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab. Fungsi pendidikan nasional adalah untuk

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sekolah merupakan lingkungan pembelajaran yang kedua setelah

lingkungan keluarga yang memiliki kedudukan strategis dalam membentuk


2

watak kepribadian anak disekolah. Selama menempuh pendidikan formal di

sekolah terjadi interaksi antara siswa dengan siswa, dan antar siswa

membentuk karakter dan kepribadian dengan gurunya. Interaksi yang terjadi

di sekolah idealnya harus dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku di

sekolah, namun ada pula siswa yang melanggarnya.

Peran guru sebagai pendidik merupakan peran yang berkaitan dengan

tugas memberikan bantuan dan dorongan (support) tugas pengawasan dan

pembinaan (supervisor) serta tugas yang berkaitan dengan mendisplinkan

siswa agar patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam

keluarga dan masyarakat. Karena itu integrasi nilai nilai moral dalam

pembelajaran PPKn sangat diperlukan. Ada 4 jenis norma yang mengatur tata

kehidupan manusia di masyarakat yaitu (1) norma susila, (2) norma

kesopanan, (3) norma agama, (4) norma hukum. Aturan baru yang mengatur

siswa dan guru dan tata tertib sekolah berisi aturan tentang yang boleh

dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh warga belajar di sekolah. Bagi

siswa seyogyanya, norma dan moral dipakai sebagai dasar, dalam berbuat

dan bertindak pedoman dalam perbuatan dan bertindak, namun di sekolah

kadang kadang terjadi dekadensi moral. Masalah dekadensi moral yang

terjadi di SMA Negeri 8 Kendari pada tahun 2018 mengoleksi gambar porno

10 orang, berpacaran sedikitnya 9 orang, berkelahi 7 orang. Tahun 2019

mengoleksi gambar porno 30 orang, berpacaran sekitar 6 orang, berkelahi 3

orang. (data dari guru bimbingan konseling SMA Negeri 8 Kendari tahun

2019.
3

Fakta keseharian menunjukkan bahwa siswa yang kerap melakukan

penyimpangan perilaku sebagian besar disebabkan kurangnya memahami

norma norma, bahkan lalai menunaikan perintah agama. Apabila

permasalahan ini tidak memperoleh perhatian atau penanganan bijaksana,

maka akan memiliki dampak yang luas dan menggangu kesinambungan,

Karena mata pelajaran PPKn sebagai wahana pendidikan karakter di sekolah.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari penelitian awal maka perlu

dilakukan penelitian di SMA Negeri 8 Kendari dengan judul “Peran Guru

PPKn Dalam Menanggulangi Masalah Dekadensi Moral Siswa Kelas XI

SMA Negeri 8 Kendari”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan

masalah penelitian, sebagai berikut :

1. Bagaimana peran guru PPKn dalam menanggulangi masalah dekadensi

moral siswa kelas XI SMA Negeri 8 Kendari?

2. Bagaimana upaya guru PPKn dalam menanggulangi masalah dekadensi

moral siswa kelas XI SMA Negeri 8 Kendari?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui peran guru PPKn dalam menanggulangi masalah

dekadensi moral siswa kelas XI SMA Negeri 8 Kendari.

2. Untuk mengetahui upaya guru PPKn dalam menanggulangi masalah

dekadensi moral siswa kelas XI SMA Negeri 8.


4

D. Manfaat penelitian

Setiap penelitian yang di lakukan tentunya memiliki suatu manfaatbaik

manfaat akademis untuk lembaga pendidikan dan manfaat praktis. Adapun

manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara akademis

Dengan penelitian ini peneliti berharap hasilnya dapat dijadikan kontribusi

positif untuk menambah wawasan keilmuan bagi mahasiswa dan guru

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada khususnya serta guru

mata pelajaran yang lain dapat menanggulangi dekadensi moral siswa di

sekolah.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi kepala sekolah dan

tenaga pendidik untuk menanggulangi dekadensi moral siswa yg terjadi di

dunia pendidikan saat ini.


5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Peran Guru

Sebagai seorang pendidik yang memahami fungsi dan tugasnya, guru

khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai

pula dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan dan pada kondisi itu

pula ia belajar mensosialisasikan sikap keguruan yang diperlukan. Guru yang

memahami fungsi dan tugasnya tidak hanya sebatas dinding sekolah saja,

tetapi juga sebagai penghubung sekolah dengan masyarakat yang juga

memiliki tugas yaitu guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing, guru

sebagai motivator dan guru sebagai fasilitator serta guru sebagai tenaga

administrasi (Djamarah, 2000:36). Kelima peranan tersebut selanjutnya

dijelaskan sebagai berikut.

1. Guru sebagai pengajar

Sebagai pengajar, guru bertugas membina perkembangan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Meskipun tugasnya sebagai

pengajar telah selesai, namun peranan guru sebagai pendidik dan

pembimbing masih berlangsung terus (Oemar Hamalik, 2002:124).

Sebagai pengajar (lecturer) guru hendaknya senantiasa menguasai bahan

atau materi pelajaran yang akan diajarkan serta senantiasa

mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal

ilmu yang demikian karena hal ini akan menentukan hasil belajar yang

dicapai anak.

2. Guru sebagai pembimbing


6

Guru sebagai pembimbing memberi bimbingan adalah dua macam

peranannya adalah yang mengandung banyak berbeda dan persamaan.

Kedua sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang bersikap

mengasihi dan mencintai murid, dan guru sebagai pembimbing memberi

tekanan kepada tugas, memberikan bantuan kepada siswa dalam

pemecahan masalah yang dihadapinya. Tugas ini merupakan aspek

mendidik, sebab tidak hanya berkenaan dengan pengetahuan, tetapi juga

menyangkut pengembangan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai para

siswa (Nana Sudjana, 1989:15).

3. Guru sebagai motivator

Makna pembelajaran dikatakan berhasil bila siswa mempunyai

motivasi dalam belajar sehingga terbentuk perilaku belajar siswa yang

efektif. Guru seolah sebagai alat pembangkit motivasi (motivator) bagi

siswanya, dengan bersikap terbuka artinya bahwa seorang guru harus

dapat mendorong siswanya agar berani mengungkapkan pendapatnya.

3. Guru sebagai fasilitator

Berperan sebagai fasilitator, guru dalam hal ini akan memberikan

fasilitas atau kemudahan dalam proses pembelajaran, misalnya saja dengan

menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan

perkembangan anak sehingga interaksi pembelajaran akan berlangsung

secara efektif. Dalam kegiatan pembelajaran, guru akan bertindak sebagai

fasilisator dan motivator yang bersikap akrab dengan penuh tanggung

jawab, serta memperlakukan peserta didik sebagai mitra dalam menggali


7

dan mengolah informasi menuju tujuan belajar mengajar yang telah

direncanakan. Guru dalam melaksanakan tugas profesinya selalu

dihadapkan pada berbagai pilihan, karena kenyataan di lapangan kadang

tidak sesuai dengan harapan, seperti cara bertindak, bahan belajar yang

paling sesuai, metode penyajian yang paling efektif, alat bantu yang paling

cocok, langkah-langkah yang paling efisien, sumber belajar yang paling

lengkap, sistem evaluasi yang sesuai. Meskipun guru sebagai pelaksana

tugas otonom, guru juga diberikan keleluasaan untuk mengelola

pembelajaran, dan guru harus dapat menentukan pilihannya dengan

mempertimbangkan semua aspek yang relevan atau menunjang tujuan

yang hendak dicapai.Dalam hal ini guru bertindak sebagai pengambil

keputusan.Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan

sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan

proses belajar mengajar, baik yang berupa narasumber, buku, teks,

majalah, ataupun surat kabar. (Moh Uzer Usman, 1999:11)

4. Guru sebagai tenaga administrasi Guru sebagai tenaga administrasi, bukan

berarti sebagai pegawai kantor, melainkan sebagai pengelola kelas atau

pengelola (manajer) interaksi belajar mengajar. Dengan terjadinya

pengelolaan yang baik,maka guru akan lebih mudah mempengaruhi anak

dikelasnya dalam rangka pendidikan dan pengajaran (Zakia Darajat,

1995:256).
8

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka secara rinci peranan

guru dalam kegiatan belajar-mengajar, secara singkat dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Informator

Sebagai pelaksana cara mengajar informator, laboratorium setudi

lapangan dan sumber informasi kegiatan akademit maupun umum.

b. Organisator

Guru bebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus,

worshop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Kompunen-kompunen yang

berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan

sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam

belajar pada diri siswa.

c. Pengarah

Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol.

Guru dalam hal ini harus dapat pembimbingdanmengarahkan kegiatan

pelajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. Guru harus juga

“handayani”.

d. Inisiator

Guru dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam proses pelajar.

Sudah barang tentu ide-ide itu merupakan ide-ide kratif yang dapat

dicontoh oleh anak didiknya.jadi termasuk pula dalam lingkup sembuyan

“ing ngaso sung tulodo”.

e. Transmitter
9

Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyebar

kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.

f. Mediator

Guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai penegah dalam

kegiatan belajar siswa. Misalnya menengahi atau memberikan jalan keluar

kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa. Mediator juga diartikan

menyedia media. Bagaimana cara memakai dan mengorganisasikan

pengunaan media.

g. Evaluator

Ada kecenderungan bahwa peran sebagai evaluator, guru

menpunyai otoritas untuk mennialai prestasi anak didik dalam bidang

akademit maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menetukan

bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak. Tetapi kalau diamati secara

agak mendalam evaluasi yang dilakukan guru itu sering hanya merupakan

evaluasi ekstrinsik dan sama sekali belum menyetuh evaluasi yang

intrinsik. Evaluasi yang dimaksud adalah evaluasi yang mencakup pula

evaluasi intrinsic. Untuk ini guru harus hati-hati dalam menjatuhkan nilai

atau kriteria keberhasilan. Dalam hal ini tiduk cukup hanya dilihat dari

biasa atau tidaknya mengerjakan mata pelajaran yang diujikan, tetapi

masih perlu ada pertimbangan-pertimbangan yang sagat unit dan

kompleks, terutama yang menyangkup perilaku dan values yang ada pada

masing-masing mata pelajaran (Sardiman, 2014:144).


10

B. Dekadensi Moral

Dekadensi moral secara etimologi dekadensi berasal dari bahasa Inggris

decadence yang berarti kemerosotan, sedangkan moral berasal dari 2 bahasa,

bahasa latin yaitu Mores yang merupakan jamak dari kata Mos yang berarti

adat kebiasaaan, sedangkan di dalam kamus umum Bahasa Indonesia

dikatakan bahwa moral adalah baik buruk perbuatan dan perilaku. Pengertian

moral ini secara tegas juga disampaikan oleh Imam AlGhazali, yaitu budi

pekerti (moral/akhlak) ibarat dari perilaku yang sudah menetap dalam jiwa

yang dapat melahirkan perbuatan yang mudah dan gampang tanpa perlu

pemikiran dan pertimbangan. Apabila perilaku tersebut melakukan perbuatan

baik atau terpuji, baik menurut akal akal maupun tuntunan agama (Zakiah

Daradjat, 1971:48).

Apabila perbuatan yang dilakukan jelek maka budi pekerti tersebut

dinamakan budi pekerti yang jelek.Dengan demikian dekadensi moral berarti

terjadinya suatu kemerosotan kerusakan tata nilai, moral/akhlak manusia, di

mana tingkah laku, sikap, perbuatan manusia sudah tidak sesuai lagi dengan

norma-norma agama, masyarakat dan norma-norma lainnya yang mengatur

kehidupan manusia untuk berperilaku baik. Dekadensi moral bukan lingkaran

kekuatan ataupun lingkungan yang membentuk manusia agar bertindak

negatif serta menabrak nilai-nilai standar kebaikan hidup dan kehidupan,

tetapi sifat dan sikap negatif manusialah yang menciptakan atau

memperlihatkan dekadensi moral (Zakiah Daradjat, 1971:49).


11

Moral menyangkut kebaikan.Orang yang tidak baik disebut sebagai orang

yang tidak bermoral atau kurang bermoral. Moral dapat disamakan dengan

kebaikan orang tua, yaitu kebaikan manusiawi. Setiap perbuatan lahir dari

kehendak dan setiap kehendak lahir dari keyakinan yang tertanam dalam

batinnya, karena sangat sukar dibayangkan ada sebuah perbuatan yang lahir

atau muncul di luar kehendak dan keyakinannya. Memang dalam

kenyataanya ada perbuatan yang lahir dari kehendak yang bertentangan

dengan keyakinannya. Dalam hal ini untuk memberikan nilai suatu

perbuatan, faktor kehendak dan tujuan perbuatan tidak menjadi tolok ukur

penilaian. Atau niat seseorang sebagai dasar terbitnya perbuatan adalah

menjadi standar pengukurannya (Moekijat, 1995: 46).

Jadi sebenarnya perbuatan itu dapat diberi nilai baik atau buruk karena

dilihat dari niat orang yang melakukannya, tidak dilihat dari hasil sebagai

akibat dari perbuatan itu. Maka perbuatan yang disertai dengan niat baik,

akan bernilai baik meskipun mengakibatkan keburukan, serta perbuatan yang

bernilai buruk tetap bernilai buruk meskipun menghasilkan kebaikan.

C. Penyebab Dekadensi Moral

Menurut Zakiah Daradjat (1971:48-54) diantara faktor yang

mempunyai pengaruh dalam terjadinya dekadensi moral di tanah air kita pada

tahun-tahun terakhir ini antara lain:

1) Kurangnya pembinaan mental


12

Mungkin karena ketinggalan kita di bidang teknis-ilmiah selama

ini, maka dalam lapangan pendidikan, tampaknya yang menjadi perhatian

para penguasa dan masyarakat pada umumnya adalah pengembangan ilmu

pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan pembinaan mental, disangka

tidak atau kurang penting. Maka pendidikan di sekolah-sekolah pada masa

orde lama dahulu, menjauhkan sama sekali pendidikan yang akan

membina mental dan moral anak didik (Zakiah Daradjat, 1971:48-54).

Guru di sekolah hanyalah guru yang mengajar anak didik dalam

berbagai ilmu pengetahuan, mengisi otak dan pikiran mereka tanpa

mengindahkan pembinaan mental dan moral. mereka bahkan kadang-

kadang guru itu sendiri memberi contoh yang negatif dalam segi moral.

2) Kurangnya pengenalan terhadap nilai moral Pancasila.

Kita dapat berbesar hati, mengingat banyaknya rakyat yang telah

mengenal dan menghafalkan teks pancasila. Telah lama Pancasila itu

diajarkan dan diserukan agar menjadi landasan hidup setiap warga negara,

namun sampai sekarang realisasinya masih belum tampak sama sekali

bahkan sebaliknya Kekurangan ini terjadi karena nilai moral dari Pancasila

itu kurang diperhatikan. Seyogyanya setiap sila dari Pancasila itu

dimengerti betul-betul apa maksudnya, isinya dan bagaimana

menjadikannya sebagai hidup dan pengendalian dari setiap tindakan dan

perbuatan kita. Apabila Pancasila telah dimengerti dan didudukkan dalam

fungsi sebagai pengendalian tingkah laku dan kebijaksanaan setiap orang,

pejabat, pendidik, anak didik dan masyarakat umum, maka pelaksanaan


13

nilai moral dari Pancasila itu dalam hidup harus dimengerti dan diketahui

sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara.

3) Kegoncangan suasana dalam masyarakat

Kita menghargai usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah

dalam menciptakan kestabilan ekonomi. Usaha tersebut telah dapat

menolong dan menentramkan hati rakyat pada umumnya, akan tetapi

kestabilan sosial politik masih belum tercapai. Kegoncangan dan

pertarungan politik sampai hari ini masih berjalan terus dan semakin hari,

semakin memuncak sehingga masyarakat menjadi bingung. Pemimpin

tidak banyak dapat berbuat dalam hal ini, karena kadang kadang ada dari

kalangan pemimpin itu, yang secara tidak sadar telah menimbulkan

kegoncangan baru di hati rakyat awam.

Keadaan sosial pun tidak dapat dikatakan stabil, mulai dari rumah

tangga sampai keluar, ke masyarakat ramai, kita mendengar hal yang

menggelisahkan dan mencemaskan. Di sana sini terjadi tindak kekacauan,

penodongan, penipuan, pemerkosaan, pencurian dan sebagainya yang

cukup membuat orang gelisah.

4) Kurang jelasnya hari depan di mata anak muda

Tidak sedikit kita mendengarkan anak muda mengeluh,

mengatakan bahwa mereka menghadapi masa depan yang suram. Mereka

tidak tahu dengan pasti, apa peranannya nanti dalam masyarakat,

dibidang apa ia harus berbakti dan apakah yang harus dilakukannya.


14

Apabila anak muda yang penuh semangat, tidak mendapat saluran

yang wajar dan bimbingan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya,

maka mereka akan mengalami kegelisahan batin yang menyebabkan

kelakuan dan tindakan mereka kadang-kadang sangat ekstrim dan sukar

dikendalikan.

5) Pengaruh budaya asing

Diantara faktor yang mempercepat terjadinya dekadensi moral di

Indonesia adalah banyaknya kebudayaan asing yang diperkenalkan dan

dikembangkan dalam masyarakat, terutama kebudayaaan asing yang

sebenarnya bertentangan dengan jiwa pancasila misalnya:

a) Film maksiat yang dipertunjukkan dari bioskop-bioskop

b) Tempat maksiat yang menjalar di tengah kota, di pinggir kota besar

bahkan telah menjalar ke kota kecil.

c) Buku dan gambar maksiat yang beredar di mana-mana

d) Kebiasaan baru yang juga tidak kurang bahayanya adalah pemilihan

“Ratu kecantikan, ratu pariwisata, ratu pantai, ratu universitas dan ratu

pelajar” dan sebagainya yang hanya bersifat meniru kebudayaan asing,

tanpa mengindahkan jiwa pancasila.

D. Dampak Dekadensi Moral

Bagi keluarga anak merupakan penerus keluarga yang nantinya dapat

menjadi tulang punggung keluarga apabila orang tuanya tidak mampu lagi

untuk bekerja. Apa bila anaknya berkelakuan menyimpang dari ajaran agama

akan berakibat ketidakharmonisan di dalam keluarga, komunikasi antara anak


15

dan orang tua akan terputus. Tentunya ini sangat tidak baik, sehingga

mengakibatkan anak remaja sering keluar malam dan jarang pulang, serta

sering menghabiskan waktunya bersama teman temanya untuk bersenang

senang dengan jalan minum minuman keras, mengkonsumsi narkoba dan

narkotika serta menyebabkan keluarga merasa malu serta kecewa atas apa

yang dilakukan oleh remaja. Yang mana semua itu hanya untuk melampiaskan

kekecewaannya saja terhadap apa yang terjadi dalam kehidupannya. (dikutip

dari http://machurusmuzammi.blogspot.co.id di akses o6/05/2017 jam 18 25).

Ada pun dampak dekadensi moral bagi remaja antara lain :

1. Bagi lingkungan masyarakat, di dalam kehidupan masyarakat sebenarnya

remaja sering bertemu dengan orang dewasa ataupun dengan orang tua,

baik itu tempat tinggalnya maupun tempat tinggal lainnya. Yang mana

nantinya apapun yang di lakukan oleh dewasa ataupun orang tua akan

menjadi panutan bagi para remaja. Apabila remaja sekali saja membuat

kesalahan maka dampaknya akan buruk bagi dirinya dan keluarganya.

Masyarakat mengangap remajalah yang sering membuat keonaran

ataupun mengganggu ketentraman masyarakat. Mereka mengangap remaja

memiliki moral rusak. Pandangan masyarakat tentang sikap remaja

tersebut akan jelek. Untuk merubah semuanya menjadi normal kembali

membutuhkan waktu yang lama dan hati yang penuh keikhlasan.

2. Terjadinya penurunan religius remaja. Salah satu contohnya adalah jarang

sekali remaja berada di masjid untuk sholat berjamaah, karena lebih

mementingkan nongkrong di jalan dari pada masjid. Jika hal ini terjadi,
16

apabila sampai mereka meninggalkan sholat dan kewajiban lainnya, maka

tentulah niat untuk membentuk pribadi yang luhur dan berakhlak mulia

akan sulit.

3. Pergaulan bebas. Pergaulan yang sedang dijalani oleh banyak remaja saat

ini sedang melampaui batas kewajaran. Seperti merokok, seks bebas,

menkonsumsi narkoba, dan sebagainya. Inilah masalah yang harus di

selesaikan secara arif dan bijaksana. Di usia yang dini banyak remaja yang

telah terlibat pergaulan bebas. Ada beberapa peristiwa yang memilukan

Misalnya, tak sedikit remaja putri yang menjual diri demi mendapat uang

secara instan, hanya untuk membeli HP, baju dan untuk gaya hidup ala

metropolis lainnya. Dalam pergaulannya, remaja mungkin bisa di

pengaruhi entah itu dari diri sendiri ataupun orang lain. Sebab itu,

penyelesainnya juga harus melibatkan dirinya dan pihak lain.

4. Kriminalitas beragam bentuk kriminalitas yang dilakukan remaja bukan

barang baru lagi di negeri ini. Mulai dari menjambret, memalak,

merampok, memperkosa, tawuran, hingga genk motor, dll. Kriminalitas

remaja tersebut kini mengalami peningkatan secara kuantitas, jumlah

maupun motifnya. Jika hal ini dibiarkan, maka akan kian merusak moral

remaja, yang karena haus di atasi secara menyeluruh.

5. Dampak dari penurunan moral remaja pasti akan merimbas pada remaja

tersebut. Bila tidak segera ditangani maka ia akan tumbuh menjadi sosok

berkepribadian buruk.
17

6. Remaja yang melakukan perbuatan yang menyimpang dari norma pasti

akan dikucilkan banyak orang. Remaja tersebut hanya dianggap sebagai

pengganggu dan orang yang tidak berguna.

7. Akibat dari dikucilkannya remaja dari pergaulan sekitar, remaja tersebut

akan mengalami gangguan kejiwaan. Yang di maksud gangguan kejiwaan

bukan berarti gila(dikutip dari http://machurusmuzammi.blogspot.co.id di

akses o6/05/2017 jam 18 25).

E. Upaya Dalam Mengatasi Masalah Dekadensi Moral

Menurut Soedjono Dirjosisworo, (Sudarsono, 2004: 93) asas umum

penanggulangan dekadensi moral berupa:

1) Tindakan Preventif

Upaya preventif merupakan segala tindakan yang bertujuan mencegah

timbulnya dekadensi moral. Upaya ini dilakukan jauh-jauh hari untuk

mempersiapkan dan mengantisipasi agar jangan sampai dekadensi moral itu

timbul. Upaya preventif ini harus dilakukan secara sistematis dan teratur sesuai

pendapatnya, upaya preventif adalah usaha yang dilakukan secara sistematis

berencana kepada tujuan untuk menjaga agar moral siswa tidak rusak.

Secara umum upaya preventif ini adalah :

Usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum.

a. Usaha mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas siswa

b. Mengetahui kesulitan secara umum dialami oleh para siswa Kesulitan-

kesulitan manakah yang biasanya menjadi sebab timbulnya penyaluran

dalam bentuk kenakalan.


18

c. Usaha pembinaan siswa

Usaha menanggulangi dekadensi moral secara khusus yang dilakukan oleh

para pendidik terhadap kelainan tingkah laku para remaja. Pendidikan mental

di rumah tentunya merupakan tanggung jawab orang tua dan anggota keluarga

lainnya yang sudah dewasa. Di sekolah pendidikan mental ini khususnya

dilakukan oleh guru, guru pembimbing atau psikolog sekolah bersama para

pendidik lainnya. Usaha para pendidik harus diarahkan terhadap siswa dengan

mengamati, memberikan perhatian khusus dan mengawasi setiap

penyimpangan tingkah laku remaja di rumah dan di sekolah. Sebagai langkah

selanjutnya pemberian bimbingan terhadap para remaja dengan tujuan

menambah pengertian para remaja mengenai:

a. Pengenalan diri sendiri : menilai diri sendiri dan dalam hubungan dengan
orang lain.

b. Penyesuian diri : menenal dan menerima tuntunan danmenyesuaikan diri

dengan tuntunan tersebut.

c. Orientasi diri : mengarahkan pribadi remaja ke arah pembatasan antara diri

pribadi dan sikap sosial dengan penekanan pada penyadaran nilai-nilai

sosial, moral dan etika.Bimbingan yang diberikan dapat dilakukan dengan

dua pendekatan diantaranya:

1. Pendekatan langsung, yakni bimbingan yang diberikan secara pribadi pada si

remaja itu sendiri. Melalui percakapan mengungkapkan kesulitan si remaja

dan membantu mengatasinya.

2. Pendekatan melalui kelompok dimana ia sudah merupakan anggota

kumpulan atau kelompok kecil tersebut:


19

a. Memberikan wejangan secara umum dengan harapan dapat bermanfaat.

b. Memperkuat motivasi atau dorongan untuk bertingkah laku baik dan

merangsang hubungan sosial yang baik.

c. Mengadakan perkumpulan/kelompok diskusi dengan memberikan

kesempatan mengemukakan pendapat/pandangan dan para remaja

memberikan pengarahan yang positif.

d. Dengan melakukan permainan bersama dan bekerja dalam kelompok

dipupuk solidaritas dan persekutuan denganpembimbing. Terdapat dua

macam cara usaha preventif yaitu:

Usaha preventif kenakalan remaja dengan cara moralitas adalah penitik

beratkan pada pembinaan moral dan membina kekuatan mental anak remaja.

Dengan pembinaan moral yang baik anak remaja tidak mudah terjerumus

dalam perbuatan-perbuatan delinkuen. Sebab nilai-nilai moral tadi akan

menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan delinkuen.

Usaha preventif kenakalan remaja dengan cara abolisionistis adalah untuk

mengurangi, bahkan untuk menghilangkan sebab-sebab yang mendorong anak

remaja melakukan perbuatan-perbuatan delinkuen dengan bermotif apa saja

(Sudarsono, 2004 95). Di samping itu tidak kalah pentingnya usaha untuk

memperkecil, bahkan meniadakan faktor-faktor yang membuat anak-anak

remaja terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan delinkuen.

2) Tindakan Represif

Tindakan represif yakni tindakan untuk menindas dan menahan kenakalan

remaja seringan mungkin atau menghalangi timbulnya peristiwa kenakalan


20

yang lebih hebat, tindakan tersebut berupa punishment yang diterapkan agar si

remaja yang melakukan tindakan kenakalan tidak akan menanggulangi

perbuatannya (Sudarsono, 2004 97). Usaha represif ini dilakukan ketika

remaja melakukan kenakalan, sehingga upaya represif ini langsung diberikan

ketika diketahui bahwa remaja tersebut telah melakukan tindakan yang

dianggap delinquency. Untuk menindak pelanggaran norma-norma sosial dan

moral dapat dilakukan dengan mengadakan punishment terhadap setiap

perbuatan pelanggaran. Hal ini perlu disesuaikan dengan tingkat kelakuan yang

diperbuat remaja. Punishment diberlakukan oleh pihak keluarga, sekolah dan

masyarakat. Masing-masing lingkungan perlu bijaksana dalam memberikan

punishment yang diorientasikan kepada remaja agar tidak mengulangi lagi

perbuatan nakalnya. Hal-hal yang berkaitan dengan tindakan punishment

terhadap pelanggaran-pelanggaran yang masih remaja diantaranya adalah:

a) Anak dikembalikan kepada orang tua atau walinya

b) Anak itu dijadikan anak negara

c) Dijatuhi punishment seperti biasa, hanya dikurangi dengan sepertiga

punishment.

Di lingkungan keluarga, remaja perlu menaati peraturan dan tata cara

yang berlaku ( Sudarsono, 98 2004). Disamping peraturan tertentu perlu adanya

semacam punishment yang dibuat orang tua terhadap pelanggaran tata tertib

keluarga. Jika peraturan dalam keluarga seorang muslim harus pulang sebelum

maghrib karena menunaikan shalat maghrib, maka keterlambatan remaja

pulang perlu dipertanyakan. Jika ternyata kegiatan yang dilakukan sudah


21

melanggar peraturan maka orang tua harus disiplin dan bijaksana menerapkan

punishment yang sesuai. Contoh lain, orang tua memberikan tindakan keras

jika sudah waktunya shalat, si anak belum juga berangkat untuk melakukan

shalat. Di lingkungan sekolah, maka kepala sekolah lah yang berwenang dalam

pelaksanaan punishment terhadap pelanggaran tata tertib sekolah.

Dalam beberapa hal guru berhak bertindak Misalnya: dalam pelanggaran

tata tertib kelas dan peraturan yang berlaku untuk pengendalian suasana pada

waktu ulangan atau ujian. Akan tetapi, punishment yang berat seperti hal nya

“scoring” maupun dikeluarkannya anak dari sekolahan merupakan wewenang

kepala sekolah. Guru dan staf pembimbing bertugas menyampaikan data

mengenai pelanggaran maupun akibatnya. Akan tetapi pembimbing dan

konselor di sekolah hendaknya cermat memahami gejala kenakalan remaja

yang sedang dialami siswa agar dapat diberikan bantuan yang sesuai.

Pada umumnya tindakan represif diberikan dalam bentuk peringatan

secara lisan maupun tertulis kepada pelajar sekolah dan tim guru atau

pembimbing dan melarang bersekolah untuk sementara atau seterusnya

tergantung dari macam pelanggaran tata tertib sekolah yang digariskan.

Pelaksanaan punishment di masyarakat terletak pada kesepakatan yang sudah

ditetapkan sebelumnya. Bisa jadi merupakan adat istiadat mengatakan

“al’aadatul dan dipandang salah oleh adat maka ia harus dikenai sanksi sebagai

upaya represif. Sebagai contoh: jika ada muda-muda melanggar norma bergaul

melebihi batas, maka ada punishment yang harus diterima setelah diteliti

kebenarannya. Dan nilai adat yang itu harus disepakati keakuratannya. Dengan
22

demikian, maka upaya represif ini dilakukan untuk meminimalisasikan agar

frekuensi kenakalan remaja baik secara kualitas maupun kuantitas tidak begitu

meningkat.

3) Tindakan kuratif dan rehabilitasi Dilakukan setelah tindakan pencegahan

lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah tingkah laku si pelanggar,

dengan memberikan pendidikan lagi. Pendidikan diulangi melalui pembinaan

secara khusus yang sering ditangani oleh lembaga khusus maupun perorangan

yang ahli di bidang ini. Masalah kenakalan remaja merupakan sebagian dari

masalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat dan sudah lama menjadi

bahan pemikiran (Soejono Soekanto 75). Maka penanggulangan masalah

kenakalan remaja ini perlu ditekankan bahwa segala usaha harus ditujukan ke

arah tercapainya kepribadian yang mantap, serasi dan dewasa. Remaja

diharapkan menjadi orang dewasa yang berkepribadian kuat sehat jasmani,

rohani, kuat iman sebagai anggota masyarakat, bangsa, dan tanah airnya. Usaha

tersebut diataranya yaitu mengadakan kerja sama dengan orang tua yaitu

memanggil orang tua wali, kunjungan kerumah peserta didik.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tindakantindakan dibagi

menjadi tiga yaitu :

a) Tindakan preventif, yakni segala tindakan untuk menindas yang bertujuan

mencegah timbulnya kenakalan-kenakalan.

b) Tindakan represif, yakni tindakan untuk menindas dan menahan kenakalan

remaja seringan mungkin atau menghalangi timbulnya peristiwa kenakalan

yang lebih hebat.


23

c) Tindakan kuratif dan rehabilitasi yakni memperbaiki akibat perbuatan nakal,

terutama individu yang telah melakukan perbuatan itu.


24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 8 Kendari di Kecamatan Abeli,

kelurahan Nambo. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa

di SMA Negeri 8 Kendari. Dalam kenyataannya masih ada siswa yang

melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kaidah kaidah moral

yang berlaku di sekolah. penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Agustus

sampai dengan bulan Oktober 2018.

B. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data

dan informasi dari hasil penelitian secara langsung yang sesuai dengan

masalah penelitian ini dan memberikan gambaran atau penjelasan tentang

penanggulangan moral di SMA Negeri 8 Kendari Kecamatan Abeli Kelurahan

Nambo.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru PPKn SMA Negeri 8 Kendari yang

berjumlah 2 orang, Kepala sekolah, 1 orang guru BK dan 5 orang siswa kelas

XI. Jadi keseluruhan jumlah responden dalam penelitian ini adalah 9 orang.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu mengkaji buku dan

literatur yang relevan dengan masalah penelitian.


25

2. Penelitian lapangan (field research) yaitu melakukan pengumpulan data

secara langsung terhadap objek penelitian untuk mendapatkan kejelasan

tentang keadaan sesungguhnya di lapangan sehubungan dengan masalah

penelitian. Pengumpulan data lapangan dalam penelitian ini melalui:

a. Wawancara ditujukan kepada subjek penelitian untuk memperoleh

data tentang upaya menanggulangi dekadensi moral siswa kelas XI di

SMA Negeri 8 Kendari. Wawancara dilakukan dengan berpedoman

pada pedoman wawancara yang disusun oleh peneliti dan telah

dikonsultasi dengan dosen pembimbing.

b. Dokumentasi adalah pemberian atau pengumpulan data bukti-bukti

dan sebagainya. Dokumentasi merupakan metode untuk memperoleh

atau mengetahui sesuatu berupa buku pribadi, buku latihan, dan

dokumentasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian.

Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data dan identitas siswa

antara lain nama siswa dengan melihat dokumentasi yang ada di SMA

Negeri 8 Kendari.

E. Teknik Analisis Data

Proses analisis data yang dilakukan peneliti menurut pendapat (Sugiyono

2012, 326) melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diporoleh dari lapangan pasti jumlahnya cukup banyak, untuk itu

peneliti harus mencatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan,

semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin


26

banyak, komplek dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data

melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal

yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan

polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Data Display (Penyajian data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan

data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Hal

ini Miles dan Huberman menyatakan, yang paling sering digunakan untuk

menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

bersifat naratif.

3. Verificastion ( Penarikan kesimpulan)

Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman

adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang

dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak

ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal.


27

F. Defininsi Konsep

Definisi konsep adalah pemakanaan dari konsep yang digunakan.

Berdasarkan pengertian tersebut maka definisi konseptual yang digunakan

penelitian ini adalah

a. Dekadensi moral sebagai suatu kemorosotan tata cara/kebiasaan dalam

perbuatan, kelakuan, akhlak dan sebagainya dalam kehidupan sehari hari

(Zakiah Daradjat, 1971 : 48).

b. Peran guru

Peran guru yang dilakukan disini adalah peran guru sebagai pengajar,

guru sebagai pembimbing, guru sebagai motivator dan guru sebagai

fasilitator serta guru sebagai tenaga administrasi (Djamarah, 2000:36).


28

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMA Negeri 8 Kendari berdomisili di Jl. Garuda poros moramo Kendari

dan secara administratif terletak di kelurahan nambo kecadi atas tanah seluas

20,380m2. SMA Negeri 8 Kendari sudah memiliki sarana dan prasarana yang

cukup memadai, diantaranya, memiliki 22 ruang kelas. Kelas X memilki 8

kelas, kelas XI memiliki 7 ruang kelas dan XII memiliki 7 ruang kelas.

Jumlah guru tetap di SMA Negeri 8 Kendari diantaranya 29 orang guru tetap,

9 guru pegawai negeri sipil dipekerjakan, 3 orang staf tata usaha, dan 6 tenaga

tidak tetap. (http//www.sman8kendari.sch.id, 2018). Jumlah siswa yang aktif

belajar Di SMA Negeri 8 Kendari pada tahun ajaran 2018/2019 sebanyak 727

siswa. Siswa kelas X berjumlah 26 siswa, kelas XI berjumlah 245 siswa dan

kelas XII berjumlah 216 siswa.

Kondisi lingkungan SMA Negeri 8 Kendari sangat kondusif dan

strategis untuk kegiatan belajar dan mengajar dikarenakan lingkungannya

sangat sejuk, nyaman dan jauh dari pusat keramaian. Meskipun letaknya di

pinggir kota akan tetapi mudah dijangkau melalui transportasi. SMA Negeri 8

Kendari merupakan salah satu sekolah yang menjadi dambaan dan harapan

warga masyarakat kota Kendari khususnya. Dambaan tersebut mengandung

arti suatu tuntutan agar semua pelaksana kependidikan SMA Negeri 8 Kendari

harus selalu meningkatkan kualitas dan kinerjanya agar SMA Negeri 8


29

Kendari selalu menjadi sekolah terbaik mutunya dalam mengelola kegiatan

kependidikan.

1. Visi misi

Berprestasi dalam IPTEK, berwawasan lingkungan berlandaskan iman dan

taqwa

Indikator:

(a) Perkembangan kurikulum yang berkualitas

(b) Tewujudnya proses pembelajaran aktif

(c) Terwujudnya lulusan yang cerdas dan kompetitif, beriman dan berqwa

serta berbudi pekerti luhur

(d) Terwujudnya sarana dan prasarana serta media pendidikan seimbang

dengan perkembangan iptek

(e) Terwujudnya kegiatan pengembngan diri

(f) Terwujudnya optimalisasi tenaga kependidikan yang

kompeten,berdedikasi yang tinggi

(g) Terwujudnya manajemen pendidikan yang tanggap dan tangguh serta

optimalisasi partisipasi stakeholder

(h) Terwujudnya pengelolaan sumber dana dan biaya pendidikan yang

memadai
30

1. Peran Guru PPKn Dalam Menanggulangi Masalah Dekadensi Moral


Siswa di SMA Negeri 8 Kendari.
1) Guru sebagai Pendidik

Guru menduduki peran sistematis dalam menangulangi

masalah dekadensi moral siswa di SMA Negeri 8 Kendari demikian

pula peran guru Bimbingan Konseling sangat besar, Guru sebagai

pendidik harus bisa mendidik siswanya kearah yang lebih baik,

apalagi siswa siswi di sekolah ini masih banyak memerlukan

pembinaan moral dan spiritual. Pendidikan moral tersebut dilakukan

dengan menggunakan metode keteladanan dan pembiasaan

pembiasaan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik yang

baik. Hal tersebut sebagaimana hasil wawancara dengan bapak

Muhammad Taufan selaku guru PPKn sebagai berikut:

Selaku guru PPKn bentuk peran saya sebagai pendidik adalah


memberlakukan siswa sebagai subjek yang bisa dididik
menjadi anak berkarakter dan berakhlak mulia. Subjek disini
dengan menyentuh bentuk dekadensi moral di sekolah negeri
8 Kendari misalnya berkelahi, merokok di sekolah. Caranya,
saya memberi keteladanan baik dalam ucapan, perbuatan
maupun tata krama. Selalu mengingatkan untuk bersikap
sopan santun terhadap guru, menghormati teman, dan
menghindari perbuatan yang mengarah pada dekadensi moral
(Muhammad Taufan, wawancara: 6 Agustus 2018).

Berdasarkan wawancara dengan bapak Taufan selaku guru

PPKn dapat diketahui bahwa peran guru sebagai pendidik dalam

menanggulangi masalah dekadensi moral dalam bentuk nasehat

dan keteladanan.
31

Hal tersebut dapat diperkuat dengan hasil wawancara

dengan kepala sekolah yaitu sebagai berikut:

Guru PPKn sebagai pendidik dalam menanggulangi


masalah dekadensi moral di sekolah ini, dilakukan dengan
cara tidak hanya memberikan materi pelajaran saja tetapi
juga mengajarkan pandangan hidup sehingga siswa dapat
menjalankan hidup yang lebih baik, mampu beradaptasi
dengan baik. Di dalam mendidik guru menjadi panutan bagi
muridnya, sehingga guru harus bisa menjaga sikapnya,
disiplin, tanggung jawabnya, disiplin dan menanamkan
nilai-nilai dan norma-norma sosial. Sebelum mengakhiri
pembelajaran guru menggunakan waktu sekitar 5 menit
untuk memberikan nasehat demi mendidik karakter siswa.
(Tenggarudin wawancara: 6 Agustus 2018).

Dari pernyataan di atas dijelaskan bahwa upaya guru

dalam optimalisasi pendidikan moral di sekolah ialah tidak hanya

mengajarkan materi saja, tetapi juga mengajarkan hal-hal yang

berkaitan langsung dengan kehidupan. Guru sebagai pendidik

harus bisa menjadi panutan bagi muridnya, karena dengan

mencontohkan hal yang baik berarti guru juga mendidik hal

yang baik.

Selanjutnya bapak Taufan mempertegas pernyataannya

sebagai berikut:

Peran saya dalam menanggulangi masalah dekadensi moral


siswa terjadi di kelas maka saya menegurnya dan
menjelaskan dampak negatif dari perbuatannya, cara lain
saya menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk kasus
tentang siswa membawa film porno untuk ditanggapi.
tujuannya untuk mengklarikasi nilai baik dan buruk. Saya
sendiri harus menjadi teladan bagi mereka seperti cara
bersikap yang baik dalam bergaul dan kedisiplinan. Dan
sebagai pendidik saya juga harus melakukan pembiasaan-
pembiasaan yang baik dalam proses belajar mengajar
seperti membiasakan berjabat tangan setelah selesai
32

pelajaran. Yang akhirnya dengan kebiasaan yang baik


tersebut murid akan mudah dan tebiasa dalam melakukan
kebaikan (Muhammad Taufanwawancara: 6 Agustus 2018).

Berkaitan dengan hal tersebut peneliti juga melakukan


wawancara dengan ketua kelas XI Muhammad Anantomo
sebagai berikut:

Iya pa, sebelum memulai pelajaran dan menjelang selesai


pelajaran biasanya kami berdoa dulu, kami juga diingatkan
agar menjauhi perbuatan atau tindakan yang tidak bermoral.
Ketika selesai pelajaran kami juga berjabat tangan dengan
guru kami: apa bila kami ada yg ketahuan bolos pada mata
pelajaran maka orang tua kami disurati untuk menghadap
ke guru PPKn atau guru BK
(Muhammad Anantomo, wawancara: 13 Agustus 2018).

Dari hasil observasi peneliti di lapangan, menunjukan siswa

telah mengaplikasikan perilaku tersebut yaitu berjabat tangan

dengan guru setelah selesai pembelajaran dan berdoa sebelum

memulai pembelajaran dan guru juga berpakaian rapi, dan

kemudian apabila siswa kedapatan melakukan bolos pada saat

mata pelajaran. Maka guru PPKn segera bertindak cepat untuk

menyurati siswa tersebut kepada orang tuanya.

Dari data di atas peneliti dapat ditegaskan bahwa peran

guru PPKn sebagai pendidik dalam menanggulangi masalah

dekadensi moral siswa di SMA Negeri 8 Kendari ialah berperan

sebagai pendidik, sebagai pendidik guru PPKn harus bisa

menjadi teladan yang baik bagi muridnya, selesai mendidik

menggunakan keteladanan pendidikan moral juga diajarkan

menggunakan pembiasaan-pembiasaan mengenai hal-hal yang

baik.
33

2) Guru sebagai Agen Moral

Berkaitan dengan peran guru dalam menanggulangi

masalah dekadensi moral siswa SMA Negeri 8 Kendari ialah

guru berperan sebagai agen moral melalui pembelajaran PPKn

yang terintegrasi dengan nilai, etika, moral dan akhlak mulia.

Integrasi nilai moral kedalam mata pelajaran tersebut diharapkan

peserta didik mampu untuk membuka pandangan hidupnya,

kemudian mampu melaksanakan dan selanjutnya meningkatkan

kualitas hidupnya.

Hal tersebut sesuai dengan wawancara yang dilakukan

dengan kepala sekolah:

Guru berperan sebagai agen moral dapat dilakukan melalui


pembelajaran di dalam kelas. Siswa di sini masih perlu
pembinaan moral dan peningkatan kesadaran spiritual.
Setiap bidang studi wajib mengintegrasikan pendidikan
moral dan karakter dalam pembelajarannya. penilaian sikap
siswa berdasarkan pengamatan pada saat proses belajar
mengajar. Masih terdapat beberapa siswa melakukan tindak
dekadensi moral (Tenggarudin, wawancara 13 Agustus
2018).

Dari wawancara dengan kepala sekolah tersebut dapat di

ketahui bahwa guru PPKn berperan sebagai agen moral yang di

lakukan dengan cara mengintegrasikan Pendidikan moral

kedalam materi yang diajarkannya, dan dapat mengetahui

perilaku siswa pada saat proses pembelajaran.


34

Selanjutnya peneliti melakukan wawacara dengan bapak

Taufan selaku guru mata pelajaran PPKn kelas XI, beliau

mengatakan sebagai berikut:

Sebagai agen moral maka saya harus menjadi teladan bagi


siswa. Saya selalu bertutur kata yang sopan menegakkan
disiplin dan tata karma. Saat proses pembelajaran saya
menediakan waktu 2 sampai 5 menit untuk memberi
nasehat tentang manfaat berbuat baik dan akibat yang
dapat ditanggung bila melakukan perbuatan yang mengarah
pada terjadinya dekadensi moral. Saya memberikan
gambaran dampak negatif apa bila membawa dan
meminum minuman keras di sekolah. Hindari perbuatan
seperti berkelahi, membolos dan lain sebagainya yang
sangat merusak moral sehingga cita cita tidak bisa tercapai.
(Muhammad Taufan wawancara 14 Agustus 2018).

Dari wawancara yang telah dilakukakan peneliti, peran

guru PPKn dalam menanggulangi masalah dekadensi moral

siswa di SMA Negeri 8 Kendari ialah berperan sebagai agen

moral dengan cara mengintegrasikan nilai nilai moral dalam mata

pelajaran Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan (PPKn)

3) Guru Sebagai Motivator

Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

sebagai motivator perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan

gairah belajar siswa serta hasil belajar siswa. Upaya guru PPKn

dalam menanggulangi dekadensi moral siswa di SMA Negeri 8

salah satunya guru berperan sebagai motivator dengan cara

memberikan reward kepada siswa berprestasi dan memberikan

punishment kepada siswa yang melanggar peraturan. Hal ini


35

sesuai dengan wawancara dengan bapak Muhammad Taufan

berikut:

Dalam hal memberi motivasi saya memberikan reward


(hadiah) kepada murid saya, saya memberikan hadiah
berupa acuan jempol atau nilai baik, dengan hadiah yang
saya berikan saya berharap murid saya lebih giat lagi dalam
belajar dan menghindari perbuatan dekadensi moral saya
membuka kesadaran mereka untuk berperilaku sesuai moral
yang berlaku. Reward reward lain yang saya berikan berupa
pujian, misalnya anak berperilaku baik saya akan
melontarkan kata kata pujian. Dengan begitu anak akan
senang melakukan hal kebaikan (Muhammad Taufan,
wawancara : 14 Agustus 2018).

Selanjutnya bapak Taufan juga mengatakan:

Selain memberikan reward atau punishment kepada anak


didik saya. Apabila perilaku mereka kurang baik maka
pertama saya akan mengingatkan bahwa perbuatan itu
merupakan perbuatan yang tidak terpuji. Apabila perbuatan
amoral murid tetap melakukan kesalahan saya akan
menesehati atau membawanya ke guru BK. Apabila sudah
tidak bisa diingatkan dan dinasehati maka saya akan
memberikan tindakan khusus seperti memanggilnya secara
intensif. Hukuman yang saya berikan ini bukan karena saya
benci tetapi saya ingin memotivasi anak didik saya supaya
berperilaku lebih baik dan tidak mengulangi kesalahannya
lagi (Muhammad Taufan wawancara: 14 Agustus 2018).

Dari hasil wawancara di atas dapat diperkuat dengan hasil

wawancara dengan wali kelas X yaitu ibu Hasnani berikut

Iya guru di sini termasuk guru PPKn biasanya memberikan


reward kepada siswa yang berprestasi, yang dilakukan saat
pemberian raport persmester. Tetapi, juga memberikan
punishment kepada siswa yang melanggar peraturan di
sekolah ini ( Hasnani wawancara: 20 Agustus 2018).

Kemudian peneliti melakukan wawancara dengan Muhammad

Anantomo, ketua kelas X, yaitu sebagai berikut:


36

Iya pa, biasanya di dalam kelas teman –teman yang


mendapatkan ulangan tinggi dikasih hadiah, selain itu saat
pembagian rapor semester kami yang mendapatkan
peringkat 1, 2 dan 3 juga memperoleh hadiah. Tetapi kita
misalnya kita melakukan pelanggaran di kelas seperti pada
saat jam pelajaran PPKn kita tidak mengerjakan PR kita
akan di berikan hukuman pa seperti disuruh meresume bagi
yang tidak mengerjakan PR (Muhammad Anantomo,
wawancara: 20 Agustus 2018).

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa peran

guru dalam menanggulangi masalah dekadensi moral siswa ialah

guru berperan sebagai motivator dengan cara guru akan

memotivasi siswanya dengan memberikan reward baik itu berupa

barang, nilai ataupun pujian dengan harapan anak lebih

bersemangat dalam pembelajaran serta lebih semangat dalam

berperilaku baik. Begitu juga sebaliknya apabila anak ada yang

melakukan pelanggaran maka guru akan memberikan punishment

(hukuman).

C. Upaya Guru PPKn Dalam menanggulangi masalah Dekadensi Moral


Siswa di SMA Negeri 8 Kendari

1. Upaya Preventif

Untuk mencegah terjadinya kembali masalah dekadensi moral di

lingkungan sekolah, secara khusus pada siswa kelas XI SMA Negeri 8

Kendari,

1) Usaha mengenal dan mengatur ciri umum dan khas siswa

Usaha menanggulangi dekadensi moral secara khusus yang dilakukan

oleh para pendidik terhadap kelainan tingkah laku para remaja. Seperti

yang dikatakan ibu Fania sebagai berikut:


37

Jika siswa kedapatan merokok di dalam kelas maka siswa

tersebut dihukum dengan cara berdiri di depan kelas pada saat proses

belajar mengajar berlangsung, apabila ia masih kedapatan merokok di

dalam kelas maka secara tegas untuk menyurati orang siswa tersebut dan

diberi skorsing selama 1 minggu (Fania wawancara 10 November 2018).

Pendidikan mental di rumah tentunya merupakan tanggung jawab orang

tua dan anggota keluarga lainnya yang sudah dewasa Mengatasi masalah

masalah yang dialami siswa. Masalah masalah manakah yang biasanya

menjadi penyebab timbulnya dekadensi moral. Masalah siswa dapat

berupa kurang mendapatkan perhatian orangtua dan ada masalah dengan

teman di kelas. Hal ini sama seperti yang dikatakan ibu Fania sebagai

berikut:

Saya berbicara ibaratnya tidak memandang status dan

memperhatikannya supaya siswa dalam menyampaikan masalah

atau kesulitannya tidak ragu ragu dan merasa diperhatikan (Fania

wawancara, 10 September 2018).

Guru pendidikan pancasila dan kewarganegaraan di SMA Negeri 8

Kendari setelah mengetahui masalah atau kesulitan siswa tidak

membiarkan dan berupaya untuk menyelesaikan masalah yang dialami

siswa agar tidak mengganggu aktivitas belajarnya dan mempengaruhi

teman lain di kelas. Hal ini sama seperti yang dikatakan ibu Fania sebagai

berikut:
38

Masalah-masalah yang dilakukan siswa diselesaikan secepat

mungkin dan tidak lama dibiarkan (Fania wawancara, 10

September 2018).

Penyelesaian masalah siswa yang cepat merupakan salah satu peran guru

pendidikan pancasila dan kewarganegaraan dalam menanggulangi

dekadensi moral siswa di SMA Negeri 8 Kendari. Dalam mengatasi

dekadensi moral siswa dilakukan dengan tujuan siswa bertingkah laku

baik dan berakhlak mulia.

2) Usaha Pembinaan siswa

Guru pendidikan pancasila dan kewarganegaraan di sekolah apabila

mengetahui siswa melakukan perbuatan menyimpang akan berusaha

secara optimal untuk mencegahnya melalui pemberian bimbingan dan

pengarahan terhadap siswa tersebut. Seperti yang dikatakan ibu Fania

sebagai berikut.

Siswa dimotivasi, melalui pendekatan supaya tahu mengerti


tentang penurunan moral sehingga tidak melakukan perbuatan
yang melanggar peraturan dan norma yang ada di sekolah.
Pemberian pembinaan atau bimbingan supaya anak itu bermoral
baik
(Fania wawancara 10 September 2018).

Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di SMA Negeri 8

Kendari juga melakukan tindakan untuk membimbingnya seperti yang

dikatakan ibu Fania sebagai berikut.

Tindakan yang saya lakukan apabila siswa melakukan perbuatan


menyimpang dengan melakukan pendekatan secara individu untuk
mengetahui kesalahan yang dilakukan, kemudian dilanjutkan
dengan memberikan pengarahan secara interen supaya siswa
39

tersebut merasa mendapatkan perhatian dari guru sebagai


pengganti orang tua di sekolah (Fania wawancara, 10 September
2018).
Selain pembinaan di atas guru pendidikan pancasila dan

kewarganegaraan di SMA Negeri 8 Kendari juga memberikan

pembinaan tentang keagamaan. Seperti yang dikatakan ibu Fania sebagai

berikut:

saya memberikan ceramah ceramah keagamaan terhadap siswa

dengan mencontohkan sebagai seorang muslim yg baik harus bisa

membedakan mana yang haq dan mana yang batil untuk menuju

kesuksesan (Fania wawancara, 10 September 2018).

Pemberian ceramah ceramah keagamaan dapat menambah

pengetahuan keagamaan dan menguatkan sikap mental siswa supaya

tidak mudah terpengaruh oleh pergaulan buruk, di lingkungan sekolah

dan di lingkungan masyarakat yang tidak mendukung.

3) Mengetahui kesulitan secara umum dialami para siswa

Kebutuhan akan mengerti diri dan memahami diri sendiri bagi

remaja sangat erat kaitannya dengan kemantapan rasa harga diri.

Mengerti diri sendiri merupakan suatu keadaan dimana seseorang

mengetahui sikap-sikapnya, sifat-sifatnya, kemampuan kemampuannya,

dan sebagainya. hal ini sesuai dengan yang dikatakan ibu fania bahwa

Semua remaja atau siswa memiliki hobi yang berbeda beda, ada
yang suka belajar matematika dan ada pula yg tidak suka, maka
saya memberikan motivasi kepada mereka supaya terus mengasah
bakatnyaBaik itu sepak bola, menari, menyanyi dan lain lain.agar
terhindar dari sikap stress dan kurang percaya diri (Fania,
wawancara, 29 Oktober 2019).
40

Siswa hendaknya diikut aktifkan dalam berbagai kegiatan sosial sehingga

ia tidak menjadi penonton tetapi menjadi pelaku yang aktif dan di terima

oleh masyarakat, dalam hal ini mereka dapat digerakkan dalam berbagai

aktivitas sosial yang cocok dengan bakat dan kemampuannya.Lembaga-

lembaga dan aktivitas keagamaan dapat memberikan bantuan yang banyak

bagi remaja dalam hal ini.

a. Upaya represif

Pencegahan dekadensi moral selain dilakukan secara umum

juga dilakukan secara khusus. Peran guru pendidikan pancasila dan

kewarganegaraan sebagai pembimbing di sekolah dalam menanggulangi

dekadensi moral dengan memberikan pendidikan mental secara khusus.

Upaya guru pendidikan pancasila dan kewarganegaraan harus diarahkan

terhadap siswa dengan mengamati, memeberikan perhatian khusus dan

mengawasi penyimpangan tingkah laku siswa di sekolah.Usaha dalam

menanggulangi dekadensi moral siswa secara khusus melalui pemberian

bimbingan terhadap siswa. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh

ibu Fania sebagai berikut.

Dihari-hari tertentu diberi pembimbingan khusus supaya siswa

mengerti mengenai dekadensi moral supaya tidak melakukan

perbuatan yang melanggar norma (fania wawancara, 10 September

2018).

Kalau terjadi masalah dekadensi moral, misalnya mengoleksi

gambar porno, berpacaran bebas di sekolah dan berkelahi maka guru


41

PPKn bekerja sama dengan guru BK. Sesuai dengan pernyataan guru

bimbingan konseling berikut ini

Saya berperan sebagai penengah ketika ada dua siswa yang


berkelahi atau memiliki masalah. Saya menjadi penengah
penyambung informasi dari orang tua kepada siswa. Saya menjadi
penengah antara guru guru mata pelajaran maupun wali kelas dan
siswa yang kedapatan mengoleksi gambar porno dan berpacaran
(Arifin 10 September 2018).

Hal ini sama seperti yang dikatakan bapak taufan sebagai berikut

Dikasih tugas contoh penerapan sikap dalam pembelajaran tentang

keseharian. Pemberian bimbingan di dalam kelas dengan

memberikan contoh-contoh yang berkaitan dengan materi yang

diterapkan dalam keseharian (Taufan wawancara, 6 agustus 2018).

Pemberian bimbingan yang dilakukan guru pendidikan

pancasila dan kewarganegaraan SMA Negeri 8 Kendari dengan dua

pendekatan yaitu: pendekatan individual atau langsung dan pendekatan

kelompok. Hal ini sama seperti yang dikatakan ibu Fania sebagai berikut

Pendeketan individual, supaya siswa mengetahui apa yang


terdapat dalam moral sehingga tidak melakukan perbuatan
perbuatan yang melanggar aturan sekolah seperti membolos
dan berbohong, saya dekati, dimotivasi agar siswa tidak
melanggar aturan aturan di sekolah atau di luar sekolah dan
pendekatan kelompok pada anak-anak yang nakal (Fania
wawancara, 10 September 2018).

Pemberian bimbingan terhadap siswa melalui pendekatan

individual atau langsung dan pendekatan kelompok mempermudah guru

pendidikan pancasila dan kewarganegaraan memberikan pengarahan dan

motivasi diri terhadap siswa secara individu maupun kelompok agar tidak

melakukan perbuatan menyimpang di sekolah.


42

C. Upaya kuratif

Penanggulangan dekadensi moral ini perlu ditekankan bahwa

segala usaha harus ditujukan ke arah tercapainya kepribadian yang

mantap, serasi dan dewasa. Siswa diharapkan menjadi orang dewasa yang

berkepribadian kuat sehat jasmani, rohani,kuat iman sebagai anggota

masyarakat, bangsa, dan tanah airnya. Usaha tersebut diataranya yaitu

mengadakan kerja sama dengan orang tua yaitu memanggil orang tua

wali, kunjungan kerumah peserta didik, sesuai yang di katakan kepala

sekolah sebagai berikut

Saya sebagai kepala sekolah memberikan perhatian khusus kepada


siswa yang kategori nakal dengan menyurati orang tuanya dan saya
menesehati dia dengan pendekatan agama dan pendidikan moral
atau karakter, Hal ini saya anggap sangat membantu untuk
menghadapi berbagai persoalan yg dihadapinya. (Tenggarudin 28
Oktober 2019).

pendidikan agama merupakan alat pembinaan yang sangat ampuh

bagi remaja. Agama yang tertanam dan tumbuh secara wajar dalam jiwa

remaja itu, akan dapat digunakannya untuk mengendalikan keinginan-

keinginan dan dorongan-dorongan yang kurang baik serta membantunya

dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan pada umumnya. Dengan

hidup dan segarnya keyakinan agama dalam diri remaja, akhlaknya dengan

sendirinya dengan baik, karena kontrolnya datang dari dalam bukan dari

luar. Di samping itu, agama tidak akan mudah goncang walau banyak

kesukaran yang dihadapinya. Ia dapat berdoa mengeluh dan berdialog

langsung dengan Tuhan. Dengan pembinaan akhlak ini ingin dicapai


43

terwujudnya manusia yang ideal, anak bertakwa kepada Allah dan cerdas.

Dengan teori-teori akhlak yang dipraktekan, diharapkan mampu

menyempurnakan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan ajaran Islam dan

taat beribadah dan sanggup hidup bermasyarakat yang baik. Serta ibu

Fania menambahkan yaitu:

Saya memotivasi mereka untuk tidak melakukan kenakalan lagi


dengan memberi informasi tentang dampak buruk yang akan ia
tanggung jika ia tetap berkelahi atau membawa minum minuman
keras. Saya juga merangsang siswa untuk terbiasa melakukan
kegiatan agama seperti sholat dhuha berjamaah, dan melakukan
ishtighosah agar dinamis potensi siswa untuk melakukan kebaikan
sehingga ia bisa meninggalkan perbuatan amoral yg dilakukannya
(Fania 10 September 2018).

Pernyataan guru PPKn diatas didukung dengan pernyataan yang

diberikan oleh guru BK berikut ini:

Guru PPKn sudah memberikan dorongan serta motivasi untuk


menanggulangi masalah dekadensi moral dengan membantu siswa
dinamis memecahkan masalahnya agar tidak mengganggu proses
belajar siswa, serta proses belajar siswa dapat sukses dan berhasil
sampai dengan lulus (Arifin 10 September 2018).
44

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Guru memiliki peran dalam menanggulangi masalah dekadensi moral,

namun belum maksimal. Baik peran sebagai pendidik, agen moral, maupun

dalam perannya sebagai motivator. Sebagai pendidik siswa dengan

melakukan usaha mengenal karakter siswa sehingga mampu mengarahkan

siswa untuk melakukan kegiatan siswa sehingga mampu mengarahkan

siswa untuk melakukan kegiatan positif dan untuk mencegah pengaruh

dampak dekadensi moral di sekolah. Sebagai agen moral dengan cara

mengintegrasikan nilai nilai moral ke dalam materi yang diajarkannya, dan

dapat mengetahui perilaku siswa pada saat proses pembelajaran. Sebagai

motivator dengan cara memberikan reward kepada siswa yang berprestasi

dan memberikan punishment kepada siswa yang melanggar aturan.

2. Upaya guru PPKn dalam menanggulangi masalah dekadensi moral siswa di

SMA Negeri 8 Kendari dilakukan melalui tiga yaitu : (1) upaya preventif

dengan melakukan secara optimal untuk mencegah melalui pemberian

bimbingan dan pengarahan terhadap siswa tersebut kemudian (2) upaya

represif dengan memberikan pendidikan mental secara khusus terhadap

siswa, serta (3) upaya kuratif dengan mengadakan kerja sama dengan orang

tua siswa.
45

B. Saran

1. Kepada guru di SMA Negeri 8 Kendari diharapkan mampu meningkatkan

kualitas pelayanan pembinaan dan bimbingan dalam menanggulangi

dekadensi moral siswa, agar pembinaan dan pemberian bimbingan dalam

menanggulangi dekadensi moral siswa dapat tercapai dan berhasil secara

optimal.

2. Kepada pihak sekolah diharapkan mampu meningkatkan pelayanan

bimbingan konseling dalam menanggulangi dekadensi moral siswa di

sekolah.
46

DAFTAR PUSTAKA

Asmawarman, 1992, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta Rajawali Press.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006.Standar Isi Satuan


Pendidikan Dasardan Menegah. Jakarta: Depdiknas.

Burhanuddin Salam, 2000 Etika Individual, Pola Dasar Filsafat


Moral,Jakarta Rineka Cipta.

Burhanudin Salam, 1997 Pengantar Pedagogik (Dasar-Dasar Ilmu


Mendidik) Jakarta PT. Rineka Cipta,

Bungin, Burhan. 2001.Metodologi Penelitian Kualitatif.Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada.

C. Asri Budiningsih, 2010 Pembelajaran Moral, Jakarta PT Rineka


Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010.Guru danAnak didik dalam Interaksi


Edukatif.Jakarta: Rineka Cipta.

Gerungan, W.A. 2009.Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama


.
Gunarso, Singgih D. 2009.Psikologi Remaja.Jakarta : PT. BPK Gunung
mulia.

Hamalik, Oemar. 2008.Kurikulum danPembelajaran. Jakarta : Bumi


Aksara.

Kartono, Kartini. 2010.Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta:


RajaGrafindoPersada.

Moekijat, 1995 Asas- Asas Etika, Bandung : CV Mandar Maju.

Moleong, Lexy J. 2007.Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi


Revisi.Bandung:Remaja Rosdakarya.

Narwoko, Dwi dan Bagong Suyanto. 2007.SosiologiTeks Pengantar


danTerapan.Jakarta: Fajar Interpratama Offset.

Nana Syaodih Sukmadinata, 2009 Metode Penelitian Pendidikan,


Bandung PT Remaja Rosydakarya.

Sapriya, dkk. 2005.Pedoman Sosialisasi Pendidikan Kewarganegaraan


47

Berdasarkan Kurikulum2004.Jakarta: Depdiknas.

Soeparwoto, dkk. 2007.Psikologi Perkembangan. Semarang: UPT


UNNES
PRESS.

Sudarsono. 2004.KenakalanRemaja. Jakarta: Rineka Cipta.

Supandi, dkk.2007.Sekolah Sebagai Wahana Pengembangan Warga


NegaraYangDemokratisdanBertanggungjawabMelaluiPendidik
anKewargaraan.Jakarta: Depdiknas.

Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen.

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan


Nasional.2009.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Zakiah daradjat, 1971Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia,jakarta


Bulan Bintang.

Zakiyah Daradjat, 2001Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara,


Diakses : Kendari, selasa Tgl. 14/09/2017-15:30
48

Lampiran 1

Instrument penelitian

Pedoman wawancara

(untuk guru pendidikan pancasila dan kewarganegaraan)

PERAN GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM

MENANGGULANGI MASALAH DEKADENSI MORAL SISWA KELAS XI DI SMA


NEGERI 8

KENDARI KECAMATAN ABELI

A. Guru sebagai pendidik

1. Bentuk perbuatan apa yang pernah bapak/ibu bimbing dalam menanggulangi


dekadensi moral? (ya/tidak)
2. Dalam peran sebagai pendidik tindakan apa yang dilakukan bapak/ibu apabila
mengetahui siswa melakukan perbuatan yang menyimpang? (ya/tidak)
3. Masalah masalah apa yang menjadi penyebab dekadensi moral siswa (ya/tidak)
4. Bagaimana peran bapak/ibu sebagai pendidik dalam mencegah dekadensi moral
siswa secara umum? (ya/tidak)
5. bagaimana peran bapak/ibu sebagai pendidik dalam menanggulangi dekadensi
moral secara khusus ?(ya/tidak)
6. bagaimana pendekatan yang bapak/ibu terapkan dalam menanggulangi
dekadensi moral siswa? (ya/tidak)
7. bagaimana cara bapak/ibu memotivasi siswa agar tidak melakukan perbuatan
yang menyimpang? (ya/tidak)

B. Guru sebagai agen moral


1. sebagai agen moral tindakan apa yang bapak/ibu lakukan dalam menanggulangi
dekadensi moral siswa? (ya/tidak)
2. bagaimana cara bapak/ibu mendidik moral siswa agar tidak melakukan perbuatan
yang menyimpang?(ya/tidak)
49

C. Guru sebagai motivator


1. Bagaimana bapak/ibu memotivasi siswa yang bermasalah? Misalnya kurang
perhatian orang tua? (ya/tidak)
2. Bagaimana motivasi bapak/ibu siswa yang melakukan perbuatan yang
menyimpang?(ya/tidak)

D. Hambatan hambatan apa yang menjadi kendala guru PPKn dalam menanggulangi
dekadensi moral siswa
1. Faktor apa yang menjadi penghambat bapak/ibu dalam menanggulangi dekadensi
moral siswa? (ya/tidak)

E. Cara mengatasi hambatan hambatan dalam menaggulangi dekadensi moral siswa

1. Solusi apa yang dilakukan bapak/ibu untuk mengatasi dekadensi moral siswa?
(ya/tidak)
2. Apakah upaya yang dilakukan bapak/ibu sudah efektif untuk mengatasi hambatan
dalam menanggulangi dekadensi moral? (ya/tidak)
50

Lampiran II. Dokumentasi

Gambar 1. Dokumentasi saat mengambil data dengan responden guru PPKn


SMA Negeri 8 Kendari

GAMBAR 2.Dokumentasi melakukan wawancara dengan guru PPKn


SMA Negeri 8 Kendari
51

Gambar 3. Wawancara dengan siswa SMA Negeri 8 Kendari

Gambar 4. Wawancara dengan ketua osis SMA negeri 8 Kendari


52

Gambar 5. Kondisi ruangan kelas X SMA Negeri 8 Kendari

Gambar 6. Kondisi sekolah SMA negeri 8 Kendari


53
54

Anda mungkin juga menyukai