Anda di halaman 1dari 3

INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA : TEORI DAN KONSEP

Dalam perjalanan sejarah, kebijakan pemerintah Soekarno cenderung mengarah pada


membentuk karakter nasional, yang merupakan perwujudan dari pendekatan asimilatif.
Pemerintah Soeharto bahkan lebih bersifat koersif dalam menerapkan pendekatan seperti itu
dengan melarang praktek budaya tertentu, kebijakan ganti nama untuk warga etnis Tionghoa,
dan sebagainya. Sedangkan pada masa reformasi, Presiden Gus Dur memang telah
mengembalikan kebebasan kepada golongan minioritas untuk mengembangkan
kebudayaannya, etapi secara keseluruhan solidaritas dan toleransi antar golongan justru
cenderung merosot. Sementara itu, secara sosiologis dinamika yang terjadi pada masyarakat
Indonesia masih ditandai oleh komunalisme yang cukup kuat diberbagai pelosok negeri,
walaupun budaya nasional yang dibawa pemerintah nasional, seperti sistem pemerintahan desa,
sistem pendidikan, ekonomi, dan sebagainya, juga merupakan faktor integratif yang kuat.

Pada era globalisasi, tatkala identitas kelompok nampaknya makin membaur dan mengalir,
identitas etnis dan agama ternyata masih tetap penting diperhatikan karena semua orang tetap
mengidentifikasikan dirinya dengan etnik dan agamanya. Negara Kesatuan Republik Indonesia
jelas memiliki negara berdaulat. Namun, walaupun secara politik NKRI telah memiliki
legalitas yang diakui secara internasional, secara sosiologis diperlukan juga legitimasi atau
pengakuan dan dukungan moral dan rakyatnya. Jadi persoalan intergrasi NKRI juga terletak
pada kualitas komitmen sosio-kultural yang melandasi berdirinya negara-bangsa ini.

Konsep integrasi bisa dibedakan kedalam sekurang-kurangnya tiga sifat, yaitu integrasi
normatif, integrasi fungsional dan integrasi koersif (paksaan). Semua kondisi integrasi, baik
integrasi sosial maupun integrasi nasional, sedikit-banyak akan memiliki ketiga sifat itu.
Integrasi disetiap negara juga pasti memiliki ketiga itu, walaupun dinegara tertentu sifat
integrasi koersif bisa lebih banyak daripada negara lainnya.
KOMPLEKSITAS MASYARAKAT INDONESIA

Secara geografis Indonesia membentang dari ujung barat Australia sampai ke ujung tenggara
Malaysia, terletak dititik yang paling strategis da penting di Lautan Hindia serta
menghubungkan Samudera Pasifik dan Laut Cina Selatan. Indonesia merupakan negara
kepulauan dengan luas sekitar 1.919.440 km2 dan 13.667 pulau serta merupakan negara
berpenduduk keempat terpadat di dunia dengan komunitas muslim terbesar. Sebagai negara
kepulauan, Indonesia memiliki penduduk yang terdiri dari berbagai kelompok etnik dengan
dialek, tradisi dan kehidupan yang berbeda dan tersebar di berbagai wilayah. Selain itu,
Indonesia juga dengan sumber daya alam yang pada masa lalu menarik perhatian negara
imperialis seperti Portugis dan Belanda, dan saat ini menjadi sasaran negara-negara kapitalis
besar Amerika maupun Eropa.
Distribusi penduduk Indonesia

Sampai tahun 2010, Indonesia terdiri dari 33 provinsi berpenduduk hampir 250 juta jiwa,
namun penyebarannya tidak merata.
Komposisi etnik penduduk Indonesia
Selain distribusi penduduk yang menyebar di setiap provinsi, penduduk Indonesia juga
beragam dari sisi agama, budaya dan kehidupan sosial. Hugo et.al. (1987: 18, dalam Hill &
Weidmann 1991: 3) menggambarkan kompleksitas budaya dan agama di Indonesia dalam
bentuk keragaman etnik dan bahasa sebagai ethnolinguistic mosaic. Berdasarkan sensus tahun
2000 diketahui bahwa jumlah etnik dan sub-etnik yang terdapat di Indonesia adalah 1072,
dengan 11 etnik memiliki warga di atas satu persen (Suryadinata dkk. 2003: 12). Tentunya
setiap etnik memiliki identitasnya budaya dengan karakteristiknya sendiri.
Komposisi penduduk berdasarkan agama

Indonesia merupakan negara multi-religius. Beberapa agama yang dianut sebagian besar
penduduk Indonesia adalah Islam, Kristen (Protestan & Katolik), Hindu, Budha dan Konghucu.
Statistika tentang agama dalam sensus tahun 2000 diambil seluruh populasi, baikl warga negara
Indonesia maupun warga negara asing. Tapi karena orang asing kecil persentasenya, maka hal
itu tidak mengganggu analisa.
Struktur pemerintahan

Dalam perkembangannya, sistem pemerintahan yang diperkuat oleh militer bersifat sangat
represif dan korup, serta berpusat pada Soeharto secara individual. Pola pemerintahan seperti
itu dan membangun ekonomi yang bergantung pada sistem ekonomi global semakin
mendapatkan kritik dan penolakan. Kondisi dalam negeri menjadi buruk karena terpengaruh
krisis ekonomi yang terjadi di Asia. Pada bulan Mei 1998, terjadi protes besar-besaran yang
meminta Soeharto untuk mengundurkan diri. Sejak ini dimulai apa yang disebut dengan
periode reformasi. Banyak perubahan yang dilakukan dalam sistem politik sebagai reaksi
terhadap sistem politik Orde Baru yang sangat otoriter dan sentralistik. Salah satu keputusan
politik yang sangat penting adalah dilakukannya kebijakan desentralisasi dengan ditetapkannya
UU No. 22 dan 25 tahun 1999. Undang-undang ini menetapkan agar pemerintah pusat
mendelegasi wewenangnya kepada pemerintah daerah.
Kondisi sosial ekonomi

Sejak masa kolonial, pendidikan dianggap penting untuk meningkatkan kecerdasan dan
kesejahteraan penduduk pribumi dan bumiputera memperoleh kesempatan untuk
menyekolahkan anak-anaknya, meskipun masih banyak berbagai keterbatasan dan
ketidaknyamanan karena diskriminasi bumiputera memperoleh fasilitas pendidikan yang
berbeda. Dalam perkembangannya kegiatan ekonomi lebih dominasi di Jawa dan sedikit
banyak di Sumatera. Perubahan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi meningkat sangat luar
biasa menjelang tahun 1980-an. Pembangunan regional di Indonesia pada saat itu digambarkan
sebagai transformasi sosial ekonomi yang dramatis sejak tahun 1960-an. Oerdagangan antar
wilayah dan mobilitas penduduk meningkat sangat pesat dan jaringan pasar nasional tumbuh
diindikasikan dengan menurunnya perbedaan harga regional. Kecenderungan ini hilang sedikit
demi sedikit bersamaan dengan pengintegrasian faktor politik seperti sentralisasi kewenangan
tentara dan proses depolitisasi sehingga aktivitas politik sangat jarang terjadi di Jawa (Mackie
1980 dalam Hill dan Weideman 1991: 53).
Kompleksitas masyarakat dan integrasi nasional

Integrasi nasional tergantung pada keseimbangan antara komponen historis, politis, sosial
budaya, interaksi, ekonomi sebagai sebuah ekuilibrium yang dinamis. Integrasi nasional sangat
kompleks. Sebagian dari kompleks tersebut muncul dari cara bagaiamana berbagai faktor
tersebut terjadi pada berbagai level. Meningkatnya di satu level bisa mengurangi kohesi di level
lainnya. Jika komponen keluar dari keseimbangan, kekuatan disintegrasi dapat muncul sebagai
ancaman terhadap stabilitas negara behkan keberlanjutan eksistensi negara tersebut.
Konflik sosial dan kekerasan

Indonesia menjadi sangat menarik perhatian internasional sejak terjadinya krisis ekonomi pada
tahun 1997 dan perubahan kepemimpinan nasional pada tahub 1998. Ngunyen dan Richrter
(2003) dalam bukunya Indonesia Matters, melihat pentignya Indonesia diantara Asia dan
komunitas internasional, dan juga berkonotasi perbedaan budaya yang sangat besar.
Kompleksitas sosialnya bahkan dapat membuat Indonesia menjadi sebuah negara besar atau
sebaliknya, membawa Indonesia ke suatu tempat yang penuh dengan goncangan, kekerasan
dan ketidak percayaan.
HUBUNGAN SOSIAL ANTAR KELOMPOK ETNIK

Isu tentang hubungan antar kelompok etnik masih menjadi isu penting terutama pada masa
reformasi ini. Etnisitas dan hubungan antar kelompok etnik dipandang memiliki hubungan
yang erat dengan masalah-masalah pembangunan masyarakat Indonesia. Keberagaman budaya
yang dimiliki masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah sebuah potensi untuk membentuk
identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Kecenderungan ini memang tidak saja terjadi dalam
konteks masyarakat Indonesia, namun telah menjadi kecenderungan pada masyarakat dunia
seperti diungkapkan Hunungton (1997: 28).
Namun, tidak semua hubungan antar kelompok etnik mengarah pada konflik. Keberagaman
kelompok etnik dan perbedaan budaya yang ada dalam suatu masyarakat juga dapat
menghasilkan hubungan kerja sama, bahkan pembauran antara kelompok etnik dalam interaksi
sehari-hari secara alamiah. Perjuangan melawan kolonialisme yang terjadi di bumi nusantara
merupakan salah satu bukti berbagai kelompok etnik dapat bersatu dengan tujuan yang sama.
Dalam konteks sehari-hari kita juga dapat merasakan perbedaan budaya dan keberagaman
kelompok etnik tidak serta merta menjadi halangan dalam berinteraksi. Hal itu justru
merupakan potensi masyarakat yang secara positif dapat dikembangkan sebagai unsur-unsur
pembentuk identitas masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pertanyaan penting yang akan
dijawab dalam tulisan ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola hubungan
kelompok etnik dalam masyarakat Indonesia dan bagaimana hal itu menggambarkan integrasi
sosial dan nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai