Anda di halaman 1dari 15

TAFSIR, TA’WIL DAN TERJEMAH

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Ulumul Qur’an pada Program Studi Ekonomi Syariah
STAI Al-Gazali Soppeng

Oleh Kelompok
XI: BENNI
ISRAPIL NIM.
19.14.12.003
SYARIFAH MAHDALIA
NIM. 20.14.12.011

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI )


AL-GAZALI SOPPENG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kehadirat Allah swt atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas untuk
mata kuliah Ulumul Qur’an dengan judul “Tafsir, Ta’wil dan Terjemah”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Soppeng, 24 Juni 2022


Penulis

Kelompok XI

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i


DAFTAR ISI .........................................................................................
ii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 1
C. Tujuan Pembahasan.............................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tafsir, Ta’wil dan Terjemah .............................. 2
B. Perbedaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah ............................... 5
C. Klasifikasi Tafsir .................................................................. 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................... 11
B. Saran ..................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 12

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Disamping itu,
dalam ayat dan surah yang sama diinfromasikan juga bahwa al-Qur’an sekaligus
menjadi penjelasan dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu menjadi
pembeda antara yang baik dan yang buruk. Disinilah manusia mendapatkan
petunjuk dari al-Qur’an. Manusia akan mengerjakan yang baik dan akan
meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap petunjuk al-
Qur’an tersebut.
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
dengan media malaikat jibril as. Dalam fungsinya sebagai petunjuk al-Qur’an
dijaga keasliannya oleh Allah swt. Salah satu hikmah dari penjagaan keaslian dan
kesucian al-Qur’an tersebut adalah agar manusia mampu menjalani kehidupan di
dunia ini dengan benar menurut Sang Pencipta Allah swt sehingga kemudian
selamat baik didunia dan diakhirat.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Jelaskan pengertian tafsir, ta’wil dan terjemah?
2. Bagaimana perbedaan tafsir, ta’wil dan terjemah?
3. Bagaimana klasifikasi tafsir?

C. Tujuan Pembahasan
Tujuan yang akan dicapai dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memahami pengertian dari tafsir, ta’wil dan terjemah
2. Untuk mengetahui perbedaan tafsir, ta’wil dan terjemah
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari tafsir

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir, Ta’wil dan Terjemah


1. Tafsir
Tafsir secara etimologis berasal dari akar kata fassara. Ibn Faris dan Ibn
al- Mazhur mengatakan, bahwa makna kata tafsir adalah al-Bayan dan al-Wudhuh
dengan makna intinya adalah jelas. Jika tidak menggunakan tasydid sehingga
dibaca fasara artinya tidak lagi jelas (al-wudhuh) tapi menjadikan sesuatu menjadi
jelas (bayyana). Misalnya, ungkapan fassara al-qaa’idah itu berarti bayyanaha
yang artinya menjelaskan. Dalam ungkapan lain terdapat pada kalimat fassara at-
thabiib bermakna dokter mendiagnosa penyakit apa yang diderita oleh seseorang.
Geneologi kata fassara dalam al-Qur’an hanya terdapat satu ayat yang
menyebutkan kata tafsir, yaitu dalam surah al-Furqan:33,1

‫أي لَو‬F ‫نئج لَا لثمب كنوت‬F ‫حاو قحلاب ك‬F‫ اريسفت نس‬Artinya : “dan
Mereka tidak ( mampu ) mendatangkan kepadamu yang sejenis (dengan al-
Qur’an) kecuali hanya Kami yang telah mendatangkan kebenaran dan penjelasan
yang paling baik”.

Menurut al-Qurthubi dalam al-Jami’li Ahkam al-Qur’an, ayat ini bertujuan


untuk menjawab asumsi sebagian orang-orang kafir yang menantang Nabi
Muhammad untuk menurunkan al-Qur’an secara langsung padahal al-Qur’an telah
diturunkan dalam “skema” yang paling baik, yaitu secara terpisah-pisah atau
berangsur-angsur. Kata tafsir dalam ayat tersebut memiliki makna tafshiil, artinya
dijelaskan secara panjang lebar, tidak singkat sebagaimana kemungkinan jila al-
Qur’an diturunkan secara sekaligus.

Dalam bahasa Indonesia, kata tafsir biasa dapat diterjemahkan dengan


“penjelasan”. Menurut Ibn al-A’rabi seperti yang dikutip oleh Ibn al-Manzhur,
kata

1
Dr.H.Saifuddin Herlambang MA, Pengantar Ilmu Tafsir (Cet. I;Yogyakarta: Samudra Biru, 2020), h. 41

2
3

tafsir bermakna dengan kata ta’wil. Oleh karena itu, dapat menyimpulkan bahwa
secara etimologis kata tafsir telah dipahami oleh para ahli bahasa sebagai kosakata
yang bermakna penjelasan.

Secara istilah, tafsir memang sangat identik dengan kata al-Qur’an.


Historisitas penggunaan kata tafsir telah familiar dari zaman klasik hingga kini di
era kontemporer. Belum ada term lain yang digunakan untuk menunjuk pada
penjelasan tentang al-Qur’an selain dari term tafsir. Oleh karena itu, kata tafsir
kemudian selalu identik dengan penjelasan mengenai al-Qur’an.

Al-Zarkasyi, seperti yang dikutip oleh Fahd al-Rumi mengatakan, bahwa


tafsir merupakan suatu ilmu untuk memahami al-Qur’an (kitabullah) yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Didalamnya terdapat penjelasan makna,
pemahaman hukum dan uraian tentang hikmah-hikmah. Sementara menurut Abu
Hayyan al-Andalusi, tafsir adalah ilmu yang membahas cara melafalkan kata-kata
dalam al-Qur’an, maknanya, hukum-hukumnya baik secara partikular pada setiap
ayat ataupun secara keseluruhan dan makna yang didapat dari keseluruhan ayat.

Melalui uraian diatas, inti dari istilah tafsir adalah upaya memahami al-
Qur’an. Pemahaman ini selaras dengan makna kebahasaan dari kata tafsir itu
sendiri yang berarti “mencari kejelasan”. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari
tafsir adalah memahami ayat-ayat al-Qur’an dengan berbagai tema yang
didalamnya.2

2. Ta’wil
Kata ta’wil terambil dari kata dasar al-awl. Al-Awl memiliki makna al-
taqdir. Menurut Az-Zahabi dalam at-Tafsir wa al-Mufassirun seperti dikutip dari
al-Qamus al-Muhith karya al-Fairuzzabadi kata ta’wil berasal dari kata al-awl,
yang berarti raja’a dan irtadda yang keduanya bermakna “kembali”. Takwil yang
disebut-sebut maknanya setara dengan tafsir dasarnya adalah awwala al-kalaama
ta’wiilan wa ta’awwalahu artinya memaknai sesuatu.

2
Dr.H.Saifuddin Herlambang MA, Pengantar Ilmu Tafsir (Cet. I;Yogyakarta:Samudra Biru, 2020), h.
4

Takwil juga memiliki makna al-iyaalah yang berarti mengatur atau


mengarahkan, yang bahasa arabnya adalah al-siyasah. Makna takwil adalah
menyampaikan sesuatu sesuai dengan maknanya atau menatanya sesuai dengan
posisinya.

Secara terminilogis, makna ta’wil tidak terlalu berbeda antara makna


istilahi dengan lughawi. Secara istilah atau terminologis, kata ta’wil
pemaknaannya bisa dikelompokkan menjadi dua periode, yaitu menurut ulama
salaf dan ulama muta’akkhirin, seperti yang disebutkan oleh az-Zahabi. Menurut
ulama salaf ( terdahulu, pasca wafatnya Nabi hingga abad ke ¾ H ), kata takwil
bisa berarti :

a. Tafsir al-kalaam wa bayanu ma’nahu ( menjelaskan makna kalimat )


pertama dasarnya adalah ungkapan ulama-ulama salaf atau penulis
tafsir dimasa awal, semisal Ibn Jarir at-Thabari yang seringkali
mengucapkan dalam tafsirnya, ikhtalafa at-ta’wilu’an ma’na ayatin
kadza ( ada perbedaan pendapat tentang maksud dari ayat tersebut )
b. Atau bisa juga berarti maksud dari kalimat itu sendiri ( nafsu al-
kalam wa muradahu ). Artinya, ketika disebutkan suatu kata, maka
yang dimaksud dari kata tersebut adalah apa yang diwujudkan dalam
praktik dari kata tersebut. Misalnya kalimat tersebut menjadi
perintah, maka ta’wilnya adalah praktik dari perintah itu sendiri

Sementara, menurut ulama modern-kontemporer ketika sudah mulai ada


diverifikasi keilmuan dalam Islam sehingga dikenal ada pakar fiqh, hadis, tasawuf,
filsafat dan sebagainya. Kata ta’wil menjadi memiliki makna yang khas, yang
intinya adalah menjelaskan makna yang khusus dari satu kata atau kalimat, yang
berbeda dari maknanya yang zahir.

3. Terjemah
Menurut bahasa terjemah ialah menerangkan dengan bahasa yang lain atau
menterjemahkan pembiacaraan berarti menerangkannya dengan bahasa yang lain.
Sedangkan menurut istilah, terjemah itu ada dua pengertian yaitu :
5

a. Terjemah harpiyah adalah memindahkan kata-kata dari suatu bahasa


yang sinonim dengan bahasa yang lain dimana susunan kata yang
diterjemahkan sesuai dengan susunan kata yang menterjemahkan,
begitu pula tertib bahasa yang diterjemahkan sesuai dengan tertib
bahasa yang menerjemahkan.
b. Terjemah tafsiriyah adalah kalimat ( pembicaraan ) dengan bahasa
yang lain tanpa keterikatan dengan tertib kalimat aslinya atau tanpa
memperhatikan susunannya.

Para ahli terjemah menyatakan bahwa terjemah harpiyah itu tidak akan
mencapai maksud yang diterjemahkan, sebab setiap bahasa mempunyai gaya
bahasa masing-masing begitu pula strukturnya. Karenanya kita melihat bahwa tak
satu pun buku bahasa Arab atau bahasa asing yang lain diterjemahkan secara
harpiyah. Begitu pula halnya dengan Kitabullah kita tidak melihat terjemah al-
Qur’an secara harpiyah. Paling tidak para ahli terjemah al-Qur’an itu
menerjemahka al-Qur’an dengan terjemah tafsiriyah, dengan tujuan memberikan
kemudahan bagi umat untuk memahami al-Qur’an lewat bahasa mereka.3

B. Perbedaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah


Ada beberapa pendapat terkait dengan perbedaan tafsir, ta’wil dan
terjemah. Pendapat pertama mengatakan bahwa tafsir dan ta’wil kurang lebih
memiliki makna yang sama. Menurut Imam al-Suyuthi ia menyandarkan pendapat
ini kepada seorang tabi’in bernama Abu ‘Ubayd dan beberapa orang yang sepakat
dengannya. Ada seorang pakar bernama Abu al-Abbas Ahmad bin Yahya Tha’lab
: al-Ta’wil wa al-Ma’na wa al-Tafsir wahid (takwil, makna, dan tafsir memiliki
arti yang sama).

Kata al-Tak’wil tersebut diartikan sebagai al-fahm yang menunjukkan


makna yang sama dengan al-tafsir.

3
Drs. A. Fuadlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Edisi II (cet. I; Bandung: Angkasa Bandung, 2005), h.
6

Selain itu, menurut Fahd al-Rumi ada banyak bukti-bukti yang


menunjukkan kalau tafsir dan ta’wil itu bermakna sinonim/muradif. Misalnya
dibanyak karya tafsir seperti tafsir al-tabari ada ungkapan-ungkapan yang diulang
ikhtalafa ahl al-ta’wil. Kalimat ahl al-ta’wil pada tafsir al-Thabari jelas
menunjukkan kalau maksudnya adalah para ahli tafsir al-mufassirun.

Menurut Husain Az-Zahabi pendapat yang kuat adalah tafsir dan ta’wil
memiliki dua makna yang berbeda meskipun kesamaannya adalah sama-sama
ingin menyikap makna. Tafsir makna yang paling kuat terkait dengan riwayah,
sedangkan takwil makna yang paling kuat berhubugan dengan aspek diraayah.4

No Tafsir Ta’wil

Penggunaannya lebih banyak pada


Pemakaiannya banyak dalam
1 makna-makna dan susunan
lafaz-lafaz dan mufradat
kalimat

Jelas diterangkan dalam al- Kebanyakan di istinbatkan oleh


2
Qur’an dan hadis-hadis shahi para ulama

Banyak berhubungan dengan Lebih banyak berhubungan


3
riwayat dengan nalar

Digunakan dalam ayat-ayat Digunakan dalam ayat-ayat


4
(jelas,terang) (samar-samar dan tidak jelas)

Bersifat menerangkan petunjuk Menerangkan hakikat yang


5
yang dikehendaki dikehendaki

4
Dr.H.Saifuddin Herlambang MA, Pengantar Ilmu Tafsir (Cet. I;Yogyakarta: Samudra Biru, 2020), h.
7

Perbedaan Tafsir’ Ta’wil dan Terjemah

Tafsir Ta’wil Terjemah

Menjelaskan makna ayat Mengalihkan lafaz-lafaz Hanya mengubah kata-


yang kadang dengan ayat al-Qur’an dari arti kata dari bahasa arab
panjang lebar, lengkap yang lahir dan rajih kedalam bahasa lain
dengan penjelasan hukum- kepada arti lain yang tanpa memberikan
hukum dan hikmah yang samar dan marjuh penjelasan arti kandungan
dapat diambil dari ayat itu secara panjang lebar dan
dan seringkali disertai tidak menyimpulkan dari
dengan kesimpulan isi kandungannya5
kandungan ayat-ayat
tersebut

C. Klasifikasi Tafsir
Tafsir terbagi menjadi dua yaitu :
1. Tafsir bi al-Ma’tsur
Tafsir bi al-Ma’tsur dalam Mabahits fi Ulum al-Qur’an adalah jenis tafsir
yang berpedoman kepada riwayat yang sahih, baik itu dari al-Qur’an, hadis
maupun pendapat-pendapat sabahat atau pendapat tabi’in. Pola kerja tafsir jenis
ini dilakukan dengan menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan
hadis dan al-Qur’an dengan pendapat atau riwayat yang bersumber dari sahabat.
Adapun pendapat tabi’in dipertimbangkan sebagai model tafsir bil-ma’tsur
karena diasumsikan bahwa tabi’in adalah orang yang pernah bertemu dengan
sahabat khususnya tabi’in periode awal, sehingga mereka juga memahami konteks
diturunkannya al-Qur’an. Meskipun demikian, kedudukan tabi’in dalam kaitannya
dengan tafsir bi al-ma’tsur ini masih diperdebatkan. Sebagian ulama menganggap
bahwa keterangan tabi’in adalah pendapat mereka sendiri, sehingga lebih tepat
untuk dikatakan sebagai tafsir bi al-ra’yi. Menurut al-Dzahabi keterangan tabi’in
dalam tafsir al-Qur’an masih dianggap sebagai tafsir bi al-ma’tsur sebab banyak

5
Drs. A. Fuadlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Edisi II (cet. I; Bandung: Angkasa Bandung, 2005), h. 93
8

dijumpai dalam kitab-kitab tafsir model ini yang mencantumkan riwayat tabi’in di
dalamnya seperti kitab Jami’ al-Bayan karya al-Thabari dan sebagainya.
Model penafsiran semacam ini bergantung secara penuh kepada riwayat
yang berkaitan dengan penafsiran suatu ayat dalam al-Qur’an. Oleh sebab itu,
ulama tafsir yang menggunakan metode ini tidak akan berijtihad dengan
pendapatnya sendiri ketika mereka tidak menemukan riwayat shahih untuk
menafsirkan suatu ayat. Mereka lebih memilih untuk bertawaqquf atau tidak
mengutarakan pendapatnya dibandingkan harus memberikan penafsiran sepanjang
riwayat yang dimaksud tidak diketemukan.
Keistimewaan dari model penafsiran semacam ini adalah minimnya
perbedaan atau perdebatan yang muncul di kalangan sahabat dan tabi’in. Menurut
Ibn Taimiyah perbedaan yang muncul tidak lebih sekedar perbedaan dalam hal-hal
kecil dan tidak sampai kepada pertentangan yang tajam. Seperti ketika mereka
berbeda dalam menafsirkan kata “shirath al-mustaqim” ( jalan yang lurus ),
sebagian sahabat menafsirkannya dengan al-Qur’an sebagai pedoman sebagian
lain menafsirkannya dengan Islam, yakni ajaran yang harus diikuti. Masing-
masing dari keduanya pada dasarnya memiliki kesamaan makna dimata al-Qur’an
adalah sumber ajaran Islam dan kedua-duanya adalah jalan yang lurus. Para ulama
salaf juga berbeda dalam menafsirkan ayat-ayat yang terkait isra’iliyat, seperti
ketika mereka menafsirkan siapa sajakah nama-nama asbabul kahfi, warna anjing
mereka dan terkait jumlah mereka. Perdebatan-perdebatan semacam ini wajar
ketika banyak informasi yang diterima oleh ulama salaf pada saat mereka
bersinggungan dengan Bani Israil.
Pengertian tafsir bi al-ma’tsur ini akan semakin kentara jika dibandingkan
dengan tafsir bi al-ra’yi berikut ini. Disatu sisi tafsir bi al-ma’tsur menggunakan
dalil naqli dalam menafsirkan al-Qur’an di sisi lain bi al-ra’yi menggunakan akal
di dalam menafsirkan al-Qur’an.

2. Tafsir bi al-Ra’yi
Tafsir bi al-Ra’yi secara bahasa adalah menafsirkan al-Qur’an dengan akal
atau pikiran semata tanpa didasarkan kepada ruh syariat dan nash-nashnya.
9

Kelompok mufassirin yang menggunakan metode ini dianggap sebagai ahli


bid’ah, menganut pola pemikiran yang sesat, tidak sesuai dengan manhaj salaf
(sahabat dan tabi’in) tidak dalam pendapat mereka juga tidak dalam cara salaf
menafsirkan ayat- ayat al-Qur’an. Pengertian ini diungkapkan oleh Manna’ al-
Qaththan dalam Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Pengertian yang berbeda diutarakan
oleh al-Dzahabi, tafsir bi al-ra’yi adalah suatu upaya untuk menafsirkan dengan
ijtihad setelah memahami ujaran-ujaran orang Arab, lafal-lafal orang Arab beserta
maksudnya, syair-syair Jahiliyah, Asbabun nuzul, nasakh dan mansukh dari ayat-
ayat al-Qur’an dan sebagainya yang dibutuhkan dalam penafsiran al-Qur’an. Salah
satu kelompok mufassir yang diklaim menggunakan metode tafsir bi al-ra’ji
adalah Abdur Rahman bin Kaisan al-Ashamm, al-Juba’i, Abdul Jabbar, al-
Rumman, Zamkhsyari, dan lain sebagainya.
Masih dalam rujukan yang sama, menurut Manna al-Qaththan beberapa
model tafsir bi al-ra’yi digunakan untuk melakukan doktrin paham tertentu
seperti paham Mu’tazillah. Al-Zamakhsyari dalam tafsirnya. Tafsir al-Kasysyaf
dianggap menunjukkan dominasi kemu’tazilahannya dalam menafsirkan ayat-
ayat al- Qur’an. Beberapa ayat sifat ( ayat-ayat yang menunjukkan sifat-sifat
Allah seperti bahwa Allah memiliki tangan dan lain-lain ) ditakwil sesuai dengan
kebutuhan madzhab pemikirannya. Cara ssemacam ini dklaim tidak sesuai
dengan cara yang dilakukan oleh ulama salaf.
Jika yang dimaksud dengan tafsir bi al-ra’yi adalah sebagaimana yang
disebutkan oleh Manna al-Qaththan di atas, maka hukum melakukannya adalah
haram. Dengan catatan bahwa cara menafsirkannya murni menggunakan akad
dan ijtihad tanpa dasar yang jelas sebagaimana yang disebutkan di dalam al-
Qur’an surah al-Isra ayat 36, “wa laa taqfu maa laisa laka bihi ilm ( dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan
tentangnya )”.
Namun, jika yang dimaksud adalah sebagaimana pengertian yang dikemukakan
oleh al-Dzahabi dimana mufassir menuangkan pemikirannya didalam hasil
tafsirannya setelah ia mengetahui asbab nuzul ayat, mengetahui dilalah dalam
bahasa Arab dan hal-hal pokok dalam penafsiran. Maka menurut al-Dzahabi hal
ini dibedakan ke dalam dua kelompok, antara yang melarang dan membolehkan.
1

Kelompok yang melarang dengan keras mengatakan bahwa meskipun mufassir


mengetahui pokok-pokok ajaran Islam seperti fiqih, akidah, nahwu, hadis dan lain
sebagainya namun tidak menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan riwayat yang
sampai
kepada Rasulullah maka hal itu dilarang atau diharamkan.6

6
Dr.H.Saifuddin Herlambang MA, Pengantar Ilmu Tafsir (Cet. I;Yogyakarta: Samudra Biru, 2020), h. 49
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tafsir adalah ilmu al-Qur’an yang berfungsi sebagai pembuka hijab dari
ketidak jelasan, yang semula gelap akan menjadi terang dan yang telah terang
menjadi lebih terang lagi. Rahasia-rahasia yang ada dibalik ayat-ayatnya
ditemukan dengan menggunakan ilmu tafsir. Ta’wil adalah pengertian yang
samar/yang tersirat yang di istinbath-kan ( diproses ) dari ayat-ayat al-Qur’an,
yang memerlukan renungan dan pemikiran dan merupakan prosesing membuka
tabir atau makna yang terkandung didalamya. Terjemah adalah pengalihan bahasa
dari satu bahasa kedalam bahasa lain tanpa harus menyamakan secara persis
dengan karakteristik pertama.
Perbedaan antara ketiganya yaitu : Ta’wil adalah esensi yang dimaksud dari
suatu perkataan. Dikatakan tafsir adalah apa yang telah jelas didalamnya
kitabullah atau tertentu ( pasti ) dalam sunnah yang sohih karena maknanya yang
telah jelas dan gamblang. Sedangkan terjemah hanya merupakan pengalihan
bahasa dari bahasa arab yang digunakan al-Qur’an kedalam bahasa lain.
Klasifikasi tafsir dibagi menjadi dua yakni tafsir bi al-ma’tsur adalah metode
penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan al-Qur’an, hadis maupun perkataan
sahabat rosul. Sedangkan tafsir bi al-ra’yi menggunakan akal pada umum
penafsirannya dan hanya sedikit pengambilan dalil dari al-Qur’an dan hadis tapi
lebih menekan pada pemikiran dengan jalan berijtihad.

B. Saran
Makalah yang telah kami buat membahas mengenai Tafsir, Ta’wil dan
Terjemah dengan tujuan agar pembaca dapat memahami pokok pembahasan
dalam makalah ini. Isi kandungan yang ada di dalam al-Qur’an merupakan salah
satu hal yang sangat penting untuk kita pelajari agar dapat meningkatkan cinta
kita kepada al-Qura’an.

1
DAFTAR PUSTAKA

Herlambang, Dr. H. Saifuddin, MA. Pengantar Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Samudra


Biru, 2020
Fuadlali, Drs. A. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Angkasa Bandung, 2005

Anda mungkin juga menyukai