Anda di halaman 1dari 28

lOMoARcPSD|31035462

Referat- Hidropneumotoraks-TRI Wistya Utami-K1B122079

pendidikan dokter (Universitas Haluoleo)

Studocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)
lOMoARcPSD|31035462

LABORATORIUM KEPANITRAAN REFERAT


KLINIK RADIOLOGI OKTOBER 2022
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

HIDROPNEUMOTORAKS

PENYUSUN :
Tri Wistya Utami, S.Ked
K1B1 22 079

PEMBIMBING :
dr. Achi Rasma Welaty, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Tri Wistya Utami, S.Ked
Nim : K1B1 22 079
Program Studi : Profesi Dokter
Fakultas : Kedokteran
Judul referat : Hidropneumotoraks
Telah menyelesaikan referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Oktober 2022

Mengetahui,

Pembimbing,

dr. Achi Rasma Welaty, Sp. Rad

ii

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
BAB II. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI .................................................. 2
BAB III. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ............................................... 3
BAB IV. ANATOMI ........................................................................................... 6
BAB V. DIAGNOSIS .......................................................................................... 8
A. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik .............................................. 8
B. Pemeriksaan Radiologi ....................................................................... 10
1. Radiologi Konvensional ................................................................. 10
2. CT Scan .......................................................................................... 12
3. USG ................................................................................................ 14
BAB VI. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS .......................................................... 15
BAB VII. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI ................................................. 19
BAB VII. PENGOBATAN ................................................................................. 19
BAB IX. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 21

iii

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

HIDROPNEUMOTORAKS

Tri Wistya Utami, Achi Rasma Welaty

(Bagian Radiologi FK UHO)

I. PENDAHULUAN

Pneumotoraks adalah adanya udara yang terdapat di cavum pleura.

Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Pada kondisi

normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa

mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat

ditimbulkan oleh karena adanya kerobekan pleura visceralis sehingga saat

inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan memasuki kavum pleura. Apabila

kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk

saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi.

Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong

mediastinum kearah kontralateral. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara

spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat

primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat

iatrogenik dan non iatrogenik. (21)

Pneumotoraks efusif adalah kumpulan abnormal udara dan cairan di dalam

rongga pleura berupa darah, nanah, atau cairan serosa. Dengan demikian,

pneumotoraks efusif dapat dikategorikan sebagai hemopneumotoraks,

piopneumotoraks, atau hidropneumotoraks, tergantung pada jenis akumulasi

cairan. (15)

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan

di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.

Hidrotoraks dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya pneumothorax pada

kasus-kasus trauma perdarahan intrapleura atau perforasi esophagus. (1)

Menegakkan diagnosis hidropneumotoraks ini tentunya diperlukan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dan

pemeriksaan fisik haruslah sesuai dengan panduan diagnostik pneumtoraks serta

untuk pemeriksaan penunjangnya yakni Foto Thoraks, USG, CT-SCAN tanpa

kontras. (6)

II. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI

Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang

tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan

menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa

yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan

perbandingan 5 : 1. (21)

Pneumotoraks spontan primer terjadi pada 7,4-18 kasus per 100.000

penduduk per tahun pada pria dan 1,2-6 kasus per 100.000 penduduk per tahun

pada wanita. Merokok, pemakaian obat-obatan, tubuh yang lebih tinggi dan

kurus merupakan faktor risiko untuk mengembangkan pneumotoraks spontan

primer pada pria. Pada perokok berat (lebih dari 20 batang/hari) memiliki risiko

relatif pneumotoraks adalah 100 kali lebih tinggi. Seorang pria yang tinggi dan

kurus juga memiliki faktor risiko pneumotoraks disebabkan karena pada

individu yang tinggi, gradien tekanan pleura lebih besar dari pangkal paru ke

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

apex paru sehingga alveoli di apex paru menjadi sasaran tekanan distensi yang

lebih besar. (17)

Pneumotoraks spontan sekunder sering merupakan hasil dari proses

penyakit yang mendasari di paru-paru, seperti penyakit paru obstruktif kronik.

Hal ini menyumbang sepertiga dari kasus pneumotoraks spontan. Insiden

pneumotoraks sekunder terjadi pada 6,3 kasus per 100.000 setiap tahun pada

pria, dan 2 kasus per 100.000 setiap tahun pada wanita. Insiden terjadinya

pneumotoraks spontan sekunder lebih banyak terjadi pada pasien dengan rentang

usia 60-65 tahun. (5)

III. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

A. ETIOLOGI

Keadaan fisiologi dalam rongga dada pada waktru inspirasi tekanan

intrapleura lebih negatif dari tekanan intrabronkial, maka paru mengembang

mengikuti gerakan dinding dada sehingga udara dari luar akan terhisap masuk

melalui bronkus hingga mencapai alveoli. Pada saat ekspirasi dinding dada

menekan rongga dada sehingga tekanan intra pleura akan lebih tinggi dari pada

tekanan udara alveoli atau di bronkus akibatnya udara akan ditekan keluar

melalui bronkus. (2,4,17)

Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran

pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin

atau mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat

sebelumnya batuk, bersin dan mengejan. Apabila dibagian perifer bronki atau

alveoli ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadinya robekan ronki atau

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

alveoli akan sangat mudah. Dengan cara demikian dengan terjadinya

pneumotoraks dapat dijelaskan yaitu, jika ada kebocoran didaerah paru yang

berisi udara melalui robekan atau pleura yang pecah. Bagian yang robek tersebut

berhubungan dengan bronkus. Pelebaran alveolus dan septa-septa alveolus yang

pecah kemudian membentuk suatu bula yang berdinding tipis didekat daerah

yang ada proses non spesifik atau fibrosis granulomatosa. Keadaan ini

merupakan penyebab yang paling sering dari pneumotoraks. (2,4,17)

Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu katup bola

yang bocor yang menyebabkan tekanan pneumotoraks bergeser ke mediastinum.

Apabila kebocoran tertutup dan paru tidak mengadakan ekspansi kembali dalam

beberapa minggu, jaringan parut dapat terjadi sehingga tidak pernah ekspansi

kembali secara keseluruhan. Pada keadaan ini cairan serosa berkumpul didalam

rongga pleura yang menimbulkan suatu hidropneumotoraks. (2,17)

Hidropneumotoraks spontan skunder bisa merupakan komplikasi dari TB

paru dan pneumotoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan

nefrotik perkijuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk kerongga

pleura dan udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat

keluar paru ketika proses ekspirasi, semakin lama udara dalam rongga pleura

akan meningkat dan udara yang terkumpul akan menekan paru sehingga akan

timbul gagal nafas. (2,17)

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

B. PATOFISIOLOGI

Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Diantara

pleura parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal

berisi sedikit cairan serous jaringan. Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan

negatif. Tekanan negatif pada intrapleura membantu dalam proses respirasi.

Proses respirasi terdiri dari 2 tahap: Fase inspirasi dan fase eksprasi. Pada fase

inspirasi tekanan intrapleura - 9 s/d - 12 cmH2O; sedangkan pada fase ekspirasi

tekanan intrapleura: - 3 s/d - 6 cmH2O. (22,24)

Hidropneomotoraks dapat disebabkan oleh adanya trauma, peradangan,

udara, cairan. Dari penyebab tersebut dapat menyebabkan akumulasi cairan dan

udara dalam rongga pleura yang menyebabkan tekanan dalam rongga dada

menjadi positif. Akumulasi cairan dan udara menyebabkan paru-paru kolaps,

sehingga terjadi perlengketan antara pleura parietalis dan pleura visceralis

karena pergesekan yang terus menerus yang menyebabkan robekan pada pleura,

jadi cairan pleura bisa merembes masuk kedalam pleura parietalis. Tindakan

untuk mengatasi hidropneumothoraks adalah dengan WSD, yang bertujuan

unruk mengalirkan udara dan cairan dalam upaya mengembangkan kembali

paru-paru dan membuat tekanan udara negatif pada rongga pleura. (4,5)

Pada Pneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista

kecil yang diameternya tidak lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah permukaan

pleura viseralis, dan sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan

inferior. Terbentuknya bleb ini oleh karena adanya perembesan udara dari

alveoli yang dindingnya ruptur melalui jaringan intersisial ke lapisan jaringan

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

ikat yang berada di bawah pleura viseralis. Sebab pecahnya dinding alveolus ini

belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada dua faktor sebagai penyebabnya.
(5,24)

Faktor infeksi atau radang paru. Infeksi atau radang paru walaupun minimal

akan membentuk jaringan parut pada dinding alveoli yang akan menjadi titik

lemah. Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan.

Mekanisme ini tidak dapat menerangkan kenapa pneumotoraks spontan sering

terjadi pada waktu penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang

terdapat di bawah pleura viseralis, maka udara akan masuk ke dalam rongga

pleura dan terbentuklah fistula bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus,

dapat tertutup, dan dapat berfungsi sebagai ventil. (24)

IV. ANATOMI

Letak paru-paru di rongga dada, menghadap ke tengah rongga dada atau

kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus.

Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput

yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, pleura visceral (selaput

pembungkus) yang langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal yaitu

selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Pada keadaannormal, kavum

pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat mengembang mengempis

dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk melumasi

permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding

dada sewaktu ada gerakan bernapas. (14)

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

Gambar 1. Anatomi Paru-Paru Manusia (14)

Paru-paru merupakan bagian tubuh yang sebagian besar terdiri dari

gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari

sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90

m². Alveoli merupakan tempat pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan

CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih

700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru terbagi menjadi dua

yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus yaitu lobus pulmo dekstra superior,

lobus media, dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil

bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen

pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan

mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen

pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen

ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Di antara

lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi

pembuluh darah, getah bening dan syaraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah

bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali,

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus

yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. (14)

Persyarafan pada pernapasan disuplai melalui Nervus Phrenicus dan

Nervus Spinal Thoraxic. Nervus Phrenicus mensyarafi diafragma, sedangkan

Nervus Spinal Thoraxic mempersyarafi intercosta. Paru juga dipersyarafi oleh

serabut syaraf simpatis dan para simpatis. Pada paru terdapat peredaran darah

ganda. Darah yang miskin oksigen dari ventrikel kanan masuk ke paru melalui

arteri pulmonalis. Selain sistem arteri dan vena pulmonalis, terdapat pula arteri

dan vena bronkialis, yang berasal dari aorta, untuk memperdarahi jaringan

bronki dan jaringan ikat paru dengan darah kaya oksigen. Ventilasi paru

(bernapas) terdiri otot-otot pernapasan, yaitu diafragma dan otot-otot interkostal.


(14)

V. DIAGNOSIS

A. GAMBARA KLINIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

1. Gambaran Klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:

a) Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali

sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita

bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.

b) Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan

tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, seperti ditusuk, tertekan dan

terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan. Pada penderita pneumotoraks

ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama makin hebat, penderita

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami syok karena gangguan

aliran darah akibat penekanan udara pada pembuluh darah

dimediastinum.

c) Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

d) Denyut jantung meningkat.

e) Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang

kurang.

f) Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,

biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer. (22)

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan: (5,17,24)

1. Inspeksi :

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi

dinding dada)

b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :

a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak

menggetar

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan

intrapleura tinggi

4. Auskultasi :

a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative

B. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

1. Radiologi Konvensional

Pemeriksaan foto toraks merupakan pemeriksaan dasar dan rutin

dalam mendeteksi cairan efusi pleura.Efusi plera berdasarkan jumlah

volumenya dibedakan menjadi small, moderate dan large ( masif ) efusi

pleura. (13)

Efusi pleura dengan volume lebih dari 200 mL baru dapat terlihat di

rontgen toraks posteroanterior. Gunakan rontgen lateral untuk efusi

pleura dengan volume lebih sedikit. Pada foto toraks, pengenalan

hidropneumotoraks bisa lebih mudah dan secara klasik ditunjukkan

sebagai efusi pleura yang akan menunjukkan gambaran opasitas dengan

penumpulan sudut kostofrenikus, disertai air-fluid level atau meniscus

sign (garis batas antara air-udara yang melengkung seperti kurva). (13)

Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah

hilus atau paru menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong

mediastinum ke arah kontralateral. Selain itu, sela iga menjadi lebih

lebar. (13)

10

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

Gambar 2. Tidak ada tanda vaskular di lapangan paru kiri yang


menunjukkan paru kiri kolaps. Air-fluid level terlihat di sisi kiri
menunjukkan hidropneumotoraks. Di sisi kanan, ada lesi kavitas dengan
fibrosis di sekitarnya yang terlihat di zona atas. Mediastinum bergeser ke
sisi kanan. (8)

Gambar 3. Ada air-fluid level di sisi kiri dengan garis pleura viseral yang
bergeser, menunjukkan hidropneumotoraks. Efek massa ringan dengan
pergeseran mediastinum ke kanan. Perhatikan emfisema subkutan pada
dinding dada kiri. Tidak ada fraktur tulang rusuk yang terlihat. Paru-paru
kanan bersih. (8)

Gambar 4. Hidropneumotoraks kanan besar dengan paru kanan kolaps dan


pergeseran mediastinum. Paru-paru kiri bersih. Ukuran jantung normal.
Tulang dada normal. (8)

11

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

Gambar 5. Hidropneumotoraks di sebelah kiri. Tingkat gas-cairan meluas


di seluruh rongga dada kiri. Di atas ini, hemitoraks relatif hipertransradian
dan margin pleura terlihat sebagai garis tipis yang kira-kira sejajar dengan
dinding dada. (8)

2. CT Scan

CT scan merupakan modalitas paling baik dan akurat untuk

mendiagnosis suatu efusi pleura daripada foto torak dan ultrasonografi.

Pada pemeriksaan CT Scan untuk efusi pleura membutuhkan kontras

untuk membedakan apakah itu cairan efusi atau parenkim paru. (20)

CT scan dapat memperlihatkan posisi dari efusi pleura dari berbagai

aspek dengan potongan coronal, axial maupun sagital dan dapat

digunakan untuk memperkirakan jenis efusi pleura tapi untuk

menentukan volume pasti dari efusi pleura dibutuhkan software

khusus.(20)

Pada kondisi pasien yang kritis yang tidak memungkinkan untuk

dibawa ke instalasi radiologi dan juga apabila pasien dengan alergi

kontras sebaiknya tidak dilakukan periksaan dengan CT Scan kelemahan

yang lainnya adalah CT scan terdapat resiko terkena radiasi. (20)

12

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

Gambar 6. CT Scan menunjukkan kolaps total paru kanan dan efusi besar
dan pneumotoraks, yang menghasilkan pergeseran mediastinum ke kiri. (8)

Gambar 7. CT Scan menunjukkan kolaps paru kanan dan efusi besar dan
pneumotoraks, yang menghasilkan pergeseran mediastinum ke kiri.
Atelektasis paru kiri. (8)

Gambar 8. CT scan dada menunjukkan hidropneumotoraks sisi kanan, dan


sejumlah kecil udara di mediastinum. Tabung dada terletak di rongga pleura
kanan. (8)

13

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

3. USG

Perhatian karakteristik cairan pada USG dapat memberikan

petunjuk untuk jenis pneumotoraks efusif. Tekstur echo cairan dapat

berupa anechoic, echogenic, atau dengan multiple microbubbles, yang

masing-masing dapat menunjukkan hidropneumotoraks,

hemopneumotoraks, dan pyopneumotoraks. Keakuratan sonografi dalam

mendiagnosis pneumotoraks dan efusi pleura saat terjadi dalam isolasi

sangat tinggi. Ketika hidrotoraks dan pneumotoraks bertepatan di dalam

rongga pleura, mereka menghasilkan karakteristik berupa pola air-fluid

interface pattern yang disebut "hydro-point.". Tingkat keparahan

hidropneumotoraks dapat dinilai secara sonografi menggunakan lokasi

hydro-point sign. Jika hydro-point sign terletak di hemitoraks anterior

dalam posisi terlentang, efusi lebih dari pneumotoraks sedangkan jika

hydro-point sign terletak di hemitoraks posterior maka pneumotoraks

lebih dari efusi. (16)

Gambar 9. Hydro-point di paru-paru sisi kanan menunjukkan hidropneumotoraks. (18)

14

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

Edge of
pnneumotoraks
(hydropoint)

Blood

Consolidated
lung

Hydropoint

Gambar 10. Di atas ini adalah cuplikan film hydro-point yang diperoleh dari seorang pasien dengan
hidropneumotoraks di Rumah Sakit Umum Genius. Menunjukkan hemotoraks dengan konsolidasi paru-paru
yang mendasarinya, (23)

VI. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS

A. PYOPNEUMOTORAKS

Pyopneumotoraks (juga dikenal sebagai hidropneumotoraks

terinfeksi atau hidropneumotoraks empyemic) adalah kumpulan nanah dan

gas di pleura. Ini mungkin dianggap sebagai varian dari empiema toraks

dengan komponen yang mengandung gas meskipun etiologinya mungkin

berbeda. (11)

(a) (b)

Gambar 11. (a). Radio-opasitas bergaris tebal dan terletak di hemitoraks kanan, dengan
air-fluid level, hilangnya siluet dengan kubah diafragma kanan. Batas jantung kanan dapat
diapresiasi; (b). Pyopneumotoraks CT mengkonfirmasi pengumpulan di rongga pleura
kanan dengan penebalan pleura. Juga dicatat adalah konsolidasi di lobus kanan bawah dan
kelenjar mediastinum yang terkalsifikasi. (11)

15

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

B. HEMOTORAKS

Hemotoraks secara harfiah berarti darah di dalam dada, adalah

istilah yang biasanya digunakan untuk menggambarkan efusi pleura

karena akumulasi darah. Jika hemotoraks terjadi bersamaan dengan

pneumotoraks maka disebut hemopneumotoraks. Tension hemotoraks

mengacu pada hemotoraks yang dihasilkan dari perdarahan intratoraks

masif, menyebabkan kompresi paru ipsilateral dan perpindahan

mediastinum. (7)

(a) (b)
Gambar 12. (a). Pembatasan apikal bilateral kemungkinan terkait dengan kombinasi
hematoma ekstra-pleura dari patah tulang rusuk dan hemotoraks itu sendiri di sebelah
kanan. Tanda pembuluh darah paru terlihat buruk di sebelah kanan yang menunjukkan
kontusio paru. Kontusio paru volume rendah terlihat di sebelah kiri; (b). Hemotoraks
bilateral, kanan lebih besar dari kiri, menyebabkan perbedaan densitas yang terlihat pada
rontgen dada terlentang. Atelektasis ringan terlihat berdekatan dengan hemotoraks dan
kemungkinan kontusio paru volume kecil di dasar paru kanan di mana pneumatokel
traumatis kecil terlihat. (7)

C. ABSES PARU

Abses paru-paru adalah kumpulan nanah yang terbatas di dalam

paru-paru. Mereka sering rumit untuk dikelola dan sulit diobati dan, dalam

beberapa kasus, mungkin mengancam jiwa. (9)

16

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

(a) (b)
Gambar 13. (a). Lesi paru kavitas lobus kanan atas berdinding tebal dengan air-fluid level;
(b). Patch konsolidasi segmental dan subsegmental bilateral lobus atas yang baru
dikembangkan terlihat dengan air bronchogram dan hipodens berbatas tegas multipel
dengan dinding bagian dalam yang tipis dan densitas cairan di dalamnya, yang terbesar di
lobus kiri atas. Penampilan sugestif dari beberapa abses paru-paru. (9)

D. PNEUMOTOKEL

Pneumatoceles adalah ruang kistik berisi gas intrapulmoner yang

dapat memiliki berbagai ukuran dan penampilan. Mereka mungkin

mengandung kadar gambaran air-fluid level dan biasanya merupakan

akibat dari cedera paru yang diinduksi ventilator pada neonatus atau

pasca infeksi. Mereka tidak boleh disalahartikan sebagai massa paru-

paru yang kavitasi. (10)

(a) (b)

Gambar 14. (a). Ada massa kistik bulat berbatas tegas di lobus kanan atas. Dindingnya
cukup tebal dan ada air-fluid level; (b). Atelektasis ringan terlihat berdekatan dengan
hemotoraks dan kemungkinan kontusio paru volume kecil di dasar paru kanan di mana
pneumatokel traumatis kecil terlihat. (10)

17

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

E. PULMONARY BULLAE

Pulmonary bullae atau bula paru adalah daerah fokus emfisema

tanpa dinding yang terlihat yang berukuran lebih dari 1 atau 2 cm dengan

diameter 1-2. Beberapa menggunakan istilah bleb paru untuk lesi serupa

yang kurang dari 1 atau 2 cm, sedangkan yang lain menggunakan istilah

bleb dan bula secara bergantian. Mereka sering terletak di subpleural

dan biasanya lebih besar di apeks. Dalam beberapa kasus, bula bisa

sangat besar dan mengakibatkan kompresi jaringan paru-paru yang

berdekatan. Sebuah bulla raksasa dapat didefinisikan sebagai salah satu

yang menempati setidaknya sepertiga dari volume hemithoraks. Ketika

besar, bulla dapat mensimulasikan pneumotoraks. Penyebab paling

umum adalah emfisema paraseptal tetapi bula juga dapat terlihat

berhubungan dengan emfisema sentrilobular. (12)

(a) (b)

Gambar 15. (a). Lusensi fokal masif di paru kanan dengan tidak adanya tanda paru dan
beberapa efek massa ringan pada parenkim paru yang berdekatan. Fisura minor bergeser ke
superior dan terjadi peningkatan volume hemitoraks kanan. Paru-paru kiri menunjukkan
peningkatan tanda perihilar. Tidak ada bukti pneumotoraks; (b). Tanda-tanda emfisema
bulosa dengan dominasi apikal, dan adanya pneumotoraks kanan. (12)

18

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

VII. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan

mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun

setelah pemasangan tube thoracostomy. Kekambuhan jar ang ter jad i

pada p asien-p asien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi

terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya

tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder

tergantung penyakit paru yang mendasarinya, misalkan pada pasien

PSS dengan PPOK harus lebih berhati-hati karena sangat berbahaya. (19)

VIII. PENGOBATAN

Tujuan dalam mengobati hidropneumotoraks adalah untuk menghilangkan

udara maupun cairan dari ruang pleura, untuk memungkinkan paru-paru untuk

memperluas kembali, dan untuk mencegah kekambuhan. (21)

1. Observasi

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura

telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut

akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan

tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto

toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama

ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka. (21)

19

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

2. Aspirasi-exsufflation

Aspirasi mungkin merupakan pengobatan awal untuk pasien dengan

pneumotoraks primer. Ini juga dapat dipertimbangkan untuk pasien yang

lebih muda<50tahun dengan pneumotoraks sekunder dengan ukuran

sedang (lingkar udara 1-2 cm). Aspirasi jarum perkutan menghasilkan

ekspansi paru lengkap pada 59-83% pasien dengan PSP dan 33-67%

pasien dengan Secondary Spontaneous Pneumothorax (SSP). Tingkat

kekambuhan pneumotoraks setelah ekskulsi hampir sama dengan yang ada

setelah drainase tabung dada. (1)

3. Pipa water sealed drainage (WSD)

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura

dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.

Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat

dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau

pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di

garis mid klavikula. (3)

4. Torakostomi

20

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.

Surabaya: Airlangga University Press; p. 162-179.

2. Betts JG, Desaix P, Johnson E, Johnson JE, Korol O, Kruse D et al. 2013.

The respiratory system.

3. Bowman, Jeffrey, Gleen. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated:

2010 May 27; cited 2011 January 10.

4. Chaturvedi A, Lee S, Klionsky N, Chaturvedi A. 2016. Demystifying the

persistent pneumothorax: role of imaging. Insights Imaging; 7: 411 – 429.

5. Chong ID, Chao A, Hunter-Behrend M, Gharahbaghian L, Mitarai T,

Williams S et al. 2016. Diagnosis and Management of Spontaneous

Pneumothorax in the Emergency Department: A Review of the Most Current

Clinical Evidence for Diagnosis and Treatment. Pulm Res Respir Med -

Open J; 3: 23 – 29.

6. Halim H. 2009. Pulmonologi: Penyakit-Penyakit Pleura. Ilmu Penyakit

Dalam. 1066-1070.

7. https://radiopaedia.org/articles/haemothorax?lang=gb diakses 22 Oktober

2022 (17.30)

8. https://radiopaedia.org/articles/hydropneumothorax diakses 22 Oktober

2022 (17.00)

9. https://radiopaedia.org/articles/lung-abscess?lang=gb diakses 22 Oktober

2022 (17.35)

21

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

10. https://radiopaedia.org/articles/pneumatocele-1?lang=gb diakses 22

Oktober 2022 (17.50)

11. https://radiopaedia.org/articles/pyopneumothorax?lang=gb diakses 22

Oktober 2022 (17.10)

12. https://radiopaedia.org/articles/pulmonary-bullae diakses 29 Oktober 20222

(15.00)

13. Igor K. 2005. Imaging of Small Amount of Pleural Fluid Part one – small

pleural efusion. Radiology Oncology. Volume 39 (4) : 237 – 42.

14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Anatomi Fisiologi;

Bahan Ajar Kebidanan. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia

Kesehatan.

15. Mahalingam, S. Rajendran, G. Nathan, B. Kugan, E. Sadasivam, A. 2021.

‘Hydro-point’ – The forgotten and unspoken entity in hydropneumothorax.

AJUM xxxx 0000 0 (0). Australasian Society for Ultrasound in Medicine.

16. Mahalingam, S. Rajendran, G. Sadasivam, A. Ayyan, M. Pillai, V. M. 2022.

Defective barcode sign-A newer sonographic sign in hydropneumothorax.

Departement of Emergency Medicine, Jawaharlal Institute of Postgraduate

Medical Education and Research Puducherry, India.

17. Milisavljevic S, Spasic M, Milosevic B. 2015. Pneumothorax: Diagnosis

and treatment. Sanamed; 10: 221 – 228.

18. Nations, J. A., Smith, P., Parrish, S., & Browning, R. 2016. Sonographic

Findings of Hydropneumothorax. Ultrasound Quarterly, 32(3), 280–282.

22

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

19. Reed,James,C.1995. Kelainan-kelainan rongga p leura . Radiologi

Thoraks. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. P. 63-64.

20. Remerand F. 2010. Multiplane Ultrasound Approach to Quantify Pleural

Efusion at Bedside. Intensive Care Med.36 :656-654.

21. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus,

Simadibrata. Setiati, Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.

Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; p.1063.

22. Tokur M, Ergİn M, Demİröz M, N MS, Arpağ H. 2015. Approach to

Pneumothorax in Emergency Department. Med J Islam World Acad Sci;

23(3): 98 – 107.

23. Volpicelli et al. 2013. Unusual new signs of pneumothorax at lung

ultrasound. Critical Ultrasound Journal, 5:10.

24. Yedlapati GK, Narahari NK, Reddy Y. 2016. Pneumothorax and its

etiology. 3: 79 – 86.

23

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)


lOMoARcPSD|31035462

24

Downloaded by Ngeriding (inggridriama28661@gmail.com)

Anda mungkin juga menyukai