Anda di halaman 1dari 31

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA

DINAS KESEHATAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN LOPOK

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS LOPOK


Nomor : ………………………………..

TENTANG
PELAYANAN LABORATORIUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA PUSKESMAS LOPOK

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka memberikan kepastian


penyelenggaraan pelayanan laboratorium yang
berkualitas di Puskesmas Lopok perlu ditetapkan
kegiatan-kegiatan pelayanan yang dapat di
laksanakan di Puskesmas Lopok.
b. Sehubungan pertimbangan di atas maka perlu
menetapkan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Lopok
Tentang Kegiatan Pelayanan laboratorium di
Puskesmas Lopok.

Mengingat : 1. Undang Undang RI No.36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan
2. Peraturan Menteri Kesehetan Nomor 75 Tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
3. Permenkes Nomor 37 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Laboratorium Puskesmas.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101
Tahun 2014 Tentan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
5. PerMenKes no 43 tahun 2013 tentang cara
penyelenggaraan laboratorium klinik yang benar
6. Peraturan Bupati Kabupaten Sumbawa nomor 607
tahun 2017 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi
tenaga kesehatan di unit pelaksana tehnis Pusat
Kesehatan Masyarakat.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS LOPOK
TENTANG PELAYANAN LABORATORIUM
KESATU : Kebijakan pelayanan laboratorium di pusat kesehatan
sebagaimana tercantum dalam lampiran merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari surat keputusan ini;
KEDUA : Keputusan Kepala Unit Pelaksana Teknis Pusat
Kesehatan Masyarakat Kecamatan Lopok ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan;

Ditetapkan di Lopok
Pada Tanggal, ………………………

KEPALA UNIT PELAKSANA


TEKNIS
PUSAT KESEHATAN
MASYARAKAT KECAMATAN
LOPOK

MAEMUNA

Tembusan :
1. Yth. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa di Sumbawa
Besar;
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA
DINAS KESEHATAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN LOPOK

LAMPIRAN 1 :Petugas Pelayanan Laboratorium dan Uraian Tugas di UPT


Puskesmas Lopok

NAMA JABATAN URAIAN TUGAS


Dr. Mety Penanggung 1. Menyusun rencana kerja dan kebijakan
Ariyatmi jawab teknis laboratorium;
2. Bertanggung jawab terhadap mutu
laboratorium, validasi hasil pemeriksaan
laboratorium, mengatasi masalah yang
timbul dalam pelayanan laboratorium;
3. Melaksanakan pengawasan, pengendalian
dan evaluasi kegiatan laboratorium;
4. Merencanakan dan mengawasi kegiatan
pemantapan mutu
Siti Pelaksanan 1. Melaksanakan kegiatan teknis
Wahyulisah, Pelayanan operasional laboratorium sesuai
A.Md.AK. Laboratorium kompetensi dan kewenangan berdasarkan
pedoman pelayanan dan standar prosedur
operasional;
Rival 2. Melaksanakan kegiatan mutu
Anugrah laboratorium;
Ramdani, 3. Melaksanakan kegiatan pencatatan dan
A.Md.AK. pelaporan;
4. Melaksanakan kegiatan kesehatan dan
keselamatan kerja laboratorium;
Rati 5. Melakukan konsultasi dengan
Awalliah, penanggung jawab laboratorium atau
A.Md.AK. tenaga kesehatan lain;
6. Menyiapkan bahan rujukan spesimen.
7. Merencanakan kebutuhan dalam setahun
8. Melaksanakan tugas tambahan lain yang
diberikan oleh atasan
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA
DINAS KESEHATAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN LOPOK

LAMPIRAN 2 : Pola ketenagaan dan persyaratan kompetensi petugas


pelayanan laboratorium

Standar Riil di Permenkes sesuai Tidak keterangan


kompetensi Puskesmas 37 2012 sesuai
Jumlah 3 1 √
tenaga tehnis
(analis)

Penanggung dokter dokter √


jawab
laboratorium
Tenaga D3 analis D3 analis √
tehnis
pelayanan
laboratorium

Persyaratan STR STR √


Kompetensi
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA
DINAS KESEHATAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN LOPOK

LAMPIRAN 3 : Jenis-jenis pemerikasaan dan nilai rujukan hasil


pemeriksaan laboratorium

HEMATOLOGI
JENIS PEMERIKSAAN NILAI NORMAL
Hemoglobin L = 13.0 – 18.0 g/dl
P = 12.0 – 16.0 g/dl
KIMIA DARAH
Uric Acid L = 3.0 – 7.2 mg/dl
P = 2.0 – 6.0 mg/dl
Glukosa Darah Puasa 108 - 125 mg/dl
Glukosa Darah Sewaktu < 200 mg/dl
Kolesterol < 200 mg/dl
IMUNOLOGI
Widal :
Salmonella Typhi O Negatif
Salmonella Paratyphi A-O Negatif
Salmonella Paratyphi B-O Negatif
Salmonella Paratyphi C-O Negatif
Salmonella Typhi H Negatif
Salmonella Paratyphi A-H Negatif
Salmonella Paratyphi B-H Negatif
Salmonella Paratyphi C-H Negatif
HbsAg kualitatif Non Reaktif
HIV kualitatif Non Reaktif
Sifilis kualitatif Non Reaktif
Golongan Darah & Sesuai hasil pemeriksaan
Rhesus
Tes Kehamilan Positif/Negatif
URINALISA
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
pH 5.0 – 7.0
Protein urin Negatif
Glukosa urin Negatif
Sedimen :
Eritrosit 0 – 2 /LPB
Lekosit 0 – 5 /LPB
Silinder 0 – 2 /LPB
Kristal 0 – 5 /LPB
Epitel 0 – 5 /LPB
MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI
Malaria Negatif
Mycobacterium/Sputum Negatif
BTA
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA
DINAS KESEHATAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN LOPOK

LAMPIRAN 4 : waktu penyampaian hasil pemeriksaan laboratorium

JENIS PEMERIKSAAN WAKTU PEMERIKSAAN


Hemoglobin 10 Menit
Uric Acid < 5 menit
Glukosa < 5 menit
Kolesterol < 10 menit
Widal < 60 menit
HbsAg < 60 menit
HIV < 60 menit
Sifilis < 60 menit
Golongan darah & < 5 menit
rhesus
Tes Kehamilan < 5 menit
Urin Lengkap 30 menit
Malaria < 60 menit

Mycobacterium/Sputum 3 Hari
BTA
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA
DINAS KESEHATAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN LOPOK

LAMPIRAN 5 : PENETAPAN NILAI KRITIS

NO PARAMETER LIMIT LIMIT TINGGI SATUAN


RENDAH

1 Glukosa Darah <60 >500 mg/dl


(Dewasa)
2 Glukosa Darah (Bayi) <60 >325 mg/dl
3 Asam Urat 8 mg/dl
4 Kolesterol 350 mg/dl
5 Hemoglobin Ibu Hamil <8 >20 g/dl
6 Hemoglobin <6 >20 g/dl
7 Trombosit (dewasa) < 50.000 >600.000 /cmm (kasus
baru)`
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA
DINAS KESEHATAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN LOPOK

LAMPIRAN 6 : Pengendalian Mutu Laboratorium

Demi menjamin tercapai dan terpeliharanya mutu dari waktu ke


waktu, diperlukan bakuan mutu berupa pedoman/bakuan yang tertulis
yang dapat dijadikan pedoman kerja bagi tenaga pelaksana:
1 Tiap pelaksana yang ditunjuk memiliki pegangan yang jelas tentang apa
dan bagaimana prosedur melakukan suatu aktifitas.
2 Standar yang tertulis memudahkan proses pelatihan bagi tenaga
pelaksana baru yang akan dipercayakan untuk mengerjakan suatu
aktifitas.
3 Kegiatan yang dilaksanakan dengan mengikuti prosedur baku yang
tertulis akan menjamin konsistensinya mutu hasil yang dicapai.
4 Kebijakan mutu dibuat oleh penanggung jawab laboratorium.
5 Standar Operasional Prosedur dan instruksi kerja dibuat oleh tenaga
teknis laboratorium dan disahkan oleh penanggung jawab Laboratorium
Puskesmas.
Peningkatan Mutu Peningkatan Mutu adalah suatu proses terus
menerus yang dilakukan oleh laboratorium sebagai tindak lanjut dari
Pemantapan Mutu Internal (PMI) dan Pemantapan Mutu Eksternal (PME)
untuk meningkatkan kinerja laboratorium.
Pemantapan Mutu Pemantapan mutu (quality assurance)
laboratorium adalah keseluruhan proses atau semua tindakan yang
dilakukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan.
Kegiatan ini berupa Pemantapan Mutu Internal (PMI), Pemantapan Mutu
Eksternal (PME) dan Peningkatan Mutu.

A. Pemantapan Mutu Internal (PMI/Internal Quality Control)


Pemantapan Mutu Internal (PMI) adalah kegiatan pencegahan dan
pengawasan yang dilaksanakan oleh setiap laboratorium secara terus
menerus agar tidak terjadi atau mengurangi kejadian kesalahan atau
penyimpangan sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat.
1. Manfaat:
 Pemantapan dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan
mempertimbangkan aspek analitik dan klinis.
 Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga pengeluaran hasil yang
salah tidak terjadi dan perbaikan penyimpanan dapat dilakukan
segera.
 Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien,
pengambilan, pengiriman, penyimpanan dan pengolahan dan
pemeriksaan spesimen sampai dengan pencatatan dan pelaporan
telah dilakukan dengan benar.
 Mendeteksi penyimpangan dan mengetahui sumbernya
 Membantu perbaikan pelayanan kepada pelanggan (customer)

2. Cakupan Objek Pemantapan Mutu Internal meliputi aktivitas: tahap


praanalitik, tahap analitik dan tahap pasca-analitik.
 Tahap Pra-Analitik adalah tahap mulai mempersiapkan pasien,
mengambil spesimen, menerima spesimen, memberi identitas
spesimen, mengirim spesimen rujukan sampai dengan menyimpan
spesimen.
a) Persiapan pasien
Sebelum spesimen diambil harus diberikan penjelasan kepada
pasien mengenai persiapan dan tindakan yang hendak dilakukan.
b) Penerimaan spesimen
Petugas penerimaan spesimen harus memeriksa kesesuaian antara
spesimen yang diterima dengan formulir permintaan pemeriksaan
dan mencatat kondisi fisik spesimen tersebut pada saat diterima
antara lain volume, warna, kekeruhan, dan konsistensi. Spesimen
yang tidak sesuai dan memenuhi persyaratan hendaknya ditolak.
Dalam keadaan spesimen tidak dapat ditolak (via pos, ekspedisi),
maka perlu dicatat dalam buku penerimaan spesimen dan formulir
hasil pemeriksaan.
c) Penanganan spesimen
Pengelolaan spesimen dilakukan sesuai persyaratan, kondisi
penyimpanan spesimen sudah tepat, penanganan spesimen sudah
benar untuk pemeriksaan-pemeriksaan khusus, kondisi pengiriman
spesimen sudah benar.
d) Pengiriman spesimen
Spesimen yang sudah siap untuk diperiksa dikirimkan ke bagian
pemeriksaan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang diminta. Jika
Laboratorium Puskesmas tidak mampu melakukan pemeriksaan,
maka spesimen dikirim ke laboratorium lain dan sebaiknya dikirim
dalam bentuk yang relatif stabil.
e) Penyimpanan spesimen
Beberapa spesimen yang tidak langsung diperiksa dapat disimpan
dengan memperhatikan jenis pemeriksaan yang akan diperiksa.
Beberapa cara menyimpan spesimen antara lain :
1. Disimpan pada suhu kamar (misalnya penyimpanan usap
dubur dalam Carry & Blair untuk pemeriksaan Vibrio
cholera).
2. Disimpan dalam lemari es dengan suhu 0oC – 8oC.
3. Dapat diberikan bahan pengawet.
4. Penyimpanan spesimen darah sebaiknya dalam bentuk
serum.

 Tahap Analitik adalah tahap mulai dari persiapan reagen,


mengkalibrasi dan memelihara alat laboratorium, uji ketepatan dan
ketelitian dengan menggunakan bahan kontrol dan pemeriksaan
spesimen.
1. Persiapan reagen
Reagen memenuhi syarat sesuai standar yang berlaku, masa
kadaluarsa tidak terlampaui, cara pelarutan atau pencampuran
sudah benar, cara pengenceran sudah benar,
2. Kalibrasi dan pemeliharaan peralatan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium adalah peralatan
laboratorium, wadah spesimen. Harus dilakukan kalibrasi dan
pemeliharaan peralatan laboratorium secara teratur dan terjadwal.
Wadah spesimen harus bersih dan tidak terkontaminasi.
Contoh beberapa peralatan laboratorium yang perlu dikalibrasi
adalah:
a. Inkubator (Incubator)
b. Lemari es (Refrigerator/freezer)
c. Oven
d. Autoklaf (Autoclave)
e. Micro Pipet
f. Penangas air (Waterbath)
g. Sentrifus (Centrifuge)
h. Fotometer (Photometer)
i. Timbangan analitik
j. Timbangan elektrik
k. Thermometer
3. Uji ketelitian dan ketepatan dengan menggunakan bahan kontrol.
4. Pemeriksaan spesimen menurut metode dan prosedur sesuai protap
masing-masing parameter.
 Tahap Pasca-Analitik adalah tahap mulai dari mencatat hasil
pemeriksaan dan melakukan validasi hasil serta memberikan
interpretasi hasil sampai dengan pelaporan.
Kegiatan Pemantapan Mutu Internal (PMI) lainnya yang perlu
dilakukan di Puskesmas antara lain:
1. Pembuatan alur pasien, alur pemeriksaan, cara pengambilan
spesimen.
2. Pembuatan prosedur/instruksi kerja untuk pengambilan spesimen
dan setiap jenis pemeriksaan.

B. Pemantapan Mutu Eksternal (PME/External Quality Control)


Pemantapan Mutu Eksternal adalah kegiatan yang diselenggarakan
secara periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan
untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium dalam
bidang pemeriksaan tertentu. Penyelenggaraan kegiatan Pemantapan Mutu
Eksternal dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau internasional.
Setiap Laboratorium Puskesmas wajib mengikuti Pemantapan Mutu
Eksternal yang diselenggarakan oleh pemerintah secara teratur dan
periodik meliputi semua bidang pemeriksaan laboratorium.
Pemantapan mutu eksternal untuk berbagai bidang pemeriksaan
diselenggarakan pada berbagai tingkatan, yaitu
1. Tingkat nasional/tingkat pusat : Kementerian Kesehatan
2. Tingkat Regional : BBLK
3. Tingkat Propinsi/wilayah : BBLK/ BLK
Kegiatan pemantapan mutu eksternal ini sangat bermanfaat bagi
Laboratorium Puskesmas, karena dari hasil evaluasi yang diperoleh dapat
menunjukkan performance (penampilan/proficiency) laboratorium yang
bersangkutan dalam bidang pemeriksaan yang ditentukan.
Dalam melaksanakan kegiatan ini tidak boleh diperlakukan secara
khusus, harus dilaksanakan oleh petugas yang biasa melakukan
pemeriksaan tersebut serta menggunakan peralatan/reagen/metode yang
biasa digunakan, sehingga hasil pemantapan mutu eksternal tersebut
benar-benar dapat mencerminkan penampilan laboratorium yang
sebenarnya. Setiap nilai yang diterima dari penyelenggara dicatat dan
dievaluasi untuk mencari penyebab-penyebab dan mengambil langkah-
langkah perbaikan.
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA
DINAS KESEHATAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN LOPOK

LAMPIRAN 7: Ketersedian Reagensia

1. Kemampuan Pemeriksaan
Kemampuan pemeriksaan laboratorium di puskesmas meliputi
pemeriksaan-pemeriksaan dasar seperti:
a. Hematologi: Hemoglobin, Hematokrit, Hitung eritrosit, Hitung
trombosit, Hitung lekosit, Hitung jenis lekosit, LED, Masa perdarahan
dan Masa pembekuan.
b. Kimia klinik: Glukosa, Protein, Albumin, Bilirubin total, Bilirubin
direk, SGOT, SGPT, Alkali fosfatase, Asam urat, Ureum/BUN,
Kreatinin, Trigliserida, Kolesterol total, Kolesterol HDL dan Kolesterol
LDL.
c. Mikrobiologi dan Parasitologi: BTA, Diplococcus gram negatif,
Trichomonas vaginalis, Candida albicans, Bacterial vaginosis, Malaria,
Microfilaria dan Jamur permukaan.
d. Imunologi: Tes kehamilan, Golongan darah, Widal, VDRL, HbsAg,
Anti Hbs, Anti HIV dan Antigen/antibody dengue.
e. Urinalisa: Makroskopis (Warna, Kejernihan, Bau, Volume), pH,
Berat jenis, Protein, Glukosa, Bilirubin, Urobilinogen, Keton, Nitrit,
Lekosit, Eritrosit dan Mikroskopik (sedimen).
f. Tinja: Makroskopik, Darah samar dan Mikroskopik.
Metode-metode pemeriksaan laboratorium di puskesmas
menggunakan metode manual, semi automatik dan automatik.
2. Reagen
Reagen yang diperlukan disesuaikan dengan metode yang digunakan
untuk tiap pemeriksaan di laboratorium puskesmas tersebut.
Penanganan dan penyimpanan reagen harus sesuai persyaratan antara
lain:
a. Perhatikan tanggal kadaluwarsa, suhu penyimpanan.
b. Pemakaian reagen dengan metode First in–First out (sesuai urutan
penerimaan).
c. Sisa pemakaian reagen tidak diperbolehkan dikembalikan ke dalam
sediaan induk.
d. Perhatikan perubahan warna, adanya endapan, kerusakan yang
terjadi pada sediaan reagen.
e. Segera tutup kembali botol sediaan reagen setelah digunakan.
f. Lindungi label dari kerusakan.
g. Tempatkan reagen dalam botol berwarna gelap dan lemari supaya
tidak kena cahaya matahari langsung.
h. Reagen harus terdaftar di Kementerian Kesehatan.
i. Reagen HIV harus sudah dievaluasi oleh Laboratorium Rujukan
Nasional.
JUMLAH
NAMA/JENIS VOLUME/KIT DALAM
No MERK SATUAN KET
BARANG 1
TAHUN
KIMIA KLINIK
1 SGOT / ASTL Stanbio KIT 3x30 ml 1
2 SGPT / ALTL Stanbio KIT 3x30 ml 1
3 Glukosa Stanbio KIT 250 ml 6
4 Kreatinin Stanbio KIT 250 ml 1
5 Urea Stanbio KIT 3 x 50 ml 1
6 Asam Urat Stanbio KIT 4x30 ml 6
7 Kolesterol Total Stanbio KIT 4x30 ml 6
8 LDL- Cholesterol Stanbio KIT 4x30 ml 2
9 HDL- Cholesterol Stanbio KIT 4x30 ml 2
10 Trigliserida Stanbio KIT 4x30 ml 2

URINALISA
Stik Urine 10 100 stik
1 parameter Combostik KIT 1
Stik Urine 3 100 stik
2 parameter Combostik KIT 6
3 PP Tes onemed Box 50 stik 12

SEROIMUNOLOGI
1 Anti Sera A 10 ml Tulip KIT 10 ml 6
2 Anti Sera B 10 ml Tulip KIT 10 ml 6
3 Anti Sera AB 10 ml Tulip KIT 10 ml 6
4 Tidal tulip Tulip KIT 5 ml 12
5 HbsAG SD box 100 stik 8
6 VDRL KIT 5 ml 1
7 TPHA SD Box 100 stik 4
8 RDT DBD/IgG IgM SD Box 10 stik 4
9 Anti HIV SD Box 100 stik 4

HEMATOLOGI
SFRI H-18 Light
1 Hemaclair larutan SFRI KIT 60 ml 3
2 Diluclair larutan SFRI KIT 60 ml 12
3 Lysoglobin larutan SFRI KIT 500 ml 3
4 Diluturge SFRI KIT 1000 ml 3
5 Diluton larutan SFRI KIT 20 ltr 3
6 Drabkins larutan Human Tube 25 ml 12
7 EDTA 4 % 100 ml Bionalitika Botol 100 ml 6
8 Larutan reesceker Bionalitika Botol 100 ml 6
100 ml
9 Printer Paper SFRI Roll 12
10 HCL 0,1 N Bionalitika KIT 100 ml 2
11 HB stik Acon Botol 25 20
12 Na citrat 3,8% Bionalitika KIT 100 ml 2

VOLUME/KIT JUMLAH
NAMA/JENIS DALAM
No MERK SATUAN KET
BARANG 1
TAHUN
MIKROBIOLOGI & PARASITOLOGI
1 Cat Ziehl Neelsen Bionalitika KIT 100 ml 12
2 Oil Imersi /100 ml Bionalitika KIT 100 ml 2
3 Gimsa larutan Bionalitika Botol 100 ml 1
4 Cat gram Bionalitika Botol 100 ml 2
5 Eosin Bionalitika botol 100 ml 1
6 KOH 10 % Bionalitika botol 100 ml 2
7 NaCl 0,9 % Bionalitika botol 100 ml 2

BMHP
1 Alkohol 70 % Bionalitika Liter 1 ltr 12
Blood Lancet 100 stik
2 Autoclick Bionalitika Box 24
3 Blue Tip Bionalitika Pcs 1000 pcs 1000
4 Yellow Tip Bionalitika Pcs 1000 pcs 2000
5 Cover Glass Bionalitika Box 100 pcs 12
6 Slide / Objek Glass Bionalitika Box 72 pcs 30
Tabung Vakutainer 100 bh
7 EDTA 2 ml Bionalitika Box 8
8 Clorin 5%/Bayclean Jirigen 5 liter 3
9 Alkohol swab Box 24
Handscund Non 100 pcs
10 Steril M Bionalitika Box 6
11 Kapas 500 Gram Bionalitika Roll 6
12 Masker Disposible Bionalitika Box 100 pcs 6
13 Plester 7.5 X 4.5 m Bionalitika Roll 12
14 Spuit Disposible 3 cc Bionalitika Box 100 pcs 24
15 Hand scrub ( Antis ) Bionalitika Botol 250 ml 12
16 Kartu golongan darah Bionalitika Box 100 pcs 12
17 Spiritus Bionalitika Botol liter 3
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA
DINAS KESEHATAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN LOPOK

LAMPIRAN 7: KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI


LABORATORIUM

Setiap kegiatan yang dilakukan di Laboratorium Puskesmas dapat


menimbulkan bahaya/resiko terhadap petugas yang berada di dalam
laboratorium maupun lingkungan sekitarnya. Untuk mengurangi/
mencegah bahaya yang terjadi, setiap petugas laboratorium harus
melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kegiatan tersebut merupakan upaya kesehatan dan keselamatan
kerja laboratorium. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
A. Di Tempat Kerja dan Lingkungan Kerja
1. Desain Tempat Kerja Yang Menunjang K3
 Ruang kerja dirancang khusus untuk memudahkan proses kerja
di laboratorium;
 Tempat kerja disesuaikan dengan posisi atau cara kerja;
 Pencahayaan cukup dan nyaman;
 Ventilasi cukup dan sesuai;
 Prosedur kerja tersedia di setiap ruangan dan mudah dijangkau
jika diperlukan;
 Dipasang tanda peringatan untuk daerah berbahaya.
2. Sanitasi Lingkungan
 Semua ruangan harus bersih, kering dan higienis;
 Sediakan tempat sampah yang sebelah dalamnya dilapisi dengan
kantong plastik dan diberi tanda khusus;
 Tata ruang laboratorium harus baik sehingga tidak dapat
dimasuki/ menjadi sarang serangga atau binatang pengerat;
 Sediakan tempat cuci tangan dengan air yang mengalir dan
dibersihkan secara teratur;
 Petugas laboratorium dilarang makan dan minum dalam
laboratorium;
 Dilarang meletakkan hiasan dalam bentuk apapun di dalam
laboratorium.

B. Proses Kerja, Bahan dan Peralatan Kerja


1. Melaksanakan praktek laboratorium yang benar setiap petugas
laboratorium harus mengerti dan melaksanakan upaya pencegahan
terhadap bahaya yang mungkin terjadi, dapat menggunakan setiap
peralatan laboratorium dan peralatan kesehatan dan keselamatan kerja
dengan benar, serta mengetahui cara mengatasi apabila terjadi
kecelakaan di laboratorium.
2. Tersedia fasilitas laboratorium untuk kesehatan dan keselamatan kerja,
seperti tempat cuci tangan dengan air yang mengalir dan alat pemadam
kebakaran.
3. Petugas wajib memakai alat pelindung diri (jas laboratorium, masker,
sarung tangan, alas kaki tertutup) yang sesuai selama bekerja
4. Jas laboratorium yang bersih harus dipakai terus menerus selama
bekerja dalam laboratorium dan harus dilepaskan serta ditinggalkan di
laboratorium (hati-hati dengan jas laboratorium yang berpotensi
infeksi).
5. Untuk menghindari kecelakaan, rambut panjang harus diikat ke
belakang dengan rapi.
6. Petugas harus mencuci tangan secara higienis dan menyeluruh sebelum
dan setelah selesai melakukan aktifitas laboratorium dan harus
melepaskan baju proteksi sebelum meninggalkan ruang laboratorium.
7. Dilarang melakukan kegiatan percobaan laboratorium tanpa ijin
pejabat yang berwenang.
8. Dilarang makan, minum (termasuk minum dari botol air) dan merokok
di tempat kerja.
9. Tempat kerja harus selalu dalam keadaan bersih. Kaca pecah, jarum
atau benda tajam dan barang sisa laboratorium harus ditempatkan di
bak/peti dalam laboratorium dan diberi keterangan.
10. Sarung tangan bekas pakai harus ditempatkan dalam bak/ peti kuning
(menjadi limbah medis/ infeksius) yang diberi tanda khusus.
11. Semua tumpahan harus segera dibersihkan.
12. Dilarang menggunakan mulut pada waktu memipet, gunakan karet
penghisap.
13. Peralatan yang rusak atau pecah harus dilaporkan kepada penanggung
jawab Laboratorium.
14. Tas/kantong/tempat sampah harus ditempatkan di tempat yang
ditentukan.
15. Pengelolaan spesimen
 Setiap spesimen harus diperlakukan sebagai bahan infeksius.
 Harus mempunyai loket khusus untuk penerimaan spesimen.
 Setiap petugas harus mengetahui dan melaksanakan cara
pengambilan, pengiriman dan pengolahan spesimen dengan benar.
 Semua spesimen darah dan cairan tubuh harus disimpan pada
wadah yang memiliki konstruksi yang baik, dengan karet pengaman
untuk mencegah kebocoran ketika dipindahkan.
 Saat mengumpulkan spesimen harus berhati-hati guna menghindari
pencemaran dari luar kontainer atau laboratorium.
 Setiap orang yang memproses spesimen darah dan cairan tubuh
(contoh: membuka tutup tabung vakum) harus menggunakan sarung
tangan dan masker.
 Setelah memproses spesimen-spesimen tersebut harus cuci tangan
dan mengganti sarung tangan.
 Jarum yang telah digunakan harus diperlakukan sebagai limbah
infeksius dan dikelola sesuai ketentuan yang berlaku.
 Permukaan meja laboratorium dan alat laboratorium harus
didekontaminasi dengan desinfektan setelah selesai melakukan
kegiatan laboratorium.
16. Pengelolaan bahan kimia yang benar
 Semua petugas harus mengetahui cara pengelolaan bahan
kimia yang benar (antara lain penggolongan bahan kimia,
bahan kimia yang tidak boleh tercampur, efek toksik dan
persyaratan penyimpanannya).
 Setiap petugas harus mengenal bahaya bahan kimia dan
mempunyai pengetahuan serta keterampilan untuk menangani
kecelakaan. –
 Semua bahan kimia yang ada harus diberi label/etiket dan
tanda peringatan yang sesuai.
17. Pengelolaan Limbah
A. . Limbah Padat
 Limbah padat terdiri dari limbah/sampah umum dan limbah
khusus seperti benda tajam, limbah infeksius, limbah
sitotoksik, limbah toksik, limbah kimia, limbah B3 dan
limbah plastik.
 Fasilitas Pembuangan Limbah Padat:
1) Tempat Pengumpulan Sampah Terbuat dari bahan yang
kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian
dalamnya. Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan
ditutup, minimal terdapat satu buah untuk masing-
masing kegiatan. Kantong plastik diangkat setiap hari
atau apabila 2/3 bagian telah terisi sampah.
2) Setiap tempat pengumpulan sampah harus dilapisi
plastik sebagai pembungkus sampah dengan label dan
warna sebagai berikut:
a. Radio Aktif:
Merah: Sampah berbentuk benda tajam, ditampung
dalam wadah yang kuat/tahan benda tajam sebelum
dimasukkan ke dalam kantong yang sesuai dengan
kategori/jenis sampahnya.
b. Infeksius/ toksik/kimia : Kuning
c. Sitotoksik: Ungu
d. Umum Hitam “Domestik” : (Warna putih)
 Tempat Penampungan Sampah Sementara Tersedia tempat
penampungan sampah yang tidak permanen, yang diletakkan pada
lokasi yang mudah dijangkau kendaraan pengangkut sampah.
Tempat penampungan sampah sementara dikosongkan dan
dibersihkan sekurang-kurangnya satu kali dalam 24 jam.
 Tempat Pembuangan Sampah Akhir
a) Sampah infeksius, sampah toksik dan sitotoksik dikelola sesuai
prosedur dan peraturan yang berlaku.
b) Sampah umum (domestik) dibuang ke tempat pembuangan
sampah akhir yang dikelola sesuai dengan prosedur dan peraturan
yang berlaku.
B. Limbah Cair Limbah cair terdiri dari limbah cair umum/ domestik,
limbah cair infeksius dan limbah cair kimia.
 Cara menangani limbah cair:
 1) Limbah cair umum/domestik dialirkan masuk ke dalam septik
tank.
 2) Limbah cair infeksius dan Kimia dikelola sesuai dengan prosedur
dan peraturan yang berlaku.
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA
DINAS KESEHATAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN LOPOK

LAMPIRAN 7: Pengelolahan limbah bahan berbahya dan beracun

1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah


zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan
hidup manusia dan makhluk hidup lain.
2. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
3. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut
Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung B3.
4. Prosedur Pelindian Karakteristik Beracun (Toxicity Characteristic
Leaching Procedure) yang selanjutnya disingkat TCLP adalah
prosedur laboratorium untuk memprediksi potensi pelindian B3 dari
suatu Limbah.
5. Uji Toksikologi Lethal Dose-50 yang selanjutnya disebut Uji
Toksikologi LD50 adalah uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-
respon antara Limbah B3 dengan kematian hewan uji yang
menghasilkan 50% (lima puluh persen) respon kematian pada
populasi hewan uji.
6. Simbol Limbah B3 adalah gambar yang menunjukkan karakteristik
Limbah B3.
7. Label Limbah B3 adalah keterangan mengenai Limbah B3 yang
berbentuk tulisan yang berisi informasi mengenai Penghasil Limbah
B3, alamat Penghasil Limbah B3, waktu pengemasan, jumlah, dan
karakteristik Limbah B3.
8. Pelabelan Limbah B3 adalah proses penandaan atau pemberian label
yang dilekatkan atau dibubuhkan pada kemasan langsung Limbah
B3.
9. Ekspor Limbah B3 adalah kegiatan mengeluarkan Limbah B3 dari
daerah pabean Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10. Notifikasi Ekspor Limbah B3 adalah pemberitahuan terlebih
dahulu dari otoritas negara eksportir kepada otoritas negara
penerima sebelum dilaksanakan perpindahan lintas batas Limbah B3.
11. Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi
pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
12. Dumping (Pembuangan) adalah kegiatan membuang,
menempatkan, dan/atau memasukkan Limbah dan/atau bahan
dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan
persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
13. Pengurangan Limbah B3 adalah kegiatan Penghasil Limbah B3
untuk mengurangi jumlah dan/atau mengurangi sifat bahaya
dan/atau racun dari Limbah B3 sebelum dihasilkan dari suatu usaha
dan/atau kegiatan.
14. Penghasil Limbah B3 adalah Setiap Orang yang karena usaha
dan/atau kegiatannya menghasilkan Limbah B3.
15. Pengumpul Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan Pengumpulan Limbah B3 sebelum dikirim ke tempat
Pengolahan Limbah B3, Pemanfaatan Limbah B3, dan/atau
Penimbunan Limbah B3.
16. Pengangkut Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan Pengangkutan Limbah B3.
17. Pemanfaat Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan Pemanfaatan Limbah B3.
18. Pengolah Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan Pengolahan Limbah B3.
19. Penimbun Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan Penimbunan Limbah B3.
20. Penyimpanan Limbah B3 adalah kegiatan menyimpan Limbah
B3 yang dilakukan oleh Penghasil Limbah B3 dengan maksud
menyimpan sementara Limbah B3 yang dihasilkannya.
21. Pengumpulan Limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan
Limbah B3 dari Penghasil Limbah B3 sebelum diserahkan kepada
Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun
Limbah B3.
22. Pemanfaatan Limbah B3 adalah kegiatan penggunaan kembali,
daur ulang, dan/atau perolehan kembali yang bertujuan untuk
mengubah Limbah B3 menjadi produk yang dapat digunakan sebagai
substitusi bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan bakar yang
aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
23. Pengolahan Limbah B3 adalah proses untuk mengurangi
dan/atau menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat racun.
24. Penimbunan Limbah B3 adalah kegiatan menempatkan Limbah
B3 pada fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan
kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
25. Sistem Tanggap Darurat adalah sistem pengendalian keadaan
darurat yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, dan
penanggulangan kecelakaan serta pemulihan kualitas lingkungan
hidup akibat kejadian kecelakaan Pengelolaan Limbah B3.
26. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada Setiap
Orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal
atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan.
27. Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain
ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
28. Kerusakan Lingkungan Hidup adalah perubahan langsung
dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati
lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup
29. Perusakan Lingkungan Hidup adalah tindakan orang yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat
fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
30. Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup adalah cara atau proses untuk
mengatasi Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan
Lingkungan Hidup.
31. Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup adalah serangkaian
kegiatan penanganan lahan terkontaminasi yang meliputi kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemantauan untuk
memulihkan fungsi lingkungan hidup yang disebabkan oleh
Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Lingkungan
Hidup.

PENETAPAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN


 Jenis- jenis limbah B3
1. Limbah B3 berdasarkan kategori bahayanya terdiri atas:
a. Limbah B3 kategori 1
Limbah B3 kategori 1 merupakan Limbah B3 yang berdampak
akut dan langsung terhadap manusia dan dapat dipastikan
akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup
b. Limbah B3 kategori 2.
Limbah B3 kategori 2 merupakan Limbah B3 yang
mengandung B3, memiliki efek tunda (delayed effect), dan
berdampak tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan
hidup serta memiliki toksisitas sub-kronis atau kronis.
2. Limbah B3 berdasarkan sumbernya terdiri atas:
a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik merupakan Limbah B3
yang pada umumnya bukan berasal dari proses utamanya, tetapi
berasal dari kegiatan antara lain pemeliharaan alat, pencucian,
pencegahan korosi atau inhibitor korosi, pelarutan kerak, dan
pengemasan.
b. Limbah B3 dari B3 kedaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang
tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang, dan
bekas kemasan B3;
Limbah B3 dari sumber spesifik: Limbah B3 dari sumber
spesifik merupakan Limbah B3 sisa proses suatu industri atau
kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan
- Limbah B3 dari sumber spesifik umum
- Limbah B3 dari sumber spesifik khusus: yang dimaksud
dengan “Limbah B3 dari sumber spesifik khusus” adalah
Limbah B3 yang memiliki efek tunda (delayed effect),
berdampak tidak langsung terhadap manusia dan
lingkungan hidup, memiliki karakteristik beracun tidak
akut, dan dihasilkan dalam jumlah yang besar per
satuan waktu.
 Yang dimaksud dengan “melakukan identifikasi Limbah B3” adalah
menentukan sumber dan karakteristik Limbah B3. Informasi
mengenai karakteristik Limbah B3 diperlukan untuk Pengumpulan
Limbah B3 dimaksud dengan tepat
 Limbah di luar daftar Limbah B3 yang terindikasi memiliki
karakteristik Limbah B3, maka kita wajib melakukan uji karakteristik
untuk mengidentifikasi Limbah sebagai: a. Limbah B3 kategori 1;
b. Limbah B3 kategori 2; atau
c. Limbah nonB3.
 Karakteristik Limbah B3 sebagaimana dapat meliputi: mudah
meledak; mudah menyala; reaktif; infeksius; korosif; dan/atau
beracun.
 karakteristik limbah beracun melalui TCLP untuk menentukan
Limbah yang diuji memiliki konsentrasi zat pencemar lebih besar dari
konsentrasi zat pencemar pada kolom TCLP-A yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;
 karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LD50 untuk
menentukan Limbah yang diuji memiliki nilai Uji Toksikologi LD50
lebih kecil dari atau sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per
kilogram) berat badan hewan uji.
 Uji karakteristik untuk mengidentifikasi Limbah sebagai Limbah B3
kategori 2 meliputi uji:
a. karakteristik beracun melalui TCLP untuk menentukan Limbah
yang diuji memiliki konsentrasi zat pencemar lebih kecil dari
atau sama dengan konsentrasi zat pencemar pada kolom TCLP-A
dan memiliki konsentrasi zat pencemar lebih besar dari
konsentrasi zat pencemar pada kolom TCLP-B sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;
b. karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LD50 untuk
menentukan Limbah yang diuji memiliki nilai Uji Toksikologi
LD50 lebih besar dari 50 mg/kg (lima puluh miligram per
kilogram) berat badan hewan uji dan lebih kecil dari atau sama
dengan 5000 mg/kg (lima ribu miligram per kilogram) berat
badan hewan uji; dan
c. karakteristik beracun melalui uji toksikologi subkronis sesuai
dengan parameter uji.

 Pengurangan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun


Pengurangan Limbah B3 dapat dilakukan melalui:
a. substitusi bahan;
b. modifikasi proses; dan/atau
c. penggunaan penggunaan teknologi ramah lingkungan
 Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
Dilarang melakukan pencampuran Limbah B3 yang disimpannya.
Untuk dapat melakukan Penyimpanan Limbah B3, maka kita wajib
memiliki izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah
B3.
Syarat penyimpanan limbah B3:
a. wajib memiliki Izin Lingkungan;
b. harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada bupati/wali kota
dan melampirkan persyaratan izin.
Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan Izin
Lingkungan sebagaimana dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Persyaratan izin meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3 yang akan
disimpan;
d. dokumen yang menjelaskan tentang tempat Penyimpanan Limbah B3;
e. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan Limbah B3;
f. dokumen lain sesuai peraturan perundangundangan.

 Tempat Penyimpanan Limbah B3 harus memenuhi persyaratan:


a. lokasi Penyimpanan Limbah B3;
b. fasilitas Penyimpanan Limbah B3 yang sesuai dengan jumlah Limbah
B3, karakteristik Limbah B3, dan dilengkapi dengan upaya pengendalian
Pencemaran Lingkungan Hidup; dan
c. peralatan penanggulangan keadaan darurat dapat meliputi: alat
pemadam api dan alat penanggulangan keadaan darurat lain yang
sesuai

 Lokasi Penyimpanan Limbah B3 harus bebas banjir dan tidak rawan


bencana alam. Dalam hal lokasi Penyimpanan Limbah B3 tidak
bebas banjir dan rawan bencana alam, lokasi Penyimpanan Limbah B3
harus dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
 Fasilitas Penyimpanan Limbah B3 dapat berupa:
a. bangunan; d. tempat tumpukan limbah (waste pile);
b. tangki dan/atau kontainer; ; e. waste impoundment;
c. silo f. bentuk lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
 Fasilitas penyimpanan bangunan, tangki, silo dan atau bentuk dapat
digunakan untuk melakukan penyimpanan: Limbah B3 kategori 1;
Limbah B3 kategori 2 dari sumber tidak spesifik; dan Limbah B3
kategori 2 dari sumber spesifik umum.
 Fasilitas penyimpanan seperti bangunan, tempat tumpukan limbah,
silo, waste impoudenfmen dan atau temapat lain dapat digunakan
untuk melakukan Penyimpanan Limbah B3 kategori 2 dari sumber
spesifik khusus.
 Fasilitas Penyimpanan Limbah B3 berupa bangunan paling sedikit
memenuhi persyaratan:
a. desain dan konstruksi yang mampu melindungi Limbah B3 dari
hujan dan sinar matahari;
b. memiliki penerangan dan ventilasi;
c. memiliki saluran drainase dan bak penampung.
 Pengemasan Limbah B3 dapat dilakukan dengan menggunakan
kemasan yang:
a. terbuat dari bahan yang dapat mengemas Limbah B3 sesuai
dengan karakteristik Limbah B3 yang akan disimpan;
b. mampu mengungkung Limbah B3 untuk tetap berada dalam
kemasan;
c. memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya
tumpahan saat dilakukan penyimpanan, pemindahan, atau
pengangkutan; dan
d. berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau tidak
rusak.
 Kemasan Limbah B3 wajib dilekati Label Limbah B3 dan Simbol
Limbah B3.
Label Limbah B3 paling sedikit memuat keterangan mengenai:
a. nama Limbah B3;
b. identitas Penghasil Limbah B3;
c. tanggal dihasilkannya Limbah B3; dan
d. tanggal Pengemasan Limbah B3.
 Pemilihan Simbol Limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik
Limbah B3 (1)

 Pengangkutan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun


a. Pengangkutan Limbah B3 wajib dilakukan dengan menggunakan alat
angkut yang tertutup untuk Limbah B3 kategori 1.
b. Pengangkutan Limbah B3 dapat dilakukan dengan menggunakan alat
angkut yang terbuka untuk Limbah B3 kategori 2.
c. Pengangkutan Limbah B3 wajib memiliki: rekomendasi Pengangkutan
Limbah B3; dan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengangkutan Limbah B3.
d. Rekomendasi Pengangkutan Limbah B3 sebagaimana menjadi dasar
diterbitkannya izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengangkutan Limbah B3.
e. Untuk memperoleh rekomendasi Pengangkutan Limbah B3
Pengangkut Limbah B3 harus mengajukan permohonan secara
tertulis kepada Menteri dan dilengkapi dengan persyaratan yang
meliputi: identitas pemohon; akta pendirian badan usaha;bukti
kepemilikan atas dana Penanggulangan Pencemaran Lingkungan
Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dan dana penjaminan
Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup; bukti kepemilikan alat angkut;
dokumen Pengangkutan Limbah B3; dan kontrak kerjasama antara
Penghasil Limbah B3 dengan Pengumpul Limbah B3, Pemanfaat
Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3
yang telah memiliki izin.
f. Dokumen Pengangkutan Limbah B3 paling sedikit memuat: jenis dan
jumlah alat angkut; sumber, nama, dan karakteristik Limbah B3
yang diangkut; prosedur penanganan Limbah B3 pada kondisi
darurat peralatan untuk penanganan Limbah B3; dan prosedur
bongkar muat Limbah B3.
g. setelah menerima permohonan rekomendasi memberikan pernyataan
tertulis mengenai kelengkapan administrasi paling lama 2 (dua) hari
kerja sejak permohonan diterima.
h. Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan
verifikasi paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja.
i. Dalam hal hasil verifikasi menunjukkan: permohonan rekomendasi
memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan rekomendasi
Pengangkutan Limbah B3 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil
verifikasi diketahui; atau permohonan rekomendasi tidak memenuhi
persyaratan, Menteri menolak rekomendasi Pengangkutan Limbah B3
disertai dengan alasan penolakan.
j. Rekomendasi paling sedikit memuat: kode manifes Pengangkutan
Limbah B3; nama dan karakteristik Limbah B3 yang diangkut; dan
masa berlaku rekomendasi.

 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun


a. UMUM
Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan hidup dapat
menimbulkan bahaya terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia
serta makhluk hidup lainnya. Mengingat risiko tersebut, perlu diupayakan
agar setiap usaha dan/atau kegiatan menghasilkan Limbah B3 seminimal
mungkin dan mencegah masuknya Limbah B3 dari luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pengelolaan Limbah B3 dimaksudkan agar
Limbah B3 yang dihasilkan masing-masing unit produksi sesedikit
mungkin dan bahkan diusahakan sampai nol, dengan mengupayakan
reduksi pada sumber dengan pengolahan bahan, substitusi bahan,
pengaturan operasi kegiatan, dan digunakannya teknologi bersih. Jika
masih dihasilkan Limbah B3 maka diupayakan Pemanfaatan Limbah B3.
Pemanfaatan Limbah B3 yang mencakup kegiatan penggunaan
kembali (reuse),daur ulang (recycle), dan perolehan kembali (recovery)
merupakan satu mata rantai penting dalam Pengelolaan Limbah B3.
Penggunaan kembali (reuse) Limbah B3 untuk fungsi yang sama ataupun
berbeda dilakukan tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika,
biologi, dan/atau secara termal. Daur ulang (recycle) Limbah B3
merupakan kegiatan mendaur ulang yang bermanfaat melalui proses
tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal yang
menghasilkan produk yang sama, produk yang berbeda, dan/atau material
yang bermanfaat. Sedangkan perolehan kembali (recovery) merupakan
kegiatan untuk mendapatkan kembali komponen bermanfaat dengan proses
kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal.
Dengan teknologi Pemanfaatan Limbah B3 di satu pihak dapat
dikurangi jumlah Limbah B3 sehingga biaya Pengolahan Limbah B3 juga
dapat ditekan dan di lain pihak akan dapat meningkatkan kemanfaatan
bahan baku. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi kecepatan
pengurasan sumber daya alam. Untuk menghilangkan atau
mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan dari Limbah B3 yang dihasilkan
maka Limbah B3 yang telah dihasilkan perlu dikelola.
Terhadap Pengelolaan Limbah B3 perlu dilakukan pengelolaan yang
terpadu karena dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia,
mahluk hidup lainnya, dan lingkungan hidup jika tidak dilakukan
pengelolaan dengan benar. Oleh karena itu, diperlukan Peraturan
Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah B3 yang secara terpadu mengatur
keterkaitan setiap simpul Pengelolaan Limbah B3 yaitu kegiatan
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, pemanfaatan,
dan penimbunan Limbah B3. Pentingnya penyusunan Peraturan
Pemerintah ini secara tegas juga disebutkan dalam Agenda 21 Indonesia,
Strategi Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan dan sebagai
pelaksanaan dari Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pengelolaan Limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
mencakup Penyimpanan Limbah B3, Pengumpulan Limbah B3,
Pemanfaatan, Pengangkutan, dan Pengolahan Limbah B3 termasuk
Penimbunan Limbah B3 hasil pengolahan tersebut.
Dalam rangkaian Pengelolaan Limbah B3 terkait beberapa pihak
yang masing-masing merupakan mata rantai, yaitu:
a. Penghasil Limbah B3;
b. Pengumpul Limbah B3;
c. Pengangkut Limbah B3;
d. Pemanfaat Limbah B3;
e. Pengolah Limbah B3; dan
f. Penimbun Limbah B3.
Untuk memastikan bahwa setiap mata rantai Pengelolaan Limbah
B3 sebagaimana tersebut di atas dilakukan secara benar, tepat, dan sesuai
dengan tujuan dan persyaratan Pengelolaan Limbah B3 maka Pengelolaan
Limbah B3 wajib dilengkapi dengan izin yang terdiri atas:
a. Izin Pengelolaan Limbah untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3;
b. Izin Pengelolaan Limbah untuk kegiatan Pengumpulan Limbah B3;
c. Izin Pengelolaan Limbah untuk kegiatan Pengangkutan Limbah B3;
d. Izin Pengelolaan Limbah untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah B3;
e. Izin Pengelolaan Limbah untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3;
f. Izin Pengelolaan Limbah untuk kegiatan Penimbunan Limbah B3.
Izin Pengelolaan Limbah B3 merupakan instrumen administratif
preventif yang penerbitannya dapat dilakukan dalam 1 (satu) izin yang
terintegrasi oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan pengajuan pemohon izin, kecuali izin
pengelolaan Limbah untuk kegiatan Pengangkutan Limbah B3. Dumping
(Pembuangan) Limbah B3 merupakan alternatif paling akhir dalam
Pengelolaan Limbah B3. Pembatasan jenis Limbah B3 yang dapat dilakukan
Dumping (Pembuangan) ke laut dimaksudkan untuk melindungi ekosistem
laut serta menghindari terjadinya Pencemaran Lingkungan Hidup dan
Perusakan Lingkungan Hidup di laut karena air laut merupakan media
yang mudah dan cepat menyebarkan polutan dan/atau zat pencemar.
Dumping (Pembuangan) Limbah B3 ke laut hanya dapat dilakukan jika
Limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan di laut tidak dapat dilakukan
pengelolaan di darat berdasarkan pertimbangan lingkungan hidup, teknis,
dan ekonomi. Untuk dapat melakukan Dumping (Pembuangan)
Limbah B3 diharuskan memenuhi persyaratan yang terkait dengan jenis
dan kualitas Limbah B3 serta lokasi, sehingga Dumping (Pembuangan)
Limbah B3 tidak akan menimbulkan kerugian terhadap kesehatan
manusia, mahluk hidup lainnya, dan lingkungan hidup
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA
DINAS KESEHATAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN LOPOK

LAMPIRAN 7: pendelegasian wewenang


Daftar Nama Petugas yang di berikan pendelegasian wewenang untuk melakukan
tugas pemeriksaan laboratorium.

No Nama Petugas Wewenang tugas laboratorium yang Ket


didelegasikan
1. Pemeriksaan laboratorium untuk ibu
hamil seperti pemeriksaan hemoglobin
metode sahli/stik, protein urine dan tes
kehamilan menggunakan stik yang bersifat
urgen di luar jam kerja dapat dilakukan
oleh bidan yang sudah dilatih oleh petugas
analis kesehatan di Puskesmas Lopok.

2. Pemeriksaan laboratorium untuk pasien


ruang gawat darurat yang bersifat urgen
seperti hemoglobin metode sahli/stik dan
Gula Darah metode stik dapat dilakukan
oleh perawat yang telah dilatih oleh
petugas laboratorium Puskesmas Lopok,
sedangkan pemeriksaan laboratorium
lainnya bisa dilakukan pada saat hari
kerja
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA
DINAS KESEHATAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN LOPOK

LAMPIRAN 8: Rujukan Spesimen Laboratorium

Rujukan Spesimen yang sudah siap untuk diperiksa dikirimkan ke


bagian pemeriksaan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang diminta. Jika
Laboratorium Puskesmas tidak mampu melakukan pemeriksaan, maka
spesimen atau pasien dikirim ke laboratorium lain (dirujuk).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada rujukan laboratorium:
1. Spesimen yang akan dirujuk, sebaiknya dikirim dalam bentuk yang
relatif stabil.
Untuk itu perlu diperhatikan persyaratan pengiriman spesimen
antara lain:
a. Waktu pengiriman jangan melampaui masa stabilitas spesimen
b. Tidak terkena sinar matahari langsung
c. Kemasan harus memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium
termasuk pemberian label yang bertuliskan ”Bahan Pemeriksaan
Infeksius” atau ”Bahan Pemeriksaan Berbahaya”
d. Suhu pengiriman harus memenuhi syarat
e. Penggunaan media transpor untuk pemeriksaan mikrobiologi
2. Spesimen yang dirujuk harus diberi label berisi nomor spesimen,
nama, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal pengambilan spesimen
pada badan wadah
3. Spesimen yang dirujuk harus disertai formulir pengiriman yang berisi
data sebagai berikut:
a. Nomor spesimen
b. Nama penderita
c. Umur
d. Jenis kelamin
e. Alamat penderita
f. Tanggal dan jam pengambilan spesimen
g. Jenis spesimen dan asal bahan
h. Gejala penyakit, lamanya penyakit dan pengobatan yang diberikan
sebelumnya
i. Permintaan pemeriksaan
j. Tanggal pengiriman
k. Nama serta alamat pengirim : - Dokter - Puskesmas - dll
l. Kemudian dikirim melalui petugas atau melalui pos
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA
DINAS KESEHATAN
UNIT PELAKSANA TEKNIS
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN LOPOK

LAMPIRAN 9: Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan Pelaporan


1. Pencatatan Pencatatan selain untuk pemantauan data juga untuk
evaluasi.
Macam-macam pencatatan antara lain:
a. Buku Register Pendaftaran
b. Buku Permintaan Pemeriksaan dan Hasil Pemeriksaan
c. Buku Rujukan
d. Buku Ekspedisi pengambilan hasil
2. Pelaporan Pelaporan yang harus disampaikan secara berkala ke Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota berupa laporan bulanan yang merupakan hasil
rekapitulasi pencatatan harian. Laporan triwulan, semester, dan
tahunan sesuai ketentuan yang berlaku. Pelaporan hasil
laboratorium untuk penyakit tertentu menggunakan formulir baku
yang sudah ditentukan oleh program.

Anda mungkin juga menyukai