Anda di halaman 1dari 15

Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman

ISSN : 2685-6115 (Online)


2685-2853 (Cetak)

KONSTITUSI SEBAGAI TOLAK UKUR EKSISTENSI


NEGARA HUKUM MODERN DI INDONESIA

Mhd. Hendra Adha


Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Batubara

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang keberadaan konstitusi di Indonesia yang telah ditetapkan sejak
tanggal 18 Agustus 1945 sebagai tolak ukur eksistensi Negara hukum modern kita saat ini.
Pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, sedangkan sumber datanya berupa data
sekunder, analisisnya menggunakan diskriptif kualitatif. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa keberadaan konstitusi sebagai salah satu unsur negara mencerminkan sebuah negara
hukum modern karena di dalam konstitusi diatur perlindungan hak-hak asasi warga negara,
adanya asas kebebasan, persamaan, keterbukaan, keadilan serta adanya pembatasan terhadap
kekuasaan bagi penyelenggara negara.

Kata kunci : konstitusi, negara, negara hukum, negara hukum modern.

PENDAHULUAN
Salah satu prinsip dasar yang mendapatkan penegasan dalam perubahan UUD 1945
adalah prinsip negara hukum, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang
menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Bahkan secara historis, negara
hukum (rechtsstaat) adalah negara yang diidealkan oleh para pendiri bangsa sebagaimana
dituangkan dalam penjelasan umum UUD 1945 sebelum perubahan tentang sistem pemerintahan
negara yang menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat).
Implikasi ketentuan Pasal 1 Ayat (3) UUD Tahun 1945, memposisikan Negara Indonesia
sebagai negara hukum yang menganut supremasi konstitusi.Oleh karenanya negara Indonesia
diwajibkan melakukan pengakuan normatif dan empirik terhadap prinsip supremasi hukum, yaitu
bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi.Sebagai hukum
dasar tertulis (a written constitution), Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

611
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak)

1945 Pasal 1 Ayat (3) secara tegas menyatakan, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum
(Rechtstaats/ rule of law).
Konstitusi merupakan hukum dasar atau hukum yang paling tertinggi dalam suatu
negara.Konstitusi bisa berbentuk tertulis yang disebut dengan UndangUndang Dasar (UUD) dan
bisa berbentuk tidak tertulis yang disebut dengan Konvensi.Semua peraturan yang berada
dibawah konstitusi harus tunduk kepada Konstitusi.
Sejarah konstitusi Indonesia dapat dikatakan telah melewati berbagai tahap
perkembangan.Tiap tahap memunculkan model ketatanegaraan yang khas, sampai karena trauma
masa lalu terutama akibat praktek politik Orde Baru yang menyalah gunakan konstitusi untuk
tujuan kekuasaannya yang sentralistik dan otoriter, memunculkan ide untuk mengamandemen
UUD 1945.
Tahap perkembangan konstitusi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi beberapa
periode. Periode pertama berlaku UUD 1945, periode kedua berlaku Konstitusi RIS 1949,
periode ketiga berlaku Undang-Undang Dasar Sementara 1950, Periode keempat berlaku
kembali UUD 1945 beserta Penjelasannya. Setelah itu UUD 1945 diubah berturut-turut pada
tahun 1999, 2000, 2001, 2002 dengan menggunakan naskah yang berlaku mulai 5 Juli 1959
sebagai standar dalam melakukan perubahan di luar teks yang kemudian dijadikan lampiran yang
tak terpisahkan dari naskah UUD 1945.
Konstitusi/Undang-undang Dasar 1945 merupakan dokumen formal yang merupakan
hasil perjuangan politik bangsa di waktu lampau sehingga penyelenggara Negara yang
menyelenggarakan negara serta warga negara haruslah memegang teguh dan menerapkan pada
kehidupan sehari-hari bahwa konstitusi merupakan hukum dasar dan hukum yang paling
tertinggi dalam kehidupannya demi terwujudnya ketertiban, keadilan dan ketentraman hidup
bermasyarakat.
Salah satu unsur yang dimiliki oleh negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar
manusia (basic rights/fundamental rights) sebagaimana diungkapkan oleh Friedrich Julius Stahl.
Upaya mewujudkan konstitusi yang dapat mengikuti perkembangan dan memenuhi akan hak-hak
dasar manusia, konstitusi haruslah mempunyai aspek yang dinamis dan mampu menangkap
fenomena perubahan sejarah (historical change), sehingga dapat menjadikannya sebagai suatu
konstitusi yang selalu hidup (living constitution). Konstitusi sebagai hukum dasar utama dan

612
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak)

merupakan hasil representatif kehendak seluruh rakyat, haruslah dilaksanakan dengan sungguh-
sungguh di setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.Prinsip yang timbul adalah setiap
tindakan, perbuatan, dan/atau aturan dari semua otoritas yang diberi delegasi oleh konstitusi,
tidak boleh bertentangan dengan basic rights dalam konstitusi itu sendiri.
Untuk memahami hukum dasar suatu negara, belum cukup kalau hanya dilihat pada
ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam Undang Undang Dasar atau konstitusi saja, tetapi
harus dipahami pula aturan-aturan dasar yang muncul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis, atau sering dicontohkan dengan konvensi
ketatanegaraan suatu bangsa. Sebab dengan pemahaman yang demikian inilah ketertiban sebagai
fungsi utama adanya hukum dapat terealisasikan.
Makna dari negara hukum pada hakikatnya bersumber dari konsep dan teori kedaulatan
hukum, yang pada pokoknya menegaskan bahwa konsep dari kekuasaan tertinggi yang berada
dalam suatu negara adalah hukum itu sendiri.Oleh karena hal tersebut seluruh komponen yang
ada di dalam negara tersebut wajib untuk tunduk dan patuh serta menjunjung tinggi hukum tanpa
ada pengecualian. 1Berdasarkan pengertian dari negara hukum diatas maka konsep dari negara
hukum kesejahteraan menjadi fondasi fungsi dan kedudukan pemerintah dalam negara yang
modern.Lebih lanjut mengenai negara kesejahteraan merupakan suatu antitesis dari konsep
negara hukum formal, yang berlandaskan pemikiran-pemikiran untuk dilakukannya pengawasan
yang sangat ketat terhadap penyelenggaraan kekuasaan atau pemerintahan negara tersebut.
Berdasarkan uraian diatas maka akhirnya penulis tertarik untuk membahas permasalahan
konstitusi dikaitkan dengan fungsinya dalam mewujudkan negara hukum modern dalam sebuah
Jurnal Ilmiah yangberjudul “Konstitusi Sebagai Tolak Ukur Eksistensi Negara Hukum Modern”.

PEMBAHASAN
Pengertian Konstitusi
Istilah konstitusi telah dikenal sejak jaman Yunani Purba, hanya konstitusi itu masih
diartikan materiil karena konstitusi itu belum diletakkan dalam suatu naskah yang tertulis.Ini
dapat dibuktikan pada faham Aristoteles yang membedakan istilah politea dan nomoi.Politea
diartikan sebagai konstitusi, sedangkan nomoi adalah undang-undang biasa. Diantara kedua

1
B. Hestu Cipto Handayono, Hukum Tata Negara Indonesia Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi,
(Jakarta: Universitas Atma Jaya, 2009), h. 17.

613
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak)

istilah tersebut terdapat perbedaan yaitu bahwa politea mengancung kekuasaan yang lebih tinggi
daripada nomoi, karena politea mempunyai kekuasaan membentuk sedangkan pada
nomoikekuasaan itu tidak ada, karena ia hanya merupakan materi yang harus dibentuk agar
supaya tidak tercerai-berai.
Kata konstitusi berasal dari bahasa Perancis “constituer” yaitu sebagai suatu ungkapan
yang berarti membentuk. Menurut Jazim Hamidi, pemakaian kata konstitusi lebih dikenal untuk
maksud sebagai pembentukan, penyusunan atau menyatakan suatu negara. Dengan kata lain,
secara sederhana, konstitusi dapat diartikan sebagai suatu pernyataan tentang bentuk dan susunan
suatu negara, yang dipersiapkan sebelum maupun sesudah berdirinya negara yang
bersangkutan”.2Oleh karena itu ciri khas dari sebuah negara dapat dilihatdari konstitusi yang
digunakannya.
Dalam sejarah,kita melihat bahwa identifikasi antara pengertian konstitusi dan Undang-
Undang Dasar itu, dimulai sejak Oliver Cromwell (Lord Protector) kerajaan inggris (1599-1658)
yang menamakan Undang-Undang Dasar itu sebagai the Instrument of Government atau “ius
trusment of government” yang berati bahwa Undang-Undang Dasar dibuat sebagai pegangan
untuk memerintah dan dari sinilah muncul identifikasi dan Konstitusi dan Undang-Undang
Dasar. Pada tahun 1787 pengertian Konstitusi menurut Cromwell tersebut kemudian diambil alih
oleh Amerika Serikat yang selanjutnya oleh Lafayette diambil oleh Negara Perancis pada tahun
1789.
Pada umumnya, Negara-negara yang mendasarkan atas demokrasi konstitusional, maka
undang-undang dasar (sering disebut juga konstitusi dalam arti sempit) mempunyai fungsi yang
khusus yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan
kekuasaan tidak bersifat sewenangwenang sehingga hak-hak warga Negara akan lebih terjamin.
Pandangan ini dinamakan konstitualisme.
Namun secara terminologi, konstitusi tidak hanya dipahami dengan arti yang sesederhana
itu konstitusi tidak hanya dipahami dengan arti yang sesederhana itu.Konstitusi dipahami secara
lebih luas, selain dikarenakan oleh kompleksitasnya permasalahan mendasar yang harus diatur
oleh negara, juga dikarenakan oleh perkembangan pemikiran terhadap keilmuan dalam
memahami konstitusi sebagai hukum dasar (gronwet) dalam suatu negara.

2
Jazim Hamidi dan Malik, Hukum Perbandingan Konstitusi, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2008), h. 87.

614
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak)

Terlepas dari pendefinisian tentang konstitusi di atas, terdapat juga keanekaragaman dari
para ahli dalam memandang konstitusi.Leon Duguit misalnya, seorang pakar hukum kenamaan
dari Perancis, dalam bukunya Traite De Droit Constututionnel, dia memandang negara dari
fungsisosialnya.Pemikiran Duguit banyak dipengaruhi oleh aliran sosiologi yang diprakarsai oleh
Auguste Comte, menurutnya hukum itu adalah penjelmaan de facto dari ikatan solidaritas sosial
yang nyata.Dia juga berpendapat bahwa yang berdaulat itu bukanlah hukum yang tercantum
dalam bunyi teks undang-undang, melainkan yang terjelma di dalam sociale solidariteit
(solidaritas sosial).Oleh karena itu, yang harus ditaati adalah sociale recht itu.Bukan undang-
undang yang hanya mencerminkan sekelompok orang yang kuat dan berkuasa. 3
Lain halnya dengan Wheare, salah seorang pakar konstitusi modern, dikutip dalam buku
Jazim Hamidi yang berjudul Hukum Perbandingan Konstitusi, berujar, “…it use to describe the
whole system of government of a country, the collection of rules which establish and regulate or
govern the governmonet”. Konstitusi dalam pandangan Wheare tersebut di atas, selain dipahami
sebagai istilah untuk menggambarkan keseluruhan sistem pemerintahan suatu negara, juga
sebagai kumpulan aturan yang membentuk dan mengatur atau menentukan pemerintahan negara
yang bersangkutan.
Berangkat dari pendapat beberapa ahli tentang pengertian konstitusi di atas, dapat
disimpulkan bahwa konstitusi merupakan suatu kaidah hukum yangmemberikan batasan-batasan
terhadap kekuasaan dalam penyeleggaraan suatu Negara.Kontitusi mendeskripsikan tentang
penegakan hak-hak asasi manusia dan konstitusi berisikan materi mengenai susunan
ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental.
Teori konstitusi menghendaki negara terbentuk atas dasar hukum dasar (basic norm)
yang demokrasi yang merupakan naluri masyarakat suatu bangsa, sehingga konstitusi yang
dibentuk adalah konstitusi demokrasi yang menghendaki the rule of law.
Herman Heller dalam bukunya Verfassunglehre (ajaran tentang konstitusi), membagi
konstitusi itu dalam tiga tingkat yaitu: 4
1. Konstitusi Sebagai Pengertian Sosial Politik

3
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h.
97.
4
Indah Sari, Konstitusi Sebagai Tolak Ukur Eksistensi Negara Hukum Modern, (Volume 9 No. 1,
September 2018), h. 44-45.

615
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak)

Pada pengertian yang pertama ini konstitusi belum merupakan pengertian hukum, ia baru
mencerminkan keadaan sosial politik suatu bangsa itu sendiri. Di sini pengertian hukum adalah
sekunder, yang primer adalah bangunan-bangunan masyarakat atau political
decission.Bangunan-bangunan ini adalah keputusan masyarakat itu sendiri, misalnya siapa yang
menjadi kepala suku, pembantu, atau sebagainya.
2. Konstitusi Sebagai Pengertian Hukum (rechtsfervassung)
Pada pengertian kedua ini, keputusan-keputusan masyarakat tadi dijadikan suatu
perumusan yang normatif, yang kemudian harus berlaku (gehoren). Pengertian politik diartikan
sebagai eine seine yaitu suatu kenyataan yang harus dan diberikan suatu sanksi kalau hal tersebut
dilanggar. Dalam hal ini kita bisa mengambil contoh pada tingkat pertama seperti yang telah
dikemukakan di atas misalnya sifat tukar-menukar dalam perdagangan kemudian dijadikan jual -
beli, sewa - menyewa.Dalam bentuk yang kedua ini kemudian mengandung pengertian hukum
(rechtsfervassung).Rechtsfervassung ini tidak selalu tertulis, misalnya hukum adat. Di sini kita
melihat apa yang disebut abstraksi (konstruksi), yaitu suatu cara dalam ilmu pengetahuan hukum
untuk menarik unsur-unsur hukum dari kenyataan social yang kemudian dijadikan perumusan-
perumusan hukum. Seperti halnya dengan tukarmenukar tadi, kemudian dijadikan jual-beli
(bagian dari hukum perjanjian).Rechtsfervassung ada juga yang tertulis.Hal ini timbul sebagai
pengaruh dari aliran kodifikasi, yaitu yang menghendaki sebagian hukum ditulis dengan maksud
untuk mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan hukum dan kepastian hukum.
3. Konstitusi Sebagai Suatu Peraturan Hukum
Pengertian ketiga ini, adalah suatu peraturan hukum yang tertulis.Dengan demikian
Undang-undang Dasar adalah salah satu bagian dari konstitusi dan bukan sebagai penyamaan
pengertian menurut anggapananggapan sebelumnya.Penyamaan pengertian adalah pendapat yang
keliru, dan bila ada penyamaan pengertian maka ini adalah akibat pengaruh dari aliran kodifikasi
(aliran modern).
Menurut Prof. K.C. Wheare, dalam bukunya Modern Constitutions, pembahasan
mengenai urusan-urusan ketatanegaraan, istilah konstitusi lazim dipergunakan sekurang-
kurangnya dalam 2 pengertian, yaitu pertama dalam arti luas, dan kedua dalam arti sempit.
1. Konstitusi dalam arti luas, yaitu dipergunakan untuk menggambarkan seluruh sistem
pemerintahan suatu Negara yaitu sekumpulan peraturan yang menetapkan dan mengatur

616
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak)

pemerintahan atau sistem ketatanegaraan. Peraturan-peraturan ini sebagian bersifat


hukum dan sebagian lagi bersifat non hukum atau ekstra-hukum. Peraturan bersifat
hukum, dalam pengertian pengadilan mengakuinya sebagai hukum dan menerapkannya
dalam menyelesaikan suatu kasus konkret. Peraturan bersifat non hukum atau
ekstrahukum,dalam pengertian pengadilan tidak akan menerapkan peraturan tersebut bila
terjadi penlanggaran terhadapnya. Peraturan-peraturan non hukum dapat berbentuk
kebiasaan-kebiasaan, kesepakatan-kesepakatan,adatistiadat, atau konvensi-konvensi
(usages, understanding, customs, or conventions). Meskipun pengadilan tidak
mengakuinya sebagai hukum tetapi tidak berate peraturan-peraturan tersebut kurang
efektif dalam pengaturan pemerintahan Negara.
2. Konstitusi dalam arti sempit, kata ini digunakan bukan untuk mendiskripsikan aturan
hukum (tertulis) dan non hukum tetapi bukan untuk yaitu menunjukan kepada suatu
dokumen atau beberapa dokumen yang berkaitan erat serta memuat aturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan tertentu yang bersifat pokok/dasar dari ketatanegaraan suatu Negara.
Sifat Konstitusi
Berikut ini uraian singkat sifat konstitusi sebagai berikut :5
1. Konstitusi Luwes
Berkenan dengan konstitusi luwes, G.S. Diponolo mengemukakan Untuk dapat bertahan
lama maka konstitusi itu tidak boleh terlalu keras dan kaku. Segala sesuatu itu senantiasa
berubah, tidak ada sesuatu itu akan tetap selama-lamanya. Dan konstitusi itu harus tahan
menghadapi segala kedaan.Selain itu konstitusi juga memerlukan pengertian yang mendalam,
perhitungan seksama, kabijaksanaan bertindak dan keluwesan bergerak dalam menghadapi setiap
keadaan.
2. Konstitusi Tegas
Menurut G.S. Diponolo, para pembela konstitusi tegas umumnya berpendapat bahwa
sudah semestinya konstitusi itu harus tegas dan kokoh kuat, tahan untuk selama lamanya atau
setidak tidaknya untuk waktu yang cukup lama. Karena jika tidak demikian ia akan kehilangan
artinya sebagai piagam dasar Negara. Apa artinya konstitunsi yang dapat dibelok-belokan
kemana saja, yang dapat ditafsirkan bermacammacam, dan setiap waktu diubah dan dihapus.

5
G.S Diponolo, Ilmu Negara, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), h. 165.

617
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak)

Untuk mencegah salah tafsir dan penyelewengan, maka konstitusi itu harus disusun secara jelas
dan tandas yang tidak memungkinkan penafsiran yang berlain-lain, apalagi bertentangan.Dan
untuk menyelamatkan konstitusi itu dari kemungkinan penghapusan, penggantian atau perubahan
sewenang-wenang konstitusi itu harus memuat klausul yang melarang penghapusan, penggantian
atau perubahan bagaimanapun, kecuali dengan prosedur tertentu dimana diterapkan syarat-syarat
yang cukup berat.Misalnya dibentuk suatu badan khusus dan keputusannya diambil dari suatu
bulat atau dengan jumblah suara yang proposional tinggi hingga tidak memungkinkan
pengambilan keputusan yang tergesa-gesa.
3. Konstitusi Realistis
Realistis berarti berdasarkan keadaan dan kenyataan yang ada. Konstitusi yang
meninggalkan kenyataan akan tidak berguna, karena tidak dapat dilaksanakan dan akan segera
lenyap. Orang tidak dapat melepaskan dan melahirkan diri dari kenyataan.
4. Konstitusi Idealistis
Berkaitan dengan konstitusi realistis, orang ataupun suatu bangsa tidak hidup hanya dari
kenyataan saja. Bangsa yang hidup dari kenyataan saja ia akan menjadi statis dan beku,
terbelajang dan ketinggalan jaman.
5. Konstitusi Konservatif
Konstitusi harus konservatif.Konservatif dalam arti harus dapat mempertahankan nilai-
nilai yang tinggi pada unsure-unsur fundamental Negara dan rakyatnya.Unsure-unsur ini tidak
boleh tergoyahkan oleh mode atau gejolak emosi.Ia harus dilindungi terhadap goncangan-
goncangan pasang surutnya suatu keadaan.
6. Konstitusi Progresif
Konstitusi harus juga progresif.Untuk itu maka konstitusi harus diperlengkapi dengan
daya penyesuaian pada perkembangan masyarakat.Perkembangan yang juga menjadi kodrat
hidup. Itulah sebabnya ia harus progresif dalam arti harus dapat mengikuti jalanya
perkembangan. Kita tidak boleh takut pada perkembangan, sebaliknya kita harus senantiasa
dapat mengembangkan perkembangan.
Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi Rijid
K.C. wheare maupun C.F. Strong dalam menguraikan klasifikasi konstitusi fleksibel atau
rijid berasal dari pendapat James Bryce (yang pertama kali memperkenalkan konstitusi fleksibel

618
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak)

dan konstitusi rijid). Menurut James Bryce, 6 yang dimaksud konstitusi fleksibel ialah konstitusi
yang mengandung ciri-ciri pokok, yaitu:
1. Elstis, karena dapat menyesuaikan diri dengan mudah;
2. Diumumkan dan diubah dengan cara yang sama seperti undang-undang
Sebaliknya, suatu konstitusi dikatakan konstitusi rijid apabila mempunyai cirriciri :
1. Mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari peraturan perundang-undangan
yang lain;
2. Hanya dapat diubah dengan cara yang khusus atau istimewa
Menurut C.F. Strong:7
1. Konstitusi rijid, apabila perubahan konstitusi dengan cara yang khusus
2. Konstitusi fleksibel, apabila dapat diubah melalui proses yang sama dengan undang-
undang, artinya perubahan itu dilakukan dengan cara yang tidak sulit.
Berkaitan dengan fleksibel dan rijidnya suatu konstitusi, M. Kusnardi dan Harmaily
Ibrahim, mengemukakan bahwa menentukan suatu konstitusi bersifat fleksibel atau rijid dapat
dipakai ukuran yaitu cara merubah konstitusi dan apakah konstitusi itu mudah atau tidak
mengikuti perkembangan zaman.
Nilai Konstitusi
Pemikiran tentang nilai konstitusi dapat dikutip dari seorang sarjana, Karl
Loewenstein,yang mengadakan suatu penyelidikan mengenai apakah arti dari suatu konstitusi
tertulis (Undang-Undang Dasar) dalam suatu lingkungan nasional yang spesifik, terutama
kenyataan bagi rakyat biasa sehingga membawa Karl Loewenstein kepada tiga jenis penilaian
konstitusi, yaitu konstitusi yang mempunyai nilai normative, konstitusi yang mempunyai nilai
nominal, dan konstitusi yang mempunyai nilai nominal, dan konstitusi yang mempunyai nilai
semantik. 8
1. Nilai Normatif
Suatu konstitusi mempunyai nilai normatif apabila penerimaan segenap rakyat dari suatu
negara terhadap konstitusinya benar-benar murni dan konsekuen, konstitusi ituj ditaati

6
C.F. Strong, Modern Political Constitutions An Introduction to the Comparative Study of Their History
and Existing Form, Fifth Revised Edition 1958, Second Impression First Printed 1930, London: Sidgwick &
Jackson Limited, 1960.
7
Ibid.
8
Astim Riyanto, Teori Konstitusi, (Bandung: Penerbit Yapemdo, 2006), h. 113.

619
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak)

dan demikian dijunjung tinggi tanpa adanya penyelewengan sedikitpun juga. Konstitusi
memeng demikian diperlukan bagi perbuatan, perlakuan, dan kegiatan-kegiatan yang
efektif, ketentuan-ketentuan apa yang terdapat di dalamnya merupakan pedoman atau
pegangan yang mutlak harus dilaksanakan. Bila konstitusi itu dilaksanakan sepenuhnya
maka konstitusi itu disebut konstitusi normatif
2. Nilai Nominal
Nilai nominal dari suatu konstitusi kita peroleh apabila ada kenyataan sampai dimana
batas-batas berlakunya itu, yang dalam batas-batas berlakunya itulahyang dimaksud
dengan nilai nominal suatu konstitusi. Dari sejumlah pasaldalam suatu konstitusi terdapat
beberapa pasal yang tidak dapat diberlakukan dengan baik, bahkan mungkin dibeberapa
daerah tertentu terdapat pasal yang sama sekali tidak dapat diberlakaukan. Beberapa pasal
yang tidak dapat diberlakukan dengan baik atau tidak dapat diberlakukan sama sekali itu
mungkin dapat diberlakukan setelah mengalami perbaikan, perubahan, atau tambahan.
Dengan demikian, nilai normatif atau yang nyata berlaku adalah pasal-pasal yang berlaku
tadi, sedangkan pasal-pasal lain tidak dapat diberlakukan,baik diseluruh maupun
disebagian wilayah suatu Negara.
3. Nilai Semantik
Nilai konstitusi yang bersifat semantic ialah suatu konstitusi yang dilaksanakan dan
diperlakukan dengan penuh, tetapi hanyalah sekedar memberi bentuk (formalization) dari
tempat yang telah ada untuk melaksanakan kekuasaan politik.Maksud esensial dari suatu
konstitusi adalah mobilitas kekuasaan yang dinamis untuk mengatur, tetapi dalam ini
dibekukan demi kepentingan penguasa atau kepentingan pemehang kekuasaan yang
sebenarnya.Contoh Konstitusi Weimar (Jerman) yang demokratis, tetapi dalam
kenyataannya yang diperlakukanadalah sistem otoriter.
Tujuan dan Hakikat Konstitusi
Di kalangan para ahli hukum, pada umumnya dipahami bahwa hukum mempunyai tiga
tujuan pokok yaitu: (i) keadilan (justice); (ii) kepastian (certainty atau zekerheid); (iii) kegunaan
(utility). Keadilan itu sepadan dengan keseimbangan (balance, mizan) dan kepatutan (equity),
serta kewajaran (proportionality).Sedangkan kepastian hukum terkait dengan ketertiban (order)

620
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak)

dan ketentraman. Sementara itu, kegunaan diharapkan dapat menjamin bahwa nilai-nilai tersebut
akan mewujudkan kedamain hidup bersama. 9
Menurut J. Barents, ada tiga tujuan negara, yaitu: (i) untuk memelihara ketertiban dan
ketentraman; (ii) mempertahankan kekuasaan; dan (iii) mengurus halhal yang berkenaan dengan
kepentingan-kepentingan umum. Semeatara itu, Maurice Hauriou menyatakan bahwa tujuan
konstitusi adalah untuk menjaga keseimbangan antara: (i) ketertiban (order); (ii) kekuasaan
(gezag); (iii) kebebasan (vrijheid).10
Negara Hukum Modern
Pada era modern, tidak ada satu pun negara yang tidak mengaku bahwa negaranya adalah
Negara hukum (rechstaat) meskipun sistem ketatanegaraan, politik dan sistem pemerintahannya
masih jauh dari syifat dan hakikatnya negara hukum.Bentuk negara hukum modern terkait
dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan sistem yang
demokratis.Bentuk kongkrit pertemuan negara dan rakyat adalah pelayan publik, yaitu pelayanan
yang diberikan negara kepada rakyat, dan fungsi pelayanan yang paling mndasar adalah Negara
yang menjalankan fungsi pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat.11
Kenyataannya dasar-dasar klasifikasi modern memang tidak mungkin untuk membagi
negara-negara ke dalam kelas-kelas yang pada gilirannya menganggap tiap-tiap negara sebagai
suatu keseluruhan sebab totalitas kekuasaan semua negaraadalah sama; artinya setiap negara
adalah suatu badan politik yang berdaulat.Suatu komunitas bukanlah negara jika tidak berupa
badan politik yang berdaulat.Seperti yang di terangkan oleh penulis Amerika, Willoughby, “satu-
satunya cara untuk membedakan negara-negara adalah berdasarkan kekhasan struktural
organisasi pemerintahannya.”Segera setelah pernyataan ini direnungkan dilihat dari evolusi
konstitusionalisme modern yang sudah dijelaskan, klasifikasi yang menarik dan relevan pun
mulai terbentuk dengan sendirinya. Semua komunitas di Dunia Barat telah dipengaruhi oleh
pengaruh yang sama pada tingkatan yang kurang lebih sama pula sehingga persamaan di antara
mereka pasti menonjol dengan sendirinya. Di sisi lain, nasionalisme telah terbukti sebagai
kekuataan yang nyata karena separatisme yang membedakan negara-negara itu sama-sama

9
Ibid., h.119.
10
Maurice Hauriou, Precis de Droit Contitutionnel: lihat juga Abu Daud Busro, Ilmu Negara, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1990), h. 99.
11
Yopi Gunawan, Perkembangan Konsep Negara Hukum & Negara Hukum Pancasila, (Bandung: Refika
Aditama, 2015), h.60.

621
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak)

sangat menonjol. Oleh karena itu, dalam membuat klasifikasi ini, harus ditemukan terlebih dulu
kesamaan atribut yang dimiliki oleh semua negara konstitusional modern dan membagi negara-
negara itu berdasarkan kekhasan organisasi pemerintahannya. Dengan kata lain, pada gilirannya
masing-masing atribut tersebut harus dikaji dan negaranegara diklasifikasikan menurut sesuai
tidaknya dengan variasi atribut yang sedang dikaji tersebut.
Semua pemerintahan negara konstitusional memiliki tiga kekuasaan, yaitu kekuasaan
legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasan yudikatif atau kehakiman. Oleh sebab itu, dasar
pengklasifikasi negara harus ditemukan dalam lima bagian berikut: (1) bentuk negara tempat
konstitusi itu diberlakukan, (2) bentuk konstitusi itu sendiri, (3) bentuk lembaga legislative, (4)
bentuk lembaga eksekutif, (5) bentuk negara yudikatif atau peradilan. 12
Berdasarkan pengertian dalam konsep Negara Hukum Modern ada beberapa bagian yakni
perlindungan hak-hak asasi manusia: adanya pembagian atau pemisahan kekuasaan,
pemerintahaan berdasarkan undang-undang, adanya peradilan administrasi. Dan ada pula
supremasi hukum (supremacy of law), persamaan didapan hukum (equality before the law),
tindakan peradilan dan parlemen.
Berdasrakan di atas, maka menurut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang harustermuat
dalam konsep negara hukum modern saat ini di antaranya adalah sebagai berikut:
a) Adanya perlindungan hak asasi manusia.
b) Adanya supremasi hokum untuk menjaga kesewenangwenangan.
c) Adanya pemisahan kekuasaan.
d) Adanya persamaan di muka hukum dan pemerintahan.
e) Adanya peradilan administrasi.
f) Adanya Due Process of Law
Dalam “The International Commision of Jurists” (komisi ahli hukum internasional)
dikemukakan pulah bahwa terdapat prinsip-prinsip dasar yang dianggap sebagai ciri penting
yang harusada dalam sebuah negara hukum “the rule of law” (peraturan hukum). Prinsip-prinsip
yang dimaksud di sini adalah sebagai berikut:13
a) Negara harus tunduk pada hukum.

12
Ibid.,h.85-86.
13
Ibid.,h.61.

622
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak)

b) Pemerintah menghormati hak-hak individu.


c) Prinsip pradilan bebas dan tidak memihak “Independence and impartiality of judiciary”
(independensi dan ketidak berpihakan peradilan).
Dalam timbulnya dunia modern ini pada abad ke-20 ilmu pengetahuan dan teknologi
menjadi milik semua bangsa dan semua golongan masyarakat di seluruh dunia.Arus modernisasi
tak terbendung.Negara pertama yang menerima modernisasi adalah jepang. Kemudian, di susul
negara-negara lain. Pada awal abad ini pada umumnya negara telah memiliki kodeks undang-
undang berdasarkan prinsip dan kedaulatan rakyat dan kesamaan hak bagi semua warga
negara.Kodeks ini berakar pada pikiran filsafat yunani dan eropa yang dipratikkan di segala
kawasan dunia.Di negara-negara penjajahan kode itu dimasukkan karena tekanan kaumpenjajah,
tetapi setelah negara-negara itu merdeka, mereka mempertahankan undang-undang itu sebagai
hukum. 14
Ada dua fungsi hukum menurut Bernard Arif Sidharta, yaitu:
1. Hukum mengemban fungsi ekspresif yaitu mengungkapkan pandangan hidup, nilai-nilai
budaya dan keadilan.
2. Hukum mengemban fungsi instrumental yaitu sarana untuk menciptakan dan memelihara
ketertiban, stabilitas dan prediktabilitas, sarana untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan
mewujudkan keadilan, sarana pendidikan serta pengadaban masyarakat dan saran
pembaharuan masyarakat (mendorong, mengkanalisasi dan mengesahkan perubahan
masyarakat).
Menurut K.C Wheare dalam bukunya Modern Constitutions memberikan penjelasan yang
pada intinya kedudukan konstitusi dalam suatu negara bisa dipandang dari dua aspek, yaitu aspek
hukum dan aspek moral.
Pertama, konstitusi dilihat dari aspek hukum mempunyai derajat tertinggi (supremasi).
Dasar pertimbangan supremasi konstitusi itu adalah karena beberapa hal:
a. Konstitusi dibuat oleh Badan Pembuat Undang-Undang atau lembaga-lembaga
b. Konstitusi dibuat atas nama rakyat, berasal dari rakyat, kekuatan berlakunya dijamin oleh
rakyat, dan ia harus dilaksanakan langsung kepada masyarakat untuk kepentingan
mereka.

14
Abdul Hamid, Teori Negara Hukum Moderen, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), h.99.

623
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak)

c. Dilihat dari sudut hukum yang sempit yaitu dari proses pembuatannnya, konstitusi
ditetapkan oleh lembaga atau badan yang diakui keabsahannya.
Kedua, jika konstitusi dilihat dari aspek moral landasan fundamental, maka konstitusi
berada dibawahnya.Dengan kata lain, konstitusi tidak boleh bertentangann dengan nilai-nilai
universal dari etika moral.Oleh karena itu dilihat dari constitusional phyloshofi, apabila aturan
konstitusi bertentangan dengan etika moral, maka seharusnya konstitusi dikesampingkan.
Oleh krenanya, sistem hukum modern juga harus mencaerminkan rasa keadilan bagi
masyarakat.Hukum tersebut harus sesuai dengan kondisi masyarakat yang di aturnya hukum
dibuat dengan prosedur yang ditentukan.Hukum yang dapat di mengerti atau di pahami oleh
masyarakat.15

KESIMPULAN
Berdasarkan uaraian di atas, maka dapat disimpulkanbahwakonstitusi sebagai hukum
dasar yang utama dan merupakan hasil representatif kehendak seluruh rakyat, haruslah
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh di setiap sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara.Sesungguhnya konteks negara hukum yang modern pasti memegang prinsip-prinsip
demokrasi yang didasarkan pada konstitusi yang mana gunanya adalah untuk membatasi
kekuasaan pemerintah agar pemerintah tidak berlaku sewenang-wenang dalam
menyelenggarakan negara sehingga diharapkan hak-hak warganegara akan lebih terlindungi dan
terpenuhi. Dengan demikian, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang merupakan konstitusi bangsa dan negara Indonesia adalah aturan hukum tertinggi yang
keberadaannya dilandasi legitimasi kedaulatan rakyat dan negara hukum. Oleh karena itu,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dipandang sebagai bentuk
kesepakatan bersama (general agreement) ”seluruh rakyat Indonesia” yang memiliki kedaulatan.
Hal itu sekaligus membawa konsekuensi bahwa UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 merupakan aturan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
yang mengatur bagaimana kedaulatan rakyat akan dilaksanakan. Inilah yang secara teoritis
disebut dengan supremasi konstitusi sebagai salah satu prinsip utama tegaknya negara hukum
yang demokratis.

15
Ibid., h.112.

624
Al-Fathonah : Jurnal Pendidikan dan Keislaman
ISSN : 2685-6115 (Online)
2685-2853 (Cetak)

DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2009. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Diponolo, G.S. 2000.Ilmu Negara. Jakarta: Balai Pustaka.
Gunawan, Yopi. 2015. Perkembangan Konsep Negara Hukum & Negara Hukum Pancasila.
Bandung: Refika Aditama.
Handayono, B. Hestu Cipto. 2019. Hukum Tata Negara Indonesia Menuju Konsolidasi Sistem
Demokrasi. Jakarta: Universitas Atma Jaya.
Busro, Abu Daud. 1990. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamid, Abdul. 2016. Teori Negara Hukum Moderen. Bandung: Pustaka Setia.
Hamidi, Jazim dan Malik. 2008. Hukum Perbandingan Konstitusi. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Riyanto, Astim. 2006. Teori Konstitusi. Bandung: Penerbit Yapemdo.
Sari, Indah.2018. Konstitusi Sebagai Tolak Ukur Eksistensi Negara Hukum Modern. Volume 9
No. 1, September 2018.
Strong, C.F. 1960. Modern Political Constitutions An Introduction to the Comparative Study of
Their History and Existing Form, Fifth Revised Edition 1958, Second Impression
First Printed 1930, London: Sidgwick & Jackson Limited.

625

Anda mungkin juga menyukai