Anda di halaman 1dari 11

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT

Diagnosis Banding:- 3. Selalu menjaga kebersihan diri.


Komplikasi Kriteria Rujukan: -
1. Penyebaran infeksi ke vena fasialis, Prognosis
vena oftalmika, lalu ke sinus kavernosus
sehingga menyebabkan tromboflebitis sinus 1. Ad vitam : Bonam
kavernosus. 2. Ad functionam : Bonam
2. Abses. 3. Ad sanationam : Bonam
3. Vestibulitis. Peralatan dan Bahan Medis Habis Pakai
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 1. Lampu kepala
Penatalaksanaan 2. Spekulum hidung
3. Skalpel atau jarum suntik ukuran sedang
1. Non Medikamentosa (untuk insisi)
a. Kompres hangat 4. Kassa steril
b. Insisi dilakukan jika telah timbul abses 5. Klem
2. Medikamentosa 6. Pinset Bayonet
a. Antibiotik topikal, seperti salep 7. Larutan Povidon Iodin 7,5%
Bacitrasin dan Polimiksin B
b. Antibiotik oral selama 7-10 hari, yaitu Referensi
Amoksisilin 3 x 500 mg/hari, Sefaleksin 1. Adam, G.L. Boies L.R. Higler.Boies.Buku Ajar
4 x 250 – 500 mg/hari, atau Eritromisin Penyakit THT. Ed. ke- 6. Jakarta: EGC. 1997.
4 x 250 – 500 mg/hari.
2. Wardani, R.S. Mangunkusumo, E.Infeksi
Konseling dan Edukasi Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
1. Menghindari kebiasaan mengorek-ngorek Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala&Leher.
bagian dalam hidung. Ed. ke- Jakarta:Fakultas Kedokteran
2. Tidak memencet atau melakukan insisi Universitas Indonesia. 2007.
padafurunkel.

15. RINITIS AKUT


No. ICPC-2 : R74. Upper respiratory infection acute
No. ICD-10 : J00. Acute nasopharyngitis (common cold)
Tingkat Kemampuan : 4A

Masalah Kesehatan Hasil Anamnesis (Subjective)


Rinitis akut adalah peradangan pada mukosa Keluhan
hidung yangberlangsung akut (<12 minggu). Hal
ini dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, 1. Keluar ingus dari hidung (rinorea)
ataupun iritan. Radang sering ditemukan 2. Hidung tersumbat
karena manifestasi dari rinitis simpleks (common 3. Dapat disertai rasa panas atau gatal pada
cold), influenza, penyakit eksantem (seperti hidung
morbili, variola, varisela, pertusis), penyakit 4. Bersin-bersin
spesifik, serta sekunder dari iritasi lokal atau 5. Dapat disertai batuk
trauma.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 279
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT

Faktor Risiko mirip dengan common cold. Komplikasi


berhubungan dengan infeksi bakteri
1. Penurunan daya tahan tubuh. sering terjadi.
2. Paparan debu, asap, atau gas yang bersifat
iritatif. c. Rinitis eksantematous
3. Paparan dengan penderita infeksi saluran
napas. Morbili, varisela, variola, dan pertusis,
sering berhubungan dengan rinitis,
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang dimana didahului dengan eksantema
Sederhana (Objective) sekitar 2-3 hari. Infeksi sekunder dan
komplikasi lebih sering dijumpai dan
Pemeriksaan Fisik lebih berat.
1. Suhu dapat meningkat 2. Rinitis Bakteri
2. Rinoskopi anterior:
a. Tampak kavum nasi sempit, terdapat a. Infeksi non spesifik
sekret serous atau mukopurulen,
mukosa konka udem dan hiperemis. • Rinitis bakteri primer. Infeksi ini
b. Pada rinitis difteri tampak sekret yang tampak pada anak dan biasanya
bercampur darah. akibat dari infeksi pneumococcus,
c. Membran keabu-abuan tampak streptococcus atau staphylococcus.
menutup konka inferior dan kavum nasi Membran putih keabu-abuan yang
bagian bawah, membrannya lengket lengket dapat terbentuk di rongga
dan bila diangkat mudah berdarah. hidung, dan apabila diangkat
dapat menyebabkan pendarahan /
Pemeriksaan Penunjang: Tidak diperlukan epistaksis.
Penegakan Diagnostik (Assessment) • Rinitis bakteri sekunder merupakan
akibat dari infeksi bakteri pada
Diagnosis Klinis rinitis viral akut.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis b. Rinitis Difteri
dan pemeriksaan fisik. Klasifikasi berdasarkan
etiologi: Disebabkan oleh Corynebacterium
diphteriae, dapat berbentuk akut atau
1. Rinitis Virus kronik dan bersifat primer pada hidung
a. Rinitis simplek (pilek, selesma, common atau sekunder pada tenggorokan. Harus
cold, coryza) dipikirkan pada penderita dengan
riwayat imunisasi yang tidak lengkap.
Rinitis simplek disebabkan oleh Penyakit ini semakin jarang ditemukan
virus. Infeksi biasanya terjadi melalui karena cakupan program imunisasi yang
droplet di udara. Beberapa jenis virus semakin meningkat.
yang berperan antara lain, adenovirus,
picovirus, dan subgrupnya seperti 3. Rinitis Iritan
rhinovirus, dan coxsackievirus. Masa Disebabkan oleh paparan debu, asap atau
inkubasinya 1-4 hari dan berakhir dalam gas yang bersifat iritatif seperti ammonia,
2-3 minggu. formalin, gas asam dan lain-lain. Dapat juga
b. Rinitis influenza disebabkan oleh trauma yang mengenai
mukosa hidung selama masa manipulasi
Virus influenza A, Batau C berperan intranasal, contohnya pada pengangkatan
dalam penyakit ini. Tanda dan gejalanya corpus alienum. Pada rinitis iritan terdapat

280 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT

reaksi yang terjadi segera yang disebut 1. Menjaga tubuh selalu dalam keadaan sehat.
dengan “immediate catarrhalreaction”
bersamaan dengan bersin, rinore, 2. Lebih sering mencuci tangan, terutama
dan hidung tersumbat. Gejalanya dapat sebelum menyentuh wajah.
sembuh cepat dengan menghilangkan 3. Memperkecil kontak dengan orang-orang
faktor penyebab atau dapat menetap selama yang telah terinfeksi.
beberapa hari jika epitel hidung telah rusak.
Pemulihan akan bergantung pada kerusakan 4. Menutup mulut ketika batuk dan bersin.
epitel dan infeksi yang terjadi. 5. Mengikuti program imunisasi lengkap,
Diagnosis Banding sepertivaksinasi influenza, vaksinasi
MMR untuk mencegah terjadinya rinitis
Rinitis alergi pada serangan akut, Rinitis eksantematosa.
vasomotor pada serangan akut
6. Menghindari pajanan alergen bila terdapat
Komplikasi faktor alergi sebagai pemicu.
1. Rinosinusitis 7. Melakukan bilas hidung secara rutin.
2. Otitis media akut.
3. Otitis media efusi Peralatan
4. Infeksi traktus respiratorius bagian 1. Lampu kepala
bawah seperti laringitis, trakeobronkitis, 2. Spekulum hidung
pneumonia. 3. Suction
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Prognosis
Penatalaksanaan 1. Ad vitam : Bonam
1. Non medikamentosa 2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam
a. Istirahat yang cukup
Referensi
b. Menjaga asupan yang bergizi dan sehat
1. Adam, G.L. Boies, L.R. Higler.Boies.Buku Ajar
2. Medikamentosa Penyakit THT. Ed. ke-6. Jakarta: EGC. 1997.
a. Simtomatik: analgetik dan antipiretik 2. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and
(Paracetamol), dekongestann opikal, Neck Surgery. Ed. Ke-8. McGraw-Hill. 2003.
dekongestan oral (Pseudoefedrin,
Fenilpropanolamin, Fenilefrin). 3. Wardani, R.S. Mangunkusumo, E.Infeksi
Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
b. Antibiotik: bila terdapat komplikasi Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
seperti infeksi sekunder bakteri, Leher. Ed. ke-6.Jakarta: Fakultas Kedokteran
Amoksisilin, Eritromisin, Sefadroksil. Universitas Indonesia. 2007.
c. Untuk rinitis difteri: Penisilin sistemik
dan anti-toksin difteri. Rencana Tindak
Lanjut Jika terdapat kasus rinitis
difteri dilakukan pelaporan ke dinas
kesehatan setempat.
Konseling dan Edukasi
Memberitahu individu dan keluarga untuk:

PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 281
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT

16. RINITIS VASOMOTOR


No. ICPC-2 : R97 Allergic rhinitis
No. ICD-10 : J30.0 Vasomotor rhinitis
Tingkat Kemampuan 4A

Masalah Kesehatan Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Sederhana (Objective)
Rinitis vasomotor adalah salah satu bentuk
rinitis kronik yang tidak diketahui penyebabnya Pemeriksaan Fisik
(idiopatik), tanpa adanya infeksi, alergi,
eosinofilia, perubahan hormonal, dan pajanan Rinoskopi anterior:
obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, 1. Tampak gambaran konka inferior
aspirin, klorpromazin, dan obat topikal hidung membesar (edema atau hipertrofi),
dekongestan). Rinitis non alergi dan mixed berwarna merah gelap atau merah tua atau
rhinitis lebih sering dijumpai pada orang dewasa pucat. Untuk membedakan edema dengan
dibandingkan anak-anak, lebih sering dijumpai hipertrofi konka, dokter dapat memberikan
pada wanita dan cenderung bersifat menetap. larutan Epinefrin 1/10.000 melalui tampon
Hasil Anamnesis (Subjective) hidung. Pada edema, konka akan mengecil,
sedangkan pada hipertrofi tidak mengecil.
Keluhan 2. Terlihat adanya sekret serosa dan
biasanya jumlahnya tidak banyak. Akan
1. Hidung tersumbat, bergantian kiri dan tetapi pada golongan rinore tampak sekret
kanan tergantung posisi tidur serosa yang jumlahnya sedikit lebih banyak
pasien, memburuk pada pagi hari dan jika dengan konka licin atau berbenjol-benjol.
terpajan lingkungan non-spesifik seperti
perubahan suhu atau kelembaban udara, Pemeriksaan Penunjang
asap rokok, bau menyengat.
2. Rinore yang bersifat serosa atau mukus, Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk
kadang-kadang jumlahnya agak banyak. menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi.
3. Bersin-bersin lebih jarang dibandingkan Pemeriksaan dilakukan bila diperlukan dan
rinitis alergika. fasilitas tersedia di layanan Tingkat Pertama,
4. Lebih sering terjadi pada wanita. Faktor yaitu:
Predisposisi 1. Kadar eosinofil pada darah tepi atau sekret
1. Obat-obatan yang menekan dan hidung
menghambat kerja saraf simpatis antara 2. Tes cukit kulit (skin prick test)
lain: Ergotamin, Klorpromazine, obat anti 3. Kadar IgE spesifik
hipertensi, dan obat vasokonstriktor topikal.
2. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap Penegakan Diagnostik (Assessment)
rokok, udara dingin, kelembaban udara Diagnosis Klinis
yang tinggi, serta bau yang menyengat
(misalnya, parfum). Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
3. Faktor endokrin, seperti kehamilan, masa pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
pubertas, pemakaian kontrasepsi oral, dan bila diperlukan.
hipotiroidisme.
Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini
4. Faktor psikis, seperti rasa cemas, tegang, dan
dibedakan dalam 3 golongan, yaitu:
stress.

282 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT

1. Golongan bersin (sneezer): gejalabiasanya Fenilefrin) sebagai dekongestan hidung


memberikan respon baik dengan terapi oral dengan atau tanpa kombinasi
antihistamin dan glukokortikoid topikal. antihistamin.
2. Golongan rinore (runners): gejala rinore Konseling dan Edukasi
yang jumlahnya banyak.
Memberitahu individu dan keluarga untuk:
3. Golongan tersumbat (blockers): gejala
kongesti hidung dan hambatan aliran 1. Mengidentifikasi dan menghindari faktor
udara pernafasan yang dominan dengan pencetus, yaitu iritasi terhadap lingkungan
rinore yang minimal. non-spesifik.

Diagnosis Banding 2. Berhenti merokok.

Rinitis alergi, Rinitis medikamentosa, Rinitis akut Kriteria Rujukan

Komplikasi Jika diperlukan tindakan operatif

Anosmia, Rinosinusitis Prognosis

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 1. Ad vitam : Bonam


2. Ad functionam : Bonam
Penatalaksanaan 3. Ad sanationam : Bonam
1. Non medikamentosa Peralatan dan Bahan Medis Habis Pakai
Kauterisasi konka yang hipertofi dapat 1. Lampu kepala
menggunakan larutan AgNO3 25% atau 2. Spekulum hidung
trikloroasetat pekat. 3. Tampon hidung
4. Epinefrin 1/10.000
2. Medikamentosa
Referensi
a. Tatalaksana dengan terapi
kortikosteroid topikal dapat 1. Adam, G.L. Boies, L.R. Higler.Boies.Buku Ajar
diberikan, misalnya Budesonide 1-2 Penyakit THT. Ed. ke-6. Jakarta: EGC. 1997.
x/hari dengan dosis 100- 200 mcg/
hari. Dosis dapat ditingkatkan sampai 2. Irawati, N., Poerbonegoro, NL., Kasakeyan, E.
400 mcg/hari. Hasilnya akan terlihat Rhinitis Vasomotor dalam Buku Ajar Ilmu
setelah pemakaian paling sedikit Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
selama 2 minggu. Saat ini terdapat Kepala & Leher. Ed ke-6. Fakultas Kedokteran
kortikosteroid topikal baru dalam aqua Universitas Indonesia. Jakarta. 2007.
seperti Fluticasone Propionate dengan 3. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and
pemakaian cukup 1 x/hari dengan dosis Neck Surgery. Ed. Ke-8. McGraw-Hill. 2003.
200 mcg selama 1-2 bulan.
b. Pada kasus dengan rinorea yang berat,
dapat ditambahkan antikolinergik
topikal Ipratropium Bromide.
c. Tatalaksana dengan terapi oral dapat
menggunakan preparat
d. simpatomimetik golongan agonis alfa
(Pseudoefedrin, Fenilpropanolamin,

PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 283
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT

17. RINITIS ALERGI


No. ICPC-2 : R97 Allergic rhinitis
No. ICD-10 : J30.4 Allergic rhinitis, unspecified
Tingkat Kemampuan 4A

Masalah Kesehatan tinggi merupakan faktor risiko untuk


untuk tumbuhnya jamur, sehingga dapat
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang timbul gejala alergis.
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi 3. Terpaparnya debu tungau biasanya karpet
yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi.
alergen yang sama serta dilepaskan suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
dengan alergen spesifik tersebut. Menurut WHO Sederhana (Objective)
ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma),
2001, rinitis alergi adalah kelainan pada gejala Pemeriksaan Fisik
bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat 1. Perhatikan adanya allergic salute, yaitu
setelah mukosa hidung terpapar alergen yang gerakan pasien menggosok hidung dengan
diperantai oleh Ig E. tangannya karena gatal.
Rinitis ditemukan di semua ras manusia, pada 2. Wajah:
anak-anak lebih sering terjadi terutama anak a. Allergic shiners yaitu dark circles di
laki-laki. Memasuki usia dewasa, prevalensi laki- sekitar mata dan berhubungan dengan
laki dan perempuan sama. Insidensi tertinggi vasodilatasi atau obstruksi hidung.
terdapat pada anak-anak dan dewasa muda
b. Nasal crease yaitu lipatan horizontal
dengan rerata pada usia 8-11 tahun, sekitar 80%
(horizontal crease) yang melalui
kasus rinitis alergi berkembang mulai dari usia
setengah bagian bawah hidung akibat
20 tahun. Insidensi rinitis alergi pada anak-anak
kebiasaan menggosok hidung keatas
40% dan menurun sejalan dengan usia sehingga
dengan tangan.
pada usia tua rinitis alergi jarang ditemukan.
c. Mulut sering terbuka dengan lengkung
Hasil Anamnesis (Subjective) langit-langit yang tinggi, sehingga akan
Keluhan menyebabkan gangguan pertumbuhan
gigi-geligi (facies adenoid).
Pasien datang dengan keluhan keluarnya ingus 3. Faring: dinding posterior faring tampak
encer dari hidung (rinorea), bersin, hidung granuler dan edema (cobblestone
tersumbat dan rasa gatal pada hidung (trias appearance), serta dinding lateral faring
alergi). Bersin merupakan gejala khas, biasanya menebal. Lidah tampak seperti gambaran
terjadi berulang, terutama pada pagi hari. Bersin peta (geographic tongue).
lebih dari lima kali sudah dianggap patologik
dan perlu dicurigai adanya rinitis alergi dan ini 4. Rinoskopi anterior:
menandakan reaksi alergi fase cepat. Gejala lain a. Mukosa edema, basah, berwarna pucat
berupa mata gatal dan banyak air mata. atau kebiruan (livide), disertai adanya
sekret encer, tipis dan banyak. Jika kental
Faktor Risiko dan purulen biasanya berhubungan
1. Adanya riwayat atopi. dengan sinusitis.
2. Lingkungan dengan kelembaban yang b. Pada rinitis alergi kronis atau penyakit

284 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT

granulomatous, dapat terlihat adanya Diagnosis Banding


deviasi atau perforasi septum.
Rinitis vasomotor, Rinitis akut
c. Pada rongga hidung dapat ditemukan
massa seperti polip dan tumor, atau Komplikasi
dapat juga ditemukan pembesaran
Polip hidung, Sinusitis paranasal, Otitis media
konka inferior yang dapat berupa
edema atau hipertropik. Dengan Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
dekongestan topikal, polip dan hipertrofi
konka tidak akan menyusut, sedangkan Penatalaksanaan
edema konka akan menyusut. 1. Menghindari alergen spesifik
5. Pada kulit kemungkinan terdapat tanda 2. Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran
dermatitis atopi. jasmani telah diketahui berkhasiat dalam
menurunkan gejala alergis
Pemeriksaan Penunjang 3. Terapi topikal dapat dengan dekongestan
Bila diperlukan dan dapat dilakukan di layanan hidung topikal melalui semprot hidung.
Tingkat Pertama. Obat yang biasa digunakan adalah
oxymetazolin atau xylometazolin, namun
1. Hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hanya bila hidung sangat tersumbat dan
hidung. dipakai beberapa hari (< 2 minggu) untuk
2. Pemeriksaan Ig E total serum menghindari rinitis medikamentosa.
4. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala
Penegakan Diagnostik (Assessment) sumbatan hidung akibat respons fase lambat
Diagnosis Klinis tidak dapat diatasi dengan obat lain. Obat
yang sering dipakai adalah kortikosteroid
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, topikal: beklometason, budesonid, flutikason,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang mometason furoat dan triamsinolon.
bila diperlukan. 5. Preparat antikolinergik topikal adalah
ipratropium bromida yang bermanfaat untuk
Rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic
mengatasi rinorea karena aktivitas inhibisi
Rhinitis and it’s Impact on Asthma), 2001, rinitis
reseptor kolinergik pada permukaan sel
alergi dibagi berdasarkan sifat berlangsungnya
efektor.
menjadi:
6. Terapi oral sistemik
1. Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 a. Antihistamin
hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. • Anti histamin generasi 1:
2. Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/ difenhidramin, klorfeniramin,
minggu dan/atau lebih dari 4 minggu. siproheptadin.
• Anti histamin generasi 2: loratadin,
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya cetirizine
penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi: b. Preparat simpatomimetik golongan
agonis alfa dapat dipakai sebagai
1. Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan
dekongestan hidung oral dengan
tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai,
atau tanpa kombinasi antihistamin.
berolahraga, belajar, bekerja dan hal- hal
Dekongestan oral: pseudoefedrin,
lain yang mengganggu.
fenilpropanolamin, fenilefrin.
2. Sedang atau berat, yaitu bila terdapat 7. Terapi lainnya dapat berupa operasi
satu atau lebih dari gangguan tersebut di terutama bila terdapat kelainan anatomi,
atas. selain itu dapat juga dengan imunoterapi

PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 285
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT

Konseling dan Edukasi Peralatan


Memberitahu individu dan keluarga untuk: 1. Lampu kepala / senter
2. Spekulum hidung
1. Menyingkirkan faktor penyebab yang 3. Spatula lidah
dicurigai (alergen).
2. Menghindari suhu ekstrim panas maupun Prognosis
ekstrim dingin.
3. Selalu menjaga kesehatan dan kebugaran 1. Ad vitam : Bonam
jasmani. Hal ini dapat menurunkan gejala 2. Ad functionam : Bonam
alergi. 3. Ad sanationam : Dubia ad bonam

Pemeriksaan penunjang lanjutan Referensi

Bila diperlukan, dilakukan: 1. Adam, GL. Boies LR. Higler, Boies Buku Ajar
Penyakit THT. Ed. ke- 6. Jakarta: EGC. 1997.
1. Uji kulit atau Prick Test, digunakan untuk
menentukan alergen penyebab rinitis alergi 2. Bousquet, J. Cauwenberge, P. ARIA (Allergic
pada pasien. Rhinitis and Its Impact on Asthma Initiative).
2. Pemeriksaan radiologi dengan foto sinus 3. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and
paranasal. Neck Surgery. Ed. Ke-8. McGraw-Hill. 2003.
Kriteria Rujukan 4. Irawati, N. Kasakeyan, E. Rusmono, N.Rhinitis
1. Bila perlu dilakukan Prick Test untuk Alergi dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
mengetahui jenis alergen. Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher.
2. Bila perlu dilakukan tindakan operatif. Ed. ke-6. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2007

18. SINUSITIS (RINOSINUSITIS)


No ICPC-2 : R75. Sinusitis acute / chronic
No ICD-10 : J01. Acute sinusitis
J32. Chronic sinusitis
Tingkat Kemampuan 4A (Rinosinusitis akut)
3A (Rinosinusitis kronik)

Masalah Kesehatan Hasil Anamnesis (Subjective)


Rinosinusitis adalah penyakit akibat peradangan Keluhan
pada mukosa sinus paranasal dan rongga hidung.
Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan Tingkat 1. Gejala yang dialami, sesuai dengan kriteria
Pertama harus memiliki keterampilan yang pada tabel 10.10
memadai untuk mendiagnosis, menatalaksana, 2. Onset timbulnya gejala, dibagi menjadi:
dan mencegah berulangnya rinosinusitis. a. Akut : < 12 minggu
Tatalaksana rinosinusitis yang efektif dari b. Kronis : ≥ 12 minggu
dokter di fasilitas pelayanan kesehatan Tingkat 3. Khusus untuk sinusitis dentogenik:
Pertama dapat meningkatkan kualitas hidup a. Salah satu rongga hidung berbau busuk
pasien secara signifikan, menurunkan biaya b. Dari hidung dapat keluar ingus kental
pengobatan, serta mengurangi durasi dan atau tidak beringus
frekuensi absen kerja. c. Terdapat gigi di rahang atas yang
berlubang / rusak

286 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT

Tabel 10.10. Kriteria diagnosis rinosinusitis kemungkinan sinus yang terlibat


menurut American Academy of Otolaryngology adalah maksila, frontal, atau etmoid
anterior. Pada sinusitis dentogenik,
dapat pula tidak beringus.
c. Kelainan anatomis yang
mempredisposisi, misalnya: deviasi
septum, polip nasal, atau hipertrofi
konka.
4. Rinoskopi posterior
Bila pemeriksaan ini dapat dilakukan, maka
dapat ditemukan sekret purulen pada
Faktor Risiko nasofaring. Bila sekret terdapat di depan
Keluhan atau riwayat terkait faktor risiko, muara tuba Eustachius, maka berasal
terutama pada kasus rinosinusitis kronik, penting dari sinus-sinus bagian anterior (maksila,
untuk digali. Beberapa di antaranya adalah: frontal, etmoid anterior), sedangkan bila
sekret mengalir di belakang muara tuba
1. Riwayat kelainan anatomis kompleks Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus
osteomeatal, seperti deviasi septum bagian posterior (sfenoid, etmoid posterior).
2. Rinitis alergi 5. Otoskopi
3. Rinitis non-alergi, misalnya vasomotor,
medikamentosa Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi
4. Polip hidung adanya komplikasi pada telinga, misalnya
5. Riwayat kelainan gigi atau gusi yang tuba oklusi, efusi ruang telinga tengah, atau
signifikan kelainan pada membran timpani (inflamasi,
6. Asma bronkial ruptur).
7. Riwayat infeksi saluran pernapasan atas 6. Foto polos sinus paranasal dengan Water’s
akut yang sering berulang view (AP / lateral), bila fasilitas tersedia.
8. Kebiasaan merokok Pada posisi ini, sinus yang dapat dinilai
9. Pajanan polutan dari lingkungan sehari-hari adalah maksila, frontal, dan etmoid.
10. Kondisi imunodefisiensi, misalnya HIV/AIDS 7. Temuan yang menunjang diagnosis
11. Riwayat penggunaan kokain rinosinusitis antara lain: penebalan
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang mukosa (perselubungan), air-fluid level,
Sederhana (Objective) dan opasifikasi sinus yang terlibat. Foto
polos sinus tidak direkomendasikan untuk
1. Suhu dapat meningkat anak berusia di bawah 6 tahun. Pada pasien
2. Pemeriksaan rongga mulut dapat dewasa, pemeriksaan ini juga bukan
ditemukan karies profunda pada gigi rahang suatu keharusan, mengingat diagnosis
atas. biasanya dapat ditegakkan secara klinis.
3. Rinoskopi anterior. Rinoskopi anterior dapat Laboratorium, yaitu darah perifer lengkap,
dilakukan dengan atau tanpa dekongestan bila diperlukan dan fasilitas tersedia.
topikal. Pada rinosinusitis akut dapat
ditemukan: Penegakan Diagnosis (Assessment)

a. Edema dan / atau obstruksi mukosa di Rinosinusitis Akut (RSA)


meatus medius
Dasar penegakkan diagnosis RSA dapat dilihat
b. Sekret mukopurulen. Bila sekret pada tabel berikut ini.
tersebut nampak pada meatus medius,

PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 287
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT

Tabel 10.11. Dasar Penegakkan Diagnosis Tabel 10.12. Dasar Penegakkan Diagnosis
Rinosinusitis Akut (RSA) Rinosinusitis Kronik (RSK)

Diagnosis Banding
Berikut ini adalah diagnosis banding dari
Rinosinusitis akut dapat dibedakan lagi menjadi: rinosinusitis akut dan kronis:

1. Rinosinusitis akut viral (common cold): Bila Tabel 10.13. Diagnosis banding Rinosinusitis
durasi gejala < 10 hari Akut (RSA) dan Rinosinusitis Kronik (RSK)
2. Rinosinusitis akut pasca-viral:
a. Bila terjadi peningkatan intensitas
gejala setelah 5 hari, atau
b. Bila gejala persisten > 10 hari namun
masih < 12 minggu
3. Rinosinusitis akut bakterial: Bila terdapat
sekurangnya 3 tanda / gejala berikut ini:
a. Sekret berwarna atau purulen dari
rongga hidung
b. Nyeri yang berat dan terlokalisasi pada Komplikasi
wajah 1. Kelainan orbita
c. Demam, suhu > 38oC Penyebaran infeksi ke orbita paling sering
d. Peningkatan LED / CRP terjadi pada sinusitis etmoid, frontal, dan
e. Double sickening, yaitu perburukan maksila. Gejala dan tanda yang patut
setelah terjadi perbaikan sebelumnya dicurigai sebagai infeksi orbita adalah:
edema periorbita, selulitis orbita, dan nyeri
Rinosinusitis Kronis (RSK) berat pada mata. Kelainan dapat mengenai
Dasar penegakkan diagnosis RSK dapat dilihat satu mata atau menyebar ke kedua mata.
pada tabel 5.5 di lampiran 2. Kelainan intrakranial

288 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT

Penyebaran infeksi ke intrakranial dapat d. Pasien dianjurkan untuk membilas atau


menimbulkan meningitis, abses ekstradural, mencuci hidung secara teratur dengan
dan trombosis sinus kavernosus. Gejala larutan garam isotonis (salin).
dan tanda yang perlu dicurigai adalah:
sakit kepala (tajam, progresif, terlokalisasi), Rencana Tindak Lanjut
paresis nervus kranial, dan perubahan status 1. Pasien dengan RSA viral (common cold)
mental pada tahap lanjut. dievaluasi kembali setelah 10 hari
3. Komplikasi lain, terutama pada rinosinusitis pengobatan. Bila tidak membaik, maka
kronik, dapat berupa: osteomielitis sinus diagnosis menjadi RSA pasca viral dan
maksila, abses subperiosteal, bronkitis dokter menambahkan kortikosteroid (KS)
kronik, bronkiektasis. intranasal ke dalam rejimen terapi.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 2. Pasien dengan RSA pasca viral dievaluasi


kembali setelah 14 hari pengobatan. Bila
Rinosinusitis Akut (RSA) tidak ada perbaikan, dapat dipertimbangkan
rujukan ke spesialis THT.
Tujuan penatalaksanaan RSA adalah
mengeradikasi infeksi, mengurangi severitas 3. Pasien dengan RSA bakterial dievaluasi
dan durasi gejala, serta mencegah komplikasi. kembali 48 jam setelah pemberian antibiotik
Prinsip utama tatalaksana adalah memfasilitasi dan KS intranasal. Bila tidak ada perbaikan,
drainase sekret dari sinus ke ostium di rongga dapat dipertimbangkan rujukan ke spesialis
hidung. Tatalaksana RSA dapat dilihat dalam THT.
gambar Algoritma tatalaksana RSA. Kriteria Rujukan
Konseling dan Edukasi : Pada kasus RSA, rujukan segera ke spesialis THT
1. Pasien dan atau keluarga perlu mendapatkan dilakukan bila:
penjelasan yang adekuat mengenai penyakit 1. Terdapat gejala dan tanda komplikasi, di
yang dideritanya, termasuk faktor risiko yang antaranya: Edema / eritema periorbital
diduga mendasari. perubahan posisi bola mata, Diplopia,
2. Dokter bersama pasien dapat mendiskusikan Oftalmoplegia, penurunan visus, sakit
hal-hal yang dapat membantu mempercepat kepala yang berat, pembengkakan area
kesembuhan, misalnya: frontal, tanda-tanda iritasi meningeal,
a. Pada pasien perokok, sebaiknya kelainan neurologis fokal.
merokok dihentikan. Dokter dapat 2. Bila tidak terjadi perbaikan pasca terapi
membantu pasien berhenti merokok adekuat setelah 10 hari (RSA viral), 14 hari
dengan melakukan konseling (RSA pasca viral), dan 48 jam (RSA bakterial).
(dengan metode 5A) atau anjuran Rinosinusitis KronisStrategi tatalaksana RSK
(metode pengurangan, penundaan, atau meliputi identifikasi dan tatalaksana faktor
cold turkey, sesuai preferensi pasien). risiko serta pemberian KS intranasal atau
b. Bila terdapat pajanan polutan oral dengan / tanpa antibiotik. Tatalaksana
sehari-hari, dokter dapat membantu RSK dapat dilihat pada Algoritma
memberikan anjuran untuk tatalaksana RSK.
meminimalkannya, misalnya dengan
pasien menggunakan masker atau ijin Konseling dan Edukasi
kerja selama simtom masih ada. 1. Dokter perlu menjelaskan mengenai faktor
c. Pasien dianjurkan untuk cukup risiko yang mendasari atau mencetuskan
beristirahat dan menjaga hidrasi. rinosinusitis kronik pada pasien beserta
alternatif tatalaksana untuk mengatasinya.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 289

Anda mungkin juga menyukai