BAB II-III Survei Gizi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Upaya kesehatan masyarakat dalam mempertahankan gizinya telah
mengalami kemajuan. Namun, penyediaan pelayanan serta sarana dan
prasarana yang belum memadai. Status gizi merupakan keadaan kesehatan
yang dipengaruhi oleh interaksi antara makanan, tubuh manusia, dan uga
lingkungan hidup manusia. Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar
gambaran perubahan ukuran tubuh, tetapi juga memberikan gambaran tentang
keseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi sehingga pertumbuhan
merupakan indikator yang baik dari perkembangan status gizi anak
(Lembong, 2018).
Penilaian status gizi merupakan interprestasi dari data yang didapatkan
dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau
idividu yang berisiko atau dengan status gizi buruk. Penilaian status gizi
dengan metode antropometri secara umum bermakna ukuran tubuh manusia
yang berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Parameter yang
diukur antara lain BB dan TB. Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari
satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan
dengan umur.
Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh
setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia
balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini
bersifat ireversibel (tidak dapat pulih).
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan Masyarakat,
namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis
dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah
multifactor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan
berbagai sektor yang terkait (Konsep Masalah Gizi, 2009)
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan
tingkat kesejahteraan Masyarakat. Pada dasarnya ada beberapa penyebab
perubahan status gizi balita, bukan hanya disebabkan oleh kondisi kesehatan
saja, tetapi juga oleh faktor-faktor lain di luar kesehatan sangat
mempengaruhi, seperti kesejahteraan, Pendidikan, lapangan kerja dan lain-
lain.
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2021,
persentase balita pendek (TB/U) di Kabupaten Klaten sebesar 11,4 persen,
sedangkan persentase Provinsi Jawa Tengah sebesar 8,9 persen. Persentase
balita kurus di Kabupaten Klaten sebesar 5,1, sedangkan persentase Provinsi
Jawa Tengah sebesar 3,7 persen. Cakupan balita ditimbang di Kabupaten
Klaten sebesar 78,3 sedangkan cakupan Provinsi Jawa Tengah sebesar 78,5
persen. Dari ketiga aspek tersebut Kabupaten Klaten masih berada di bawah
persentase rata-rata di Provinsi Jawa Tengah. Sehingga dipandang perlu
melakukan analisis terhadap aspek gizi balita di Kabupaten Klaten.
Analisis dilakukan di Posyandu Melati 2 Dusun Sanggrahan Desa
Sanggarahan Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten. Jumlah balita
ditimbang di Posyandu merupakan data indikator terpantaunya pertumbuhan
balita melalui pengukuran perubahan berat badan setiap bulan sesuai umur.
Secara kuantitatif indikator balita ditimbang menjadi indikator pantauan
sasaran (monitoring covered), sedangkan secara kualitatif merupakan
indikator cakupan deteksi dini (surveillance covered). Semakin besar
persentase balita ditimbang semakin tinggi capaian sasaran balita yang
terpantau pertumbuhannya, dan semakin besar peluang masalah gizi bisa
ditemukan secara dini (Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2021).

B. TUJUAN
1. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur,
pendidikan dan pekerjaan orang tua
2. Mengetahui penghitungan status gizi balita Posyandu Melati 2, yang
diukur berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
3. Membuat analisis status gizi balita berdasarkan data yang telah dilakukan
pengolahan data status gizi balita Posyandu Melati 2.

C. MANFAAT
Manfaat bagi mahasiswa :
1. Mengetahui tingkat kesehatan balita di Posyandu Melati 2 berdasarkan
hasil penilaian status gizi yang dilakukan
2. Sebagai data dukung untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang
gizi kesehatan Masyarakat

Manfaat bagi Masyarakat :


1. Mengetahui tingkat kesehatan balita di Posyandu Melati 2 berdasarkan
hasil penilaian status gizi yang dilakukan
2. Mengetahui cara menangani balita dengan masalah gizi di Posyandu
Melati 2

Manfaat bagi Puskesmas/Dinas Kesehatan :


1. Sebagai evaluasi program gizi kesehatan Masyarakat khususnya gizi
balita
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Status Gizi
1. Pengertian Status Gizi
Menurut Supariasa,dkk, 2016, status gizi adalah ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari
nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Sementara Suyanto, 2009,
menjelaskan status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status
keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang
dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis
(pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan
lainnya). Marmi, 2013 menuliskan status gizi dapat diartikan sebagai
gambaran kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari keseimbangan
energi yang masuk dan yang dikeluarkan oleh tubuh. Sedangkan Harjatmo,
dkk, 2017, menuliskan status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat
gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Status gizi seseorang
tergantung dari asupan zat gizi dan kebutuhannya, jika antara asupan gizi
dengan kebutuhan tubuhnya seimbang, maka akan menghasilkan status
gizi yang baik.
2. Cara Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data
yang diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk
menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status
gizi kurang maupun gizi lebih. Menurut Supariasa, Bakri, dan Fajar,
2016, pada dasarnya status gizi dibagi menjadi dua yaitu secara
langsung dan tidak langsung.
a. Penilaian status gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat
penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
Masing-masing penilaian tersebut akan dibahas secara umum
sebagai berikut :
1) Antropometri
Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur antara lain : berat
badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit.
Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator sederhana
untuk penilaian status gizi perorangan maupun masyarakat.
Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status
gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan energi
dan protein. Adapun kelebihan dan kelemahan antropometri,
antara lain :
Kelebihan antropometri yaitu:
a) Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita
lingkar lengan atas, mikrotoa, dan alat pengukur panjang
bayi yang dapat dibuat sendiri di rumah.
b) Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang mudah dan
objektif.
c) Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga
khusus profesional, tetapi juga oleh tenaga lain setelah
dilatih untuk itu.
d) Biaya relatif murah karena alat mudah didapat dan tidak
memerlukan bahan-bahan lainnya.
e) Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang
batas (cut off points) dan baku rujukan yang sudah pasti.
f) Secara ilmiah diakui kebenarannya. Hampir semua
negara menggunakan antropometri sebagai metode untuk
mengukur status gizi masyarakat khususnya untuk
penapisan (screeaning) status gizi, karena antropometri
diakui kebenarannya secara ilmiah.
Kelemahan antropometri yaitu:
a) Tidak sensitif, metode ini tidak dapat mendeteksi status
gizi dalam waktu singkat. Selain itu, metode ini juga
tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu
seperti zink dan Fe.
b) Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan
penggunaan energi) dapat menurunkan spesifitas dan
sensitivitas pengukuran antropometri.
c) Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran, perubahan
hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan,
serta analisis dan asumsi yang keliru.
d) Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan : latihan
petugas yang tidak cukup, kesalahan alat atau alat tidak
ditera, dan kesulitan pengukuran.
e) Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi,
antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang
dikaitkan dengan variabel lain
Variabel tersebut adalah sebagai berikut:
2) Klinis
Penilaian status gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah
pertama untuk mengetahui keadaan gizi penduduk. Teknik
penilaian status gizi juga dapat dilakukan secara klinis.
Pemeriksaan secara klinis penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas peruahan-perubahan
yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.
Hal ini dapat diliat pada jaringan epitel seperti kulit, mata,
rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat
dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan
metode ini umumnya untuk survey klinis secara cepat (rapid
clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara
cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau
lebih zat gizi. Pemeriksan klinis terdiri dari dua bagian, yaitu:
a) Medical history (riwayat medis), yaitu catatan mengenai
perkembangan penyakit.
b) Pemeriksaan fisik, yaitu melihat dan mengamati gejala
gangguan gizi baik sign (gejala yang dapat diamati) dan
symptom (gejala yang tidak dapat diamati tetapi dirasakan
oleh penderita gangguan gizi).
3) Biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain : darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh
seperti hati dan otot. Salah satu ukuran yang sangat sederhana
dan sering digunakan adalah pemeriksaan haemoglobin sebagai
indeks dari anemia. Metode ini digunakan untuk suatu
peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi
yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik,
maka penentuan kimia faal dapat lebih banyak menolong untuk
menetukan kekurangan gizi yang spesifik.
4) Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khusunya
jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda dan gejala
kurang gizi. Pemeriksaan dengan memperhatikan rambut,
mata, lidah, tegangan otot, dan bagian tubuh lainnya.
b. Penilaian status gizi secara tidak langsung
Penilaian staus gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga
yaitu:
1) Survei konsumsi makanan
Pengertian survei konsumsi makanan adalah metode penentuan
status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis
zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan
dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi
pada masyarkat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2) Penggunaan statistik vital
Pengertian pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah
dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti
angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan angka
kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan status gizi. Penggunaannya dipertimbangkan
sebagai bahan dari indikator tidak langsung pengukuran status
gizi masyarakat.
3) Penilaian faktor ekologi
Pengertian Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan
masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,
biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia
sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,
irigasi, dan lain-lain. Penggunaan pengukuran faktor ekologi
dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi
di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program
intervensi gizi.

3. Indeks antropometri
Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi
adalah berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan menurut umur
(PB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks BB/U
adalah pengukuran total berat badan termasuk air, lemak, tulang, dan otot.
Indeks panjang menurut umur adalah pertumbuhan linier dan LILA
adalah pengukuran terhadap otot, lemak, dan tulang pada area yang
diukur.
a. Indeks BB/U
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran
masa tubuh, masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-
perubahan yang mendadak. Berat badan adalah parameter yang
sangat labil. Indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi saat ini.
Adapun kelebihan dan kelemahan dari indeks BB/U, antara lain :
Kelebihan indeks BB/U:
1) Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum.
2) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis.
3) Berat badan dapat berfluktuasi.
4) Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil.
5) Dapat mendeteksi kegemukan (overweight).

Kelemahan indeks BB/U:


1) Interpretasi status gizi keliru bila terdapat edema maupun asites.
2) Di daerah pedesaan yang masih terperinci dan tradisional, umur
sering sulit ditaksir secara tepat.
3) Memerlukan data umur yang akurat.
4) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran.
Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial
budaya setempat.

b. Indeks PB/U
Panjang badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
status gizi masa lalu dan saat kini. Pada keadaan normal, panjang badan
tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan panjang badan
tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah
kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi
terhadap panjang badan akan dampak dalam waktu yang relatif lama.
Adapun kelebihan dan kelamahan dari indeks PB/U, antara lain :
Kelebihan indeks PB/U:
1) Baik untuk menilai status gizi masa lampau.
2) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah.

Kelemahan indeks PB/U:


1) PB tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun.
2) Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak.
3) Ketepatan umur sulit di dapat.
c. Indeks BB/TB
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan.
Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status
gizi saat kini (sekarang). Indeks BB/TB adalah indeks yang
independen terhadap umur. Dalam keadaan normal, perkembangan
berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu. Adapun kelebihan dan kelemahan indeks BB/TB,
antara lain :
Kelebihan indeks BB/TB:
1) Tidak memerlukan data umur.
2) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk dan normal).

Kelemahan indeks BB/TB:


1) Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek,
cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya,
karena faktor umur tidak dipertimbangkan.
2) Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan
pengukuran panjang/tinggi badan pada kelompok balita.
3) Membutuhkan dua macam alat ukur.
4) Pengukuran relatif lebih lama.
5) Membutuhkan dua orang untuk melakukannya.
6) Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran,
terutama bila dilakukan oleh kelompok profesional.
d. Indeks IMT/U
Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi. Hasil
pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penetuan umur yang tepat.
Pengukuran status gizi balita dapat dilakukan dengan indeks
antropometri dan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus
perhitungan IMT sebagai berikut:
IMT = Berat badan (kg)
Tinggi badan (m)X Tinggi badan (m)
Pengukuran status gizi pada anak menggunakan rumus Z-score. Secara
umum, rumus perhitungan Z-score adalah
Z-score = Nilai Individu SubyekNilai Median Baku Rujukan
Nilai Simpang Baku Rujukan
Nilai simpang baku rujukan disini maksudnya adalah selisih kasus
dengan standar +1 SD atau -1 SD. Jadi apabila BB/TB pada kasus
lebih besar daripada median, maka nilai simpang baku rujukannya
diperoleh dengan mengurangi +1 SD dengan median. Tetapi jika
BB/TB kasus lebih kecil daripada median, maka nilai simpang baku
rujukannya menjadi median dikurangi dengan -1 SD. Menurut
Kemenkes RI, 2010, kategori dan ambang batas status gizi berdasarkan
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) anak umur 5-18 tahun.
Adapun kelebihan dan kelemahan dari indeks IMT/U, antara lain :
Kelebihan indeks IMT/U:
1) Alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat
badan.
Kelemahan indeks IMT/U:
1) Tidak dapat diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya
seperti adanya edema, asites, dan hepatomegali.
Tabel 1.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan
Indeks
Inde Kategori Status Gizi Ambang Batas
ks (Z- Score)
Berat Badan Berat badan <-3 SD
menurut umur sangat kurang
(BB/U) anak usia 0- (severely
60 bulan
underweight)
Berat badan - 3 SD sd <- 2 SD
kurang
(underweight)
Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
Risiko Berat > +1 SD
badan lebih
Panjang Badan atau Sangat pendek <-3 SD
Tinggi Badan (severely stunted)
menurut Umur Pendek (stunted) - 3 SD sd <- 2 SD
(PB/U atau TB/U) Normal -2 SD sd +3 SD
anak usia 0 - 60 Tinggi > +3 SD
bulan
Berat Badan Gizi buruk <-3 SD
menurut Panjang (severely wasted)
Badan atau Tinggi Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd <- 2 SD
Badan (BB/PB atau Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
BB/TB) anak usia 0
Berisiko gizi > + 1 SD sd + 2 SD
- 60 bulan
lebih (possible
risk of
overweight)
Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd + 3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Indeks Massa Gizi buruk <-3 SD
Tubuh menurut (severely wasted)
Umur (IMT/U) Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd <- 2 SD
anak usia Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
0 - 60 bulan
Berisiko gizi > + 1 SD sd + 2 SD
lebih (possible
risk of
overweight)
Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Sumber : PMK No 2 Tahun 2020
4. Faktor yang mempengaruhi Status Gizi
Menurut Call dan Levinson (Supariasa, ID.N., Bachyar B., dan Ibnu
F, 2016. Penilaian Status Gizi Edisi 2) bahwa status gizi dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan, terutama adanya
penyakit infeksi, kedua faktor ini adalah penyebab secara langsung.
Penyakit infeski adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen
biologis seperti virus, bakteri atau parasit, bukan disebabkan oleh faktor
fisik seperti luka bakar atau keracunan. Status gizi seseorang selain
dipengaruhi oleh jumlah asupan makan yang dikonsumsi juga terkait dengan
penyakit infeksi, seseorang yang baik dalam mengonsumsi makanan apabila
sering mengalami diare atau demam maka rentan terkena gizi kurang.

Sedangkan faktor tidak langsung yang mempengaruhi pola konsumsi


adalah zat gizi dalam makanan, ada tidaknya program pemberian makan di
luar keluarga, kebiasaan makan, dan faktor tidak langsung yang
mempengaruhi penyakit infeksi adalah daya beli keluarga, kebiasaan
makan, pemeliharaan kesehatan, lingkungan fisik dan sosial (Supariasa,dkk
2016). Selain itu status gizi dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor
internal. Berikut status gizi yang dipengaruhi oleh faktor eksternal antara
lain:

a. Pendapatan
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi
dan pola konsumsi. Ada dua aspek kunci yang berhubungan antara
pendapatan dengan pola konsumsi makan, yaitu pengeluaran makanan
dan tipe makanan yang dikonsumsi. Apabila seseorang memiliki
pendapatan yang tinggi maka dia dapat memenuhi kebutuhan akan
makanannya (Gesissler, 2005). Meningkatnya pendapatan seseorang
merupakan cerminan dari suatu kemakmuran. Orang yang sudah
meningkat pendapatannya, cenderung untuk berkehidupan serba
mewah. Kehidupan mewah dapat mempengaruhi seseorang dalam
dalam hal memilih dan membeli jenis makanan yang akan dikonsumsi.
b. Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap
dan perilaku orang tua atau masyarakat tentang status gizi yang baik.
Pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan pengetahuan, semakin
tinggi pendidikan seseorang maka sangat diharapkan semakin tinggi
pula pengetahuan orang tersebut mengenai gizi dan kesehatan.
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, akan mudah dalam
menyerap dan menerapkan informasi gizi, sehingga diharapkan dapat
menimbulkan perilaku dan gaya hidup yang sesuai dengan informasi
yang didapatkan mengenai gizi dan kesehatan. Tingkat pendidikan
sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan (WNPG, 2018).
Pendidikan juga berperan penting dalam meningkatkan status gizi
seseorang. Pada umumnya tingkat pendidikan pembantu rumah tangga
masih rendah (tamat SD dan tamat SMP). Pendidikan yang rendah
sejalan dengan pengetahuan yang rendah, karena dengan pendidikan
rendah akan membuat seseorang sulit dalam menerima informasi
mengenai hal-hal baru di lingkungan sekitar, misalnya pengetahuan
gizi. Pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi sangat diperlukan oleh
pembantu rumah tangga. Selain untuk diri sendiri, pendidikan dan
pengetahuan gizi yang diperoleh dapat dipratekkan dalam pekerjaan
yang mereka lakukan.
c. Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja bagi ibu-ibu akan
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
d. Budaya
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan
kebiasaan.
Status gizi yang dipengaruhi oleh faktor internal antara lain:
a. Umur
Umur akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki
orang tua dalam pemberian nutrisi pada anak dan remaja. Kebutuhan
energi individu disesuaikan dengan umur, jenis kelamin, dan tingkat
aktivitas. Jika kebutuhan energi (zat tenaga) terpenuhi dengan baik
maka dapat meningkatkan produktivitas kerja, sehingga membuat
seseorang lebih semangat dalam melakukan pekerjaan. Apabila
kekurangan energi maka produktivitas kerja seseorang akan menurun,
dimana seseorang akan malas bekerja dan cenderung untuk bekerja
lebih lamban.
b. Kondisi fisik
Seseorang yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut
usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan
mereka yang buruk. Anak dan remaja pada periode hidup ini kebutuhan
zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat.
c. Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau
menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan.
d. Pola Konsumsi
 Pengertian Pola Konsumsi
Pola konsumsi adalah cara sesorang atau sekelompok orang yang
memilih dan mengonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap
pengaruh fisiologis, psikologi, budaya, dan sosial sebagai bagian
yang mempengaruhi pola makan dapat meliputi kegiatan memilih
pangan, cara memperoleh, menyimpan, beberapa faktor yang
mempengaruhi kebutuhan makan manusia. Pola konsumsi pangan
adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi
seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Selain itu
tingkat konsumsi merupakan perbandingan antara konsumsi zat
gizi dengan keadaan gizi seseorang (Supariasa, Bakri, dan Fajar,
2016). Selain itu pola konsumsi dapat diartikan secara umum yaitu
gambaran mengenai jenis, jumlah, susunan hidangan dan frekuensi
bahan makanan yang dikonsumsi setiap harinya yang dapat diukur
secara kualitatif atau kuantitatif.
 Cara Penilaian Pola Konsumsi
Menurut Supariasa, dkk. 2016, ada dua cara untuk menilai pola
konsumsi makanan yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif.
a) Metode kualitatif
Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui
frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan
makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan
(food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan
tersebut. Metode-metode pengukuran konsumsi makanan
bersifat kualitatif yaitu metode frekuensi makan (food
frequency) dan metode riwayat makan (dietary history).
b) Metode kuantitatif
Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui
jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat menghitung
konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi
Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan
seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi
Mentah-Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak.
Metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif
antara lain metode recall 24 jam, perkiraan makanan
(estimated food record), penimbangan makanan (food
weighing), metode food account, metode invetaris (inventory
method), dan pencatatan (household food record).
 Metode Pengukuran Pola Konsumsi
Menurut Supariasa, dkk., 2016, metode pengukuran
konsumsi makanan di tingkat individu antara lain:
o Metode recall 24 jam
Prinsip metode recall 24 jam, dilakukan dengan
mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang
dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Recall 24
jam minimal dilakukan 2 kali berturut-turut dapat
menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal
dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake
harian individu. Dalam metode ini, responden, ibu atau
pengasuh (bila anak masih kecil) diminta untuk
menceritakan semua yang dimakan dan diminum
selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai
sejak ia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur
malam harinya atau dapat juga dimulai dari waktu saat
dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24
jam penuh. Hal penting yang perlu diketahui adalah
bahwa dengan recall 24 jam yang diperoleh cenderung
lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi
makanan individu ditanyakan secara teliti dengan
menggunakan URT (sendok, gelas, piring, dan lain-
lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan
sehari-hari. Adapun kelebihan dan kelemahan dari
metode recall 24 jam yaitu :
Kelebihan metode recall 24 jam
1) Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu
membebani responden.
2) Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan
peralatan khusus dan tempat yang luas untuk
wawancara.
3) Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.
4) Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.
5) Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-
benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung
intake zat gizi sehari.
Kelemahan metode recall 24 jam
1) Tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari-
hari, bila hanya dilakukan recall satu hari.
2) Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat
responden. Oleh karena itu, responden harus
mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode
ini tidak cocok dilakukan pada anak usia dibawah 7
tahun, orang tua berusia diatas 70 tahun dan orang
yang hilang ingatan atau orang yang pelupa.
3) The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi
responden yang kurus untuk melaporkan
konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi
responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih
sedikit (under estimate).
4) Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan
terampil dalam menggunakan alat-alat bantu URT
dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut
kebiasaan masyarakat.
5) Responden harus diberi motivasi dan penjelasan
tentang tujuan penelitian. Untuk mendapat gambaran
konsumsi makanan sehari-hari, recall jangan
dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir
panen, pada saat melakukan upacara-upacara
keagamaan, selamatan dan lain-lain.
 Metode pemikiran makanan (estimated food record)
Metode ini digunakan untuk mencatat jumlah makanan
yang dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta
mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi
setiap hari sebelum makan dalam ukuran rumah tangga
atau menimbang dalam ukuran berat alam periode tertentu
(2-4 hari berturut-turut), termasuk cara persiapan dan
pengolahan makanan tersebut. Adapun kelebihan dan
kelemahan dari metode pemikiran makanan yaitu:
Kelebihan metode pemikiran makanan
1) Metode ini relatif murah dan cepat.
2) Dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar.
3) Dapat diketahui konsumsi zat gizi sehari.
4) Hasilnya relatif lebih akurat.
Kelemahan metode pemikiran makanan
1) Metode ini terlalu membebani responden, sehingga
sering menyebabkan responden merubah kebiasaan
makannya.
2) Tidak cocok untuk responden yang buta huruf.
3) Sangat tergantung pada kejujuran dan kemampuan
responden dalam mencatat dan memperikirakan
jumlah konsumsi.
 Metode penimbangan makanan (food weighing)
Dalam metode penimbangan, responden atau petugas
menimbang dan mencatat seluruh makanan yang
dikonsumsi responden selama sehari penuh. Penimbangan
ini biasanya berlangsung beberapa hari tergantung dari
tujuan, dana penelitian, dan tenaga yang tersedia. Adapun
kelebihan dan kelemahan dari metode penimbangan
makanan jam yaitu:
Kelebihan metode penimbangan makanan
1) Data yang diperoleh lebih akurat/teliti. Kelemahan
metode penimbangan makanan
2) Memerlukan waktu dan cukup mahal karena perlu
peralatan.
3) Bila penimbangan dilakukan dalam periode yang cukup
lama, maka responden dapat merubah kebiasaan makan
mereka.
4) Tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil.
5) Memerlukan kerjasama yang baik dengan responden.
 Metode riwayat makan (dietary history)
Metode riwayat makan bersifat kualitatif karena
memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan
pengamatan dalam waktu yang cukup lama. Dapat
dilakukan dalam 1 minggu, 1 bulan, ataupun 1 tahun.
Adapun kelebihan dan kelemahan dari metode riwayat
makan yaitu:

Kelebihan metode riwayat makan


1) Dapat memberikan gambaran konsumsi pada
periode yang panjang secara kualitatif dan
kuantitatif.
2) Biaya relatif murah.
3) Dapat digunakan di klinik gizi untuk membantu
mengatasi masalah kesehatan yang berhubungan
dengan diet pasien.
Kelemahan metode riwayat makan
1) Terlalu membebani pihak pengumpul data dan
responden.
2) Sangat sensitif dan membutuhkan pengumpulan data
yang sangat terlatih.
3) Tidak cocok dipakai untuk survey-survey besar.
4) Data yang dikumpulkan bersifat kualitatif saja.
5) Pengumpulan data biasanya hanya difokuskan pada
makanan khusus, sedangkan variasi makanan
sehari-hari tidak dikteahui.
 Metode frekuensi makanan (food frequency)
Metode frekuensi makanan bertujuan untuk memperoleh
data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan
atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari,
minggu, bulan atau tahun. Dengan metode ini dapat
memperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan
secara kualitatif, tetapi karena periode pengamatannya
lebih lama dan dapat menyebabkan individu berdasarkan
ranking tingkat konsumsi zat gizi maka cara ini paling
sering digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi.
Adapun kelebihan dan kelemahan dari metode frekuensi
makanan yaitu:
Kelebihan metode frekuensi makanan
1) Mudah mengumpulkan data dan biaya murah.

2) Cepat (membutuhkan waktu sekitar 20 menit


hingga 1 jam untuk setiap responden).
3) Tidak membebani responden, dibandingkan dengan
metode food record.
4) Dapat diisi sendiri oleh responden atau oleh
pewawancara.
5) Pengolahan data mudah dilakukan.
6) Dapat digunakan pada jumlah sampel populasi
yang besar. Dapat menggambarkan kebiasaan
makan untuk suatu makanan spesifik jika
dilaksanakan pada periode yang lebih panjang.
7) Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan
antara penyakit dan kebiasaan makan.
Kelemahan metode frekuensi makanan
1) Hasil bergantung pada kelengkapan daftar bahan
makanan yang ditulis kuisioner.
2) Makanan minuman sulit dihitung.
3) Bergantung pada daya ingat responden.
4) Hanya dapat menilai status gizi tertentu, tidakn
digunakan untuk semua zat gizi.
5) Akurasi alat ukur untuk jumlah konsumsi (absolut
intake) rendah.
6) Sulit untuk menilai ketepatan frekuensi karena
responden harus berpikir untuk mengingat
frekuensi kebiasaan penggunaan bahan makanan.
7) Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk
menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk
dalam daftar kuisioner.
8) Responden harus jujur dan mempunyai motivasi
tinggi.

• Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi


Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah
pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau
sekelompok orang pada waktu tertentu. Secara umum, faktor-
faktor yang mempengaruhi pola konsumsi adalah faktor yang
berhubungan dengan persediaan pangan atau pengadaan bahan
pangan seperti : faktor iklim, keadaan geografi, dan distribusi
pangan, dan kesuburan tanah yang dapat mempengaruhi jenis
tanaman, mutu tanaman, dan jumlah produksi pangan. Selain
faktor tersebut, faktor adat dan kebiasaan yang berhubungan
dengan konsumen juga akan mempengaruhi pola konsumsi
pangan, seperti : sosial ekonomi dan jumlah penduduk yang dapat
mempengaruhi jumlah konsumsi pangan suatu daerah (Supariasa,
Bakri, dan Fajar, 2016). Selain itu penyediaan bahan makanan di
tingkat rumah tangga juga dapat mempengaruhi pola konsumsi
dimana penyediaan bahan makanan di tingkat rumah tangga yang
disiapkan oleh ibu atau pengasuh lainnya sangat berpengaruh
pada pola konsumsi pada anak terutama baduta. Berikut beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi pola konsumsi:
1) Faktor tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan memegang peranan penting dalam pola
konsumsi masyarakat. Jika tingkat pengetahuan gizi
seseorang tinggi, maka semakin tinggi pula peranan
penanganan anak-anak dalam keluarga tentang pemilihan
bahan makanan.
2) Faktor ketersediaan pangan
Ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan yang
mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan/tanaman, ternak, ikan serta turunannya bagi
penduduk suatu wilayah tertentu. Bila produksi pertanian
suatu wilayah rendah dapat menyebabkan pendapatan seorang
petani berkurang, kemiskinan dan kurangnya pangan yang
tersedia untuk dimakan, ini dapat menyebabkan timbulnya
kelaparan dan kurang gizi.

3) Faktor sosial ekonomi


Keadaan ekonomi dalam keluarga memegang peranan paling
penting dan sangat mempengaruhi pola konsumsi keluarga,
seperti : keluarga dari golongan miskin, sebagian besar
menggunakan pendapatannya untuk memnuhi kebutuhan
makanan sehingga dapat mempengaruhi status gizi dari
masyarakat tersebut.
4) Faktor sosial budaya
Faktor budaya masyarakat di suatu wilayah peranan yang kuat
berpengaruh terhadap sikap pemilihan bahan makanan yang
akan dikonsumsi. Faktor sosial budaya ini berkembang di
masyarakat sesuai dengan kondisi lingkungan, agama, adat,
dan istiadat.

5. Hubungan antara Status Gizi dan Pola Konsumsi


Status gizi dipengaruhi oleh pola konsumsi di mana pola konsumsi harus
memperhatikan nilai gizi yang dianjurkan. Pola konsumsi yang kurang
dapat menyebabkan kebutuhan tubuh akan nutrisi menjadi tidak terpenuhi
sehingga status gizi menjadi kurang, maka dapat disimpulkan bahwa pola
konsumsi sangat mempengaruhi status gizi dimana pola konsumsi
ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Jika hidangannya
memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari kualitas maupun kuantitasnya, maka
tubuh akan mempunyai status gizi yang baik. Pola konsumsi yang baik
akan dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan zat gizi baduta. Asupan
energi dan zat gizi khususnya protein khususnya asupan protein, lemak,
vitamin dan mineral akan berdampak terhadap pencapaian status gizi balita
yang optimal.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilaksakan dengan mengolah data sekunder dengan
studi potong lintang. Data berupa karakteristik responden dan hasil
pengukuran antropometri balita, kemudian dilakukan analisis secara
deskriptif terhadap penilaian status gizi balita.

B. Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Tempat penelitian ini adalah Posyandu Balita Melati 2 Dusun
Sanggrahan RT 6 RW 2 Desa Sanggrahan Kecamatan Prambanan
Kabupaten Klaten yang berada di wilayah kerja Puskesmas Prambanan.
Waktu praktikum adalah bulan Agustus 2023.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang ada di dusun
Sanggrahan Desa Sanggrahan Kecamatan Prambanan sejumlah 44
orang.
2. Sampel penelitian diambil dengan cara total sampling dengan jumlah
sampel 44 orang. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel
dimana jumlah sampel sama dengan jumlah populasi, dimana data
sampel yang digunakan harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
yang ditetapkan (Sugiono, 2013).

D. Alat dan Bahan


Pada kegiatan survey ini kita menggunakan data sekunder yang
didapatkan dari data Posyandu Balita Melati 2 Dusun Sanggrahan RT 6
RW 2 Desa Sanggrahan Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten. Data
yang digunakan adalah data jenis kelamin balita, umur balita, tinggi badan
balita, berat badan balita, status gizi balita, nama orang tua balita,
pendidikan orang tua balita, dan foto copy KK dari responden.

E. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode pengambilan data dari hasil pencatatan data Posyandu Balita
Melati 2 Dusun Sanggrahan RT 6 RW 2 Desa Sanggrahan Kecamatan
Prambanan Kabupaten Klaten.

F. Metode Analisis Data


Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan metode
crosstabulation. Yaitu suatu metode analisis yang berbentuk tabel yang
menampilkan tabulasi silang dari data yang diamati. Tabulasi silang atau
table kontingensi ini digunakan untuk mengidentif
ikasi dan mmengetahui apakah ada korelasi atau hubungan atara
satu variabel dengan variabel lainnya. Analisis crosstab merupakan metode
untuk mentabulasikan beberapa variabel yang berada dalam suatu matriks.
Analisis crosstab dapat dilakukan pada variabel yang berbentuk ordinal dan
nominal.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1) Karakteristik responden dalam survey pengukuran antropometri di Posyandu
Melati 2 Dusun Sanggrahan, Desa Sanggrahan, Kecamatan Prambanan
didapatkan data sebagai berikut :
a. Jenis kelamin 44 balita di Posyandu Melati 2 dalam data sekunder ini
sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 25 anak dengan
persentase sebesar (56,82 %) sedangkan perempuan sebanyak 19 anak
dengan persentase (43,18 %) dengan total 44 balita.
b. Umur responden menunjukkan rerata usia balita adalah 0-60 bulan, data
terbanyak berada dalam umur 37-48 bulan sebanyak 17 anak dengan
persentase (38,64 %), dan terendah dalam rentan usia 25-36 bulan sebanyak
4 anak dengan persentase (9,09 %).
c. Pendidikan ibu balita dengan hasil terbanyak adalah SMA sebanyak 22
orang dengan persentase (50 %), dan terendah adalah ibu balita yaitu tidak
sekolah sebanyak 1 orang dengan persentase (2,27 %).
d. Pekerjaan orang tua dengan hasil terbanyak yaitu ibu rumah tangga sebanyak
19 orang dengan persentase (43,18 %).
2) Status gizi dinilai dengan membandingkan hasil pengukuran berat badan dan
panjang/tinggi badan sesuai dengan standar antrompometri anak dengan
merujuk pada Permenkes No 20 Tahun 2020, dan hasil survey sebagian besar
balita di Posyandu Melati 2 dengan berat badan normal, tinggi badan normal
dan status gizi baik dengan rincian sebagai berikut :
a. Penilaian status gizi berdasarkan Berat Badan menurut Umur (BB/U) dengan
hasil tertinggi adalah BB normal sebanyak 39 anak (88,6%), dan hasil
terendah yaitu BB kurang, BB sangat kurang dan BB lebih dengan jumlah
masing-masing 1 anak dan persentase (2,27 %).
b. Penilaian status gizi berdasarkan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
dengan hasil tertinggi adalah pada status normal sebanyak 34 anak (77,27
%), dan hasil terendah yaitu pada status tinggi sebanyak 4 anak dengan
persentase (9,10 %).
c. Penilaian status gizi berdasarkan Berat Badan menurut Tinggi Badan
(BB/TB) dengan hasil tertinggi yaitu status gizi baik sebanyak 39 anak
(88,63 %), dan hasil terendah yaitu gizi kurang dan gizi buruk dengan
masing-masing sebanyak 1 anak dengan persentase (2,27 %).

B. Saran
1. Masyarakat sebaiknya lebih menyadari pentingnya gizi di kalangan keluarga
khususnya balita demi peningkatan status gizi keluarga dan masyarakat yang
lebih baik.
2. Perlu upaya peningkatan pengetahuan ibu mengenai pemberian makanan
tambahan pada anak melalui peningkatan promosi kesehatan khususnya
masalah gizi secara terus menerus dan berkesinambungan melalui penyuluhan,
poster, leaflet, atau media lainnya sehingga masyarakat lebih peduli dan
mampu melakukan penyediaan makanan bagi keluarga berdasarkan aspek
gizi.
3. Perlunya peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader posyandu di
wilayah kerja puskesmas melalui bimbingan maupun pelatihan tentang
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Dengan demikian
saat dilakukan kegiatan posyandu tidak terlalu tergantung kepada petugas
puskesmas.
4. Diharapkan kader posyandu bekerja sama dengan Puskesmas setempat untuk
melakukan pemantauan terhadap balita dengan status gizi yang kurang baik,
dan melakukan pengecekan secara berkala, untuk mengantisipasi keparahan
status gizi pada balita tersebut.

Anda mungkin juga menyukai