Anda di halaman 1dari 4

1.1.

Selayang Pandang Psikologi Humanistik

Humanistik adalah salah satu pendekatan atau aliran dari psikologi yang menekankan
kehendak bebas, pertumbuhan pribadi, kegembiraan, kemampuan untuk pulih kembali setelah
mengalami ketidakbahagiaan, serta keberhasilan dalam merealisasikan potensi manusia. Tujuan
humanistik adalah membantu manusia mengekspresikan dirinya secara kreatif dan
merealisasikan potensinya secara utuh. Salah satu pencetus psikologi humanistik adalah
Abraham Maslow.1

Aliran humanistik muncul pada tahun 1940-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap
pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Teori ini berkembang pada tahun 1960-an. Teorinya
menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri, keunikan individu, dan hal-hal yang bersifat
positif tentang manusia. Aliran ini muncul dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme
yang berkembang pada abad pertengahan.2

Psikologi humanistic sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam


berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan
individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung
jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. 3 Abraham Moslow merupakan bapak psikologi
humanistic yang menghadirkan teori secara komprehensif atau menyeluruh dan sangat jelas
menunjukkan bahwa orientasi humanistik memiliki pengaruh yang besar terhadap pemikiran
modern mengenai perilaku manusia. Teori Maslow berdasar pada anggapan bahwa setiap
individu memiliki dua hal di dalam dirinya yakni adanya usaha yang positif untuk berkembang
dan adanya kekuatan untuk melawan atau memberi penolakan terhadap perkembangan itu.
Maslow menyatakan bahwa manusia bertingkah laku untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya
hierarkis. Adanya rasa takut pada diri individu sekaligus juga adanya dorongan untuk menjadi
lebih maju dan memaksimalkan potensinya, percaya diri menghadapi dunia luar dan juga bisa
menerima dirinya sendiri.4

1
Matt Jarvis, Psikologi Humanistik: Seri Teori Psikologi (Bandung: Nusa Media, 2021), hlm. 5
2
Matt Jarvis, Psikologi Humanistik …, hlm. 4
3
Duane P. Schultz, Sejarah Psikologi Modern (Bandung: Nusa Media, 2011), hlm 153-154.
4
Duane P. Schultz, Sejarah Psikologi …, hlm. 154
1.2. Eksistensialisme dan Psikologi Humanistik

Pendekatan humanistic dan eksistensial berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini
mengutamakan suatu sikap yang menekankan pemahaman atas manusia. Pendekatan humanistik
eksistensial berusaha mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, yakni memberikan gambaran
tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Pendekatan ini berfokus pada sifat dari kondisi
manusia yang mencangkup kesanggupan untuk menyadari diri, bebas memilih untuk
menentukan nasib sendiri, kebebasan dan tanggung jawab, kecemasan sebagai suatu unsur dasar,
pencarian makna yang unik di dalam dunia yang tak bermakna, berada sendiri dan berada dalam
hubungan dengan orang lain, dan kecenderungan mengaktualkan diri.5

Manusia, menurut eksistensialisme, adalah hal yang mengada-dalam-dunia (being in the


world), dan menyadari penuh akan keberadaannya. Eksistensialisme menolak paham yang
menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya,
manusia adalah pilihan dari dirinya sendiri. Para ahli psikologi humanistic pun menekankan
bahwa individu adalah penentu bagi tingkh-laku dan pengalamannya sendiri. Manusia adalah
agen yang sadar, bebas memilih atau menentukan setiap tindakannya. Pendek kata, karena
pengaruh eksistensialisme, psikologi humanistic mengambil model dasar manusia sebagai
makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.6

Konsep penting lainnya yang diambil oleh psikologi humanistic dari eksistensialisme
adalah konsep kemenjadian (becoming). Proses untuk menjadi sesuatu yang lain dari
sebelumnya. Proses menjadi ini bukanlah hal yang mudah. Kesulitan terbesar ketika seseorang
menjadi pribadi yang penuh dan memuaskan ialah adanya perubahan dan hambatan kultural.
Aliran eksistensialisme dan humansitik melihat bahwa kesulitan itu merupakan tantangan untuk
dapat bertindak secara sejati, dalam arti bahwa individu harus membuat pilihan-piliha tanpa
mengabaikan potensi yang dimilikinya.7 Carl Roger merupakan salah satu psikologi humanistic
yang menambahakan pandangan Abraham Maslow tentang manusia sebagai dasar penentu bagi
hidupnya sendiri

5
Duane P. Schultz, Sejarah Psikologi …, hlm. 155.
6
Matt Jarvis, Psikologi Humanistik …, hlm. 4-5.
7
Duane P. Schultz, Sejarah Psikologi …, hlm. 156.
1.3. Riwayat Singkat Carl Roger

Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios, Chicago,
anak keempat dari enam bersaudara yang lahir dari pasangan Walter dan Julia Cushing Rogers.
Carl lebih dekat dengan ibu daripada ayahnya yang selama bertahun-tahun awal kanak-kanaknya,
sering kali jauh dari rumah karena pekerjaannya sebagai insinyur sipil. Walter dan Julia sama-
sama religius, membuat Carl tertarik pada Alkitab sehingga dia rajin membacanya di samping
buku-buku lain juga meskipun waktu itu dia masih belum sekolah.8

Awalnya Rogers memiliki cita-cita untuk menjadi petani, hingga setelah lulus dari SMA
dia melanjutkan ke University of Wisconsin. Ia pernah belajar di bidang agrikultural dan sejarah
di University of Wisconsin. Pada tahun 1928 ia memperoleh gelar Master di bidang psikologi
dari Columbia University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di dibidang psikologi klinis
pada tahun 1931. Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for
the prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan
pencegahankekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia sibuk
membantu anak-anak bermasalah/nakal dengan menggunakan metode-metode psikologi. Pada
tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul “The Clinical Treatment of the Problem Child”,
yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di Ohio State
University. Pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari American Psychological
Society9

Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling
menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu mengatasi
masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban
atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan
jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para therapist
bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien. Hasil karya Rogers yang
paling terkenal dan masih menjadi literatur sampai hari ini adalah metode konseling yang disebut

8
Calvin S. Hall et Gardner Lindzey, Teori-teori Holistik (Yogyakarta, Kanisius, 1993), hlm. 176
9
Calvin S. Hall et Gardner Lindzey, Teori …, hlm. 176
Client-Centered Therapy. Dua buah bukunya yang juga sangat terkenal adalah Client-Centered
Therapy(1951) dan On Becoming a Person (1961).10

10
Calvin S. Hall et Gardner Lindzey, Teori …, hlm.177.

Anda mungkin juga menyukai