Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
a. Makroskopis
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang
peritoneum ( retroperitoneal ), di depan dua costa terakhir dan tiga
otot-otot besar (tranversus abdominis, kuadratus lumborum dan
psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior)
ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).
Kedua ginjal terletak disekitar vertebra T 12 hingga L3. Ginjal
pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm,
tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa.
Berat kedua ginjal kurang dari 1 % berat seluruh tubuh atau
kurang lebih beratnya antara 120-150 gr. Bentuknya seperti biji
kacang dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Jumlahnya ada
dua yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan
dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal
wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit kebawah
dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepatis
dexter yang besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh
bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua
lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam guncangan. Setiap ginjal terbungkus oleh
selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis
di bagian luar yang berwarna coklat gelap dan medulla renalis di
bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan
kortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut piramides
renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari
lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai
pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan
nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urine yang
diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis
majors yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga
kaliks renalis minors. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga
yang disebut pyramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh
bagian kortex dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan
duktus pengumpul nefron papilla atau apeks dari tiap pyramid
membentuk duktus papilaris belinni yang terbentuk dari kesatuan
bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.

b. Mikroskopis
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nefron yan berjumlah 1-
1,2 juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional
ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler
glomerulus, tubulus konturtus proksimal, lengkung henle dan
tubulus konrturus distal, yang mengosongkan diri ke duktus
pengumpul.
Unit nefron dimulai dari pembuluh darah halus/kapiler, bersifat
sebagai saringan disebut glomerulus, darah melewati glomerulus /
kapiler tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrate (urine
yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 liter/hari,
kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut tubulus.
Urine ini dialirkan keluar ke saluran ureter, kandung kencing,
kemudian keluar melalui uretra. Nefron berfungsi sebagai
regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh
dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorbsi cairan dan
molekul yang dipeerlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya
akan dibuang. Reabsorbsi dan pembuangan dilakukan
menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor.
Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urine.

c. Vaskularisasi ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira
setinggi vertebra lumbalis II. Vena Renalis menyalurkan darah ke
dalam vena kava inferior yang terletak disebelah kanan garis
tengah. Saat arteri renalis masuk ke dalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara
pyramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian
membentuk arteriola interlobularis yang tersusun parallel dalam
korteks. Arteri interlobularisini kemudian membentuk arteriola
aferen pada glomerulus.
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian
bercabang membentuk system portal kapiler yang mengelilingi
tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir
melalui system portal ini akan dialirkan ke dalam jalinan vena
selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena
interlobaris dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava
inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit, suatu
volume yang sama dengan 20-25 % curah jantung ( 5000 ml/mnt)
lebih dari 90 %darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks
sedangkan sisanya dialirkan ke medulia. Sifat khusus aliran darah
ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteriol
afferent mempunyai kapasitas intrinsic yang dapat merubah
resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah
arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan
filtrasi glomerulus tetap konstan.

d. Persyarafan pada ginjal


Ginjal mendapat persyarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf
ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam
ginjal, saraf ini berjalan besamaan dengan pembuluh darah yang
masuk ke ginjal.

2. Fisiologi
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat
banyak ( sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah “
menyaring/membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2
liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan
filtrate sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke tubulus. Cairan ini di
proses dalam tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal
menjadi urine sebanyak 1-2 liter/hari.
(Pearce,2006)

Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal adalah :
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau
racun
b. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh
c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh
d. Mengeluarkan sisa-sisa metabolism akhir dari protein, ureum,
kreatinin dan amoniak
e. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang
f. Produksi hormone yang mengontrol tekanan darah
g. Produksi hormone Erythropoietin yang membantu pembuatan sel
darah merah

Tahap Pembentukan Urine :

a. Filtrasi Glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada
glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya kapiler glomerulus
secara relative bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang
besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih
kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa dan sisa nitrogen.
Aliran darah ginjal (RBF= Renal Blood Flow) adalah sekitar 25 %
dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/ menit. Sekitar seperlima
dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowmen, ini dikenal dengan laju filtrasi
glomerulus ( GFR = Glomerular Filtration Rate ). Gerakan masuk
ke kapsula bowmen disebut filtrate. Tekanan filtrasi berasal dari
perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan
kapsula bowmen, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler
glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh
tekanan hidrostatik filtrate dalam kapsula bowmen serta tekanan
osmotic koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi
oleh tekanan tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas
dinding kapiler.

b. Reabsorbsi
Zat-zat yang difiltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non
elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah
reabsorbsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah
di filtrasi.

c. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari
aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi
yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya
Penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh
termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hydrogen. Pada
tubulus distalis, transfor aktif natrium system carier yang juga
terlibat dalam sekresi hidrogrn dan ion-ion kalium tubular. Dalam
hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan
tubular, cariernya bisa hydrogen atau ion kalium kedalam cairan
tubular “perjalanannya kembali” jadi untuk setiap ion natrium
yang diabsorbsi, hydrogen atau kalium harus disekresi dan
sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada
konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hydrogen
dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus
distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang
dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat
mengerti mengapa bloker aldosterone dapat menyebabkan
hyperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan
kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara therapeutic.
(Pearce.2006)

B. Definisi
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan
volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan
normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua yaitu kronis dan akut
(Nurarif & Kusuma,2013).
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible dimana tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) Muhammad,2012.
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif
dan cukup lanjut. Hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerator kurang dari
50 ml/menit.

C. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra dan Yessi, 2013 :
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat
menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang
paling sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar,
dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah.
Hiperflasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang juga
menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefroklerosis yaitu suatu
kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak diobati,
dikarakteristikan oleh penebalan, hilangnya elastis system, perubahan
darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya
gagal ginjal.
2. Gangguan Imunologis : seperti glomerolunefritis
3. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.coli
yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius. Bakteri ini
mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara
asenden melalui traktus urinarus bagian bawah lewat ureter ke ginjal
sehingga menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut
pielonefritis.
4. Gangguan Metabolik: seperti DM yang menyebabkan mobilisasi
lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler di
ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi
nefropati amyloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat
proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius
merusak membrane glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer : terjadi nefrotoksis akibat analgesic atau
logam berat.
6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertropi prostat, dan
konstiksi uretra.
7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polisiklik = kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista / kantong berisi
cairan di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan
ginjal yang bersifat kongenital (hypoplasia renalis) serta adanya
asidosis.

D. Epidemiolgi
Di Indonesia jumlah penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan
diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 % setiap tahun. Dari data di
beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan prevalensi penyakit
gagal ginjal kronik masing-masing berkisar 100-150 / 1 juta penduduk.
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Melitus yang terkena penyakit
ginjal di Indonesia menunjukan angka 8,3 % dari seluruh penderita gagal
ginjal terminal pada tahun 1983. Sepuluh tahun kemudian yaitu pada
tahun 1993 angka ini telah meningkat lebih dari dua kali lipat yaitu 17 %
dari seluruh penderita gagal ginjal terminal yang disebabkan nefropati
diabetic.

E. Manifestasi Klinis
1. Gangguan pada system gastrointestinal
a. Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan
gangguan metabolism protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat
toksik akibat metabolism bakteri usus seperti ammonia dan metal
gaunidin, serta sembabnya mukosa.
b. Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
diubah oleh bakteri mulut menjadi ammonia sehingga nafas
berbau ammonia.
c. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui.

2. Gangguan system hematologi dan kulit


a. Anemia karena kekurangan produksi eritropoetin
b. Kulit pucat dan kekuningan akibat anemia dan penimbunan
urokrom.
c. Gatal-gatal akibat toksik uremik
d. Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
e. Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang).
3. System saraf dan otot
a. Restless leg syndrome
Klien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan
b. Burning feet syndrome
Klien merasa kesemutan dan seperti terbakar terutama di telapak
kaki.
c. Ensefalopati metabolic
Klien tampak lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi,
tremor, mioklonus, kejang.
d. Miopati
Klien tampak mengalami kelemahan dan hipotrofi otot-otot
terutama otot-otot ekstremitas proksimal.

4. System kardiovaskuler
a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam
b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat pericarditis, efusi pericardial,
penyakit jantung coroner akibat aterosklerosis yang timbul dini
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan
c. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan
elektrolit dan klasifikasi metastatic
d. Edema akibat penimbunan cairan

5. System endokrin
a. Gangguan seksual/libido, fertilitas dan penurunan seksual pada
laki-laki serta gangguan menstruasi pada wanita
b. Gangguan metabolism glukosa retensi insulin dan gangguan
sekresi insun
(Sumber : Mutttaqim, Kumala Sari. 2011)

F. Patofisiologi
Fungsi ginjal menurun karena produksi akhir metabolism protein
tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan
mempengaruhi seluruh system tubuh. Retensi cairan dan natrium dapat
mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi
akibat aktivitas aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosterone. Kehilangan garam mengakibatkan
risiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan
perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk.
Asidosis metabolic akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu
mensekresi ammonia dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (HCO3).
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendrungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran pencernaan. Eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal
menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah dan
produksi eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat
yang disertai keletihan, angina dan sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolism.
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik.
Jika salah satunya meningkat maka fungsi yang lain akan menurun.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathromon,
sehingga kalsium di tulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan
tulang dan penyakit tulang. (Pearce, 2006)

PATHWAY
Infeksi Vaskular Zat toksik Obstruksi saluran kemih

IReaksi antigen anti bodi Arteriosklerosis Tertimbun ginjali Retensi urin Batu besar dan kasar

Menekan saraf Iritasi/cedera jar


Suplai darah ginjal turun
perifer

GFR turun Nyeri pinggang Hematuri

GGK Anemia

Sekresi protein terganggu Retensi Na Sekresi eritropoitein turun

Sindrom uremia Total CES naik Produksi HB turun

Ggn keseimbangan asam Urokrom tertimbun perpospatemia Tek. Kapiler naik Suplai nutrisi dalam
basa dikulit darah turun

Prod. As.lambung naik Perubahan warna kulit Pruritis Vol. interstisial Gangg. nutrisi
naik

Nausea, vomitus Iritasi lambung Kerusakan Edema Oksihemoglobin turun


integritas kulit

Risiko infeksi Risiko perdarahan Pre load naik Suplai O2 kasar turun

Beban jantung naik Intoleransi aktivitas


Gastritis Haematemesis melena Hipertropi ventrikel kiri Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer

Mual muntah Anemia Payah jantung Kiri

Ketidakseimbangan Keletihan
nutrisi kurang dari COP turun Bendungan atrium kiri naik
kebutuhan tubuh

Aliran darah ginjal Suplai O2 jaringan turun Suplai O2 ke otak turun Tekanan vena pulmonalis
turun

RAA turun Metabolisme anaerob Syncope (kehilangan Kapiler paru naik


kesadaran

Retensi Na dan H2O Asam laktat naik Edema paru

Kelebihan volume cairan Fatique (nyeri sendi) Gangguan pertukaran gas

Nyeri

(Sumber: Amin dkk, NANDA NIC NOC, 2015)

G. Komplikasi
1. Kelebihan kalium (hyperkalemia)
2. Kelebihan cairan
3. Pembengkakan paru-paru (edema)
4. Tingginya kadar asam dalam tubuh (asidosis)
5. Gangguan pada otak (ensefalopati)
6. Anemia
7. Hipertensi
8. Disfungsi seksual
9. Gangguan mineral dan tulang
10. Serangan jantung dan stroke
11. Malnutrisi

H. Manajemen Kolaboratif
1. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan laboratorium : menentukan derajat GGK dan
membantu menetapkan etiologi
b. EKG : perubahan yang terjadi berhubungan dengan
ketidakseimbangan elektrolit dan gagal jantung
c. Kajian foto toraks dan abdomen : perubahan yang terjadi
berhubungan dengan retensi cairan
d. Osmolalitas serum : lebih dari 285 mOsm/kg
e. Pielografi retrograde : Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
f. Ultrasonografi ginjal :untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
g. Endoskopi ginjal, Nefroskopi : untuk menentukan pelvis ginjal,
keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
h. Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskuler

2. Medikasi
a. Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk meningkatkan
pengeluaran urin. Obat ini membantu pengeluaran kelebihan
cairan dan elektrolit dari tubuh serta bermanfaat membantu
menurunkan tekanan darah.
b. Obat antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah
tetap dalam batas normal dan dengan demikian akan
memperlambat proses kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh
tingginya tekanan darah
c. Eritropoietin digunakan untuk mengatasi anemia yang
diakibatkan oleh PGK. Epo biasanya diberikan dengan cara
injeksi 1-2 kali seminggu.
d. Zat besi digunakan untuk mengatasi anemia diberikan dalam
bentuk tablet atau injeksi
e. Suplemen kalsium dan kalsitriol untuk mengatasi
ketidakseimbangan mineral ( kalsium dan fosfat ).

3. Pembedahan
Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara
mencangkokan ginjal yang sehat yang diperoleh dari donor. Ginjal
yang dicangkokan ini selanjutnya mengambil alih fungsi ginjal yang
sudah rusak. Orang yang menjadi donor harus memiliki karakteristik
yang sama dengan penderita. Kesamaan ini meliputi golongan darah
termasuk resus darahnya, orang yang baik menjadi donor adalah
keluarga dekatnya. Dalam proses pencangkokan kadang kala kedua
ginjal lama tidak dibuang kecuali ginjal lama ini menimbulkan
komplikasi infeksi atau tekanan darah tinggi. Individu dengan kondisi
seperti kanker, infeksi seriusatau penyakit kardiovaskuler (pembuluh
darah jantung) tidak dianjurkan untuk menerima transplantasi ginjal.
Hal ini dikarenakan kemungkinan terjadi kegagalan transplantasi yang
cukup tinggi. Transplantasi ginjal dinyatakan berhasil jika ginjal yang
dicangkokkan dapat bekerja sebagai penyaring darah sebagaimana
layaknya ginjal sehat dan pasien tidak lagi memerlukan cuci darah.

Dialisis atau dikenal dengan cuci darah bertujuan untuk


menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan
kelebihan cairan dalam tubuh. Dialisis dikenal ada 2 jenis yaitu :
Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser) yang berfungsi
sebagai ginjal buatan. Pada proses ini darah dipompa keluar dari
tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin dialiser darah
dibersihkan dari zat-zat sisa melalui proses difusidan ultrafiltrasi, lalu
setelah darah dibersihkan darah dialirkan kembali kedalam tubuh.
Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu dan setiap kalinya
membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
Dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan
membrane peritoneum ( selaput rongga perut). Jadi darah tidak perlu
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan.

4. Pengobatan non medikasi


a. Penanganan hyperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama
pada gagal ginjal, hyperkalemia merupakan kondisi yang paling
mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien
dipantau akan adanya hyperkalemia melalui serangkaian
pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5,5 mEq/L,
SI:5,5 mmol/L), Perubahan EKG ( tinggi puncak gelombang T
rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis .
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion
pengganti resin (Natrium polistriten sulfonat) secara oral atau
melalui retensi enema.

b. Mempertahankan keseimbangan cairan


Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat
badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urine
dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis
pasien. Masukan dan haluaran oral dan perenteral dari urine,
drainase lambung, feces, drainase luks, dan perspirasi dihitung dan
digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan.

c. Penatalaksanaan diet
Tujuan penatalaksanaan diet pada GGK adalah mempertahankan
status nutrisi meski asupan protein, kalium, garam dan fosfat
dibatasi dalam diet. Pembatasan protein harus dilakukan secara
hati-hati untuk menghindari malnutrisi kendati tindakan ini dapat
memperlambat penurunan GFR. Diet gagal ginjal harus mendapat
energy yang cukup dari karbohidrat dan lemak untuk mengurangi
katabolisme protein tubuh dan mempertahankan berat badan.
Asupan cairan biasanya dibatasi sebesar 500 ml ditambah keluaran
urin pada hari sebelumnya. Pembatasan natrium dan kalium
bergantung pada kemampuan fungsi ginjaluntuk mengekskresikan
elektrolit ini. Umumnya natrium dibatasi untuk mencegah edema
dan hipertensi, dan makanan tinggi kalium (mis : beberapa buah
dan sayuran, cokelat) harus dihindari. Akhirnya makanan tinggi
fosfat seperti berbagai produk susu (mis: susu, es krim, keju,
yoghurt) juga harus dibatasi.

5. Diet
Diet ini diberikan pada pasien bila penurunan fungsi ginjal tahap akhir
dengan hasil tes kreatinin < 15 ml/menit membutuhkan terapi
hemodialysis.
Tujuan diet :
a. Untuk mencukupi kebutuhan zat gizi sesuai kebutuhan pasien agar
status gizi optimal
b. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
c. Menghindari terjadinya penumpukan produk sisa metabolism
protein
d. Pasien mampu melakukan aktivitas normal sehari-hari

Syarat diet:

a. Energi 30-35 kkal/kg BB ideal (BBI) /hari


b. Protein 1,1-1,2 gr/kg BBI/hari 50 % protein hewani dan 50 %
protein nabati
c. Kalsium 1000mg/hari
d. Batasi garam terutama bila ada penimbunan air dalam jaringan
tubuh (edema) dan tekanan darah tinggi
e. Kalium dibatasi terutama bila urin kurang dari 400 mlatau kadar
kalium darah > 5,5 mEq/L
f. Jumlah asupan cairan = jumlah urin 24 jam + (500 ml s.d 750 ml).
6. Aktivitas
Penderita GGK akan kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak
mampu bekerja serta tidak mampu mempertahankan fungsi perannya
dalam keluarga.

7. Pendidikan kesehatan
Gangguan ginjal bisa dicegah dengan berbagai cara terutama dengan
menerapkan pola hidup sehat. Berhenti merokok. Mempertahankan
kadar kolesterol, kendalikan berat badan menghindari kekurangan
cairan dengan cukup minum air putih tidak lebih dari 2 lt setiap hari.
Selain gaya hidup sehat lakukan pemeriksaan kesehatan secara
berkala. Bagi klien yang sudah dinyatakan mengalami gangguan
ginjal diharapkan berhati-hati dalam mengkonsumsi obat-obatan
seperti obat rematik, antibiotic tertentu dan apabila terinfeksi segera
diobati. Hindari bahan kimia seperti pewarna, pengawet, dan
penyedap rasa yang disajikan dalam makanan. Riwayat DM keluarga
merupakan resiko tinggi untuk gagal ginjal.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas meliputi nama lengkap, TTL, jenis kelamin, agama,
suku, status perkawinan dll
b. Keluhan utama : kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana
terjadinya, apakah tiba-tiba atau berangsur-angsur dan obat apa
yang digunakan
c. Riwayat kesehatan sekarang mengkaji keluhan kesehatan yang
dirasakan klien meliputi PQRST
d. Riwayat penyakit dahulu: kaji apakah ada penyakit gagal ginjal
akut, ISK, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik BPH
dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran
kemih, DM dan hipertensi.
e. Riwayat kesehayan keluarga : mengkaji ada atau tidak anggota
keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Bagaimana pola
hidup yang diterapkan keluarga, penyakit herediter dan penyakit
menular pada keluarga
f. Riwayat psikososial : adanya perubahan struktur tubuh dan adanya
tindakan dialisis akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri
g. Mengkaji lingkungan tempat tinggal mengenai kebersihan
lingkungan, area lingkungan dll

2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV
1) Keadaan umum klien : klien lemah dan terlihat sakit berat
2) Tingkat kesadaran : menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi system syaraf pusat
3) TTV : Sering didapat adanya perubahan RR meningkat, TD
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat

b. Sistem pernafasan
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia
didapat adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam
merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbondioksida
yang menumpuk di sirkulas.i

c. Sistem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas epusi pericardial.
Sering didapat adanya anemia sebagai akibat dari penurunan
produk eritropoietin, penurunan usia sel darah merahdan
kehilangan darah.

d. Sistem neuromuscular
Didapat penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral seperti
perubahan proses berfikir dan disorientasi.

e. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
system rennin angiostensin-aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas
akibat pericarditis, epusi pericardial dan gagal jantung.

f. Siostem endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada
laki-laki akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang
menurun. Pada wanita timbul gangguan menstruasi dan gangguan
ovulasi.

g. Sistem perkemihan
Penurunan urine output < 400ml/hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat.
h. Sistem pencernaan
Didapati adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder.
Didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

i. Sistem musculoskeletal
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri
kaki (memburuk pada malam hari) kulit gatal, keterbatasan gerak
sendi dll.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
keluaran urin dan retensi cairan dan natrium
2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
status metabolik, sirkulasi( anemia dan iskemia jaringan) dan
sensasi

C. Intervensi dan Rasional


1. Diagnosa 1
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan
cairan

Kriteria hasil : a. Tidak terjadi edema


b. Menunjukan pemasukan dan pengerluaran
mendekati seimbang
c. Turgor kulit baik
d. Membran mukosa baik
e. Berat badan dan TTV stabil
f. Elektrolit dalam batas normal

Intervensi :
a. Kaji status cairan :
1) Timbang berat badan harian
2) Keseimbangan masukan dan keluaran
3) Turgor kulit dan adanya edema
4) Distensi vena leher
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi
Rasional : Pengkajian merupakan dasar dan data dasar untuk
memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi
b. Batasi masukan cairan
Rasional : Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh
ideal, keluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Identifikasi sumber potensial cairan ( Medikasi dan cairan
yang digunakan untuk pengobatan oral dan intravena serta
makanan )
Rasional : Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi
d. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan
keluarga dalam pembatasan cairan
e. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan pembatasan
cairan.
Rasional : Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan
terhadap pembatasan diet

2. Diagnosa 2
Tujuan : Klien mampu Mempertahankan kulit utuh atau
menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah
kerusakan / cidera kulit.

Kriteria hasil : Mempertahankan kulit utuh dan mampu


menunjukan perilaku /teknik untuk mencegah
kerusakan kulit
Intervensi :
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular.
Perhatikan kemerahan ekskoriasi, observasi terhadap ekimosis,
purpura.
Rasional : Menandakan area sirkulasi buruk/ kerusakan yang
dapat menimbulkan pembentukan decubitus/infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membrane
mukosa
Rasional : mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan
yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
pada tingkat seluler.
c. Inspeksi area tergantung terhadap edema
Rasional : Jaringan edema lebih cenderung rusak / robek

3. Evaluasi
a. Diagnosa 1
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan :
1) Tidak terjadi edema
2) Menunjukan pemasukan dan pengerluaran
mendekati seimbang
3) Turgor kulit baik
4) Membran mukosa baik
5) Berat badan dan TTV stabil
6) Elektrolit dalam batas normal

b. Diagnosa 2
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan Klien dapat
mempertahankan kulit tetap utuh dan mampu menunjukan
perilaku /teknik untuk mencegah kerusakan kulit.

III. DAFTAR PUSTAKA

Amin dkk, NANDA NIC NOC. 2015. Jogjakarta: Medi Action

Doengoes M.E. 2010 Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC : Jakarta

Hudak dan Gallo. 2011. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Edisi VIII
Jakarta: EGC.

Muttaqim, Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika

NANDA Internasional. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Nursalam, Dr, Nurs M. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Pearce, Evelyn C.2006. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic. Jakarta: :


PT.Gramedia Pustaka Utama

Sinto. R. Nainggolan.6. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan


Tatalaksana. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Anda mungkin juga menyukai