Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HAKIKAT DAN TEORI PENGETAHUAN DALAM


KONTEKS PENDIDIKAN
Disusun untuk memenuhi tugas harian

Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen pengampu: Doni Nugraha, M Pd. I

Disusun Oleh:

Acep Taufiq Ahmad Muhajir

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


STAI TASIKMALAYA
TASIKMALAYA
2019
Kata Pengantar

Alhamdulillahhirobbil’alamin segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah memberi karunia serta berkah kepada saya karena telah diberikan kelancaran dan
kemudahan sehingga saya sebagai penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Tujuan saya membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas harian dan juga untuk
menambah wawasan.
Adapun kendala-kendala yang kami hadapi yaitu kurangnya materi yang kami miliki
dalam pembuatan tugas ini, walaupun dalam bentuk sederhana saya berusaha membuat
sebaik-baiknya agar dapat di mengerti dan di pahami sehingga dapat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan kita bersama.
Saya menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan. Semoga tugas ini akan
membantu dalam meningkatkan pengetahuan.

Tasikmalaya, 28 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................1
BAB II.......................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
A. Pengertian Pengetahuan dan Hakikat Pengetahuan........................................................2
B. Teori Akal.......................................................................................................................3
C. Teori Panca Indera..........................................................................................................7
D. Teori Qalbu.....................................................................................................................8
E. Teori integralisme...........................................................................................................9
BAB III....................................................................................................................................12
PENUTUP...............................................................................................................................12
A. Kesimpulan...................................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dibekali akal dan pikiran sehingga manusia memiliki pengetahuan yang tidak di
miliki oleh makhluk lain di dunia ini. Pengetahuan memang identik dengan ilmu, tak jarang
para ilmuwan sering menggunakan kedua kata tersebut secara bersamaan maupun
berdampingan. Mengenai pengertian pengetahuan, terdapat banyak sekali pendapat beberapa
ahli, baik ahli filsuf barat ataupun filsuf muslim. Para ilmuwan barat mayoritas berpendapat
bahwa pengetahuan itu hanya pada sesuatu yang dapat di buktikan dengan indera, tetapi para
ilmuwan muslim, beranggapan bahwa pengetahuan itu tidak hanya terbatas pada hal yang
bisa di indera saja, tetapi hal yang tak bisa di indera pun bisa dinamakan pengetahuan jika
diterangkan dalam wahyu.
Kemampuan manusia dalam menyerap pengalaman dan pendidikan tidak sama maka
tidak ada kemampuan akal manusia yang sama persis. Setiap orang pasti memiliki pandangan
atau pemikiran yang berbeda-beda karena kemampuan akal mereka juga berbeda-beda sesuai
kapasitasnya. Maka perlu sekali bagi kita untuk mempelajari teori-teori tentang penidikan,
agar kita bisa memahami berbagai teori menurut para filosof yang mungkin selama ini belum
kita ketahui. Dibawah ini kita akan memaparkan berbagai teori pendidikan menurut beberapa
filosof, dan juga menurut islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pengetahuan dan hakikat pengetahuan?
2. Bagaimana teori akal?
3. Bagaimana teori pancaindera?
4. Bagaimana teori Qalbu?
5. Bagaimana teori integralisme?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengetahuan dan hakikat pengetahuan.
2. Mengetahui teori akal.
3. Mengetahui teori pancaindera.
4. Mengetahui teori Qalbu.
5. Mengetahui teori integralisme.
1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengetahuan dan Hakikat Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang diketahui langsung dari pengalaman,


berdasarkan panca indra, dan diolah oleh akal budi secara spontan. Pengetahuan masih pada
tataran inderawi dan spontanitas, belum ditata melaui metode yang jelas. Pada intinya,
pengetahuan bersifat spontan, subjektif dan intuitif. Pengetahuan berkaitan erat dengan
kebenaran, yaitu kesesuaian antara pengetahuan yang dimiliki manusia dengan realitas yang
ada pada objek. Namun, kadang-kadang kebenaran yang ada dalam pengetahuan masih
belum tertata rapi, belum teruji secara metodologis. Orang melihat gunung meletus, itu
pengetahuan. Orang merasakan gempa, lalu lari tunggang langgang ke luar rumah, itu
pengetahuan. Pengetahuan masih sering bercampur dengan insting.
Ilmu (sains) berasal dari bahasa latin scientin yang berarti knowledge. Ilmu dipahami
sebagai proses penyelidikan yang berdisiplin tertentu. Ilmu bertujuan untuk meramalkan dan
memahami gejala-gejala alam. Meramalkan tidak lain sebuah proses. Meramalkan bisa saja
melalui penafsiran. Ilmu sebenarnya juga sebuah pengetahuan, namun telah melalui proses
penataan yang sistematis. Ilmu telah memiliki metodologi yang andal. Ilmu dan pengetahuan
sering kali dikaitkan, hingga membentuk dunia ilmiah. Gabungan ilmu dan pengetahuan
selalu terjadi di ranah penelitian apapun. Ilmu tanpa pengetahuan tentu sulit terjadi.
Pengetaahuan yang disertai ilmu, jelas akan lebih esensial.
Ilmu pengetahuan ialah ilmu pengetahuan yang telah diolah kembali dan disusun
secara metodis, sistematis, konsisten, dan koheren. Inilah ciri-ciri ilmu pengetahuan, yang
membedakan degan pengetahuan biasa. Agar pengetahuan menjadi ilmu, maka pengetahuan
tadi harus dipilih (menjadi suatu bidang tertentu dari kenyataan) dan disusun secara metodis,
sistematis, serta konsisten. Pengetahuan dan ilmu pengetahuan tentu berkaitan dengan
realitas.orang yang mempelajari pengetahuan dan ilmu pengetahuan akan menelususri realitas
secara cermat. Hakikat kenyataan atau realiats memang bisa didekati dari sisi ontologi
dengan dua macam sudut padang yaitu kuantitatif dan kualitatif.
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm (‘alima-ya’lamu-‘ilm), yang berarti
pengetahuan (al-ma’rifah), kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang hakikat
sesuatu yang dipahami secara mendalam.2 Dari asal kata ‘ilm ini selanjutnya di-Indonesia-
kan menjadi ‘ilmu’ atau ‘ilmu pengetahuan.’ Dalam perspektif Islam, ilmu merupakan
pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh (ijtihād) dari para ilmuwan
2
muslim (‘ulamā’/mujtahīd) atas persoalanpersoalan duniawī dan ukhrāwī dengan bersumber
kepada wahyuAllah.
Al-Qur’ān dan al-Hadīts merupakan wahyu Allah yang berfungsi sebagai petunjuk
(hudan) bagi umat manusia, termasuk dalam hal ini adalah petunjuk tentang ilmu dan
aktivitas ilmiah. Al-Qur’ān memberikan perhatian yang sangat istimewa terhadap aktivitas
ilmiah. Terbukti, ayat yang pertama kali turun berbunyi ; “Bacalah, dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang telah menciptakan”. Membaca, dalam artinya yang luas, merupakan aktivitas
utama dalam kegiatan ilmiah.
Di samping al-Qur’ān, dalam Hadīts Nabi banyak disebut tentang aktivitas ilmiah,
keutamaan penuntut ilmu/ilmuwan, dan etika dalam menuntut ilmu. Misalnya, hadits-hadits
yang berbunyi; “Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah” (HR.
Bukhari-Muslim).
Besarnya perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan, menarik perhatian Franz
Rosenthal, seorang orientalis, dengan mengatakan: ”Sebenarnya tak ada satu konsep pun
yang secara operatif berperan menentukan dalam pembentukan peradaban Islam di segala
aspeknya, yang sama dampaknya dengan konsep ilmu. Hal ini tetap benar, sekalipun di antara
istilah-istilah yang paling berpengaruh dalam kehidupan keagamaan kaum muslimin, seperti
“tauhîd” (pengakuan atas keesaan Tuhan), “al-dîn” (agama yang sebenar-benarnya), dan
banyak lagi kata-kata yang secara terus menerus dan bergairah disebutsebut. Tak satupun di
antara istilah-istilah itu yang memiliki kedalaman dalam makna yang keluasan dalam
penggunaannya, yang sama dengan kata ilmu itu.

B. Teori Akal

Kata akal berasal dari bahasa arab al-aql dan dalan alqur’an dapat diartikan paham
dan mengerti. Dalam kamus bahasa arab terdapat kata aqala yang berarti mengikat dan
menahan. Al-aql juga mengandung arti kalbu. Menurut pemahaman prof. Izutzu kata al-aql di
jaman jahiliyah dipakai dalam arti kecerdasan praktis yang dalam istilah psikologi modern
disebut kecakapan memecahkan masalah. Menurut pendapatnya, orang yang berakal adalah
orang-orang yang mempunyai akal untuk memecahkan masalah setiap kali ia dihadapkan
dengan problem dan selanjutnya dapat melepaskan diri dari bahaya yang ia hadapi. Dengan
akal, dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan sekeliling, juga dapat
mengembangkan konsepsi-konsepsi mengenai watak dan keadaan diri kita sendiri, serta
melakukan tindakan berjaga-jaga terhadap rasa ketidakpastian yang esensial hidup ini. Akal

3
juga bisa berarti jalan atau cara melakukan sesuatu, daya upaya, dan ikhtiar. Akal juga
mempunyai konotasi negatif sebagai alat untuk melakukan tipu daya, muslihat, kecerdikan,
kelicikan. Akal fikiran tidak hanya digunakan untuk sekedar makan, tidur, dan berkembang
biak, tetapi akal juga mengajukan beberapa pertanyaan dasar tentang asal-usul, alam dan
masa yang akan datang. Kemampuan mengantarkan pada suatu kesadaran tentang betapa
tidak kekal dan betapa tidak pastinya kehidupan ini.

Allah menciptakan akal sebagai bukti kecintaan kepada manusia, dan akal sebagai
pembeda antara yang baik dan yang buruk. Allah Swt berfirman dalam kitab-Nya. Dalam al-
Quran surat al-Baqoroh [2] : 269:

‫ُيْؤ ِتي اْلِح ْك َم َة َم ن َيَش اُء َو َم ْن ُيْؤ َت اْلِح ْك َم َة َفَقْد ُأْو ِتَي َخْيًرا َك ِثْيًرا َو َم ا َيَّذ َّك ُر ِإَّال ُأوُلوا اَأْلْلَباِب‬

“Allah akan menganugrahkan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa
yang dianugerahi hikmah tersebut, ia benar-benar telah dianugerahi kebaikan yang tak
terhingga. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dan
memahami hal ini).”

Telah berkembang banyak teori tentang akal sejak bertahun-tahun. Teori-teori


tersebut dapat digolongkan menurut sistem sederhana yang dipakai oleh para filosof yang
berkecimpung dalam menyelidiki akal:

1) akal adalah substansi non-material,


2) akal adalah prinsip penataan,
3) akal adalah kumpulan dari pengalaman dan akal adalah sebagai bentuk perilaku.

1. Teori akal PLATO (Akal sebagai Substansi)


Akal dapat ditafsirkan sebagai kesatuan yang non-material, yang tak dapat dibagi dan
tak dapat mati. Istilah substansi dipakai dalam filsafat untuk menunjukkan suatu realitas yang
dalam dan yang mengandung kualitas. Marilah kita mengambil dua contoh. Lilin adalah suatu
substansi yang mempunyai beberapa kualitas: seperti warna kuning (keruh kecuali jika
dimurnikan), plastik (dapat diremas jika hangat), melekat, tak dapat ditekan dan lain-lain.
Apakah yang tinggal jika anda menghilangkan kualitas-kualitas tersebut? jawabannya, yang
tinggal adalah substansi. Yakni sesuatu yang mempunyai kualitas. Sekarang kita bicara
tentang akal. Akal mempunyai kualitas seperti dapat faham, berfikir, ingat dan

4
mengkhayalkan. Apakah yang tertinggal jika anda mengambil kualitas-kualitas tersebut.
jawabannya, yang tertinggal adalah substansi, dan kali ini substansi yang immaterial.
Plato membagi watak manusia ke dalam tiga bagian:
Pertama, bagian rasional, tempatnya adalah dalam otak. Unsur rasional manusia adalah
esensi suci, atau substansi, dan harus dibedakan dari badan di mana akal itu terpenjara. kedua
adalah bagian yang merasa, tempatnya di dada.
ketiga, unsur yang ingin atau selera, tempatnya di perut. Unsur keinginan tidak mempunyai
prinsip untuk mengatur diri sendiri, karena itu harus berada di bawah kontrol akal.
Akal dan badan mempunyai hubungan yang erat satu dengan lainnya, akan tetapi
menurut Plato perbedaan antara dua hal tersebut adalah nyata. Jiwa yang tak dapat dibagi-
bagi berasal dari alam misal atau form yang tinggi dan abadi, jauh di atas dunia pengalaman
yang selalu berubah dan lewat. Jiwa tercemar karena berhubungan dengan benda, pada suatu
waktu jiwa akan meninggalkan badan dan kembali kepada tempatnya yang abadi.

2. Teori akal DESCARTES (Akal sebagai substansi)


Descartes, seorang filosof besar pada abad ke-17, menguatkan teori bahwa akal
adalah substansi. Karena sangat sangsi terhadap kebenaran pengetahuan pada zamannya, dan
kebenaran segala pengetahuan, ia memutuskan untuk mempersoalkan segala-galanya dan
memulai suatu cara untuk sangsi yang sistematik, dan berusaha mendapatkan apa yang
mustahil dapat disangsikan.
Dari posisi keragu-raguan metodologis, Descartes keluar dengan suatu keyakinan
yang kuat bahwa aku itulah yang ada. Perkataannya dalam bahasa Latin adalah “cogito ergo
sum”, “aku berpikir, karena itu aku ada”. Descartes menemukan bahwa adanya sedikitnya
satu akal, yakni akalnya sendiri, tak dapat disangsikan. “Inilah hal yang tak dapat dipisahkan
dariku, aku ada, ini sudah tentu, tetapi berapa kali? Ya, selama aku berpikir, karena
barangkali akan terjadi bahwa aku berhenti berpikir, dan berbarengan dengan itu aku tidak
lagi ada”. Dari sini ia meyakinkan adanya akal lain, adanya Tuhan serta adanya alam materi.
Dunia luar menunjukkan adanya, melalui indra, dan ia tidak percaya bahwa ia dapat ditipu.
Bagi Descartes terdapat dua substansi, akal dan materi. Ia mengadakan perbedaan
yang jelas antara keduanya. Akal itu immaterial. Akal adalah kesadaran, dan sifatnya adalah
berpikir. Oleh karena akal itu substansial, ia tak dapat dimusnahkan kecuali oleh Tuhan yang
merupakan satu-satunya substansi yang tidak bersandar kepada yang lain. Sifat materi adalah
keluasan. Badan manusia adalah bagian dari alam materi dan tunduk kepada aturan-
aturannya.

5
3. Teori akal Aristoteles (akal sebagai prinsip penataan)
Aristoteles, murid Plato, walaupun pada dasarnya menyetujui beberapa aspek dari
teori akal sebagai substansi, mengambil arah baru yang akan kita bicarakan sekarang. Bagi
Plato, ide-ide adalah bentuk-bentuk yang abadi yang wujudnya adalah dalam alam lain; ide
kita tentang dunia ini hanya merupakan copy dari bermacam-macam derajat kebenaran, dari
ide yang abadi. Bagi Aristoteles, bentuk itu ada dalam benda, dalam alam ini. Form itu
memberi bentuk, mengatur prinsip-prinsip dinamis yang memerintah dan mengarahkan
materi. Dari pandangan ini, jiwa (soul, psyche) adalah prinsip kehidupan, kumpulan dari
proses kehidupan, prinsip yang aktif untuk mengatur proses-proses ini. Akal atau fikiran
adalah kekuatan atau fungsi tertinggi dari jiwa (psyche) manusia. Dalam usaha untuk
mempersatukan akal dan badan, Aristoteles menyimpang dari pendirian Plato dan mendekati
pendirian bahwa akal itu adalah proses dan fungsi. Jika bagi Plato alam Ide atau bentuk yang
abadi ada di luar dunia rasa indrawi, bagi Aristoteles form (bentuk) itu ada di dalam benda
sebagai prinsip yang aktif untuk pengaturan.

4. Teori akal IMMANUEL KANT (Akal sebagai prinsip penataan)


Immanuel Kant pada akhir abad ke-18 mengeritik pandangan tradisional yang
mengatakan bahwa akal itu substansi; pandangan tersebut mengatakan bahwa seseorang
dapat menjadikan “aku”-nya dan “akal”-nya menjadi obyek langsung untuk diketahui. Bagi
Kant, akal itu aktif. Akal itu mengumpulkan bahan-bahan yang disajikan oleh bermacam-
macam indra dalam suatu pengolah pengetahuan. Zaman dan ruang merupakan “forms” dari
pengalaman-pengalaman indrawi kita, yang dengan memakai pertimbangan (judgment)
dikumpulkan menjadi pengalaman yang teratur dan terpadu. Akal bukannya suatu substansi
mental yang berdiri sendiri. Akal adalah penataan dan kesatuan dari pengalaman-pengalaman
pribadi manusia.
Menurut Kant, yang kita ketahui secara pasti adalah pengalaman-pengalaman kita. Di
mana saya ada pengetahuan terdapat juga perpaduan; dan pengetahuan memerlukan seorang
yang mengetahui. Jika ada daya ingatan, tentu ada sesuatu yang melakukan ingatan tersebut.
pengaturan pengalaman menjadi mungkin karena ada akal dan pemahaman yang berlaku
sebagai prinsip penataan. Terdapat kesatuan organik atau pribadi yang mengatasi (transcend)
dan yang bertanggung jawab untuk adanya kontinuitas di antara pengalaman-pengalaman
yang terpisah. Kesatuan itu adalah aku (self). Aku kadang-kadang dikatakan sebagai tempat
bentuk pengetahuan. Kadang-kadang, aku dan akal dianggap sebagai satu. Walaupun begitu,

6
bersama Kant, kita harus tidak lupa bahwa aku adalah suatu subyek moral dan subyek yang
mengetahui.
Kant mengatakan bahwa apa yang kita katakan rasional itu adalah suatu pemikiran
yang masuk akal tetapi menggunakan ukuran hukum alam. Dengan kata lain, rasional adalah
kebenaran akal yang diukur dengan hukum alam, menurut Kant.
Contoh : Pesawat terbang yang beratnya ratusan ton, kok bisa terbang?
Jawabannya adalah Ya, dengan alasan karena pesawat itu telah dirancang sesuai
dengan hukum alam. Itu rasional. Lain halnya dengan cerita Nabi Musa yang melemparkan
tongkatnya ke tanah, lantas tongkat itu menjadi ular, segera saja Anda mengatakan bahwa itu
tidak rasional karena menurut hukum alam adalah tidak mungkin tongkat dapat berubah
menjadi ular.

C. Teori Panca Indera

Indera sebagai sumber pengetahuan, berkaitan dengan empiri. Empiri berasal dari
bahasa Yunani “empiria” yang berarti pengalaman, dalam bahasa Inggris “experience” dan
bahasa Latinnya “experiente ”.
Indera sebagai sumber pengetahuan adalah pengetahuan yang diperoleh manusia
melalui kelima inderanya, yakni mata, hidung, perasaan (kulit), telinga dan lidah.
Pengetahuan inderawi juga disebut pengetahuan empiris. Dalam sejarah epistimologi barat
tokohnya adalah Roger Bacon, John Locke, David Hume dan sejumlah pengikutnya.
Dalam aliran filsafat empirisme dijelaskan, bahwa inderalah yang merupakan satu-
satunya instrumen yang dapat menghubungkan kita dengan alam. Tanpa indera, kemungkinan
kita memandang alam ini tidak ada atau masih samar. Akal sebagai sumber pengetahuan,
tanpa melalui panca indera tidak dapat diresapi. Hal ini sesuai apa yang dikatan John Locke,
bahwa pada akal tidak ada sesuatu sebelum itu ada pada alat indera.
Pengetahuan yang bersumber dari indera, diperoleh manusia sebagai makhluk biotik, berkat
inderanya ia mengatasi taraf hubungan yang semata-mata fisik vital dan masuk dalam medan
intensional, walaupun masih sangat sederhana. Indera menghubungkan manusia dengan hal-
hal yang konkrit material.
Indera sebagai sumber pengetahuan bersifat parsial, disebabkan perbedaan indera satu dengan
yang lain. Namun pengetahuan inderawi sangat dibutuhkan karena merupakan pintu gerbang
pertama untuk pengetahuan yang utuh.

7
Selanjutnya, untuk mengetahui jenis-jenis pengetahuan indera, perlu dijelaskan jenis-jenis
indera yang dimiliki manusia. Manusia terdiri dari Jasmani dan Rohani, jasmani dalam tubuh
manusia dilengkapi dengan faraj, hidung, mata, perasaan (kulit), perut, tangan dan telinga.
Islam memandang, indera manusia terdiri dari indera dalam dan indera luar, keduanya
mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Fungsi indera sebagai sumber pengetahuan terdiri dari :
1. Indera bersama yang berfungsi untuk menerima kesan-kesan yang diperoleh panca
indera luar dan diteruskan ke indera batin.
2. Indera penggambar berfungsi untuk melepaskan kesan-kesan yang diteruskan ke
indera bersama dari materinya.
3. Indera perangka yang berfungsi mengatur gambar yang telah dilepaskan dari materi
dengan memisah-misahkan dan menghubungkan satu sama lain.
4. Indera penggarap yang bertugas menangkap arti yang dikandung gambaran-gambaran
itu.
5. Indera pengikat yang berfungsi untuk menyimpan arti yang ditangkap oleh indera
penggarap.
Dari proses penginderaan itu kiranya diambil suatu pengertian, bahwa indera bersama
membawa masukan dan kemudian diproses oleh ketiga indera lainnya dikeluarkan untuk
menjadi pengertian oleh indera pengikat. Seperti halnya akal, indera juga mempunyai
kelemahan. Pengalaman merupakan pengetahuan yang telah samar dijadikan dasar bagi teori
pengetahuan yang sistematis. Sebuah teori yang menitik beratkan pada persepsi panca indera,
kiranya melupakan kenyataan bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak
sempurna.
Walaupun indera sebagai sumber pengetahuan terbatas, namun kedudukannya sebagai
metode untuk memperoleh pengetahuan telah diakui oleh Islam. Hal ini sesuai dengan
Firman Allah dalam QS. al-Ghassiyah: 17-20).
‘’Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan, dan langit,
bagaimana ia ditinggikan, dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan dan bumi,
bagaimana ia dihamparkan”.

D. Teori Qalbu

Qalbu pada dasarnya memiliki makna ganda. Ada makna secara syariah dan
hakikiyah. Secara syariah Qalbu diartikan sebagai segumpal daging yg mana baik buruknya
akan memberi dampak besar terhadap jasad seseorang. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw :

8
......)‫َو ِإَّن ِفي اْلَجَسِد ُم ْض َغ ًة ِإَذ ا َص َلَح ْت َص َلَح اْلَجَس ُد ُك ُّلُه َو ِإَذ ا َفَس َد ْت َفَس َد اْلَجَس ُد ُك ُّلُه َأَال َوِهَي اْلَقْلُب (رواه البخاري و مسلم‬

Artinya : “… Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka
baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa
dia adalah qalbu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Secara lughawiyah, Qalbu memiliki arti asli yaitu Jantung. Dan ini sejalan dengan
Hadits diatas bahwa ketika jantung kita sehat, maka seluruh tubuh kita pun akan sehat dan
bebas dari berbagai penyakit. Namun sebaliknya, jika jantung kita biarkan kotor, maka darah
yang mengalir ke seluruh tubuh pun akan menjadi darah yang kotor dan menjadi biang
penyakit

Sementara makna secara hakikiyah, qalbu adalah sebuah organ yang bersifat sir (tidak
berwujud), namun ketika seseorang tersebut melakukan sebuah kemaksiatan, maka akan
muncul bercak-bercak hitam yang lama kelamaan akan mengeraskan qalbu. Sebagaimana
: Allah swt berfirman dalam hadits Qudsyi

‫بنيت في جوف بان ادم قصرا و في القصر صدرا و في الصدر قلبا و في القلب فأدا و في الفأد شغفا و في الشغاف لّبا و في‬
‫اللب سّرا و في السّر انا‬

Artinya : Telah kami (Allah) bina/bangun dalam diri bani adam sebuah bangunan. Di dalam
bangunan itu terdapat dada, di dalam dada terdapat qalbu, di dalam qalbu terdapat fuad (mata
hati), di dalam fuad terdapat syagaf (hati nurani), di dalam syagaf terdapat lubb (lubuk hati),
dalam lubuk hati terdapat sirr (rasa), didalam sirr ada Aku (Allah).

‘Qalbu’ adalah salah satu potensi yang dibawa oleh ruh. Potensi itu mengalir ke dalam
hakekat hati manusia yang bersifat gaib, halus dan berbahanya. Sebagaimana yang dapat
dirasakan, apabila seseorang mengalami sakit jantung, maka dada terasa nyeri dan berdebar-
debar. Apabila seseorang mengalami sakit hati secara fisik, dapat diartikan levernya yang
sakit. Akan tetapi seseorang sakait hati secara psikologis, dadanyapun terasa perih, tersayat-
sayat, dan muncul kegelisahan namun apabila sakit hatinya secara spiritual, berarti di
dalamnya terdapat penyakit ruhani, seperti: syirik, nifaq, kufur, fasik, riyak, ujub, dengki, dan
sebagainya.
Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, Mengartikan Qalbu sebagai kelembutan Rabbaniyah
Ruhaniyah yang bertempat di Qalbu ini. Qalbu dengan makna ini adalah hakikat manusia.
Dialah bagian yang menyerap, menangkap, dan memiliki pemahaman dalam diri manusia.

9
Dialah yang beri tugas hukum, yang akan diperhitungkan, yang akan diberikan ganjaran, dan
yang akan mendapat kecaman.
Menurut pemahaman Sa’ad Hawwa, bahwa Qalbu itu adalah rasa ruhaniyah yang
halus yang berkaitan dengan hati jasmani (bendawi), dan perasaan halus itu adalah hakikat
diri mausia. Dialah yang mengetahui, mengerti dan paham. Dialah yang mendapat perintah,
yang dicela, diberi sanksi, dan yang mendapat tuntutan. Ia memiliki hubungan dengan hati
jasmani (bendawi). Akal manusia bingung untuk mengetahui letak hubungan dan
pertaliannya, padahal pertaliannya (hubungan antara hati ruhaniyah dengan hati jasmani)
sama dengan hubugan antar watak dengan jasad, antara sifat dan yang disifati, antara
pemakai alat dengan alat itu sendiri. Antara sesuatu yang menempati tempat dengan tempat
itu sendiri.

Jadi, pengertian Qalbu disini adalah dalam makna ruhaniah dan ia tidak dapat dilihat
dengan mata kepala, kecuali dengan penglihatn batiniah ( mukasyafah). Ia merupakan tempat
menerima perasaan kasih sayang, pengajaran, pengetahuan, berita, ketakutan, keimanan,
keislamanan, keikhsanan, ketauhidan dan ketakwaan.

E. Teori integralisme

Asal Mula Integralisme, pada tahun 1970-an para pemuda Amerika berbondong-
bondong memasuki daerah-daerah pedalaman. Hal ini terjadi karena krisis eksistensi diri
yang disebabkan oleh serangan gaya hidup modern. Mereka meninggalkan kehidupan mewah
mereka dan bergabung dengan suku-suku pedalaman. Mereka tinggal di pedalaman bersama
komune-komune pedalaman tersebut. Sekilas memang terasa aneh, karena secara ekonomi
mereka telah menempati pada posisi yang mapan, tidak kekurangn harta benda yang bisa
menjamin kelangsungan hidup mereka. Namun orang akan mengerti dan memahami
fenomena tersebut setelah mengetahui apa sebenarnya yang mereka inginkan.
Kehidupan modern yang terlalu mengunggulkan akal dan menjadikannya raja
membuat pemuda-pemuda ini terasa kering dan terasing, bahakan dengan diri mereka sendiri.
Mereka melihat ada satu bagain kehidupan ini yang hilang, sehingga kehidupan mereka
terasa parsial. Dan sesuatu yang hilang tersebut mereka temukan di masyarakat pedalaman,
masyrakat tradisional. Yang mereka cari adalah spiriualitas yang membawa kesejukan dalam
kehidupan mereka. Spiritualitas inilah yang hilang dalam kehidupan Barat modern,
diakibtakan oleh pandangan saintifik positifistik.

10
Setelah bermukim beberapa lama di pedalaman bersama suku-suku Indian tersebut,
para pemuda ini ternyata tidak hanya sekedar menemukan spiritualitas, dimensi yang hilang
dalam kehidupan Barat modern, tetapi dengan spiritualitas ini pula mereka justru menemukan
suatu pandangan yang lebih menyeluruh terhadap realitas. Di sini mereka mendapatkan
kesadaran akan kemenyeluruhan atau sering disebut holon yang kemudian dikenal dengan
holisme. Mereka kemudian membuat gerakan yang mereka sebut gerakan pasca-modernisasi.
Berbeda dengan gerakan mereka sebelumnya yang meninggalkan modernitas dan masuk ke
pedalaman, gerakan mereka kali ini justru mensintesakan yang tradisional dengan yang
modern.
Secara aksiologi, holisme dibangun oleh para pecinta lingkungn. Secara epistemologis
dibangun oleh para psikolog yang memasukan pengalaman mistik sebagai salah satu cara
memperoleh pengetahuan. Sementara pada ranah ontologi dibangun oleh fisikawan Fritjof
Capra yang mengatakan bahwa ada kesejajaran antara partikel material dengan kesadarn
mistis Timur. Setelah mengamati pandangan holisme tersebut, Armahedi Mahzar, seorang
iteknosof dan pengajar di ITB, menyimpulkan bahwa sebenarnya umat Islam tidak perlu
untuk meninggalkan dunia mereka dan beralih mencari dunia lain di pedalaman sebagaimana
yang telah dilakukan oleh pemuda-pemuda Barat, karena Islam sendiri telah memiliki konsep
kesatupaduan. Konsepsi kesatupaduan dalam Islam telah banyak ditafsirkan oleh pemikir di
kalangan muslim sendiri, seperti Ibn Arabi dan Mulla Shadra. Namun sebagai filsafat
tradisional Islam, kedua filsafat tersebut dan filsafat Islam tradisional lainnya tidak cukup
untuk menampung perkembangan keilmuan saat ini. Dari sinilah kemudian lahir filsafat
integralisme atau al-himah al-wahdatiyah.
Integralisme adalah filsafat yang konsep sentralnya adalah integralitas, yaitu
keseluruhan bagian-bagian yang bersatu padu berdasarkan suatu struktur tertentu. Dengan
kata lain, integralisme merupkan wawasan kemenyeluruhan dalam memandang segala
sesuatu: baik sain dan teknologi dan seni, maupun budaya dan agama. Integralisme melihat
semua itu sebagai satu kesatupaduan yang tak bisa dipecah ataupun dipisahkan dari
kesepaduan realitas.
Berbeda dengan integrasi pada pandangan holisme, integralisme menyarankan dua
integrasi yang internal dan yang eksternal. Integrasi internal adalah upaya menyelarasikan
tubuh kita dengan ruh kita melalui rantai instink, inteligensi dan intuisi. Sedangkan integrasi
eksternal adalah menghubungkan diri kita dengan Tuhan melalui lingkungan hidup, alam
semesta dan alam gaib. Dari sini nampak jelas bahwa basis keilmuan Armahedi serta
pandangan dia tentang kesatupaduan menempatkan dia pada sayap kanan dalam pemikiran

11
kaum posmodernisme. Istilah integralisme sendiri sebenarnya telah dipakai oleh Sri
Aurobindo (1872-1950), yang terkenal dengan integral yoganya. Selain itu, istilah ini juga
dipakai oleh Ken Wilber, seorang filosof yang menggabungkkan antara sains modern dan
spiritualitas tradisional, sehingga Armahedi sering menyebut filsafatnya sebagai Integralisme
Islam. Dikatakatan integralisme Islam karena Armahedi menambahkan deminsi-dimensi
keislaman pada integralisme universal Wilber.
Armahedi juga menyebut filsafatnya sebagai pos-strukturalisme timur. Menurutnya
ada dua alasan mengapa integralsime disebut sebagai Pos-struktrukturalisme Timur ,karena
lahirnya di Indonesia yang di Asia yang menurut orang Barat ada di Timur. Saya sebut pos-
strukturalisme karena integralisme memang bermula dari strukturalisme yang diterapkan
untuk filsafat Eropa, bukan mitologi Indian seperti yang diterapkan oleh Levi-Strauss, lalu
dilampaui dalam suatu filsafat Integralisme. Alasan kedua: integralisme universal yang
dikembangkan Ken Wilber, sebagai posmodernisme konstruktif melampaui postrukturalisme,
sebagian besar berdasarkan filsafat India: Budhisme dan Vedantisme.
Dengan demikian, kemunculan filsafat integralisme ini merupakan kelanjutan sekaligus
sintesis dari filsafat tradisional Islam dan filsfat Barat modern.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang diketahui langsung dari pengalaman,


berdasarkan panca indra, dan diolah oleh akal budi secara spontan. Pengetahuan
masih pada tataran inderawi dan spontanitas, belum ditata melaui metode yang jelas.
Pada intinya, pengetahuan bersifat spontan, subjektif dan intuitif.

2. Kata akal berasal dari bahasa arab al-aql dan dalan alqur’an dapat diartikan paham
dan mengerti. Dalam kamus bahasa arab terdapat kata aqala yang berarti mengikat
dan menahan.
Teori tentang akal dapat digolongkan menurut sistem sederhana yang dipakai oleh
para filosof yang berkecimpung dalam menyelidiki akal:
a. akal adalah substansi non-material,
b. akal adalah prinsip penataan,
c. akal adalah kumpulan dari pengalaman dan akal adalah sebagai bentuk perilaku.

3. Indera sebagai sumber pengetahuan adalah pengetahuan yang diperoleh manusia


melalui kelima inderanya, yakni mata, hidung, perasaan (kulit), telinga dan lidah.
Fungsi indera sebagai sumber pengetahuan terdiri dari :
a. Indera bersama yang berfungsi untuk menerima kesan-kesan yang diperoleh panca
indera luar dan diteruskan ke indera batin.
b. Indera penggambar berfungsi untuk melepaskan kesan-kesan yang diteruskan ke
indera bersama dari materinya.
c. Indera perangka yang berfungsi mengatur gambar yang telah dilepaskan dari materi
dengan memisah-misahkan dan menghubungkan satu sama lain.
d. Indera penggarap yang bertugas menangkap arti yang dikandung gambaran-gambaran
itu.

13
e. Indera pengikat yang berfungsi untuk menyimpan arti yang ditangkap oleh indera
penggarap.

4. pengertian Qalbu adalah dalam makna ruhaniah dan ia tidak dapat dilihat dengan mata
kepala, kecuali dengan penglihatn batiniah ( mukasyafah). Ia merupakan tempat
menerima perasaan kasih sayang, pengajaran, pengetahuan, berita, ketakutan,
keimanan, keislamanan, keikhsanan, ketauhidan dan ketakwaan.

5. Integralisme adalah filsafat yang konsep sentralnya adalah integralitas, yaitu


keseluruhan bagian-bagian yang bersatu padu berdasarkan suatu struktur tertentu.
Dengan kata lain, integralisme merupkan wawasan kemenyeluruhan dalam
memandang segala sesuatu: baik sain dan teknologi dan seni, maupun budaya dan
agama. Integralisme melihat semua itu sebagai satu kesatupaduan yang tak bisa
dipecah ataupun dipisahkan dari kesepaduan realitas.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempura. Maka dari itu, kritik dan
saran yang membangun sangat saya harapkan. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua.

14
DAFTAR PUSTAKA

AR, Zahruddin. 2004. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Cet. I.

2004. Bertens. 2004. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Cet. VIII.

M., Amril. 2006. Implementasi Klarifikasi Nilai Dalam Pembelajaran Dan Fungsionalisasi
Etika Islam. Pekanbaru: PPs UIN Suska Press. Vol. 5. No. 1.

Muhmidayeli. 2007. Teori-Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia. Pekanbaru: PPs


UIN Suska Riau. Cet. I.

Bakhtiar, Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Muhmidayeli. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Aditya Media. Cet. I.

SM, Ismail. 2009. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM. Semarang:
RaSAIL Media Group. Cet. IV.

Muhmidayeli. 2007. Membangun Paradigma Pendidikan Islam. Pekanbaru: PPs UIN Suska
Riau. Cet. I.

Surajivo. 2009. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Syafie, Inu Kencana. 2004. Pengantar Filsafat. Bandung: Refika Aditama.

Saefuddin. 1998. Desekularisasi Pemikiran : Landasan Islamisasi. Bandung: Mizan.

Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.

2001. Sony Keraf & Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan ‘Sebuah Tinjauan
Filosofis’. Yogyakarta: Kanisius.

http://www.kompasiana.com/slamet.rahardjo/hakikat-ilmu-
pengetahuan_54f80fa0a33311f2608b4a0f,
http://akhmadrowi.blogspot.com/2013/11/teori-akal-uswatun-khasanah.html

http://www.almuslimaceh.ac.id/edukasi-filosofi-dan-religi/

https://evamarfuah.wordpress.com/2017/05/31/hubungan-akal-dan-hati/

15

Anda mungkin juga menyukai