Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut,
istilah ini diadaptasi dari istilah Acute Respiratory Infection (ARI). Penyakit
infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari satu saluran
napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
(Linawati; dkk, 2021). Salah satu penyakit infeksi yang angka kejadiannya
cukup sering baik di dunia maupun di Indonesia adalah batuk pilek. Batuk
pilek yang juga disebut Infeksi Saluran Pernapasan Atas adalah infeksi primer
di nasofaring dan hidung yang sering mengeluarkan cairan, penyakit ini
banyak dijumpai pada bayi dan anak (Siti; dkk, 2020).
Batuk dan pilek merupakan gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) pada anak usia dibawah 5 tahun. Batuk secara refleks dapat menjadi
faktor protektif menjaga saluran pernapasan dari obstruksi zat berbahaya yang
masuk ke dalam tubuh. Hidung ditutupi oleh jaringan halus yang disebut
mukosa dan menghasilkan lendir untuk melindungi hidung. Apabila jaringan
ini teriritasi maka akan membengkak dan menghasilkan banyak lendir yang
menyumbat hidung (Atika; dkk, 2020).
Penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per
tahun artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek
sebanyak 3-6 kali setahun. Secara umum penanganan yang diberikan oleh
orangtua yaitu dengan membawa anaknya periksa ke klinik atau puskesmas,
jarang orangtua yang dapat memberikan terapi sendiri. Permasalahan yang
terjadi di masyarakat adalah kurangnya pengetahuan orangtua terkait
penanganan secara komplementer yang pada umumnya lebih cenderung
memilih pengobatan farmakologi (Atika; dkk, 2020).
Obat batuk pilek terbanyak digunakan adalah obat batuk pilek
kombinasi dengan komposisi utama meliputi klorfeniramin maleat,
parasetamol, gliceryl guaicolate, pseudoefedrin, dextromethorphan,
bromhexine. BPOM hanya menyarankan untuk mengkonsumsi obat flu dan

1
2

batuk sesuai dosis, tidak boleh melebihi yang tercantum di dalam aturan pakai
bagi anak. Pemilihan jenis obat harus dilakukan oleh dokter dengan
mempertimbangkan antara manfaat dan resiko yang mungkin terjadi, maka
perlu didiskusikan kembali standar komposisi obat batuk pilek yang dijual
bebas terutama untuk anak usia dibawah 6 tahun (Soepardi; dkk, 2013).
Di samping pengobatan farmakologi, obat herbal telah diterima secara
luas di Negara berkembang dan Negara maju. Herbal asli di Indonesia telah
digunakan sejak dahulu untuk beberapa upaya. Obat herbal juga merupakan
obat tradisional yang digunakan secara turun-temurun (Atika; dkk, 2020). Hal
ini dapat menjadi suatu peluang yang dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan
untuk mengembangkan terapi komplementer yang pada awalnya merupakan
suatu kebiasaan yang telah ada dalam masyarakat tertentu.
Saat ini banyak tanaman herbal yang dimanfaatkan masyarakat sebagai
bagian dari terapi untuk meredakan batuk pada balita yaitu salah satunya
dengan penerapan minuman jahe madu. Minuman herbal jahe madu sangat
efektif dan lebih aman untuk digunakan, karena madu mengandung
pinobanksin dan vitamin C sebagai antioksidan dan antibiotik. Kandungan
tersebut berfungsi untuk mengatasi batuk, tanpa menimbulkan suatu efek
samping (Azizah, 2021). Sedangkan kandungan yang ada pada jahe adalah
minyak atsiri yang mengandung komponen utama berupa senyawa zingiberen
dan zingiberol yang mempunyai efek antiseptik, antioksidan dan mempunyai
aktivitas terhadap bakteri dan jamur yang digunakan sebagai peluruh dahak
atau obat batuk (Linawati; dkk, 2021).
Menurut register dari bidan Zubaedah Syah, S.ST., M.Kes Kota
Bandar Lampung bahwa terdapat 4 anak yang mengalami batuk dengan
klasifikasi berbeda. 2 anak mengalami batuk kering yang disertai gatal pada
tenggorokan dan demam. 1 anak mengalami batuk subakut dan 1 anak
mengalami batuk berdahak disertai turunnya nafsu makan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
mengangkat kasus “Penerapan Minuman Jahe dan Madu sebagai salah satu
Obat Herbal untuk Meredakan Batuk pada Balita di PMB Zubaedah Syah,
S.ST., M.Kes” karena masalah pada balita tersebut dapat ditangani dan tidak
3

diperlukannya kolaborasi yaitu dengan memberikan Asuhan Kebidanan pada


balita yang mengalami batuk dengan terapi minuman jahe dan madu, serta
dapat dilakukan di rumah. Oleh karena itu, penulis berharap dengan adanya
terapi non farmakologis menggunakan minuman jahe dan madu dapat
membantu ibu dalam mengatasi masalah batuk dengan klasifikasi batuk
berdahak pada balita.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan An. A yang mengalami batuk yang
dirumuskan menjadi masalah adalah bagaimana cara terapi komplementer
untuk meredakan batuk pada balita. Untuk itu penulis merumuskan masalah
sebagai berikut : Apakah penerapan minuman jahe dan madu dapat meredakan
batuk pada balita ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memberikan dan melaksanakan asuhan kebidanan terhadap balita
dengan melakukan penerapan minuman jahe dan madu untuk meredakan
batuk.
2. Tujuan Khusus
a. Dilakukan pengkajian asuhan kebidanan pada balita untuk meredakan
batuk dengan menerapkan minuman jahe dan madu.
b. Dilakukan interpretasi data untuk mengidentifikasi masalah balita
dengan keluhan batuk dengan pemanfaatan minuman jahe dan madu
untuk meredakan batuk.
c. Dilakukan perumusan diagnosa potensial yang terjadi berdasarkan
masalah yang sudah diidentifikasi terhadap balita.
d. Dilakukan identifikasi tindakan segera pada balita dengan batuk.
e. Dilakukan rencana asuhan kebidanan secara keseluruhan dengan tepat
dan rasional berdasarkan masalah batuk pada balita dengan
pemanfaatan minuman jahe dan madu.
4

f. Dilakukan pelaksanaan asuhan kebidanan sesuai dengan masalah dan


kebutuhan pada balita untuk meredakan batuk.
g. Dilakukan evaluasi hasil tindakan kebidanan yang telah dilakukan
pada balita untuk meredakan batuk.
h. Dilakukan pendokumentasian asuhan kebidanan dengan SOAP

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dapat digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan di bindang
ilmu kebidanan dengan menerapkan teori yang telah didapat di dalam
situasi nyata untuk meredakan batuk pada balita. Dapat menjadi referensi
bagi petugas kesehatan dalam melakukan asuhan kebidanan pada kasus
balita dengan batuk serta meningkatkan mutu pelayanan kebidanan pada
balita.
2. Manfaat Aplikatif
a. Tempat Penelitian (PMB Zubaedah Syah)
Dalam rangka penerapan asuhan kebidanan pada kasus bayi dan
balita dengan pemberian minuman jahe dan madu untuk mengurangi
frekuensi batuk dan pengeluaran sekret sebaiknya dalam pelayanan di
PMB Zubaedah Syah, S.ST., M.Kes diterapkan pemberian minuman
jahe dan madu. Dan diadakan edukasi mengenai penyebab, gejala,
pencegahan dan juga penanganan batuk secara rutin supaya kejadian
batuk pada balita dapat diminimalisir.
b. Institusi Pendidikan (Jurusan Kebidanan)
Diharapkan dapat menjadi bahan pustaka tambahan bagi dosen
pengampu mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan
Anak Pra Sekolah beserta timnya dalam pelaksanaan asuhan kebidanan
pada balita yang mengalami batuk dengan minuman jahe dan madu,
serta dijadikan bahan pustaka tambahan bagi Poltekkes
Tanjungkarang, khususnya program studi D-III Kebidanan
5

c. Bagi penulis lain lainnya


Diharapkan dapat menjadi penambah wawasan dan dapat
menerapkan ilmu yang diperoleh serta dapat menjadi referensi dalam
memberikan asuhan kebidanan pada neonatus dan bayi.

E. Ruang Lingkup
Jenis asuhan yang dilakukan pada studi kasus ini yaitu Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah dengan 7 langkah
Varney. Sasaran studi kasus ini merupakan balita yang mengalami batuk, pada
kasus ini asuhan dilakukan pada An. A. Topik asuhan kebidanan yang
dilakukan yaitu “Penerapan Minuman Jahe dan Madu sebagai salah satu Obat
Herbal untuk Meredakan Batuk pada Balita Usia 5 tahun”. Dan lokasi asuhan
berada di kediaman Bidan Zubaedah Syah, S.ST., M.Kes. Waktu asuhan
dilakukan pada bulan Februari-Maret 2022.

Anda mungkin juga menyukai