Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Berdasarkan hasil survei Kesehatan Rumah Tangga 2004 yang dilaporkan

oleh Departemen Kesehatan RI menunjukkan secara umum bahwa penyakit yang

dikeluhkan dan tidak dikeluhkan , prevalensi penyakit gigi dan mulut adalah yang
.
paling tinggi meliputi 60% penduduk Maloklusi adalah kelainan gigi yang

menduduki urutan kedua setelah karies gigi. 1

Menurut Harun Ahmad, Prevalensi maloklusi di Indonesia masih sangat

tinggi, yaitu sekitar 80% dari jumlah penduduk.2 Prevalensi maloklusi pada remaja

mulai dari tahun 1983 adalah 90% sampai tahun 2006 adalah 89%. 1

Kebutuhan perawatan orthodonsi berdasarkan jenis maloklusi dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan. B. Thailander et al dalam hasil

penelitiannya menyatakan bahwa 88,1 % subjek membutuhkan perawatan

orthodontik, mulai dari yang sedikit membuuhkan perawatan hingga yang mendesak

untuk segera dilakukan perawatan. Dengan menggunakan Swedish National Board of

Health (Swe NBH), hasil penelitian tersebut menunjukkan 35 % membutuhkan

sedikit perawatan, 30% membutuhkan perawatan sedang, dan 20% membutuhkan

perawatan. (3)

1
Menurut Andra Liepa, kebutuhan perawatan orthodontik diestimasikan 27,5

hingga 76,7 persen.(4) Perawatan ortodonti paling sering dilakukan dengan alasan

untuk mengambalikan estetika sebab estetika hingga saat ini masih dianggaap

penting dan utama dalam pergaulan di masayarakat khususnya pada remaja dan

orang dewasa. Maloklusi merupakan salah satu penyakit yang perlu ditanggulangi

dengan kesungguhan. Selain itu, luasnya pengaruh maloklusi terhadap kesehatan

juga akan menimbulkan gangguan terhadap keserasian dan estetika muka. Maloklusi

tidak dapat diberantas, jadi akan senantiasa ada, karena penyebab kelainan tersebut

tidak hanya karena faktor lingkungan, tetapi juga faktor keturunan yang tidak dapat

dihindari. Namun demikian maloklusi dapat dicegah agar tidak bertambah parah.

Adanya maloklusi dapat bermanifestasi sejak usia muda, sehingga dibutuhkan

perawatan sejak dini sebagai upaya mencegah terjadinya maloklusi yang lebih parah.

Anak adalah mereka yang berusia 1-12 tahun. Anak adalah generasi yang akan

menjadi penerus bangsa sehingga mereka harus dipersiapkan dan diarahkan sejak

dini agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat jasmani dan

rohani. Anak usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa sekolah. Anak yang

berada pada masa ini berkisar antara 6 – 12 tahun, masa pada periode ini sudah

menampakkan kepekaan untuk belajar sesuai dengan sifat ingin tahu anak.

Gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup.

Peranannya cukup besar dalam mempersiapkan zat makanan sebelum absorbsi nutrisi

pada saluran pencernaan di samping fungsi psikis dan sosial. Banyak masalah yang

timbul dalam rongga mulut dan membutuhkan perhatian lebih dari para tenaga

2
kesehatan khususnya terjadi pada anak usia 6, 9 dan 12 tahun. Oleh karena itulah,

peneliti mengambil sampel yang berusia 6, 9 dan 12 tahun sebab di usia 6 tahun

diestimasikan gigi molar pertama permanen telah erupsi sehingga dapat ditentukan

relasi molar pertama berdasarkan klasifikasi angel, pada usia 9 tahun merupakan

periode gigi bercampur dimana jumlah gigi permanen dan gigi sulung dalam rongga

mulut hampir sama. Sedangkan usia 12 tahun, menurut WHO, adalah usia penting

karena selain anak akan meninggalkan bangku sekolah dasar, juga merupakan usia

dimana gigi permanen telah erupsi, kecuali molar ketiga. Selain itu, menurut

penelitian Hedman dkk di Swedia, umur 12 tahun adalah periode umur yang sudah

mengerti dengan baik mengenai kesehatan gigi dan mulut.

Gambaran dari beberapa laporan dan penelitian yang ada menunjukkan

bahwa cakupan dan mutu pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih

rendah. Dengan demikian peneliti dianggap penting untuk dilakukan untuk

mengurangi insidensi terjadinya maloklusi yang lebih parah.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka dapat

dirumuskan permasalahan yaitu :

Bagaimana penilaian maloklusi berdasarkan Dental Aesthetic Index pada anak

usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea ?

3
1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai kondisi maloklusi

pada anak sekolah dasar di Kecamatan Tamalanrea dengan menggunakan Dental

Aesthetic Index.

1.3.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan tujuan penelitian umum, maka tujuan penelitian khusus yang ingin

dicapai penulis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menilai kondisi maloklusi pada anak sekolah dasarusia 6 tahun di

Kecamatan Tamalanrea Makassar.

2. Untuk menilai kondisi maloklusi pada anak sekolah dasarusia 9 tahun di

Kecamatan Tamalanrea Makassar

3. Untuk menilai kondisi maloklusi pada anak sekolah dasarusia 12 tahun di

Kecamatan Tamalanrea Makassar

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah

untuk memberikan konstribusi sebagai berikut:

1.4.1 Institusi Pendidikan

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu penelitian yang

bermanfaat bagi almamater penulis.

4
1.4.2 Bidang Ortodonsia

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai seberapa

tinggi insidensi terjadinya maloklusi pada anak sekolah dasar usia 6, 9 dan 12 tahun

di Kecamatan Tamalanrea.

1.4.3 Bidang Kemasyarakatan

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga

kesehatan gigi dan mulut dan pentingnya kontrol rutin ke dokter gigi guna mencegah

terjadinya maloklusi yang lebih kompleks sehingga menghindarkan diri dari

perawatan dengan durasi yang lebih lama.

1.4.4 Peneliti Lainnya

Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan

bagi pembacanya, serta menginspirasi peneliti lain untuk melakukan penelitian

serupa dengan lingkup kerja yang lebih besar.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI MALOKLUSI

Maloklusi Maloklusi diartikan sebagai bentuk hubungan rahang atas dan

bawah yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang

normal, maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial.

Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi beberapa

faktor saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah keturunan,

lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, etnik, fungsional, patologi.

Menurut Winny, maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi yang

mengakibatkan terjadinya penyimpangan hubungan normal antara gigi geligi di

dalam suatu lengkung rahang maupun hubungan antara lengkung gigi atas dan

lengkung gigi bawah. Gambaran klinis yang ditemukan pada maloklusi dapat berupa

gigi berjejal (crowding), protrusi, gigitan silang baik pada regio anterior maupun

regio posterior.

Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta

gigi atas dan bawah. Oklusi merupakan suatu proses yang kompleks karena

melibatkan gigi (termasuk morfologi dan angulasinya), otot, rahang, sendi

temporomandibular, dan gerakan fungisional rahang. Oklusi juga melibatkan relasi

gigi pada oklusi sentrik, relasi sentrik selama berfungsi.

6
Andrew (1977) menyebutkan enam kunci oklusi normal yang berasal dari

hasil penelitian yang dilakukannya terhadap 120 subyek yang oklusi idealnya

memiliki enam ciri. Keenam ciri tersebut yaitu :

1. Hubungan yang tepat dari gigi-gigi molar pertama permanen pada bidang

oklusal

2. Angulasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal.

3. Inklinasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang sagital

4. Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual

5. Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing

lengkung gigi, tanpa celah maupun berjejal-jejal.

6. Bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung.

Enam kunci oklusi normal yang disebutkan Andrew berhubungan dengan

oklusi statik. Selain itu, terdapat kriteria mengenai oklusi fungisional yaang ideal

sudah diperkenalkan oleh Roth (1976) yang bertujuan untuk mendapatkan efesiensi

pengunyahan maksimal yang konsisten dengan beban traumatik minimal yang

menegnai gigi-gigi dan jaringan pendukung serta otot dan aparatus pengunyahan

skeletal.

1. Pada posisi interkuspal maksimal (oklusi sentrik), kondil mandibula

harus berada pada posisi paling superior dan paling retrusi dalam fossa

kondilar. Ini berdampak bahwa posisi interkuspal adalah sama dengan

posisi kontak retrusi.

7
2. Pada saat menutup ke oklusi sentrik , stres yang mengenai gigi-gigi

posterior harus diarahkan sepanjang sumbu panjang gigi.

3. Gigi-gigi posterior harus berkontak setara dan merata, tanpa kontak pada

gigi anterior.

4. Harus ada overjet dan overbite minimal.

2.2 ETIOLOGI MALOKLUSI

Maloklusi merupakan penyimpangan dari petumbuhkembangan yang

disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi atau penyebab

terjadnya maloklusi dapat digolongkan dalam faktor herediter dan faktor lokal.

Kadang-kadang maloklusi sukar ditentukan etiologi pastinya oleh karena berbagai

faktor (multifaktor) yang dapat mempengaruhi pertumbuhkembangan.

1. Faktor Herediter

Pengaruh herediter dapat berpengaruh dalam dua hal, yaitu 1)

disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi

berupa gigi yang berdesakan atau maloklusi yang berupa diastema multipel

meskipun yang terakhir ini jarang dijumpai. 2) disproporsi ukuran, posisi dan

bentuk rahang atas dan bawah yang tidak menghasilkan relasi rahang yang

tidak harmonis. Dimensi kraniofasial sangat dipengaruhi oleh faktor genetik

sementara dimensi lengkung gigi dipengaruhi oleh faktor lokal.

8
Menurut Mossey (1999) berbagai komponen ikut menentukan

terjadinya oklusi normal ialah : 1) ukuran maksila dan mandibula termasuk

korpus dan ramus 2) faktor yang ikut mempengaruhi relasi maksila dan

mandibula seperti basis kranial dan lingkungan 3) jumlah, ukuran dan

morfologi gigi 4) morfologi dan sifat jaringan lunak (bibir, lidah dan pipi).

1) Etiologi Maloklusi Kelas I Angel

Pola skeletal kelas I biasanya kelas I tetapi dapatjuga kelas II

atau kelas III ringan. Pola jaringan lunak pada maloklusi kelas I

umumnya menguntungkan kecuali pada maloklusi yang disertai

proklinasi bimaksiler (insisisvi atas dan bawah proklinasi) yang

mungkin merupakan ciri khas ras tertentu. Kebanyakan maloklusi

kelas I disebabkan oleh faktor lokal yang dapat berupa diskrepansi

ukuran gigi dan lengkung gigi geligi. Faktor yang dapat menyebabkan

kelainan pada maloklusi kelas I juda dapat terjadi pada maloklusi

kelas III.

2) Etiologi Maloklusi Kelas II Devisi 1 Angel

Pada maloklusi kelas II devisi 1 sering didapatkan letak

mandibula yang lebih posterior daripada maloklusi kelas 1 atau

maksila yang lebih anterior sedangkan mandibula normal. Terdapat

korelasi yang tinggi antara pasien dengan keluarga langsungnya

sehingga beberapa peneliti menyimpulkan bahwa pewarisan

maloklusi kelas II devisi 1 dari faktor poligenik.

9
Selain faktor genetik maloklusi kelas II devisi 1 juga

disebabkan oleh karena faktor lingkungan. Jaringan lunak, misalnya

bibir yang tidak kompeten dapat mempengaruhi posisi insisivi atas

karena kehilangan keseimbangan yang dihasilkan oleh bibir dan lidah

sehingga insisivi atas protrusi.

3) Etiologi Maloklusi Kelas II Devisi 2 Angel

Maloklusi ini merupakan hasil interaksi faktor-faktor yang

mempengaruhi skeletal dan jaringan lunak. Penelitian pada anak

kembar monozigot menunjukkan bahwa maloklusi kelas II devisi 2

dipengaruhi oleh faktor herediter autosomal yang dominan tapi sangat

bersifat poligenik.

4) Etiologi Maloklusi Kelas III Angel

Etiologi maloklusi dapat disebabkan oleh karena faktor genetik seperti

prognati mandibula. Selain itu, maloklusi kelas III juga dapat terjadi

karena faktor skeletal, yaitu maksila yang tumbuh sedangkan

mandibula normal atau maksila normal dan mandibula yang tumbuh

berlebihan atau kombinasi kedua keadaan tersebut.

2. Faktor Lokal

1) Trauma

Trauma gig isulung dapat menggeser benih gigi permanen.

Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk

10
dapat terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila mahkota

gigi permanen telah terbentuk maka dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar

gigi mengalami distorsi bentuk.

2) Persistensi gigi

Persistensi gigi sulung atau yang disebut over retained

deciduous teeth berarti gigi sulung yang sudah melewati waktunya

tanggal tetapi tidak tanggal dapat menyebabkan maloklusi.

3) Faktor Iatrogenik

Iatrogenik berasal dari suatu tindakan profesional. Perawatan

ortodonti memiliki kemungkinan terjadinya kelainan iatrogenik,

misalnya kesalahan desain pada piranti lepasaan saat menggerakkan

kaninus ke distal sehingga terjadi pergerakan gigi ke palatal dan

distal.

2.3 KLASIFIKASI MALOKLUSI

Terdapat beberapa cara untuk yang dapat mengukur maloklusi, salah satunya

Menurut Edward Angel dimana klasifikasi maloklusi dapat dibagi menjadi 3 kelas

hubungan antero-posterior lengkung gigi geligi atas dan bawah berdasarkan

hubungan molar pertama tanpa melibatkan hubungan lateral serta vertikal gigi geligi

1. Maloklusi kelas I Angle (Neutroclusion) : Puncak bonjol mesiobukal

gigi molar pertama tetap rahang atas berada pada buccal groove dari

molar pertama tetap rahang bawah. Gigi molar hubungannya normal,

11
dengan satu atau lebih gigi anterior malposisi. Crowding atau spacing

mungkin terlihat. Ketidakteraturan gigi paling sering ditemukan di regio

rahang bawah anterior, erupsi bukal dari kaninus atas, rotasi insisif dan

pergeseran gigi akibat kehilangan gigi.

Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau

gigi C ektostem

Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi

Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan

terbalik (anterior crossbite).

Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.

Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial

akibat prematur ekstraksi. 1

2. Maloklusi kelas II Angle ( Distoclusion ) : Molar pertama tetap rahang

atas terletak lebih ke mesial daripada molar pertama tetap rahang bawah

atau puncak bonjol mesiobukal gigi molar pertama tetap rahang atas

12
letaknya lebih ke anterior daripada buccal groove gigi molar pertama

tetap rahang bawah.

Maloklusi kelas II dapat dibagi menjadi dua divisi menurut inklinasi

insisivus atas, yaitu :

Divisi I : Insisivus atas proklinasi atau meskipun insisivus atas

inklinasinya normal tetapi terdapat jarak gigit dan

tumpang gigit yang bertambah.

Divisi II : Insisivus sentralis atas retroklinasi. Kadang-kadang

insisivus lateral proklinasi, miring ke mesial atau

rotasi mesiolabial. Jarak gigit biasanya dalam batas

normal tetapi kadang-kadang sedikit bertambah,

tumpang gigit bertambah. Dapat juga keempat

insisivus atas retroklinasi dan kaninus terletak di

bukal.

13
3. Maloklusi kelas III Angle ( Mesioclusion) : Gigi molar pertama tetap

rahang atas terletak lebih ke distal dari gigi molar pertama tetap rahang

bawah atau puncak bonjol mesiobukal gigi molar pertama tetap rahang

atas letaknya lebih ke posterior dari buccal groove gigi molar pertama

tetap rahang bawah.

Tipe 1 : adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi lengkungnya tidak

normal.

Tipe 2 : adanya lengkung gigi yang baik dari gigi anterior maksila

tetapi ada linguoversi dari gigi anterior mandibula.

Tipe 3 : lengkung maksila kurang berkembang; linguoversi dari gigi

anterior maksila; lengkung gigi mandibula baik.

14
2.4 MACAM-MACAM PIRANTI ORTODONTI

Orthodonti berasal dari bahasa Yunani yang dapat diuraikan menjadi

orthos yang berarti betul dan dentos yang berarti gigi, sehingga orthodonti

dapat diterjemahkan menjadi letak gigi yang betul atau disebut ilmu yang

membetulkan letak gigi.

Pada dasarnya perawatan orthodonti adalah usaha pengawasan

memberikan bimbingan dan mengadakan koreksi terhadap struktur

dentofasial yang sedang tumbuh atau dewasa. Dalam usaha ini termasuk

menggerakkan gigi atau mengoreksi malrelasi dan malformasi struktur

dentokraniofacial, serta mengatur hubungan gigi yang satu terhadap gigi yang

lain maupun terhadap tulang facial.

Untuk usaha ini dipergunakan kekuatan-kekuatan untuk menstimulasi

dan mengarahkan kekuatan-kekuatan yang telah ada dalamn kompleks

kraniofacial. Tujuan utama daripada perawatan orthodonti adalah untuk

memperoleh oklusi yang optimal harmonis, baik letak maupun fungsinya. 8

Piranti yang digunakan untuk merawat maloklusi secara garis besar

dapat digolongkan pada piranti lepasan (removable appliance, piranti

fungisional (functional appliance) dan piranti cekat (fixed appliance) .

15
2.4.1 Alat Ortodonti Lepasan (Removable Appliance Orthodontic)9

Piranti lepasan atau Removable Appliance Orthodontic didefinisikan sebagai

suatu alat yang dapat dipasang dan dilepas oleh pasien sendiri.

Gambar 2.1 'U' loop labial bow (0.7 mm) dengan klamer pastif pada gigi caninus.

Sumber : Millet Declan, Welbury Richard. Orthodontic and Pediantrics


Dentistry.. 2000 : p. 64

Komponen-komponen ortodonti lepasan:

1. Komponen Aktif

a. Pir-pir pembantu / Auxilliary Springs

b. Busur Labial / Labial Arch / Labial Bow

c. Skrup Ekspansi / Expansion Screw

d. Karet Elastik / Elastic Rubber

2. Komponen Retentif

a. Klamer Adam

b. Klamer Southend

c. Busur Labial / Labial Bow

16
d. Plat Dasar / Baseplate

2.4.2 Piranti Fungisional (Functional Appliance)

Piranti fungisional digunakan untuk mengoreksi maloklusi dengan

memanfaatkan, menghalangi, dan memodifikasi kekuatan yang dihasilkan oleh otot

orofasial, erupsi gigi dan pertumbuhkembangan dentomaksilofasial. Piranti

fungisional dapat berupa piranti lepasan atau piranti cekat yang menggunakan

kekuatan berasal dari regangan otot, fasia dan atau jaringan yang lain untuk

mengubah relasi skelet dan gigi.

Indikasi Piranti Lepasan

Piranti fungsional secara terbatas dapat digunakan pada maloklusi sebagai

berikut :

1. Mandibula yang retrusi pada kelainan skeletal kelas II ringan disertai insisivi

bawah yang retroklinasi atau tegak.

2. Tinggi muka yang normal atau sedikit berkurang.

3. Mandibula yang protrusi pada kelainan skeletal kelas III ringan.

4. FMPA normal atau sedikit berkurang.

5. Tidak ada gigi yang berdesakan.

17
2.4.3 Alat Ortodonti Cekat (Fix Appliance Orthodontic)

Piranti cekat atau Fix Appliance Orthodontic adalah suatu alat ortodonti yang

melekat pada gigi pasien sehingga tidak bisa dilepas oleh pasien dengan

menggunakan kekuatan dari archwires atau auxiliaries.

Gambar 2.2 Alat Ortodonti Cekat.


Sumber : Millet Declan, Welbury Richard. Orthodontic and Pediantrics Dentistry..
2000 : p. 69

Komponen-komponen ortodonti cekat:

1. Brackets and bands Bracket

2. Archwires

3. Auxiliaries

Indikasi Piranti Cekat :

18
1. Bila diperlukan gerakan gigi secara translasi (bodily) , instrusi, ekstrusi dan

koreksi gigi rotasi yang parah.

2. Perawatan rahang bawh yang ekstensif

3. Penutupan diastema

4. Menggerakkan bebeapa gigi dakam satu rahang maupun antar rahang.

Keuntungan dan Keterbatasan Alat Ortodonti Cekat

Keuntungan :

1. Distribusi kekuatan yang bekerja pada gigi dapat dikontrol, misalnya

kekuatan dapat diatur hanya untuk menggerakkan akar gigi.

2. Beberapa gigi dapat digerakkan dalam waktu yang bersamaan

3. Dapat menghasilkan gerakan torque dengan memanipulasi kawat busur atau

memakai pre-adjusted bracket.

Keterbatasan :

1. Pasien lebih sukar untuk memelihara kebersihan mulut

2. Karena rumit dibutuhkan pendidikan khusus untuk dapat menggunakan

dengan benar

3. Chairside time relatif lama

4. Relatif lebih mahal

19
2.5 PENILAIAN EPIDEMIOLOGI MALOKLUSI BERDASARKAN DENTAL

AESTHETIC INDEX

Penilaian prevalensi maloklusi oleh ortodontist berbeda dengan ahli

kesehatan masyarakat. Dokter gigi yang bekerja di klinik membutuhkan tolak ukur

diagnostik sedangkan yang bekerja di lapangan membutuhkan tolak ukur

administratif dan penilaian yang dibutuhkan adalah penilaian kuantitatif serta

objektif yang dapat memberikan batas adanya penyimpangan dari oklusi ideal,

memisahkan kasus abnormal menurut tingkat keparahan dan kebutuhan perawatan

masyarakat.

Klasifikasi maloklusi , misalnya klasifikasi angel berguna untuk

mengelompokkan suatu maloklusi seingga memudahkan seseorang untuk mengingat

gambaran maloklusi tersebut. Meskipun demikian klasifikasi maloklusi masih

memiliki kekurangan. Kekurangan maloklusi adalah keparahan suatu maloklusi tidak

dapat diketahui meskipun terletak dalam satu kelas, ataupun seandainya digunakan

untuk menilai keparahan maloklusi sifatnya subjektif. Suatu upaya yang dilakukan

untuk mengurangi nilai subjektifitas suatu maloklusi dengan menggunakan indeks

maloklusi. Indeks adalah sebuah angka atau bilangan yang digunakan sebagai

indikator untuk menerangkan suatu keadaan tertentu atau sebuah rasio proporsional

20
yang dapat disimpulkan dari sederetan pengamatan yang terus menerus. Dengan

menggunakan indeks maloklusi dapat dinilai beberapa hal menyangkut maloklusi,

misalnya prevalensi, keparahan maloklusi dan hasil perawatan.

Indeks maloklusi mencatat keadaan maloklusi dalam suatu format kategori

atau numerik sehingga penilaian suatu maloklusi bisa objektif. Adapun syarat suatu

indeks maloklusi adalah sebagai berikut :

1. Sahih (valid) artinya indeks harus dapat mengukur apa yang akan

diukur.

2. Dapat dipercaya (reliable) atau (repruducible) artinya indeks dapat

mengukur secara konsisten pada saat yang berbeda dan dalam kondisi

yang bermacam-macam serta pengguna yang berbeda-beda pula.

3. Mudah digunakan.

4. Diterima oleh kelompok pengguna indeks.

Banyak indeks maloklusi yang telah dihasilkan diantaranya indeks-indeks

dibawah ini berikut penciptanya : Irregularity Index (Little), Handicapping

Malocclusion Assessment Record (HMAR, Salzmann), Occlusal Index

(Summers), Dental Aesthetic Index (DAI, Cons dkk), Peer ssessment Rating

Index (PAR Index, Richmond dkk), dan Index of Complexity, Outcome and

Need (ICON, Daniel dan Richmond).

DENTAL AESTHETIC INDEX

21
Ada 10 parameter dari Dental Aesthetic Index yaitu :

1. Missing tooth

2. Crowding in anterior segment

3. Spacing in the incisal segment

4. Midline diastemma

5. Largest anterior irregularity maxilla

6. Largest anterior irregularity mandible

7. Anterior maxillary overjet

8. Anterior mandibular overjet

9. Anterior open bite

10. Antero posterior molar relation.

Adapun nilai dari Dental Aesthetic Index dapat ditentukan melalui

rumus sebagai berikut :

(Missting teeth x 6) + crowding + spacing + (midline diastema x 3) + anterior

irregularity on the maxilla + anterior irregularity on the mandible + (anterior

maxillary overjet x 4) + (anterior mandibular overjet x 4) + (vertical anterior

open bite x 4) + (anterior posterior molar relation x 3) + 13.

Dimana hasil dari nilai tersebut, dibagi menjadi 4 grade, yaitu :

Grade I : < 25 , tidak membutuhkan perawatan

Grade II : 25 – 30, perawatan elektif

22
Grade III : 31 – 35, membutuhkan perawatan

Grade IV : > 36, harus melakukan perawatan.

BAB III

KERANGKA KONSEP

SISWA SEKOLAH DASAR

DI KECAMATAN TAMALANREA

MALOKLUSI USIA

ANAK
FONETIK ESTETIK MASTIKASI

6 TAHUN 9 TAHUN 12 TAHUN

DENTAL AESTHETIC INDEX

GRADE I

GRADE II

GRADE III

GRADE IV

23
KETERANGAN

: Variabel diteliti

: Variabel tidak diteliti

: Variabel Kendali

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 DESAIN PENELITIAN

1. Ruang lingkup penelitian : Klinis

2. Waktu penelitian : Cross-Sectional

3. Substansi : Dasar

4. Hubungan antar variabel : Deskriptif

5. Adanya manipulasi : Observational

4.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di bagian sekolah dasar di Kecamatan Tamalanrea

Makassar mulai pada tanggal 28 Mei 2012 – 17 Juni 2012.

4.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

24
Populasi penelitian adalah siswa-siswi sekolah dasar di Kecamatan

Tamalanrea Makassar dan sampel penelitian ini adalah siswa-siswi sekolah dasari di

Kecamatan Tamalanrea Makassar yang memenuhi kriteria sampel.

Kriteria Sampel :

1. Kriteria Inklusi

1. Pasien yang belum pernah melakukan perawatan

orthodontik sebelumnya.

2. Pasien yang berusia 6, 9 dan 12 tahun.

2. Kriteria Ekslusi

1. Pasien yang telah dirawat orthodontik

2. Tidak bersedia diperiksa.

3. Terdapat celah bibir dan celah palatum

4. Tidak hadir saat pengumpulan data

4.4 JENIS PENGUKURAN

Merupakan jenis pengamatan kuantitatif, dimana akan diidentifikasi besar /

kecilnya variasi nilai pada suatu subjek penelitian.

4.5 METODE SAMPLING

Metode sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah Quota Sampling

4.6 JUMLAH SAMPEL

25
Jumlah sampel sebesar 534 orang.

4.7 ALAT DAN BAHAN

1. Oral Diagnostik Set

2. Probe

3. Tampon

4. Betadine

5. ATK

6. Tissue

4.8 PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menilai maloklusi pasien anak berusia 6, 9

dan 12 tahun dengan menggunakan alat ukur Dental Aesthetic Index dengan langkah

kerja sebagai berikut :

1. Diadakan pemilihan sampel yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di sekolah

dasar Kecamatan Tamalanrea Makassar.

2. Rahang dibagi menjadi 2 segmen, yaitu :

1) Segmen depan atas kanan

2) Segmen depan atas kiri.

26
3. Dilakukan pengukuran pada tiap gigi yang meliputi :

1) Jumlah kehilangan gigi

2) Jumlah crowded pada segmen anterior

3) Jarak diastema

4) Jarak pergeseran rahang atas

5) Jarak pergeseran rahang bawah

6) Overjet

7) Overbite

8) Hubungan Antero-Posterior.

4. Dilakukan penilaian pada tiap gigi dengan memberi skor sebagai

berikut :

Grade I : < 25 , tidak membutuhkan perawatan

Grade II : 25 – 30, perawatan elektif

Grade III : 31 – 35, membutuhkan perawatan

Grade IV : > 36, harus melakukan perawatan.

27
4.9 ALUR PENELITIAN

Penentuan Tempat

Penentuan Sampel

Pengukuran Maloklusi

Grade I Grade II Grade IIII Grade IV

Pengelolaan Data

Analis Data

Penyajian Data

28
4.10 DATA PENELITIAN

1. Jenis Data

Data primer, yaitu data didapat secara langsung dengan melakukan

pengukuran maloklusi dengan Dental Aesthetic Index.

2. Pengelolahan Data

Pengelolaan data dilakukan dengan program SPSS Versi 16.0

3. Penyajian Data

Data akan disajikan dalam bentuk tabel.

29
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 DESKRIPSI VARIABEL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di 4 sekolah dasar di Kecamatan Tamalanrea,

yaitu SD. Negeri 1 Tamalanrea, SD. Negeri 4 Tamalanrea, SD. Negeri Inpres

Tamalanrea, SD. Plus Al Ashri yang berlangsung mulai 28 Mei sampai dengan 17

Juni 2012 mengenai penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada siswa

sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea.

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan secara primer dimana peneliti

melakukan pemeriksaan dengan responden dan melakukan observasi maka diperoleh

hasil sebanyak 534 sampel yang memenuhi kriteria. Adapun variabel dari penelitian

ini yaitu : Jumlah kehilangan gigi, crowded segmen anterior, jarak diastema (mm),

jarak pergeseran rahang atas (mm), jarak pergeseran rahang bawah (mm), jarak

overjet (mm), jarak overbite (mm), dan relasi antero-posterior yang akan ditunjukkan

pada tebel 5.1 sampai dengan tabel 5.8

30
1. Jumlah Kehilangan Gigi

Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan jumlah

kehilangan gigi pada siswa sekolah dasar usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan

Tamalanrea dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi jumlah gigi yang hilang pada siswa sekolah dasar usia
6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Jumlah Gigi yang Frekuensi
Hilang N %
0 289 54.1
1 137 25.7
2 63 11.8
3 19 3.6
4 16 3.0
5 4 0.7
6 2 0.4
7 2 0.4
8 2 0.4
Total 534 100.0
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari total 534 sampel yang diteliti terdapat

paling banyak ditemukan 289 orang atau sebesar 54,1% yang tidak mengalami

kehilangan gigi sedangkan paling sedikit ditemukan 6, 7 dan 8 kehilangan gigi yaitu

2 orang atau sebesar 0,4%.

31
2. Crowded Segmen Anterior

Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan banyaknya

segmen yang crowded pada regio anterior pada siswa sekolah dasar usia 6, 9 dan 12

tahun di Kecamatan Tamalanrea dapat dilihat pada tabel 5.2

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi segmen crowded anterior padasiswa sekolah dasar
usia 6, 9 dan 12 tahundi Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Jumlah Segmen Frekuensi
Crowded Anterior N %
0 295 55.2
1 135 25.3
2 104 19.5
Total 534 100.0
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari total 534 sampel yang diteliti terdapat

paling banyak ditemukan 295 orang atau sebesar 55,2% yang tidak mengalami

crowded pada segmen regio anterior sedangkan paling sedikit ditemukan 104 orang

atau 19,5% yang mengalami crowded sebanyak 2 segmen pada regio anterior.

2. Jarak Diastema

32
Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan jarak

diastema sentralis pada siswa sekolah dasar usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan

Tamalanrea dapat dilihat pada tabel 5.3

Tabel. 5.3 Distribusi frekuensi jarak diastem pada siswa sekolah dasar usia 6, 9 dan
12 tahundi Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Jarak Diastem (mm) Frekuensi
N %
0 328 61.4
1 64 12.0
2 82 15.4
3 46 8.6
4 11 2.1
5 2 0.4
6 1 0.2
Total 534 100.0
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari total 534 sampel yang diteliti terdapat

paling banyak ditemukan 328 orang atau sebesar 61,4% yang tidak memiliki diastem

sentralis sedangkan paling sedikit ditemukan 1 orang atau 0,2% yang memiliki

diastem sentralis sebesar 6 mm.

33
3. Jarak Pergeseran Rahang Atas

Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan jarak

pergeseran rahang atas pada siswa sekolah dasar usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan

Tamalanrea dapat dilihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi jarak pergeseran rahang atas pada siswa sekolah dasar
usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Jarak Pergeseran Frekuensi
Rahang Atas (mm) N %
0 410 76.8
1 69 12.9
2 37 6.9
3 1 0.2
4 13 2.4
5 1 0.2
6 1 0.2
7 1 0.2
8 1 0.2
Total 534 100.0
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari total 534 sampel yang diteliti terdapat

paling banyak ditemukan 410 orang atau sebesar 76,8% yang tidak mengalami

pergeseran gigi pada regio anterior rahang atas sedangkan paling sedikit ditemukan 1

34
orang atau 0,2% yang mengalami pergeseran gigi anterior rahang atas sebesar 3 mm,

5 mm, 6 mm, 7 mm dan 8 mm.

4. Jarak Pergeseran Rahang Bawah

Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan jarak pergeseran

gigi rahang bawah pada siswa sekolah dasar usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan

Tamalanrea dapat dilihat pada tabel 5.5

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi jarak pergeseran rahang bawah pada siswa sekolah
dasar usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Jarak Pergeseran Frekuensi
Rahang Bawah (mm) N %
0 331 62.0
1 75 14.0
2 71 13.3
3 43 8.1
4 11 2.1
5 1 0.2
6 1 0.2
11 1 0.2
Total 534 100.0
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari total 534 sampel yang diteliti terdapat

paling banyak ditemukan 331 orang atau sebesar 62,0% yang tidak mengalami

pergeseran gigi pada regio anterior rahang bawah sedangkan paling sedikit

35
ditemukan 1 orang atau 0,2% yang mengalami pergeseran gigi anterior rahang bawah

sebesar 5 mm, 6 mm, dan 11 mm.

5. Jarak Overjet

Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan jarak overjet

pada siswa sekolah dasar usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea dapat

dilihat pada tabel 5.6

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi jarak overjet pada siswa sekolah dasar usia 6, 9 dan 12
tahun di Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Jarak Overjet (mm) Frekuensi
N %
0 118 22.1
1 81 15.2
2 104 19.5
3 126 23.6
4 60 11.2
5 32 6.0
6 7 1.3
7 3 0.6
8 1 0.2
10 1 0.2
11 1 0.2
Total 534 100.0
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

36
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari total 534 sampel yang diteliti terdapat

paling banyak ditemukan 126 orang atau sebesar 23,6% yang memiliki jarak overjet

sebesar 3 mm sedangkan paling sedikit ditemukan 1 orang atau 0,2% yang memiliki

jarak overjet sebesar 8 mm, 9 mm, dan 11 mm.

6. Jarak Overbite

Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan jarak

overbite pada siswa sekolah dasar usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan

Tamalanrea dapat dilihat pada tabel 5.7

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi jarak overbite pada siswa sekolah dasar usia 6, 9 dan
12 tahun di Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Jarak Overbite (mm) Frekuensi
N %
0 123 23.0
1 96 18.0
2 93 17.4
2.5 1 0.2
3 129 24.2
4 54 10.1
5 20 3.7
6 9 1.7
7 7 1.3
9 1 0.2
10 1 0.2
Total 534 100.0
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

37
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari total 534 sampel yang diteliti terdapat

paling banyak ditemukan 129 orang atau sebesar 24,2% yang memiliki jarak overbite

sebesar 3 mm sedangkan paling sedikit ditemukan 1 orang atau 0,2% yang memiliki

jarak overbite sebesar 2,5 mm, 9 mm, dan 10 mm.

7. Hubungan Antero-Posterior

Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan hubungan /

relasi antero-poterior pada siswa sekolah dasar usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan

Tamalanrea dapat dilihat pada tabel 5.8

Tabel 5.8 Distribusi frekuensi hubungan anteo-posterior pada siswa sekolah dasar
usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Hubungan Anteo – Frekuensi
Posterior N %
0 176 33.0
1 242 45.3
2 116 21.7
Total 534 100.0
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari total 534 sampel yang diteliti terdapat

paling banyak ditemukan 242 orang atau sebesar 45,3% yang memiliki skala 1 pada

hubungan antero-posterior yaitu relasi molar pertama melebihi ½ cups sedangkan

paling sedikit ditemukan 116 orang atau 21,7% yang memiliki skala 2 pada

38
hubungan antero-posterior yaitu relasi molar melebihi 1 cups dari ketentuan normal

berdasarkan klasifikasi angle.

5.3 DESKRIPSI DATA

1. Usia

Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan usia pada

siswa sekolah dasar di Kecamatan Tamalanrea dapat dilihat pada tabel 5.9

Tabel 5.9 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia di


Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Frekuensi
Usia (Tahun)
N %
6 149 27.9
9 221 41.4
12 164 30.7
Total 534 100.0
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 534 responden, paling banyak ditemukan

responden pada usia 9 tahun yakni 221 orang (41,4%) sedangkan usia yang paling

sedikit adalah kelompok usia 6 tahun yakni 149 orang (27,9%).

39
2. Jenis Kelamin

Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan jenis

kelamin pada siswa sekolah dasar usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea

dapat dilihat pada tabel 5.10

Tabel 5.10 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di


Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Frekuensi
Jenis Kelamin
N %
Laki – laki 277 51.9
Perempuan 257 48.1
Total 534 100.0
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa dari 534 responden, paling banyak

ditemukan pada laki-laki yaitu 277 responden atau sebesar 51,9% sementara

perempuan sebanyak 257 responden atau sebesar 48,1%.

3. Kategori Maloklusi

Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan ketegori

maloklusi pada siswa sekolah dasar usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea

dapat dilihat pada tabel 5.11

Tabel 5.11 Distribusi tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan


kategori Dental Aesthetic Index pada responden
di Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Kategori/Grade Frekuensi

40
N %
I 67 12.5
II 56 10.5
III 55 10.3
IV 356 66.7
Total 534 100.0
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 534 sample paling banyak sampel

mengalami kelainan maloklusi pada grade / kategori 4 yaitu sebanyak 356 orang atau

sebesar 66,7% sementara yang mengalami kelainan maloklusi paling sedikit terdapat

sebanyak 55 orang atau sebesar 10,3%.

4. Tabulasi silang kebutuhan perawatan ortodonti dan jenis kelamin

Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan tingkat

kebutuhan perawatan ortodonti hubungannya dengan jenis kelamin pada siswa

sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea dapat dilihat

pada tabel 5.12

Tabel 5.12 Tabulasi silang tingkat kebutuhan perawatan ortodonti


dengan jenis kelamin responden di Kecamatan Tamalanrea tahun 2012.
Jenis Grade Total
Kelamin I II III IV
n % N % N % N % N %

41
Laki – laki 34 12.3 24 8.7 35 12.6 18 66.4 227 100.0
4
Perempua 33 12.8 32 12. 20 7.8 17 66.9 257 100.0
n 5 2
Total 67 12.5 56 10. 55 10.3 35 66.7 534 100.0
5 6
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa dari 227 sampel berjenis kelamin laki-laki

terdapat paling banyak sampel yang mengalami maloklusi di grade 4 yaitu sebanyak

184 orang atau sebesar 66,4% dan paling sedikit terdapat pada grade 2 yaitu

sebanyak 24 orang atau 8,7% sedangkan dari 257 total sampel berjenis kelamin

perempuan terdapat paling banyak sampel yang mengalami maloklusi di grade 4

yaitu sebanyak 172 orang atau sebesar 66,9% dan paling sedikit terdapat pada grade

3 yaitu sebanyak 20 orang atau sebesar 7,8%.

5. Tabulasi silang kebutuhan perawatan ortodonti dan usia

Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan tingkat

kebutuhan perawatan ortodonti dengan usia responden pada siswa sekolah dasar

di Kecamatan Tamalanrea dapat dilihat pada tabel 5.13

Tabel 5.13 Tabulasi silang tingkat kebutuhan perawatan ortodonti dengan usia
responden di Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Grade Total
Usia
(Tahu I II III IV
n) n % N % N % n % N %

42
6 2 13. 1 10. 1 12. 95 63. 14 100.
0 4 6 7 8 1 8 9 0
9 3 13. 2 12. 1 8.1 14 65. 22 100.
0 6 8 7 8 5 6 1 0
12 1 10. 1 7.3 1 11. 11 70. 16 100.
7 4 2 9 6 6 7 4 0
Total 6 12. 5 10. 5 10. 35 66. 53 100.
7 5 6 5 5 3 6 7 4 0
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa dari total 149 sampel yang berusia 6 tahun

terdapat paling banyak sampel yang mengalami maloklusi pada grade 4 yaitu

sebanyak 95 orang atau sebesar 63,8% dan paling sedikit terdapat pada grade 2 yaitu

sebanyak 16 orang atau sebesar 10,7%. Dari total 221 sampel yang berusia 9 tahun

terdapat paling banyak sampel yang mengalami maloklusi pada grade 4 yaitu

sebanyak 145 orang atau 65,6% da paing sedikit terdapat pada grade 3 yaitu

sebanyak 18 orang atau 8,1%. Dari total 164 sampel yang berusia 12 tahun terdapat

paling banyak sampel yang mengalami maloklusi pada grade 4 yaitu sebanyak 116

oranga tau sebesar 70,7% dan paling sedikit terdapat pada grade 2 yaitu sebanyak 12

orang atau sebesar 7,3%. Sementara dari 534 total keseluruhan sampel, terdapat

paling banyak keparahan maloklusi pada grade 4 untuk usia 9 tahun yaitu sebanyak

145 sampel atau sebesar 65,6% sedangkan yang paling sedikit terdapat pada grade 2

untuk usia 12 tahun yaitu sebanyak 12 sampel atau sebesar 7,3%.

6. Tingkat kebutuhan perawatan ortodonti dan jenis kelamin pada

responden usia 6 tahun.

43
Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan tingkat

kebutuhan perawatan ortodonti dan jenis kelamin pada responden yang berusia 6

tahun untuk siswa sekolah dasar di Kecamatan Tamalanrea dapat dilihat pada tabel

5.14

Tabel 5.14 Tabulasi silang tingkat kebutuhan perawatan ortodonti


dengan jenis kelamin pada responden usia 6 Tahun
di Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Grade Total
Jenis I II III IV
Kelamin N % N % N % n % n %
Laki – laki 11 12.6 6 6.9 13 14.9 57 65. 87 100.0
5
Perempua 9 14.5 10 16.1 5 8.1 38 61. 62 100.0
n 3
Total 20 13.4 16 10.7 18 12.1 95 63. 149 100.0
8
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

Tabel 5.14 menunjukkan bahwa dari total 87 sample yang berusia 6 tahun berjenis

kelamin laki-laki terdapat paling banyak mengalami maloklusi pada grade 4 yaitu

sebanyak 57 sampel atau sebesar 65,5% dan paling sedikit terdapat pada grade 2

yaitu sebanyak 6 orang atau 6,9% sedangkan dari total 62 sampel yang berusia 6

tahun berjenis kelamin perempuan terdapat paling banyak mengalami maloklusi pada

grade 4 yaitu sebanyak 38 orang atau sebesar 61,3% dan paling sedikit terdapat pada

grade 3 yaitu sebanyak 5 orang atau sebesar 8,1%.

44
7. Tingkat kebutuhan perawatan dengan jenis kelamin pada responden

usia 9 tahun.

Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan tingkat

kebutuhan perawatan ortodonti dan jenis kelamin pada responden yang berusia 9

tahun untuk siswa sekolah dasar di Kecamatan Tamalanrea dapat dilihat pada tabel

5.15

Tabel 5.15 Tabulasi silang tingkat kebutuhan perawatan ortodonti


dengan jenis kelamin pada responden usia 9 Tahun
di Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Grade Total
Jenis I II III IV
Kelamin n % N % n % N % n %
Laki – laki 17 15.5 12 10. 12 10.9 69 62.7 110 100.0
9
Perempua 13 11.7 16 14. 6 5.4 76 68.5 111 100.0
n 4
Total 30 13.6 28 12. 18 8.1 14 65.5 221 100.0
7 5
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

Tabel 5.15 menunjukkan bahwa total 110 sampel yang berusia 9 tahun berjenis

kelamin laki-laki terdapat paling banyak mengalami maloklusi pada grade 4 yaitu

sebanyak 69 sampel atau sebesar 62,7% dan terdapat 2 kategori yang paling sedikit

yaitu pada grade 2 dan grade 3 sebanyak 12 orang atau 10,9% sedangkan dari total

111 sampel yang berusia 9 tahun berjenis kelamin perempuan terdapat paling banyak

45
mengalami maloklusi pada grade 4 yaitu sebanyak 76 orang atau sebesar 68,5% dan

paling sedikit terdapat pada grade 3 yaitu sebanyak 6 orang atau sebesar 5,4%.

8. Tingkat kebutuhan perawatan dengan jenis kelamin pada responden

usia 12 tahun.

Distribusi responden yang menjadi objek penelitian berdasarkan tingkat

kebutuhan perawatan ortodonti dan jenis kelamin pada responden yang berusia 12

tahun untuk siswa sekolah dasar di Kecamatan Tamalanrea dapat dilihat pada tabel

5.16

Tabel 5.16 Tabulasi silang tingkat kebutuhan perawatan ortodonti


dengan jenis kelamin pada responden usia 12 Tahun
di Kecamatan Tamalanrea tahun 2012
Grade Total
Jenis I II III IV
Kelamin N % n % N % N % n %
Laki – laki 6 7.5 6 7.5 10 12.5 58 72. 80 100.0
5
Perempua 11 13.1 6 7.1 9 10.7 58 69. 84 100.0
n 0
Total 17 10.4 12 7.3 19 11.6 116 70. 164 100.0
7
Sumber: Dahsyamar A, Penilaian maloklusi dengan Dental Aesthetic Index pada
siswa sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea. Data
Primer 2012.

Tabel 5.16 menunjukkan bahwa total 80 sampel yang berusia 12 tahun

berjenis kelamin laki-laki terdapat paling banyak mengalami maloklusi pada grade 4

yaitu sebanyak 58 sampel atau sebesar 72,5% dan terdapat 2 kategori yang paling

sedikit yaitu pada grade 1 dan grade 2 sebanyak 6 orang atau 7,5% sedangkan dari

46
total 84 sampel yang berusia 12 tahun berjenis kelamin perempuan terdapat paling

banyak mengalami maloklusi pada grade 4 yaitu sebanyak 58 orang atau sebesar

69,0% dan paling sedikit terdapat pada grade 2 yaitu sebanyak 6 orang atau sebesar

7,1%.

BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian mengenai penilaian maloklusi pada anak sekolah dasar usia 6, 9

dan 12 tahun telah dilakukan di 4 sekolah dasar di Kecamatan Tamalanrea, yaitu SD.

Negeri 1 Tamalanrea, SD. Negeri 4 Tamalanrea, SD. Negeri Inpres Tamalanrea, dan

SD. Plus Al Ashri .

Peneliti melakukan pengumpulan data melalui pemeriksaan intraoral pasien

yang memenuhi kriteria inklusi dengan jumlah 534 sampel. Peneliti mengumpulkan

47
data nama pasien, jenis kelamin, usia, alamat, nomer telpon, dan tipe maloklusi

pasien berdasarkan parameter Dental Aesthetic Index.

Setelah data hasil penelitian dikumpulkan, data kemudian diolah dengan

menggunakan program SPSS versi 16.0 untuk Windows. Data hasil penelitian yang

telah diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi (seperti yang

dipaparkan pada Bab sebelumnya) maka dapat diketahui :

Tabel 5.9 pada penelitian ini dapat dilihat bahwa persentase pasien berusia 9

tahun memiliki presentase tertinggi dan memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel

penelitian lebih besar daripada pasien yang berusia 6 dan 12 tahun. Kriteria

pemilihan yaitu gigi pasien harus utuh dari M1 kanan sampai dengan M1 kiri dan

fase gigi permanen.

Pada tabel 5.10 dapat dilihat bahwa persentase pasien laki-laki yang

memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel penelitian lebih besar daripada pasien

perempuan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Onyeaso dkk (2005) yang memperlihatkan bahwa lebih banyak perempuan yang

mengalami maloklusi dibandingkan laki-laki sebab perempuan cenderung lebih

memperhatikan estetiknya serta lebih banyak melakukan perawatan ortodonti karena

merasa tidak nyaman dengan bentuk wajahnya, sedangkan laki-laki cenderung lebih

simpel dan tidak memperhatikan estetika. Perbedaan populasi sampel yang diambil

peneliti kemungkinan menjadi faktor penyebab terjadinya perbedaan hasil ini. Pada

48
penelitian ini jumlah sampel laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah sampel

perempuan.

Pada tabel 5.11 dapat dilihat bahwa presentase yang mengalami maloklusi

pada grade IV (skor > 36) merupakan presentase tertinggi yaitu sebesar 66,7% diikuti

maloklusi grade I (skor <25) sebesar 12,5%, maloklusi grade II (skor 25-30) sebesar

10,5% dan maloklusi grade III (skor 31-35) sebesar 10,3%. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Venkatesh dkk dari 120 sampel yang

diteliti hasilnya menunjukkan bahwa maloklusi grade IV paling banyak yaitu sebesar

36 orang, diikuti oleh maloklusi grade I sebanyak 34 orang, kemudian grade III

sebanyak 28 orang dan grade II sebanyak 22 orang.

Pada tabel 5.12 presentasi maloklusi paling banyak ditemukan pada grade IV,

baik laki-laki maupun perempuan. Namun presentasi maloklusi pada perempuan

lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Grewe, dkk yang memperlihatkan bahwa presentasi maloklusi

di Chippewa, Indian sebesar 14,6% sedangkan laki-laki hanya sebesar 10,3%.

Begitupula penelitian yang dilakukan oleh Al-Hourani pada tahun 2008 di Hama,

Syiria yang melaporkan bahwa dari 58 pasien maloklusi yang diteliti, ditemukan 31

pasien perempuan yang mengalami maloklusi yaitu sebesar 53,5% sedangkan pasien

laki-laki hanya sebanyak 27 orang atau sebesar 46,5%.

Presentase maloklusi pada sampel penelitian ini terdapat paling banyak pada

grade IV baik berusia 6, 9 dan 12 tahun. Hal ini disebabkan karena pada usia 6, 9 dan

49
12 tahun masih merupakan periode gigi bercampur dimana jumlah gigi permanen

dan gigi sulung dalam rongga mulut hampir sama sehingga memungkinkan

kurangnya ruang yang dimiliki gigi permanen erupsi dengan posisi yang benar.

BAB VII

PENUTUP

7.1 SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai maloklusi pada siswa

sekolah dasar usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea Makassar, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Gambaran maloklusi berdasarkan parameter Dental Aesthetic Index :

50
- Rata-rata dari seluruh jumlah sampel tidak yang tidak memiliki kehilangan

gigi sebanyak 289 orang atau sebesar 54.1 %.

- Segmen crowded pada sampel paling banyak ditemukan tidak ada segmen/ 0

segmen crowded yaitu sebanyak 295 orang atau sebesar 55.2 %.

- Jarak diastema pada sampel paling banyak ditemukan 0 mm yaitu sebanyak

328 orang atau sebesar 61.4 %.

- Jarak pergeseran rahang atas paling banyak ditemukan 0 mm yaitu sebanyak

410 orang atau sebesar 76.8 %.

- Jarak pergeseran rahang bawah paling banyak ditemukan 0 mm yaitu

sebanyak 331 orang atau sebesar 62.0 %.

- Jarak overjet paling banyak ditemukan 3 mm yaitu sebanyak 126 orang atau

sebesar 23.6 %.

- Jarak overbite paling banyak ditemukan 3 mm yaitu sebanyak 129 orang

atau sebesar 24.2 %.

- Hubungan antero-poterior paling banyak ditemukan relasi molar 1 melebihi ½

cups yaitu sebanyak 242 orang atau sebesar 45.3%.

2. Pasien yang mengalami maloklusi berdasarkan Dental Aesthetic Index lebih

banyak didominasi oleh pasien laki-laki dengan persentase 51.9% dibandingkan

dengan pasien perempuan 48.1%.

3. Pasien yang mengalami maloklusi paling banyak pada usia 9 tahun dengan

presentase 41.4% atau sebanyak 221 orang dari total sampel.

51
4. Pasien yang mengalami maloklusi berdasarkan Dental Aesthetic Index lebih

banyak ditemukan pada grade IV dengan persentase 66.7% atau sebanyak 356

sampel.

5. Pasien laki-laki maupun perempuan lebih banyak ditemukan pada grade IV.

Laki-laki sebesar 66.4% atau sebanyak 184 orang sedangkan perempuan

sebesar 66.9% atau sebanyak 172 orang.

6. Pasien berusia 6, 9 dan 12 tahun lebih banyak ditemukan pada grade IV. Usia 6

tahun sebesar 63.8% atau sebanyak 95 orang, usia 9 tahun sebesar 65.6 atau

sebanyak 145 orang sedangkan usia 12 tahun sebesar 70.7% atau sebanyak 116

orang.

7.2 SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian serupa mengenai penilaian maloklusi pada anak

sekolah dasar usia 6, 9 dan 12 tahun di Kecamatan Tamalanrea maupun di

kecamatan lainnya agar diperoleh jumlah sampel yang lebih besar dan hasil

penelitian yang lebih akurat.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor penyebab

tingginya maloklusi di Kecamatan Tamalanrea Makassar khususnya pada

anak sekolah dasar yang berusia 6, 9 dan 12 tahun

52
3. Perlu dilakukan penelitian perbandingan maloklusi dengan menggunakan dua

jenis indeks yang berbeda agar didapatkan hasil yang lebih akurat.

4. Penting kiranya kepada praktisi kesehatan lebih memberikan perhatian

kepada siswa-siswa sekolah dasar di Kecamatan Tamalanrea Makassar agar

dapat mencegah keparahan maloklusi yang lebih kompleks.

53

Anda mungkin juga menyukai