Anda di halaman 1dari 5

Nama : Mimma Amalia

NIM : 212520101002

1. Pada lahan yg kandungan P tinggi mikoriza tidak tumbuh dengan baik, hal yg mirip juga
terjadi pada rhizobium yang tidak akan tumbuh dengan baik jika kandungan N dalam tanah
tinggi. Analisislah mengapa hal tersebut bisa terjadi?

Jawab:

Nitrogen (N) dan fosfor (P) adalah dua elemen mineral utama, yang tidak hanya penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara umum (Ma & Chen, 2021). Rhizobium
dan tanaman melakukan simbiosis. Rhizobium untuk tumbuh butuh karbon. Tanaman untuk
berkembang butuh N (Nitrogen). Sehingga Rhizobium dan tanaman melakukan simbiosis
mutualisme karema bakteri dalam bersimbiosis menginfeksi tanaman dan tanaman
menanggapinya dengan membentuk bintil atau nodul. Ketika kondisi tanah sudah kaya akan
nutrisi N, jadi tanaman tidak memerlukan simbiosis dari rhizobium. Akhirnya rhizobium tidak
mempunya suplai karbon, sehingga rhizobium tidak akan tumbuh dengan baik sama halnya
dengan kasusnya mikoriza (Sari & Prayudyaningsih, 2015). Mikoriza dan tanaman juga dapat
melakukan simbiosis. Mikoriza ialah simbiosis asosiasi antara jamur dan tanaman yang
mengkolonisasi jaringan korteks akar tanaman, terjadi selama masa pertumbuhan aktif tanaman
tersebut (Basri, 2018). Prinsipnya, yaitu mikriza dapat meningkatkan P (Fosfor) tersedia di
dalam tanah yang bisa diserap oleh tanaman. Jika kandungan P tersedia di dalam tanah sudah
melimpah dan tanaman sudah bisa menyerap unsur hara dengan baik sehingga rhizobium tidak
butuh untuk melakukan simbiosis kembali dengan mikoriza. Karena simbiosis ini hanya bisa
terjadi ketika tanah itu kekurangan unsur hara

2. Derajat infeksi mikoriza turun jika ada serangan nematoda parasit, mengapa? bagaimana
solusinya?

Jawab:
Serangan nematoda parasit mengakibatkan berkurangnya fungsi akar sel normal dan
pengangkutan unsur hara ke bagian jaringan tanaman di atas permukaan tanah makin berkurang
akibatnya tanaman mudah layu khususnya dalam keadaan kering, tanaman menjadi kerdil dan
pertumbuhn terhambat. Jamur mikoriza arbuskular (AMF) adalah agen biologis penting
diselidiki untuk pengendalian nematode. Jamur ini membentuk asosiasi yang saling
menguntungkan dengan akar tanaman inang. AMF membentuk jaringan hifa yang luas yang
membantu tanaman menyerap air dan nutrisi dari tanah dan sebagai imbalannya disediakan
karbohidrat dan lipid oleh akar tanaman (Albuquerque da Silva Campos, 2020). Prinsip kerja
dari mikoriza ini bekerja dengan cara menginfeksi perakaran tanaman inang dan memproduksi
jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza mampu meningkatkan
kapasitas penyerapan unsur hara (Silva et al., 2021). Jika ada nematoda parasite maka mikoriza
dan nematoda parasite akan berkompetisi. Karena sebenarnya fungsi mikoriza adalah sebagai
simbion. Solusinya dapat dilakukan dengan penanaman kultivar yang tahan dan toleran adalah
cara yang efektif untuk mengendalikan nematoda parasit pada tanaman tertentu. Ketahanan suatu
tanaman dapat diperoleh melalui hibridisasi, seleksi, maupun induksi. Induksi ketahanan antara
lain dapat dilakukan dengan menginokulasikan cendawam mikoriza. Cendawan mikoriza
arbuskula (CMA) merupakan simbion obligat yang dapat meningkatkan serapan hara tanaman,
terutama fosfat dan unsur-unsur mikro (Jinus et al., 2012). Selain itu, terdapat bakteri yang dapat
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan mikoriza ketika terdapat nematoda parasite yang
masuk, bakteri itu dikenal dengan Mycorrhiza Helper Bacteria (MHB). MHB banyak digunakan
untuk membantu peran AMF dalam menjajah dan menginfeksi akar tanaman sehingga
kemampuan akar meningkatkan serapan hara (Fitriatin et al., 2021)

3. Deskripsikan mekanisme interaksi menguntungkan secara tidak langsung ( mekanisme PGPR)

Jawab:

Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) adalah sekelompok bakteri tanah yang
menghuni sekitar/ pada permukaan akar dan secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam
memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui produksi dan sekresi berbagai bahan
kimia pengatur di sekitar rizosfer. Bakteri yang diidentifikasi sebagai PGPR terdiri dari
Azotobacter, Acetobacter, Azospirillum, Burkholderia, Pseudomonas dan Bacillus. Salah satu
contoh dari intraksi menguntungkan secara tidak langsung dalam mekanisme PGRP antara lain
yaitu fiksasi nitrogen bebas, produksi siderofor, dan kelarutan fosfat (Ramos Solano et al., 2008).

Produksi Siderofor

Besi cukup melimpah di tanah tetapi sering tidak tersedia untuk tanaman atau
mikroorganisme tanah karena spesies kimia yang dominan adalah Fe3+, bentuk teroksidasi yang
bereaksi membentuk oksida dan hidroksida yang tidak larut yang tidak dapat diakses oleh
tanaman atau mikroorganisme. Tanaman telah mengembangkan dua strategi untuk penyerapan
besi yang efisien yang pertama terdiri dari melepaskan senyawa organik yang mampu mengkelat
besi, sehingga membuatnya larut. Besi berdifusi menuju tanaman di mana ia direduksi dan
diserap melalui sistem enzimatik yang ada di membran sel. Strategi kedua terdiri dari menyerap
kompleks yang dibentuk oleh senyawa organik dan Fe3+, di mana besi direduksi di dalam
tanaman dan mudah diserap. Beberapa bakteri rizosfer mampu melepaskan molekul pengkhelat
besi ke rizosfer dan karenanya memiliki fungsi yang sama seperti tanaman. siderofor adalah
senyawa dengan berat molekul rendah, biasanya di bawah 1 kDa, yang mengandung gugus
fungsi yang mampu mengikat besi secara reversible. Bakteri penghasil siderophore biasanya
termasuk dalam genus Pseudomonas yang melepaskan pyochelin dan pyoverdine. Bakteri
rizosfer melepaskan senyawa ini untuk meningkatkan potensi kompetitifnya, karena zat ini
memiliki aktivitas antibiotik dan meningkatkan nutrisi zat besi bagi tanaman. Rhizobakteri
penghasil siderofor meningkatkan kesehatan tanaman di berbagai tingkatan: mereka
meningkatkan nutrisi besi, menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain dengan melepaskan
molekul antibiotik mereka dan menghambat pertumbuhan patogen dengan membatasi besi yang
tersedia untuk patogen, umumnya jamur, yang tidak dapat menyerap kompleks siderofor besi.

PGPR Pengikat Nitrogen Bebas

Jumlah nitrogen dari fiksasi bebas yang tersedia untuk tanaman rendah karena digunakan oleh
bakteri. Tiga strategi telah diusulkan untuk mengatasi masalah hasil rendah ini. Mengenai
strategi pertama, mutasi menargetkan gen glutamin sintase dengan fokus pada pencapaian
efisiensi rendah dalam mempertahankan nitrogen tetap sehingga dilepaskan untuk tanaman.
Masalah utama dengan jenis mutan ini adalah mereka tidak terlalu efektif dalam menjajah sistem
akar. Untuk mengatasi masalah ini, strategi kedua telah dikembangkan yaitu penciptaan
lingkungan khusus untuk mutan pengikat nitrogen yang disebut paranodul. Struktur ini dapat
dibentuk oleh tanaman ketika zat pengatur tumbuh. Paranodul adalah tumor kecil yang ditembus
bakteri pengikat nitrogen. Strategi ini didefinisikan sebagai pembentukan nodul pengikat
nitrogen pada nonlegum dan telah diuji pada jagung dan gandum. Strategi ketiga terdiri dari
meningkatkan penetrasi endofit pengikat nitrogen pada jaringan tanaman. Endofit masuk ke
dalam tanaman setelah munculnya akar lateral ketika endodermis dipecah, memungkinkan
penetrasi bakteri hingga ke pembuluh xilem. Stimulasi percabangan akar ini karena adanya strain
bakteri pengikat nitrogen yang menghasilkan peningkatan penetrasi bakteri pengikat nitrogen ke
dalam jaringan tanaman sehingga meningkatkan nitrogen tetap yang tersedia untuk tanaman.

PGPR Pelarut Fosfat

Selain unsur N yang berlimpah terdapat juga unsur P. Namun cadangan fosfor meskipun
berlimpah, tumbuhan hanya mampu menyerap bentuk terlarut. Banyak bakteri dari genus yang
berbeda mampu melarutkan fosfat dan termasuk Pseudomonas, Bacillus, Rhizobium,
Burkholderia, Achromobacter, Agrobacterium, Micrococcus, Aerobacter, Flavobacterium,
Chryseobacterium dan Erwinia. Bakteri menggunakan dua mekanisme untuk melarutkan fosfat
diantaranya yaitu melepaskan asam organik yang memobilisasi fosfor melalui interaksi ionik
dengan kation garam fosfat dan melepaskan fosfatase yang bertanggung jawab untuk melepaskan
gugus fosfat yang terikat pada bahan organik. Sebagian besar bakteri ini mampu melarutkan
kompleks Ca–P, dan ada pula yang beroperasi pada kompleks Fe–P, Mn–P dan Al–P.
DAFTAR RUJUKAN

Albuquerque da Silva Campos, M. (2020). Bioprotection by arbuscular mycorrhizal fungi in


plants infected with Meloidogyne nematodes: A sustainable alternative. Crop Protection,
135(May), 105203. https://doi.org/10.1016/j.cropro.2020.105203

Basri, A. H. H. (2018). Kajian Peranan Mikoriza Dalam Bidang Pertanian. Agrica Ekstensia,
Vol. 12 No, 74–78.

Fitriatin, B. N., Hindersah, R., Asyiah, I. N., Harni, R., Rahayu, D. S., Kalimantan, J., & 37, N.
(2021). Production of Mychorrhiza Inoculum Enriched by Using Mychorrizal Helper
Bacteria. Haya Saudi J Life Sci, 6(11), 256–261.
https://doi.org/10.36348/sjls.2021.v06i11.001

Jinus, Prihastanti, E., & Haryanti, S. (2012). Jurnal 3.Pdf. In Tongue thrust and the stability of
overjet correction (pp. 121–135).

Ma, Y., & Chen, R. (2021). Nitrogen and Phosphorus Signaling and Transport During Legume–
Rhizobium Symbiosis. Frontiers in Plant Science, 12(June).
https://doi.org/10.3389/fpls.2021.683601

Ramos Solano, B., Barriuso, J., & Gutiérrez Mañero, F. J. (2008). Physiological and Molecular
Mechanisms of Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Plant-Bacteria
Interactions: Strategies and Techniques to Promote Plant Growth, June, 41–54.
https://doi.org/10.1002/9783527621989.ch3

Sari, R., & Prayudyaningsih, R. (2015). Rhizobium: Pemanfaatannya Sebagai Bakteri Penambat
Nitrogen. Info Teknis EBONI, 12(1), 51–64.

Silva, M. T. R. e., Calandrelli, A., Rinaldi, L. K., Miamoto, A., Moreno, B. P., Ferreira da Costa,
W., Silva, C., Alberton, O., & Dias-Arieira, C. R. (2021). Arbuscular mycorrhizae maintain
lemongrass citral levels and mitigate resistance despite root lesion nematode infection.
Rhizosphere, 19(April). https://doi.org/10.1016/j.rhisph.2021.100359

Anda mungkin juga menyukai