Anda di halaman 1dari 37

A.

Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Fraktur adalah cedera traumatis yang mengganggu kontinuitas tulang.

Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, baik bersifat total maupun

sebagian yang ditentukan berdasarkan jenis dan luasnya. Fraktur adalah patah

tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dari

tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang

akan menentukan kondisi fraktur tersebut.

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan

eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur

dapat terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi.

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan

oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi

tulang/osteoporosis. Hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai adanya

kerusakan jaringan lunak seperti otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah.

2. Penyebab/factor predisposisi

Adapun 3 penyebab dari fraktur menurut Price dan Wilson (2015) yaitu

sebagai berikut:

a. Cidera atau benturan

1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang

patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang

dan kerusakan pada kulit diatasnya.


2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi

benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur

klavikula.

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang

kuat.

b. Fraktur patologik

Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi

lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.

c. Fraktur beban

Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru

saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan

bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan lari.


3. Pohon Masalah
4. Gejala klinis

Adapun beberapa tanda dan gejala dari terjadinya fraktur adalah

sebagai berikut :

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di

imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang

b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya,

pergeseran fragmen pada fraktur menyebabkan deformitas, ekstermitas yang

bias diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas yang normal.

Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot

bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.

c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.

d. Saat ekstermitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan

lainnya.

e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini hanya biasanya

baru terjadi setelah beberapa jam atau hari atau setelah cedera

5. Klasifikasi

a. Berdasarkan tempat fraktur:

Fraktur femur, humerus, tibia, clavicula, ulna, radius, cruris dan yang

lainnya.
b. Berdasarkan komplit atau tidak komplit fraktur:

1) Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang).

2) Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis

penampang tulang).

c. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah:

1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama.

d. Berdasarkan posisi fragmen:

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen.

e. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan):

1) Faktur Tertutup (Closed)

Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia

luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang

berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:


a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan

lunak sekitarnya.

b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan.

c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak

bagian dalam dan pembengkakan.

d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata

dan ancaman sindroma kompartement.

2) Fraktur Terbuka (Open/Compound)

Bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

a) Grade I: dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, kerusakan

jaringan lunak minimal, biasanya tipe fraktur simple transverse dan

fraktur obliq pendek.

b) Grade II: luka lebih dari 1 cm panjangnya, tanpa kerusakan jaringan

lunak yang ekstensif, fraktur komunitif sedang dan adakontaminasi.

c) Grade III: yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan

jaringan lunak yang ekstensif, kerusakan meliputi otot, kulitdan

struktur neurovascular.

d) Grade III ini dibagi lagi kedalam: III A: fraktur grade III, tapi tidak

membutuhkan kulit untuk penutup lukanya. III B: fraktur grade III,

hilangnya jaringan lunak, sehingga tampak jaringan tulang, dan

membutuh kan kulit untuk penutup (skin graft). III C: fraktur grade III,
dengan kerusakan arteri yang harus diperbaiki,dan beresiko untuk

dilakukannya amputasi.

f. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma:

1) Fraktur Transversal

Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat

trauma angulasi atau langsung.

2) Fraktur Oblik

Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

3) Fraktur Spiral

Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan

trauma rotasi.

4) Fraktur Kompresi

Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong

tulang ke arah permukaan lain.

5) Fraktur Avulsi

Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot

pada insersinya pada tulang.

g. Berdasarkan kedudukan tulangnya:

1) Tidak adanya dislokasi.

2) Adanya dislokasi

At axim: membentuk sudut.

At lotus: fragmen tulang berjauhan.

At longitudinal: berjauhan memanjang.


At lotus cum contractiosnum: berjauhan dan memendek.

h. Berdasarkan posisi fraktur:

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian yaitu:

1) 1/3 proksimal

2) 1/3 medial

3) 1/3 distal

i. Fraktur kelelahan:

Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

j. Fraktur patologis:

Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

6. Pemeriksaan penunjang/ diagnostic

a) Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur: menentukan lokasi, luasnya.

b) Pemeriksaan jumlah darah lengkap.

c) Arteriografi: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d) Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliens ginjal.

e) Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan

jaringan lunak.

7. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan fraktur meliputi:

a) Reduksi

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada

kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen

tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan

traksi manual. Alat-alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang
lainnya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam

bentuk pen, kawat, sekrup, plat dan paku.

b) Imobilisasi

Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna.

Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau

meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan dan gerakan. Perkiraan waktu

imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur

adalah sekitar 3 bulan.

c) Cara Pembedahan

Cara pembedahan yaitu pemasangan screw dan plate atau dikenal dengan

pen merupakan salah satu bentuk reduksi dan imobilisasi yang dikenal dengan

Open Reduction and Internal Fixation (ORIF).

8. Komplikasi

a) Komplikasi Awal

Komplikasi awal setelah fraktur adalah kejadian syok, yang berakibat fatal

hanya dalam beberapa jam setelah kejadian,kemudian emboli lemak yang dapat

terjadi dalam 48 jam, serta sindrom kompartmen yang berakibat kehilangan fungsi

ekstremitas secara permanen jika terlambat ditangani.

b) Komplikasi Lambat

Komplikasi lambat dalam kasus fraktur adalah penyatuan tulang yang

mengalami patah terlambat, bahkan tidak ada penyatuan. Hal ini terjadi jika

penyembuhan tidak terjadi dalam dengan waktu normal untuk jenis dan fraktur

tertentu. Penyatuan tulang yang terlambat atau lebih lama dari perkiraan

berhubungan dengan adanya proses infeksi sistemik dan tarikan jauh pada
fragmen tulang. Sedangkan tidak terjadinya penyatuan diakibatkan karena

kegagalan penyatuan pada ujung-ujung tulang yang mengalami patahan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian keperawatan

a. Identitas klien

Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, bangsa,

pendidikan, pekerjaaan, tanggal MRS, diagnosa medis, nomor registrasi.

b. Keluhan utama

Keluhan utama pada masalah fraktur yaitu nyeri. Nyeri akut atau

kronik tergantung berapa lamanya serangan. Keluhan utama biasannya

didapat dari data pengkajian yang yang lengkap mengenai data pasien

menggunakan pengkajian nyeri :

1) Proboking insiden : apa ada peristiwa faktor nyeri.

2) Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien. Apakah

panas, berdenyut / menusuk.

3) Region Radiation of pain : apakah sakit bisa reda dalam sekejap, apa terasa

sakit menjalar, dan dimana posisi sakitnya.

4) Severity/scale of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien

berdasarkan skala nyeri.

5) Time : berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada waktu

malam hari atau pagi hari.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien fraktur disebabkan karena trauma / kecelakaan, dapat

secara degenerative/patologis yang disebabkan awalnya pendarahan,


kerusakan jaringan di sekitar tulang yang mengakibatkan nyeri, bengkak,

pucat/perubahan warna kulit dan terasa kesemutan.

d. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien mengalami fraktur paha atau pasien pernah punya

penyakit menurun sebelumnya. Memiliki penyakit osteoporosis/arthritis

atau penyakit lain yang sifatnya menurun atau menular.

e. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi hidup sehat

Klien fraktur apakah akan mengalami perubahan atau gangguan pada

personal hygiene atau mandi.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Klien fraktur tidak ada perubahan nafsu makan, walaupun menu

makanan disesuakan dari rumah sakit.

3) Pola eliminasi

Perubahan BAK/BAB dalam sehari, apakah mengalami kesulitan

waktu BAB di kaenakan imobilisasi, feses warna kuning, pada pasien

fraktur tidak ada gangguan BAK.

4) Pola istirahat dan tidur

Kebiasaan pada pola tidur apakah ada gangguan yang disebabkan

karena nyeri, misalnya nyeri karena fraktur.

5) Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas pada klien yang mengalami gangguan karena fraktur

mengakibatkan kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat atau

keluarga.
6) Pola persepsi dan konsep diri

Klien mengalami gangguan percaya diri sebab tubuhnya perubahan

pasien takut cacat / tidak dapat bekerja lagi.

7) Pola sensori kognitif

Adanya nyeri yang disebabkan kerusakan jaringan, jika pada pola

kognotif atau pola berfikir tidak ada gangguan.

8) Pola hubungan peran

Terjadi hubungan peran interpersonal yaitu klien merasa tidak berguna

sehingga menarik diri.

9) Pola penggulangan stress

Penting ditanyakan apakah membuat pasien menjadi depresi /

kepikiran mengenai kondisinya.

10) Pola reproduksi seksual

Jika pasien sudah berkeluarga maka mengalami perubahan pola

seksual dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak

mengalami gangguan pola reproduksi seksual.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Terjadi kecemasan/stress untuk pertahanan klien meminta

mendekatakan diri kepada tuhan.

f. Pemeriksaan fisik

Terdapat dua macam pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan fisik

secara umum (status general) untuk mendapatkan gambaran umum dan


pemeriksaan setempat (lokal). Hal ini diperlukan untuk dapat

melaksanakan perawatan total (total care).

1) Pemeriksaan fisik secara umum

a. Keluhan utama:

(1) Kesadaran klien: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis yang

bergantung pada klien

(2) Kedaaan penyakit: akut, kronis, ringan, sedang, berat. Tanda-tanda vital

tidak normal terdapat gangguan lokal, baik fungsi maupun bentuk.

(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan,baik fungsi maupun

bentuk.

b. Pemeriksaan fisik secara Head To Toe

(1) Kepala

 Inspeksi : Simetris, ada pergerakan

 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

(2) Leher

 Inspeksi : Simetris, tidak ada penonjolan

 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, reflek menelan ada

(3) Wajah

 Inspeksi :Simetris, terlihat menahan sakit

 Palpasi : Tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk, tidak ada lesi,

dan tidak ada oedema.

(4) Mata

 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Tidak ada gangguan seperti kongjungtiva tidak anemis

(karena tidak terjadi perdarahan)

(5) Telinga

 Inspeksi :Normal, simetris

 Palpasi : Tidak ada lesi, dan nyeri tekan

(6) Hidung

 Inspeksi : Normal, simetris

 Palpasi : Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung

(7) Mulut

 Inspeksi : Normal, simetris

 Palpasi : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,

mukosa mulut tidak pucat.

(8) Thoraks

 Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, tidak bengkak

 Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

 Perkusi : Pekak

 Auskultasi : Tidak ada ronchi, wheezing, dan bunyi jantung I, II

reguler

(9) Paru.

 Inspeksi :Pernafasan meningkat,regular atau tidak tergantung pada

riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

 Palpasi:Pergerakan simetris, fermitus teraba sama.

 Perkusi:Sonor, tidak ada suara tambahan.


 Auskultasi : Suara nafas normal, tidak ada wheezing atau suara

tambahan lainnya.

(10) Jantung

 Inspeksi :tidak tampak iktus jantung

 Palpasi :nadi meningkat, iktus tidak teraba

 Auskultasi:suara S1 dan S2 tunggal

(11) Abdomen

 Inspeksi : simetris,bentuk datar

 Palpasi :turgor baik, tidak ada pembesaran hepar.

 Perkusi :suara timpani, ada pantulan gelombang cairan

 Auskultasi : peristaltic usus normal ± 20 x/menit

(12) Inguinal, genetalia, anus

 Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan

BAB

g. Keadaan luka.

 Inspeksi (look)

Pada inspeksi dapat di perhatikan wajah klien, kemudian warna

kulit, kemudian syaraf, tendon, ligament, dan jaringan lemak, otot,kelenjar

limfe, tulang dan sendi, apakah ada jaringan parut,warna kemerahan atau

kebiruan atau hiperpigmentasi, apa ada benjolan dan pembengkakan atau

adakah bagian yang tidak normal.

 Palpasi (feel)

Pada pemeriksaan palpasi yaitu : suatu pada kulit, apakah teraba

denyut arterinya, raba apakah adanya pembengkakan, palpasi daerah


jaringan lunak supaya mengetahui adanya spasme otot artrofi otot, adakah

penebalan jaringan senovia,adannya cairan didalam/di luar sendi,

perhatikan bentuk tulang ada/tidak adanya penonjolan atau abnormalitas.

 Pergerakan (move)

Perhatikan gerakan pada sendi baik secara aktif/pasif, apa

pergerakan sendi diikuti adanya krepitasi, lakukan pemeriksaan stabilitas

sandi, apa pergerakan menimbulkan rasa nyeri, pemeriksaan (range of

motion) danpemeriksaan pada gerakan sendi aktif ataupun pasif.

Pengkajian keperawatan primer dan sekunder pada fraktur

a. Pengkajian primer

1) Airway ( Jalan Napas)

Kaji :

(1) Bersihan jalan nafas

(2) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas

(3) Distress pernafasan

(4) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring

2) Breathing

Kaji :

(1) Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada

(2) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut

(3) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas

3) Circulation
Kaji :

(1) Denyut nadi karotis

(2) Tekanan darah

(3) Warna kulit, kelembaban kulit

(4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal

4) Disability

Kaji :

(1) Tingkat kesadaran

(2) Gerakan ekstremitas

(3) Glasgow coma scale (GCS)

(4) Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya

5) Exposure/ kontrol lingkungan

Di Rumah Sakit pasien harus dibuka keseluruhan pakainnya, untuk

evaluasi pasien. Setelah pakaian dibuka, penting agar pasien tidak

kedinginan, harus diberikan selimut hangat dan diberikan cairan intravena

yang sudah dihangatkan.

b. Pengkajian sekunder

Kaji :

(1) Riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena penampilan luka

kadang tidak sesuai dengan parahnya cidera, jika ada saksi seseorang dapat

menceritakan kejadiannya sementara petugas melakukan pemeriksaan

pasien.

(2) Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki

secara sistematis, inspeksi adanya laserasi bengkak dan deformitas.


(3) Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple:

(a) Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian sering disertai

dengan trauma pada lumbal.

(b) Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat disertai

dengan trauma panggul .

(c) Trauma lengan sering menyebabkan trauma pada siku sehingga lengan

dan siku harus dievakuasi bersamaan.

(d) Trauma proksimal fibula dan lutut sering menyebabkan trauma pada

tungkai bawah.

(4) Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi.

(5) Kaji adanya krepitasi pada area fraktur.

(6) Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis dan femur.

(7) Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka, tertutup dapat

menyebabkan perdarahan atau hematoma pada daerah yang tertutup

sehingga menyebabkan penekanan saraf

2. Diagnosis keperawatan

a. Nyeri Akut (D. 0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis.

inflamasi, iskemia, neoplasma), agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan

kimia iritan), agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (mis.

waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit

tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah,

proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis.
b. Gangguan integritas kulit atau jaringan (D.0129) berhubungan dengan

perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan),

kekurangan/kelebihan volume cairan, penurunan mobilitas, bahan kimia

iritatif, suhu lingkungan yang ekstrem, faktor mekanis (mis. penekanan,

gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan

tinggi), terapi radiasi, kelembaban, proses penuaan, neuropati perifer,

perubahan pigmentasi, perubahan hormonal, penekanan pada tonjolan tulang,

kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/ melindungi

integritas jaringan dibuktikan dengan kerusakan jaringan dan/atau lapisan

kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma.

c. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) berhubungan dengan kerusakan integritas

struktur tulang, perubahan metabolism, ketidakbugaran fisik, penurunan

kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot, keterlambatan

perkembangan, kekuatan sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguana

musculoskeletal, gangguan neuromuscular, indeks masa tubuh diatas persentil

ke-75 sesuai usia, efek agen farmakologis, program pembatasan gerak, nyeri,

kurang terpapar informasi tentang aktifitas fisik, kecemasan, gangguan

kognitif, keengganan melakukan pergerakan, gangguan sensoriperipersepsi

dibuktikan dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas , kekuatan otot

menurun, rentang gerak (ROM) menurun, nyeri saat gerak, enggan melakukan

pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, Gerakan tidak

terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah.


d. Intoleransi aktifitas (D.0056) berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas, gaya hidup

monoton dibuktikan dengan mengeluh lelah, dyspnea saat atau setelah

aktivitas, merasa lemah, frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi

istirahat, tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG

menunjukkan aritmia saat atau setelah aktifitas, gambaran EKG menunjukkan

iskemia, sianosis.

e. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) berhubungan dengan hiperglikemia,

penurunan konsentrasi hemoglobin, peningkatan tekanan darah, kurang

volume cairan, penurunan aliran arteri atau vena, kurang terpapar informasi

tentang faktor pemberat (mis. merokok, gaya hidup monoton, trauma,

obesitas,asupan garam, imobilitas), kurang aktivitas fisik dibuktikan dengan

pengisian kapiler > 3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral

teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun


3. Rencana keperawatan

No Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri Akut (D. 0077) Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan agen keperawatan selama … x … jam a. Observasi
pencedera fisiologis (mis. diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
inflamasi, iskemia, (L.08066) menurun dengan intensitas nyeri
neoplasma), agen pencedera kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
kimiawi (mis. terbakar, 1. Kemampuan menuntaskan 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
bahan kimia iritan), agen aktivitas meningkat 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
pencedera fisik (mis. abses, 2. Keluhan nyeri menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
amputasi, terbakar, 3. Meringis menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
terpotong, mengangkat 4. Sikap protektif menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
berat, prosedur operasi, 5. Gelisah menurun 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
trauma, latihan fisik 6. Kesulitan tidur menurun diberikan
berlebihan) dibuktikan 7. Menarik diri menurun 9. Monitor efek samping penggunaan analgesic
dengan mengeluh nyeri, 8. Berfokus pada diri sendiri b. Terapeutik
tampak meringis, bersikap menurun 10. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
protektif (mis. waspada, (mis, TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback,
posisi menghindari nyeri), 9. Diaforesis menurun terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
gelisah, frekuensi nadi 10. Perasaan depresi (tertekan) kompres hangat/dingin, terapi bermain)
meningkat, sulit tidur, menurun 11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu
tekanan darah meningkat, 11. Perasaan takut mengalami ruangan, pencahayaan, kebisingan)
pola napas berubah, nafsu cedera berulang menurun 12. Fasilitasi istirahat dan tidur
makan berubah, proses 12. Anoreksia menurun 13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
berpikir terganggu, menarik 13. Ketegangan otot menurun strategi meredakan nyeri
diri, berfokus pada diri 14. Pupil dilatasi menurun c. Edukasi
sendiri, diaforesis. 15. Muntah menurun 14. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
16. Mual menurun 15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
17. Frekuensi nadi membaik 16. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
18. Pola napas membaik 17. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
19. Tekanan darah membaik 18. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
20. Proses berpikir membaik nyeri.
21. Fokus membaik d. Kolaborasi
22. Fungsi berkemih membaik 19. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
23. Perilaku membaik
24. Nafsu makan membaik
25. Pola tidur membaik
Pemberian Analgesik (I.08243)
a. Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda, kualitas,
lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. narkotika, non-
narkotik, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
5. Monitor efektifitas analgesic
b. Terapeutik
6. Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
7. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid
untuk mempertahankan kadar dalam serum
8. Tetapkan target efektivitas analgesik untuk mengoptimalkan
respons pasien
9. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
c. Edukasi
10. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
d. Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
2 Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
atau jaringan (D.0129) keperawatan selama …x…jam a. Observasi
berhubungan dengan diharapkan Integritas Kulit dan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
perubahan sirkulasi, Jaringan (L.14125) meningkat perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
perubahan status nutrisi dengan kriteria hasil: kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penggunaan mobilitas)
(kelebihan atau 1. Elastisitas meningkat b. Terapeutik
kekurangan), 2. Hidrasi meningkat 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
kekurangan/kelebihan 3. Perfusi jaringan meningkat 3. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
volume cairan, penurunan 4. Kerusakan jaringan menurun 4. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama
mobilitas, bahan kimia 5. Kerusakan lapisan kulit periode diare
iritatif, suhu lingkungan menurun 5. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit
yang ekstrem, faktor 6. Nyeri menurun kering
mekanis (mis. penekanan, 7. Perdarahan menurun 6. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada
gesekan) atau faktor elektris 8. Kemerahan menurun kulit sensitive
(elektrodiatermi, energi 9. Hematoma menurun 7. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
listrik bertegangan tinggi), 10. Pigmen abnormal menurun c. Edukasi
terapi radiasi, kelembaban, 11. Jaringan parut abnormal 8. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)
proses penuaan, neuropati menurun 9. Anjurkan minum air yang cukup
perifer, perubahan 12. Nekrosis menurun 10. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
pigmentasi, perubahan 13. Abrasi kornea menurun 11. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
hormonal, penekanan pada 14. Suhu kulit membaik 12. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
tonjolan tulang, kurang 15. Sensasi membaik 13. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat
terpapar informasi tentang 16. Tekstur membaik berada di luar rumah
upaya mempertahankan/ 17. Pertumbuhan rambut 14. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
melindungi integritas membaik Perawatan Luka (I.14564)
jaringan dibuktikan dengan a. Observasi
kerusakan jaringan dan/atau 1. Monitor karakteristik luka (mis. drainase, warna, ukuran, bau)
lapisan kulit, nyeri, 2. Monitor tanda-tanda infeksi
perdarahan, kemerahan, b. Terapeutik
hematoma. 3. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
4. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
5. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik,
sesuai kebutuhan
6. Bersihkan jaringan nekrotik
7. Berikan salep yang sesuai ke kulit atau Lesi, jika perlu
8. Pasang balutan sesuai jenis luka
9. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
10. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
11. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi
pasien
12. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein
1,25-1,5 g/kgBB/hari
13. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. vitamin A,
vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai indikasi
14. Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transkutaneus), jika
perlu
c. Edukasi
15. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
16. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
17. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
d. Kolaborasi
12. Kolaborasi prosedur debridement (mis. enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika perlu
13. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
3 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan Dukungan Ambulasi (I.06171)
(D.0054) berhubungan keperawatan selama ... x 24 jam, a. Observasi
dengan kerusakan integritas diharapkan Mobilitas Fisik 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
struktur tulang, perubahan (L.05042) meningkat dengan 2. Identifikasi toleransi fisik melalui ambulasi
metabolism, ketidakbugaran kriteria hasil: 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
fisik, penurunan kendali 1. Pergerakan ekstremitas memulai ambulasi
otot, penurunan massa otot, meningkat 4. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
penurunan kekuatan otot, 2. Kekuatan otot meningkat b. Terapeutik
keterlambatan 3. Rentan gerak meningkat 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat,
perkembangan, kekuatan 4. Nyeri menurun kruk)
sendi, kontraktur, 5. Kecemasan menurun 2. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik
malnutrisi, gangguana 6. Kaku sendi menurun 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
musculoskeletal, gangguan 7. Gerakan tidak terkoordinasi meningkatkan ambulansi
neuromuscular, indeks masa menurun c. Edukasi
tubuh diatas persentil ke-75 8. Gerakan terbatas menurun 1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
sesuai usia, efek agen 9. Kelemahan fisik menurun 2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
farmakologis, program 3. Ajarkan ambulansi sederhana yang harus dilakukan (mis.
pembatasan gerak, nyeri, berjalan di tempat tidur ke korsi roda, berjalan di tempat tidur
kurang terpapar informasi ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
tentang aktifitas fisik, Dukungan Mobilisasi (I.05173)
kecemasan, gangguan b. Observasi
kognitif, keengganan 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
melakukan pergerakan, 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
gangguan 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
sensoriperipersepsi memulai mobilisasi
dibuktikan dengan 4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisas
mengeluh sulit c. Terapeutik
menggerakkan ekstremitas , 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (misal. pagar
kekuatan otot menurun, tempat tidu)
rentang gerak (ROM) 6. Fasilitasi melakukan pergerakan, Jika perlu
menurun, nyeri saat gerak, 7. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
enggan melakukan meningkatkan pergerakan
pergerakan, merasa cemas d. Edukasi
saat bergerak, sendi kaku, 9. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Gerakan tidak 10. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
terkoordinasi, gerakan 11. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (misal.
terbatas, fisik lemah. duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
4 Intoleransi aktifitas Setelah diberikan asuhan Manajemen Energi (I.05178)
(D.0056) berhubungan keperawatan selama …. x …. a. Observasi
dengan ketidakseimbangan diharapkan Toleransi Aktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
antara suplai dan kebutuhan (L.05047) meningkat dengan kelelahan
oksigen, tirah baring, kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
kelemahan, imobilitas, gaya 1. Frekuensi nadi meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur
hidup monoton dibuktikan 2. Saturasi oksigen meningkat 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
dengan mengeluh lelah, 3. Kemudahan dalam melakukan aktivitas
dyspnea saat atau setelah aktivitas sehari – hari b. Terapeutik
aktivitas, merasa lemah, meningkat 5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
frekuensi jantung 4. Kecepatan berjalan meningkat cahaya, suara, kunjungan)
meningkat >20% dari 5. Jarak berjalan meningkat 6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
kondisi istirahat, tekanan 6. Kekuatan tubuh bagian atas 7. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
darah berubah >20% dari meningkat 8. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
kondisi istirahat, gambaran 7. Kekuatan tubuh bagian bawah atau berjalan
EKG menunjukkan aritmia meningkat c. Edukasi
saat atau setelah aktifitas, 8. Toleransi dalam menaiki 9. Anjurkan tirah baring
gambaran EKG tangga meningkat 10. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
menunjukkan iskemia, 9. Keluhan lelah menurun 11. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
sianosis. 10. Dispnea saat aktivitas kelelahan tidak berkurang
menurun 12. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
11. Dispnea setelah aktivitas d. Kolaborasi
menurun 13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
12. Perasaan lemah menurun makanan
13. Aritmia saat aktivitas menurun Terapi Aktivitas (I.05186)
14. Aritmia setelah aktivitas a. Observasi
menurun 1. Identifikasi defisit tingkatan aktivitas
15. Sianosis menurun 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
16. Warna kulit membaik 3. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
17. Tekanan darah membaik 4. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
18. Frekuensi nafas membaik 5. Identifikasi makna aktivitas rutin (mis.bekerja) dan waktu
19. EKG iskemia membaik luang
6. Monitor respon emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap
aktivitas
b. Terapeutik
7. Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami
8. Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang
aktivitas
9. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik, biologis, dan sosial
10. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
11. Fasilitasi maka aktivitas yang dipilih
12. Fasilitasi dan transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika
sesuai
13. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan
lingkungan untuk mengakomodasi aktivitas yang dipilih
14. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulasi, mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai kebutuhan
15. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan
waktu, energi, atau gerak
16. Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
17. Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika
sesuai
18. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
19. Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori implisit dan
emosional (mis. kegiatan keagamaan khusus) untuk pasien
demensia, jika sesuai
20. Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif
21. Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan
diverifikasi untuk menurunkan kecemasan (mis. vokal grup,
bola voli, tenis meja, joging, berenang, tugas sederhana,
permainan sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka-teki dan kartu)
22. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jikaperlu
23. Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri
24. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
25. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
26. Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas
c. Edukasi
27. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
28. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
29. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan
kognitif dalam menjaga fungsi dan kesehatan
30. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika
sesuai
31. Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
d. Kolaborasi
32. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas, jika sesuai
33. Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

5 Perfusi perifer tidak Setelah diberikan asuhan Perawatan Sirkulasi (I.14570)


efektif (D.0009) keperawatan selama …. x …. a. Observasi
berhubungan dengan diharapkan Perfusi Perifer 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema, pengisapan
hiperglikemia, penurunan (L.02011) meningkat dengan kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index)
konsentrasi hemoglobin, kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis, diabetes,
peningkatan tekanan darah, 1. Denyut nadi perifer meningkat perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
kurang volume cairan, 2. Penyembuhan luka meningkat 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
penurunan aliran arteri atau 3. Sensasi menurun ekstrimitas
vena, kurang terpapar 4. Warna kulit pucat menurun b. Terapeutik
informasi tentang faktor 5. Edema perifer menurun 4. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
pemberat (mis. merokok, 6. Nyeri ekstremitas menurun keterbatasan perfusi
gaya hidup monoton, 7. Paraestasia menurun 5. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
trauma, obesitas,asupan 8. Kelemahan otot menurun keterbatasan berfungsi
garam, imobilitas), kurang 9. Kram otot menurun 6. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
aktivitas fisik dibuktikan 10. Bruit femoralis menurun cedera
dengan pengisian kapiler > 11. Nekrosis menurun 7. Lakukan pencegahan infeksi
3 detik, nadi perifer 12. Pengisian kapiler membaik 8. Lakukan perawatan kaki dan kuku
menurun atau tidak teraba, 13. Akral membaik 9. Lakukan hidrasi
akral teraba dingin, warna 14. Turgor kulit membaik c. Edukasi
kulit pucat, turgor kulit 15. Tekanan darah sistolik 10. Anjurkan berhenti merokok
menurun membaik 11. Anjurkan berolahraga rutin
16. Tekanan darah diastolik 12. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
membaik terbakar
17. Tekanan arteri rata-rata 13. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
membiak antikoagulan, dan penurunan kolesterol, jika perlu
18. Indeks ankle brachial 14. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
membaik 15. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyakit beta
16. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis.
melembabkan kulit kering pada kaki)
17. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
18. Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis.
rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
19. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
(mis. rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya Rasa)
Manajemen Sensasi Perifer (I.06195)
a. Observasi
1. Identifikasi penyebab perubahan sensasi
2. Identifikasi penggunaan alat pengikat, prostesis, sepatu, dan
pakaian
3. Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
4. Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
5. Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
6. Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
7. Monitor perubahan kulit
8. Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
b. Terapeutik
9. Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya
(terlalu panas atau dingin)
c. Edukasi
10. Anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air
11. Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
12. Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
d. Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
14. Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu
REFERENSI

Cahyati, Yanti. 2022. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah DIII Keperawatan
Jilid II. Jakarta: Mahakarya Citra Utama.

Suriya, Melti dan Zuriati. 2019. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi Nanda NIC & NOC.
Padang: Pustaka Galeri Mandiri.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai