LP KEP ANAK THYPOId
LP KEP ANAK THYPOId
THYPHOID FEVER
DI PUSKESMAS ROGOTRUNAN LUMAJANG
Disusun Oleh :
Ria Fitri Marchita
14901.10.23050
Lumajang,
Mahasiswa
(.............................)
(..................................) (.....................................)
Kepala Ruangan
(...............................)
LAPORAN PENDAHULUAN PADA THYPOID ANAK
1.1. Definisi
Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan keasadaran. Demam thypoid disebabkan oleh infeksi salmonella
typhi. (Lestari Titik, 2016).
Thypoid fever atau demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan gangguan kesadaran. (Wijayaningsih kartika sari, 2013).
1.2. Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri samonella typhi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidakberspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang terdiri
atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI. Dalam serum
penderita, terdapatzat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh
pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 derajat celsius (optimum 37
derajat celsius) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem
imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang terkontaminasi, formalitas dan lain
sebagainya. (Lestari Titik, 2016).
1.4 Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan dan
minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000 basil kuman). Sebagian kuman
dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika
respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan
menembus sel- sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang
biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelenjar getah bening
mesenterika. (Lestari Titik, 2016).
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui duktus thoracicus dan
menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan
limfa melalui sirkulasi portal dari usus. (Lestari Titik, 2016).
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ
ini, kuman salmonella thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga
mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam,
malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler dan gangguan mental
koagulasi). (Lestari Titik, 2016).
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi. Endotoksin
basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti
gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernafasan, dan gangguan organ lainnya. Pada
minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia plak peyeri, di susul kembali, terjadi
nekrosis pada minggu ke dua dan ulserasi plak peyeri pada mingu ke tiga. selanjutnya,
dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan
sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di tularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat) dan melalui Feses. (Lestari Titik, 2016).
1.5 Patwhay
Kuman salmonella
typhi
Masuk ke mulut
Menuju ke
saluran
pencernaan
Bakteri masuk ke
dalam usus halus
Endotoksi
Hematomegali Spenomegali
Defisit nutrisi
1.6. Komplkasi
1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perporasi usus dan ilius paralitik.
2. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndroma uremia
hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia. (Lestari Titik, 2016).
I.8. Penatalaksanaan
Berdasarkan Lestari Titik, 2016, penatalaksanaan pada demam typhoid yaitu:
1. Perawatan
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
2. (D.0077) Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 Man
jam diharapkan nyeri dengan kriteria hasil: Obs
Tingkat Nyeri (L.08066) 1
Skor saat Skor yang
Indikator ini ingin 2
dicapai 3
Gelisah 1 5 4
Kesulitan tidur 1 5
Muntah 1 5 Tera
Mual 1 5 5
Keterangan skor: 6
1. Menurun
2. Cukup menurun 7
3. Sedang tidur
4. Cukup meningkat 8
5. Meningkat
9
1
Kola
1
(D.0032) Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 Manajemen Nutrisi (1.03119)
defisit nutrisi jam diharapkan status nutrisi sesuai dengan kriteria Observasi
hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
Status Nutrisi (L.03030) 2. Identifikasi alergi dan intolera
Skor saat Skor yang makanan
Indikator ini ingin dicapai 3. Identifikasi makanan yang disukai
Porsi makanan yang 1 5 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
dihabiskan nutrient
Kekuatan otot 1 5 5. Monitor asupan makanan
pengunyah 6. Monitor berat badan
Kekuatan otot 1 5 7. Monitor hasil pemeriksaan
Menelan laboratorium Terapeutik
8. Lakukan oral hygiene sebelum makan
Keterangan skor: jika perlu
1. Menurun 9. Sajikan makanan secara menarik dan
2. Cukup menurun suhu yang sesuai
3. Sedang 10. Berikan makanan tinggi serat untuk
4. Cukup meningkat mencegah konstipasi
5. Meningkat 11. Berikan makanan tinggi kalori dan ting
protein
Edukasi
12. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian medikasi sebelu
makan, jika perlu
14. Kolaborasi dengan ahli gizi un
2
2.4 Implementasi
Implementasi adalah proses membantu pasien untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah rencana tindakan disusun.
Perawat mengimplementasi tindakan yang telah diindentifikasi dalam rencana
asuhan keperawtan. Dimana tujuan implementasi keperawatan adalah
meningkatkan kesehatan klien, mencegah penyakit, pemulihan dan memfasilitasi
koping klien (Hutahaean Serri, 2010).
Dalam implementasi rencana tindakan keperawatan pada anak demam
typhoid adalah mengkaji keadaan klien, melibatkan keluarga dalam pemberian
kompres hangat, menganjurkan klien memakai pakaian tipis, mengobservasi
reaksi non verbal, mengkaji intake dan output klien, dan membantu keluarga
dalam memberikan asupan kepada klien.
2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan
keperawtan dalam mencapai tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan
(Hutahaean Serri, 2010). Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien
dalam mecapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakajn hubungan
dengan klien, macam-macam evaluasi:
1. Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
saat setelah dilakukan tindakan keperawatan, dan ditulis pada catatan
perawatan.
2. Evaluasi sumatif SOAP
Kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai
waktu pada tujuan, ditulis pada catatan perkembangan. Hasil yang diharapkan
pada anak setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah orang tua
mengatakan demam berkurang dengan suhu 36,5 °C, orang tua mengatakan
nyeri sudah berkurang dan membantu mengontrol nyeri dengan tehnik non
farmakologi, orang tua mengatakan tidak terjadi penurunan BB secara
signifikan. Tindakan selanjutnya mengobservasi keluhan klien dan
pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyadi dan Sarwili. (2018). Perilaku Higiene Perseorangan dengan Kejadian Demam Tyfoid.
Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 8 No. 1.
Bahar, dkk. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesembuhan Paien Penderita
Demam Typoid Di Ruang Perawatan Interna RSUD Kota Makassar. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 6.
Lestari Titik. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogjakarta: Nuha Medika. Mutiarasari dan
Handayani. (2017). Karakteristik Usia, Jenis Kelamin, Tingkat
Nurarif dan Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa
Nanda Nic Noc Dalam Berbagai Kasus Ed. Revisi Jilid 1. Yogjakarta: Mediaction.
PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperwatan Indonesia: Definisi dan IndikatorDiagnotik, Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI.
Purba, dkk. (2016). Program Pengendalian Demam Tipoid di indonesia: tantangan dan Peluang.
Media Litbangkes, Vol. 26 No. 2.
Rijai, dkk. (2016). Karakteristik dan Penggunaan Antibiotik Pada Pasien DemamTypoid Di
Beberapa Rumah sakit Di Samarinda Periode 2015.