Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

THYPHOID FEVER
DI PUSKESMAS ROGOTRUNAN LUMAJANG

Disusun Oleh :
Ria Fitri Marchita
14901.10.23050

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
THYPHOID FEVER
DI PUSKESMAS ROGOTRUNAN LUMAJANG

Lumajang,
Mahasiswa

(.............................)

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

(..................................) (.....................................)

Kepala Ruangan

(...............................)
LAPORAN PENDAHULUAN PADA THYPOID ANAK

I. Konsep Dasar Demam Thypoid

1.1. Definisi
Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan keasadaran. Demam thypoid disebabkan oleh infeksi salmonella
typhi. (Lestari Titik, 2016).
Thypoid fever atau demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan gangguan kesadaran. (Wijayaningsih kartika sari, 2013).

1.2. Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri samonella typhi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidakberspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang terdiri
atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI. Dalam serum
penderita, terdapatzat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh
pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 derajat celsius (optimum 37
derajat celsius) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem
imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang terkontaminasi, formalitas dan lain
sebagainya. (Lestari Titik, 2016).

1.3 Manifestasi klinis


Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas
10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika
melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya di temukan, yaitu: (Lestari
Titik, 2016).
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada
abdomen dapat di temukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar
disertai nyeri dan peradangan
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Gejala yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan reseol, yaitu bintik- bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler
kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula
trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadinya pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi
karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh
obat maupun oleh zat anti.

1.4 Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan dan
minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000 basil kuman). Sebagian kuman
dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika
respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan
menembus sel- sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang
biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelenjar getah bening
mesenterika. (Lestari Titik, 2016).
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui duktus thoracicus dan
menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan
limfa melalui sirkulasi portal dari usus. (Lestari Titik, 2016).
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ
ini, kuman salmonella thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga
mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam,
malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler dan gangguan mental
koagulasi). (Lestari Titik, 2016).
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi. Endotoksin
basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti
gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernafasan, dan gangguan organ lainnya. Pada
minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia plak peyeri, di susul kembali, terjadi
nekrosis pada minggu ke dua dan ulserasi plak peyeri pada mingu ke tiga. selanjutnya,
dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan
sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di tularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat) dan melalui Feses. (Lestari Titik, 2016).
1.5 Patwhay
Kuman salmonella
typhi

Masuk melalui makanan/


Minuman, jari tangan/kuku,
muntuhan, lalat dan feses

Masuk ke mulut

Menuju ke
saluran
pencernaan

Kuman mati Lambung Kuman


hidup

Lolos dari asam


lambung

Bakteri masuk ke
dalam usus halus

Peredaran darah dan masuk ke


retikulo endothelia terutama
hati dan limfa

Inflamasi pada Masuk kealiran


hati dan limfa darah

Endotoksi
Hematomegali Spenomegali

Nyeri tekan Penurunan Mengakibatkan komplikasi


mobilitas usus seperti neuropsikiatrik,
kardiovaskuler, pernafasan, dll.
Nyeri Penurunan peristaltik
usus Merangsang melepas
sel perogen
Konstipasi Peningkatan asam
lambung Mempengaruhi pusat
thermoregulerator di
hipotalamus
Resiko kekurangan Anoreksia, mual
volume cairan dan muntah
Hipertermia

Defisit nutrisi
1.6. Komplkasi
1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perporasi usus dan ilius paralitik.
2. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndroma uremia
hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia. (Lestari Titik, 2016).

1.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada anak dengan dengan typoid antara lain:
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu,
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darahtergantung dai beberapa faktor :
1) Tehnik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan tehnik dan media biakan yang digunakan.
Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada
saat bakteremia berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit


Biakan darah terhadap salmonella typhi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
5) Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi.
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum klien
dengan demam typhoid juga terdapat pada orang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella typhi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu:
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan anti-gen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan anti-gen H (berasal dari flagel
kuman).
3) Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan anti-gen VI (berasal dari simpai
kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
4. Kultur
Kultur urin bisa positif pada minggu pertama, kultur urin bisa positif pada
akhir minggu kedua, dan kultur feses bisa positif pada minggu kedua hingga
minggu ketiga.
5. Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
Salmonella Typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4 terjadinya
demam.

I.8. Penatalaksanaan
Berdasarkan Lestari Titik, 2016, penatalaksanaan pada demam typhoid yaitu:
1. Perawatan

1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah


komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila
ada komplikasi perdarahan.
2. Diet
1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberikan bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari
3. Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit typhoid. Waktu
penyembuhanbisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika, seperti
ampicilin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole dan ciproloxacin sering
digunakan untuk merawat demam typhoid di negara-negara barat. Obat-obatan
antibiotik adalah:
1) Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-
4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
2) Bilamana terdapat kontra indikasi pemberian kloramfenikol, diberikan
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian
intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
3) Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/ hari, terbagi dalam3-4 kali.
Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
4) Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.
5) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50
m/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sehari
sekali, intravena selama 5-7 hari.
6) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin, dan fluoroquinolon.
Bila tak terawat, demam typhoid dapat berlangsung selama tiga
minggu sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30 % dari kasus
yang tidak terawat. Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus
berat dan dengan manifestasi nerologik menonjol, diberi deksamethason
dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kgBB, intravena perlahan (selama 30
menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan
tenggang waktu 6 sampai 7 kali pemberian. Tatalaksanaan bedah dilakukan
pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Demam Typhoid


2.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama di dalam memberikan
asuhan keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data tentang status kesehatan
pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.
Pengumpulan data ini juga harus dapat menggambarkan status kesehatan klien dan
kekuatan masalah-masalah yang dialami oleh klien. (Hutahaean Serri, 2010). Menurut
sodikin 2012 pengkajian pada anak demam typhoid antara lain:
1) Identifikasi, sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.
2) Keluhan utama
Berupa perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kapala, pusing dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi). Pada kasus
yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhu
tubuhnya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur baik
setiap harinya biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Pada minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Saat
minggu ke tiga, suhu beragsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ke tiga.
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada dalam kedaaan
yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi stupor, koma, atau gelisah (kecuali bila
penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejala-gejala
tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia
dan epitaksis pada anak besar.
1. Pemeriksaan fisik
1) Kepala, melihat kebersihan kulit kepala, distribusi rambut merata dan warna
rambut.
2) Wajah, melihat ke semetrisan kiri dan kanan.
3) Mata, terlihat sklera putih, konjuntiva merah muda, dan reflek pupil
mengecil ketika terkena sinar.
4) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering, dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan
tepinya berwarna kemerahan dan jarang disertai tremor.
5) Leher, tidak adanya distensi vena jugularis.
6) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi
konstipasi, atau mungkin diare atau normal.
7) Hati dan limfe membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
8) Ektermitas, pergerakan baik antara kiri dan kanan.
9) Integumen, akral teraba hangat dan terdapat pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan reseola (bintik-bintik kemerahan karena
emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama
demam).
2 Pemeriksaan laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,
limfositosis relatif dan aneosinofillia pada permukaan yang sakit.
2) Darah untuk kultur (biakan darah, empedu) dan widal.
3) Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah
pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam
urine dan feses.
4) Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer
zat anti terhadap antigen O yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan
kenaikan yang progresif (Nursalam Susianingrum, Rekawati Utami, Sri,
2008).
2.2 Diagnose
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan objektif
yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa
keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang
data yang dikumpulkan dari klien keluarga, rekam medis, dan pemberi pelayanan
kesehatan yang lain. (Hutahaean Serri, 2010) Berdasarkan SDKI diagnosa
keperawatan yang muncul yaitu :
1) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
3) Risiko defisit nutrisi b.d intake nutrisi kurang karena anoreksia serta mual
dan muntah
4) Risiko ketidakseimbangan elektrolit b.d mual dan muntah karena stimulasi
medulla vomiting akibat dari respon peradangan
2.3 Intervensi
Berdasarkan SIKI dan SLKI, intervesi keperawatan antara lain adalah:
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosis SLKI
Keperawatan
1. (D.0130) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 Man
Hipertermia jam diharapkan termoregulasi membaik dengan Obs
kriteria hasil: 1
Termoregulasi (L.14134)
Skor saat Skor yang
Indikator ini ingin dicapai 2
Menggigil 1 5 3
Kulit merah 1 5 Tera
Suhu tubuh 1 5 4
Kadar glukosa darah 1 5 5
Tekanan darah 1 5 6
7
Keterangan skor:
1. Meningkat
2. Cukup meningkat Edu
3. Sedang 8
4. Cukup menurun Kola
5. Menurun 9

1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang

2. (D.0077) Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 Man
jam diharapkan nyeri dengan kriteria hasil: Obs
Tingkat Nyeri (L.08066) 1
Skor saat Skor yang
Indikator ini ingin 2
dicapai 3
Gelisah 1 5 4
Kesulitan tidur 1 5
Muntah 1 5 Tera
Mual 1 5 5

Keterangan skor: 6
1. Menurun
2. Cukup menurun 7
3. Sedang tidur
4. Cukup meningkat 8
5. Meningkat
9
1

Kola
1

(D.0032) Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 Manajemen Nutrisi (1.03119)
defisit nutrisi jam diharapkan status nutrisi sesuai dengan kriteria Observasi
hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
Status Nutrisi (L.03030) 2. Identifikasi alergi dan intolera
Skor saat Skor yang makanan
Indikator ini ingin dicapai 3. Identifikasi makanan yang disukai
Porsi makanan yang 1 5 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
dihabiskan nutrient
Kekuatan otot 1 5 5. Monitor asupan makanan
pengunyah 6. Monitor berat badan
Kekuatan otot 1 5 7. Monitor hasil pemeriksaan
Menelan laboratorium Terapeutik
8. Lakukan oral hygiene sebelum makan
Keterangan skor: jika perlu
1. Menurun 9. Sajikan makanan secara menarik dan
2. Cukup menurun suhu yang sesuai
3. Sedang 10. Berikan makanan tinggi serat untuk
4. Cukup meningkat mencegah konstipasi
5. Meningkat 11. Berikan makanan tinggi kalori dan ting
protein
Edukasi
12. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian medikasi sebelu
makan, jika perlu
14. Kolaborasi dengan ahli gizi un

2
2.4 Implementasi
Implementasi adalah proses membantu pasien untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah rencana tindakan disusun.
Perawat mengimplementasi tindakan yang telah diindentifikasi dalam rencana
asuhan keperawtan. Dimana tujuan implementasi keperawatan adalah
meningkatkan kesehatan klien, mencegah penyakit, pemulihan dan memfasilitasi
koping klien (Hutahaean Serri, 2010).
Dalam implementasi rencana tindakan keperawatan pada anak demam
typhoid adalah mengkaji keadaan klien, melibatkan keluarga dalam pemberian
kompres hangat, menganjurkan klien memakai pakaian tipis, mengobservasi
reaksi non verbal, mengkaji intake dan output klien, dan membantu keluarga
dalam memberikan asupan kepada klien.

2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan
keperawtan dalam mencapai tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan
(Hutahaean Serri, 2010). Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien
dalam mecapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakajn hubungan
dengan klien, macam-macam evaluasi:
1. Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
saat setelah dilakukan tindakan keperawatan, dan ditulis pada catatan
perawatan.
2. Evaluasi sumatif SOAP
Kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai
waktu pada tujuan, ditulis pada catatan perkembangan. Hasil yang diharapkan
pada anak setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah orang tua
mengatakan demam berkurang dengan suhu 36,5 °C, orang tua mengatakan
nyeri sudah berkurang dan membantu mengontrol nyeri dengan tehnik non
farmakologi, orang tua mengatakan tidak terjadi penurunan BB secara
signifikan. Tindakan selanjutnya mengobservasi keluhan klien dan
pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Apriyadi dan Sarwili. (2018). Perilaku Higiene Perseorangan dengan Kejadian Demam Tyfoid.
Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 8 No. 1.

Bahar, dkk. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesembuhan Paien Penderita
Demam Typoid Di Ruang Perawatan Interna RSUD Kota Makassar. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 6.

Depkes RI. (2013). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013.


http:www.depkes.go.id/Downloads/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdf. Tanggal 17
Desember 2018.

Dinkes Kaltim. (2015). Profil Kesehatan Kota Samarinda Tahun 2015.


http://www.depkes.go.id/Downloads/6472_Kaltim_Kota_Samarinda_2015%20baru.pdf.
Tanggal 27 November 2018.

Lestari Titik. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogjakarta: Nuha Medika. Mutiarasari dan
Handayani. (2017). Karakteristik Usia, Jenis Kelamin, Tingkat

Nurarif dan Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa
Nanda Nic Noc Dalam Berbagai Kasus Ed. Revisi Jilid 1. Yogjakarta: Mediaction.

PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperwatan Indonesia: Definisi dan IndikatorDiagnotik, Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI.

Purba, dkk. (2016). Program Pengendalian Demam Tipoid di indonesia: tantangan dan Peluang.
Media Litbangkes, Vol. 26 No. 2.

Rijai, dkk. (2016). Karakteristik dan Penggunaan Antibiotik Pada Pasien DemamTypoid Di
Beberapa Rumah sakit Di Samarinda Periode 2015.

AL-IQRA MEDICAL JOURNAL : JURNAL BERKALA ILMIAH KEDOKTERANe-ISSN :


2549-225X. Vol. 3 No. 1, Februari 2020, Hal. 10-16

Anda mungkin juga menyukai