Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Praktik Profesi
Keperawatan Gerontik adalah mata kuliah yang kami dapatkan selama
menuntut ilmu pendidikan di Akademik Keperawatan Akper Kosgoro
Kampus Lumajang, pada Tingkat III Semester V yang juga merupakan mata
kuliah bersyarat sebagai pedoman wajib bagi dunia kesehatan untuk seluruh
Mahasiswa Akper Kosgoro Di Lumajang, sehingga pada Tingkat III Semester
V diwajibkan untuk mengikuti Praktik Profesi Keperawatan Stase
Keperawatan Gerontik di lahan Praktik Griya Lansia Gerbangmas Lumajang
karena lahan ini sangat representative dan sesuai dengan tempat praktik.
Dengan adanya upaya terjun langsung ke Griya Lansia Gerbangmas
Lumajang dengan pasien sebagai objek langsung di harapkan mahasiswa dapat
menerapkan langsung ilmu yang telah di berikan dalam pembelajaran di
Akademik dan mampu mengaplikasikannya pada situasi yang nyata. Dengan
diadakan Praktik Profesi Stase Keperawatan Gerontik ini mahasiswa dapat
meningkatkan kompetensi, menambah ilmu pengetahuan serta mampu
meningkatkan mutu, krampilan dan kualitas menjadi seorang perawat yang
profesional, trampil, mandiri, dan sopan.
Selama Praktik di Gria Lansia Gerbangmas Lumajang selama 2 minggu
terdapat perbedaan prosedur tindakan antara di tempat praktik dan teori tetapi
pada dasarnya sama karena sudah sesuai dengan prosedur yang telah di
terapkan. Dengan adanya bimbingan dari pihak Griya Lansia Gerbangmas
Lumajang dan pihak Akademik diharapkan Akper Kosgoro Kampus
Lumajang mampu menerapkan teori yang telah diterima pada praktik kali ini.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah mengikuti praktik profesi keperawatan stase keperawatan
gerontik diharapkan mahasiswa dapat melakukan asuhan
keperawatan kepada para lansia di Griya Lansia Gerbangmas
Lumajang.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mahasiswa mampu mengenal keadaan lansia dengan
melaksanakan pengkajian atau pengumpulan data.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi penyebab dan masalah
keperawatan yang ada pada lansia.
c. Mahasiswa mampu menentukan rencana tindakan yang tepat
pada lansia.
d. Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan sesuai dengan
rencana tindakan yang telah di tetapkan.
e. Mahasiswa mampu mengadakan evaluasi dalam bentu catatan
perkembangan pasien.

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Laporan ini untuk menambah pengetahuan, wawasan dan
pengalaman penulis tentang beberapa penyakit yang terjadi pada
anak serta menerapkan ilmu yang di dapat di bangku kuliah.
1.3.2 Bagi Akademi
Hasil penulisan Laporan ini diharapkan dapat menjadi masukan dan
informasi bagi peserta didik dimasa yang akan datang.
1.3.3 Bagi Griya Lansia Gerbangmas Lumajang
Hasil penulisan Laporan ini diharapkan dapat menjadi masukan
bagi Griya Lansia Gerbang Mas Lumajang untuk mengevaluasi
masalah-masalah yang terjadi pada Lansia dan dapat pula
digunakan sebagai pemikiran dalam upaya mengembangkan dan
meningkatkan pelayanan kesehatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
BAB I
LATAR BELAKANG

1.1 Faktor yang mempengaruhi kesehatan lansia


1 Sosial
Pada lansia terjadi perubahan-perubahan psikososial yaitu merasakan atau
sadar akan kematian, penyakit kronis dan ketidakmampuan dalam melakukan
aktifitas fisiknya. Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial, dari
segi ekonomi akibat dari pemberhentian jabatan atau pensiun juga dapat
mempengaruhi kesehatan lansia. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko lansia
untuk mengalami disabilitas dan kematian lebih awal. Dukungan social yang
tidak cukup, sangat erat hubungannya dengan peningkatan kematian,
kesakitan dan depresi juga kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Lansia yang tidak mendapatkan dukungan social yang cukup 1,5 kali lebih
besar kemungkinan untuk mengalami kematian pada tiga tahun kedepan dari
pada mereka yang mendapatkan dukungan sosial yang cukup.
Oleh karena itu dibutuhkan dukungan sosial yang tinggi, memiliki perasaan
yang kuat bahwa individu tersebut dicintai dan dihargi. Lansia dengan
dukungan sosial yang tinggi merasa bahwa orang lain peduli dan
membutuhkan individu tersebut, sehingga hal itu dapat mengarahkan individu
kepada gaya hidup yang sehat.
2. Ekonomi
Faktor ekonomi sangat mempengaruhi kesehatan lansia. Pada lansia secara umum
yang memiliki pendapatan sendiri cenderung menolak bantuan orang lain, sedangkan
lansia yang tidak memiliki pendapatan akan menggantungkan hidupnya pada anak
atau saudaranya. Lansia yang tidak memiliki cukup pendapatan meningkatkan risiko
untuk menjadi sakit dan disabilitas. Banyak lansia yang tinggal sendiri dan tidak
mempunyai cukup uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini dapat
mempengaruhi mereka untuk membeli makanan yang bergizi, rumah yang layak, dan
pelayanan kesehatan. Lansia yang sangat rentan adalah yang tidak mempunyai asset,
sedikit atau tidak ada tabungan, tidak ada pensiun an tidak dapat membayar
keamanan atau merupakan bagian dari keluarga yang sedikit atau pendapatan yang
rendah.
3. Lingkungan
Perhatian spesifik harus diberikan pada lansia yang hidup dan tinggal di
pedesaan dimana pola penyakit dapat berbeda tergantung pada kondisi
lingkungan dan keterbatasan ketersediaan pelayanan pendukung. Urbanisasi
dan migrasi untuk mencari pekerjaan membuat lansia semakin terisolasi di
pedesaan dengan keterbatasan bahkan ketiadaan akses untuk pelayanan
kesehatan.
Akses dan ketersediaan transportasi umum dibutuhkan baik di kota maupun di
pedesaan sehingga orang dengan segala usia dapat berpartisipasi secara penuh
di keluarga dan kehidupan masyarakat. Ini sangat penting untuk lansia yang
memiliki masalah mobilitas. Risiko-risiko pada lingkungan fisik menyebabkan
kelemahan dan cidera yang menyakitkan di antara lanjut usia. Cidera dari
jatuh, terbakar, kecelakaan lalu lintas adalah yang paling sering (WHO, 2002).
Air yang bersih, udara yang bersih dan makanan yang aman terutama sangat
penting untuk sebagian besar kelompok usia rentan dan mereka yang
mempunyai penyakit kronisdan system kekebalan yang menurun.

1.2 Perubahan fisik & psikososial normal pada lansia


a. perubahan fisik

Menurut Nugroho (2000) Perubahan Fisik pada lansia adalah :


1. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan
intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati,
jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.

2. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat
otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga
mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu,
ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap
sentuhan.
3. Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya
membedakan warna menurun.

4. Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara
atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi
menyebabkan otosklerosis.

5. Sistem Cardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan
elastisitas pembuluh darah: kurang efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi perubahan posisidari tidur ke duduk (duduk ke
berdiri)bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65mmHg dan
tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh
darah perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.

6. Sistem pengaturan temperatur tubuh


Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu
thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
beberapa factor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara
lain: Temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak
dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya
aktifitas otot.
7. Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik
nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan
kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas
silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.

8. Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran
esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu
pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi,
fungsi absorbsi menurun.

9. Sistem urinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai
200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva,
selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai
penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.

10. Sistem Endokrin


Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH),
penurunan sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan
testoteron.

11. Sistem Kulit


Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi
dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan
cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar
keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel
epidermis.
12. System Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan
tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami
sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot
mudah kram dan tremor.
b. psikososial normal pada lansia

1. Penurunan Kondisi Fisik


Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya
kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology),
misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi
makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik
seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara
berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan
fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat
menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat,
maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi
psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk
mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia
harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur,
istirahat dan bekerja secara seimbang.

2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual


Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung,
gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai
operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan
kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat
tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
a) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada
lansia
b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya.
c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
d) Pasangan hidup telah meninggal.
e) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

3. Perubahan Aspek Psikososial


Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses
belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara
fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat
bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian
lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe
kepribadian lansia sebagai berikut :
a) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya
tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat
tua.
b) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini
ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada
masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi
pada dirinya.
c) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini
biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan
keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi
jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
d) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini
setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya,
banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara
seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-
marit.
e) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia
tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit
dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan


Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun
tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau
jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,
karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan,
kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah
orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya
seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang
merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah
acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya
punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif.
Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan
mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak
positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi
dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi
waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah
bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan
assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan
yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan
memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya
memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara
berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan
macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya
sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping
pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang
cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak
membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna,
menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.

5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat


Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik
dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan
pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat
berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu
mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna
serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga
perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia
yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih
sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak
saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care)
dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak
punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya
pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah
meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi
terlantar
I. TINJAUAN KONSEP

II.1 Definisi
Stroke Merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan
harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008)

Stroke adalah cidera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran


darah otak (corwin, 2009)

II.2 Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara
lain :
1. THROMBOSIS CEREBRAL.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada
48 jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan
thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
1. Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi
thrombosis.
3. Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus)
4. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.

b. Hypercoagulasi pada polysitemia


Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
2. EMBOLI
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan
dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. HAEMORHAGI
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan
otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak,
jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli
septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung
masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang
menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. HYPOKSIA UMUM
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. HIPOKSIA SETEMPAT
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan
subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

II.3 Tanda Dan Gejala


1. Stroke hemisfer Kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh.
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut.
2. Stroke yang Hemifer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat hati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan.
d. Mudah frustasi

II.4 Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi
dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral
terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme
vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/cenderung
sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari
flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
II.5 Masalah Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase(kelemahan)
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake in adekuat
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
otok

II.6 Rencana Keperawatan


1.Diagnosa:Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase
(kelemahan)
Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam klien
mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi kontraktur sendi
2. Bertambahnya kekuatan otot
3. Klien menunjukkan tindakan untuk menunjukkan mobilitas
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya
2. Ubah posisi tiap 2 jam
3. Lakikan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
4. Melatih klien untuk gerak aktif
5. Tinggikan kepala dan tangan
6. Kolaborasi dengan tim medis

Rasional :
1. Membangun rasa percaya dan kerja sama yang baik
2. Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan
3. Otot volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatanya bila
tidak dilatih
4. Gerakan aktif memberikan massa tonus dan kekuatan bila
tidak dilatih
5. Memperbaiki sirkulasi darah yang jelek
6. Mendapatkan obat sesuai indikasi
2.Diagnosa :Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake in adekuat
Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi klien dapa terpenuhi
Kriteria Hasil :
1.BB meningkat
2.Meningkatkan nafsu makan
3.Porsi makan dirumah sakit dihabiskan
4.Tidak mual dan Muntah
5.Tidak terjadi anoreksia berlebih
Intervensi :
1.Bina hubungan saling percaya
2.Anjurkan klien makan pada posisi tegak
3.Berikan makanan yang disukai dan bervariasi
4.Anjurkan makan sedikit tapi sering
5.Anjurkan keluargaa klien memberikan makan dalam keadaan
hangat
6.Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional :
1.Membangun rasa percaya dan kerja sama yang baik
2.Menurunkan rasa penuh abdomen
3.Meningkatkan nafsu makan
4.Mengurangi rasa mual dan muntah
5.Porsi makan dapat dihabiskan
6.Mendapatkan diet sesuai kebutuhan nutrisi
3.Diagnosa :Gangguan komunikasi verbal berhubu gan denga penurunan
sirkulasi darah otak
Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
Kriteria Hasil:
1.Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat
terpenuhi
2.Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal
maupun istirahat

Intervensi :
1.Bina hubungan saling percaya
2.Berikan metode alternative,missal dengan bahasa isyarat
3.Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
4.Bicara denga klien secar apelan dan gunakan pertanyaan
5.Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan
klien
6.Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
7.Kolaborasi dengan Fisioterapi untuk latihan bicara
Rasional :
1.Membangun rasa percaya dan kerja sama yang baik
2.Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan
klien
3.Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
4.Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat
komunikasi
5.Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang
alternative
6.Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan
benar
BAB III
TINJAUAN KASUS

26
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A 59 TAHUN
DENGAN POST STROKE DI KAMAR 06 GRIYA LANSIA
GERBANGMAS LUMAJANG

Disusun guna memenuhi tugas praktik profesi keperawatan


Stase Keperawatan Gerontik

Oleh:
RIA FITRI MARCHITA
2012. 11. 10. 0039

AKADEMI KEPERAWATAN KOSGORO KOTA MOJOKERTO


KAMPUS LUMAJANG
2016

27

Anda mungkin juga menyukai