Anda di halaman 1dari 11

Laporan Pendahuluan

Gangguan Pendengaran pada Lansia

A. Pengertian
Gangguan pendengaran merupakan suatu keadaan yang menyertai
lanjutnya usia. Dengan makin lanjutnya usia terjadi degenerasi primer di
organ corti berupa hilangnya sel epitel syaraf yang di mulai pada usia
pertengahan (Brockle-hurst and Allen, 1987, Mills, 1985, Rees and
Deekert, 1990, Vander Cammen, 1991)

KLASIFIKASI GANGGUAN PENDEifNGARAN

1. Gangguan pendengaran tipe kondukt


Gangguan bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis
auditorius, membrana timpani atau tulang-tulang pendengaran. Salah
satu penyebab gangguan pendengaran tipe konduktif yang terjadi pada
usia lanjut adalah adanya serumen obturans, yang justru sering
dilupakan pada pemeriksaan. Hanya dengan membersihkan lobang
telinga dari serumen ini pendengaran bisa menjadi lebih baik.
2. Gangguan Pendengaran Tipe Sensori-Neural
Penyebab utama dari kelainan ini adalah kerusakan neuron akibat
bising, prebiakusis, obat yang oto-toksik, hereditas, reaksi pasca
radang dan komplikasi aterosklerosis.
3. Prebiakusis
Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi, yang
merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia.
Bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat. Terdapat
beberapa tipe presbiakusis, yaitu :

-Presbiakusis Sensorik

Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel neuronal di ganglion


spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal akan menentukan
apakah gangguan pendengaran yang timbul berupa gangguan atas
frekwensi pembicaraan atau pengertian kata-kata.

-Prebiakusis Strial

Abnormalitas vaskularis striae berupa atrofi daerah apical dan tengah


dari kohlea. Prebiakusis jenis ini biasanya terjadi pada usia yang lebih
muda disbanding jenis lain.
-.Prebiakusis Konduktif Kohlear

Diakibatkan oleh terjadinya perubahan mekanik pada membrane


basalis kohlea sebagai akibat proses dari sensitivitas diseluruh daerah
tes.
4. Tinitus

Suatu bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau


rendah, bisa terus menerus atau intermiten. Biasanya terdengar lebih
keras di waktu malam atau ditempat yang sunyi. Apabila bising itu
begitu keras hingga bisa didengar oleh dokter saat auskkkultasi disebut
sebagai tinnitus obyektif.

5. Persepsi Pendengaran Abnormal

Sering terdapat pada sekitar 50% lansia yang menderita presbiakusis,


yang berupa suatu peningkatan sensitivitas terhadap suara bicara yang
keras. Tingkat suara bicara yang pada orang normal terdengar biasa,
pada penderita tersebut menjadi sangat mengganggu.

6. Gangguan Terhadap Lokalisasi Suara

Pada lansia seringkali sudah terdapat gangguan dalam membedakan


arah suara, terutama dalam lingkungan yang agak bising.

B. Etiologi

Etiologi di bagi menjadi 2 yaitu :

1. Internal

Degenerasi primer eferen dari koklea, degenerasi primer organ corti


penurunan vascularisasidari reseptor neuro sensorik mungkin juga
mengalami gangguan.Sehingga baik jalur auditorik dan lobus temporalis
otak sering terganggu akibat lanjutnya usia.

2. Eksternal

Terpapar bising yang berlebihan, penggunaan otottoksik dan reaksi


paska radang.
C. Tanda dan Gejala

1. Berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresif perlahan pada


kedua telinga dan tidak didasari oleh penderita.

2. Suara-suara terdengar seperti bergumam, sehingga mereka sulit untuk


mengerti pembicaraan.

3. Sulit mendengar pembicaraan di sekitar, terutama jika berada di tempat


dengan latar belakang suara yang ramai.

4. Suara berfrekuensi rendah, seperti suara laki-laki, lebih mudah di


dengar daripada suara berfrekuensi tinggi.

5. Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga.


Telinga terdengar berdenging ( tinnitus).

D. Patofisiologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N.VII.
Pada koklea perubahan yang mencolok adalah atrofi dan degenarasi sel sel
rambut penunjang pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan
perubahan vaskuler juga terjadi pada stria vaskularis. Selain itu terdapat
pula perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel gaglion dan
saraf.
E. Pathway

F. Penatalaksanaan

Terdapat beberapa pilihan terapi untuk penderita presbikusis, diantaranya:

1. Kurangi paparan terhadap bising

2. Gunakan pelindung telinga (ear plegs atau ear muffs) untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut

3. Gunakan alat bantu dengar

4. Lakukan latihan untuk meningkatkan keterampilan membaca gerak bibir


dan latihanmendengar

5. Berbicaralah dengan penderita presbikus dengan nada rendah dan jelas.


Dengan memahami kondisi yang dialami oleh para lansia dan memberikan
terapi yang tepat bagimereka, diharapkan kita dapat membatu mengatasi
masalah sosial yang mungkin mereka alami akibatadanya keterbatasan fungsi
pendengaran mereka.
G. Asuhan Keperawatan

1. PENGKAJIAN

Pengkajian ini dimulai saat klien menjawab pertanyaan yang diajukan, dan
selama interview posisi perawat adalah duduk berhadapan dengan klien dan
bertatap muka, yang dilakukan pada tempat yang terang.

1. Riwayat Kesehatan

Perawat mengkaji dan melakukan anamnesa pada klien yang meliputi:

1) Keluhan utama

a) Suara berdengung (Tinnitus)

b) Discomfort apakah mengganggu tidur atau ADL (Activity Daily Living)?

c) Dizziness

d) Nyeri telinga : kapan terasa nyeri, lokasi nyeri, usaha mengurangi nyeri

e) Rasa pusing berputar (vertigo)

f) Cairan keluar dari telinga : warna – merah : darah, Serosa : bening


bercampur garis – garis darah Purulent : bernanah Bening : cairan lymph

g) Kesulitan mendengar : tiba-tiba atau bertahap, satu atau dua telinga,


mengganggu percakapan, disertai tinnitus dan vertigo

Jika keluhan utama telah diperoleh, maka kembangkan riwayat kesehatan


secarang berdasarkan keluhan utama tersebut dengan Pedoman P,Q,R,S,T seperti
contoh dibawah ini :

Keluhan utama : Nyeri pada telinga

Provokatif/Paliatif : kapan nyeri mulai dirasakan?, Tindakan apa yang dapat


dilakukan klien untuk mengurangi nyeri telinga klien?, Tindakan apa yang dapat
memperberat nyeri telinga klien?

Qualitas/Quantitias : seperti apa nyeri telinga yang klien rasakan? Apakah seperti
ditusuk jarum? Seperti diremas-remas? Seperti dipukul palu? Dll. Berapa lama
nyeri yang dirasakan oleh klien? Apakah nyeri yang dirasakan berlangsung terus
menerus ataukah intermitten?
Region/Radiation : Dimanakah lokasi/letak dari rasa nyeri yang dialami klien?
Apakah nyeri yang dirasakan menyebar ke tempat lain ? Apakah mengganggu
dalam aktivitas sehari-hari?

Severity scale : Berapakah skala nyeri yang dialami oleh klien?

Scale of pain: (Symptom Assessment Scale; 1996 WA Hospice Palliative Care


Association)

1 : When I do have pain, it is very mild

2 : When I do have pain, it is mildly distressing

3 : The pain I do have is ussualy fairly intense

4 : The pain I have is ussualy very intense

5 : The pain I have is almost unrearable

Skala nyeri ini juga dapat dibuat rentang tersendiri oleh perawat yang
mengkaji keluhan nyeri telinga yang dirasakan klien berdasarkan kemampuan
aktivitas sehari-hari.

Time : Saat kapan nyeri telinga dirasakan oleh klien, apakah pagi hari, siang hari
ataukah malam hari?

2) Riwayat kesehatan masa lalu

a) Perawat perlu mengkaji adakah riwayat trauma kepala, telinga tertampar,


trauma akustik atau pemakaian obat ototoksik sebelumnya.

b) Apakah sebelumnya pernah menderita parotitis, influenza berat atau


meningitis?

c) Apakah ganguan pendengaran ini diderita sejak bayi sehingga


mempengaruhi dalam kemampuan klien berbicara dan berkomunikasi?

d) Pada orang dewasa, tanyakan apakah gangguan ini lebih terasa ditempat
bising atau tempat yang tenang?

e) Penggunaan obat – obatan seperti streptomicin, golongan aminoglikosida,


aspirin, obat diuretika, sudah berapa lama klien menggunakan obat tersebut?

f) Riwayat operasi telinga : jenis operasi, kapan, alasan operasi


3) Pola kebiasaan sehari-hari

a) Apakah klien sering membersihkan telinga dengan menggunakan peniti,


penjepit rambut ? Dalam sehari, berapa kalikah klien sering membersihkan
telinga? Apakah saat membersihkan telinga keluar cairan, serumen ataukah darah?

b) Apakah keluhan gangguan pendengaran yang klien rasakan setelah naik


pesawat terbang, atau setelah berenang ?

c) Apakah pekerjaan klien ? seringkah klien terpapar suara gaduh à musik


rock, mesin industri?

d) Apakah klien sering memasukkan benda-benda kedalam telinganya, seperti


mainan kecil, potongan korek api, tumbuh-tumbuhan dll

2. Pemeriksaan Fisik

1) Tehnik yang digunakan adalah secara inspeksi dan palpasi,saat perawat


melakukan Phisical Assessment, posisi klien adalah dengan cara duduk atau tidur
dengan posisi supinasi.

2) Apabila klien tidak kooperatif dengan cara direstrain secara hati-hati untuk
mencegah perlukaan pada telinga luar, tetapi sebelumnya informasikan dan
lakukan kontrak (persetujuan) kepada klien atau keluarga.

3) Jika klien menggunakan Alat Bantu Mendengar (ABM) sebaiknya


selama pemeriksaan dilepas terlebih dahulu.

4) Setelah pemeriksaan dengan otoscope, perawat melihat apakah Alat


Bantu Mendengar (ABM) utuh.

5) Pemeriksaan Telinga mencakup :

a). TELINGA LUAR – MASTOID

Inspeksi Tulang Mastoid :

– Adakah kemerahan, bengkak à menunjukkan tanda radang

– Kaji adanya tenderness, dengan cara:

i) Tekan secara halus dengan satu jari diatas tulang mastoid

ii) Tekan tragus dengan satu jari

iii) Secara perlahan tarik pinna ke depan dan ke belakang


iv) Adanya tenderness menandakan terjadinya proses inflamasi pada
telinga luar atau mastoid

– Inspeksi pada saluran telinga luar mencakup :

i)
Bentuk

ii)
Lokasi alat pelengkap ke kepala

iii)
Kondisi dari saluran eksternal yang
kelihatan

b). PINNA

1) Normalnya berbentuk tunggal tanpa tulang tambahan atau deformitas,


menempel secara vertikal pada sisi kepala dengan sudut tidak lebih dari 10 o
ke belakang

2) Pinna abnormal bila ada bengkak,nodul atau lesi

3) Pada Gout Kronik akan dijumpai akumulasi asam urat yang keras,
tidak rata, nodul yang nyeri yang disebut Tophi yang terdapat pada helix
dan antihelix

4) Adanya rasa nyeri yang lain pada pinna kemungkinan disebabkan:


Basal Cell Karsinoma, Rheumatoid Arthritis, Squamous Cell Karsinoma,
dengan ciri : bentuknya kecil, krusta, ulserasi/lesi indurasi pada pinna

c). KANALIS AKUSTIKUS EKSTERNAL

Normalnya : bebas dari lesi, kering, bersih dan tidak ada kemerahan.

Ditemukan abnormal bila adanya :

1) Furuncle (bisul)

2) Akumulasi serumen yang berlebihan

3) Panjang kanalis akustikus eksternal kanan-kiri tidak sama

4) Kemerahan, bengkak

5) Keluar cairan yang berlebihan, dapat disebabkan karena kemasukan


benda asing, trauma dan infeksi, berupa darah, cairan serebrospinal, pus dan
cairan serosa
c. Pengkajian Otoscope

Alat untuk pemeriksaan telinga disebut juga otoscope. Bagian dari otoscope
terdiri dari – lampu

– gagang

– alat pneumatik untuk memasukkan udara ke dalam kanal eksternal dan untuk
mengetest gerakan membran timpani. Diameter pada bagian kepala otoscope
bervariasi.

v Bila saat pemeriksaan kanal eksternal, klien mengeluh nyeri, maka perawat
jangan mencoba-coba untuk melakukan pemeriksaan

v Perawat harus mengenal struktur anatomi pendengaran khususnya membran


timpani sebelum mencoba untuk melihat struktur ini dengan otoscope

Tehnik pemeriksaan dengan otoscope :

1). Kepala klien tegak lurus ke depan

2). Pasang otoscope oleh tangan yang dominan

3). Tangan yang lain secara perlahan menarik pinna ke atas-belakang.

4). Perawat melihat kanal eksternal secara perlahan saat spekulum secara perlahan
–lahan dimasukkan

5). Perawat harus berhati-hati dan menghindarkan penekanan spekulum kedalam


dinding kanal eksternal karena dapat mengakibatkan nyeri.

6). Setelah pinna dan otoscope terletak pada tempat yang nyaman pada kanal
eksternal, perawat mengkaji:

Membran timpani terhadap : warna, keutuhan dan bentuk

Normalnya : utuh, struktur yang normal terlihat melalui membran timpani (bagian
panjang maleus dan bagian pendek adalah umbo) serta memberikan reflek cahaya
(refleks politzer (+))

Kanal eksternal : lesi, jumlah dan konsistensi serumen dan rambut.

Normalnya : berwarna seperti kulit, utuh, tanpa lesi, serumen sedikit dan lembek
dan terdapat rambut.
Gambar 1.7 Pengkajian dengan menggunakan Otoscope

(Sumber : Adams, Boies, Higler , 1996,.BOIES Buku Ajar Penyakit THT., Edisi 6,
Alih Bahasa : dr Caroline Wijaya dkk, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta)

4. Pengkajian Fungsi Pendengaran

Dilakukan setelah pemeriksaan Otoscope terhadap kedua telinga klien, test ini
berguna untuk mengkaji terhadap ketajaman pendengaran klien, yang meliputi :

i) Test Bicara (Test Suara)

Bisikkan beberapa kata dengan jarak 30 – 60 cm , kemudian klien harus


mengulang kata tersebut, test ini dilakukan untuk kedua telinga klien

ii) Test Arloji

Detik jam digunakan untuk menguji ketajaman suara terhadap frekuensi tinggi,
dengan cara ; dekatkan jam pada masing-masing telinga dengan jarak 12,7 cm / 5
inchi lalu tanyakan pada klien, apakah ia dapat mendengar (normal ; klien dapat
mendengar)

iii) Test Garputala

Test ini berguna untuk membedakan apakah klien mengalami tuli konduktif
ataukah tuli sensorineural. Materi ini dibahas dalam test diagnostik sistem
pendengaran.

iv) Audiometri

Digunakan untuk melihat telinga luar dan membran timpani, tes ini lebih tajam
dan lebih akurat daripada Otoscope, oleh karena itu perawat lebih mudah
menggunakannya untuk mengkaji pendengaran. Materi ini dibahas pula dalam tes
diagnostik system pendengaran.

1. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Setelah data terkumpul semuanya, perawat dapat mengelompokkan data senjang


baik itu data subjektif maupun data objektif sehingga dapat dibuat perumusan
Diagnosa Keperawatan berdasarkan prioritas masalah klien, seperti dibawah ini :
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri pada telinga b.d reaksi inflamasi, reaksi
infeksi pada telinga
2. Perubahan persepsi sensory : pendengaran b.d obstruksi pada kanal
auditory eksternus akibat infeksi oleh agen bakteri atau allergen.
3. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d perkembangan penyakitnya
4. Resiko tinggi injury b.d penurunan proses pendengaran
5. Harga diri rendah b.d gangguan pada pendengaran, telinga yang sakit
6. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, penyebab, penatalaksanaan dan
prosedur pembedahan.

7. Perubahan persepsi sensori auditorius berhubungan dengan kelainan telinga/


pembedahan telinga

1. 3. INTERVENSI

Secara umum intervensi yang diberikan kepada klien mengacu kepada Diagnosa
Keperawatan, dengan berpedoman bahwa Intervensi harus dilakukan berdasarkan
etiologi yang terjadi. Dibawah ini akan dibuatkan Intervensi secara umum yang
dapat diberikan pada klien dengan gangguan pendengaran sebagai berikut :

1. Anjurkan klien untuk istirahat di tempat tidur selama nyeri dirasakan dan
mengganggu kenyamanan
2. Berikan kompres hangat lokal 20 menit selama 3 kali sehari dengan
menggunakan handuk dan air hangat pada klien dengan otitis Eksterna
3. Batasi gerakan kepala dan gerakan tubuh yang tiba-tiba
4. Kaji kemampuan klien dalam memberikan obat tetes telinga atau salep
telinga
5. Jelaskan pada klien penyakit yang dialaminya, penyebab terjadinya
penyakit tersebut dan rencana pembedahan yang kemungkinan akan
dilakukan pada klien
6. Dorong pasien untuk mendiskusikan setiap ansietas dan keprihatinan

mengenai pembedahan

1. Berikan support (dukungan) pada klien tentang usaha-usaha atau


intervensi yang harus dilakukan bagi kesembuhannya
2. Kolaborasi terapi antibiotika topikal , terapi steroid, terapi analgetik
seperti Acetylsalicilat acid (Aspirin – Entrophen) dan Acetaminophen
(Tylenol, Abenol)dll.

4. EVALUASI

Evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan seperti tertuang dibawah ini :

1. Rasa nyaman klien terpenuhi, nyeri berangsur-angsur hilang


2. Persepsi sensori pendengaran dalam batas normal
3. Tidak terjadi infeksi
4. Tidak terjadi resiko injury
5. Harga diri klien tidak terganggu
6. Pemahaman klien mengenai penyakit, penyebab dan prosedur pembedahan
bertambah.

Anda mungkin juga menyukai