Pengembangan Karakter 1A

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH HAKIKAT MANUSIA DAN HUBUNGAN KARAKTER

DAN KEPRIBADIAN MANUSIA


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

PENGEMBANGAN KARAKTER
Dosen Pengampuh: Sri Rahmah Dewi Saragih S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Kelas 1A

Nazwa Alyanda Putri (23051005)

Khairun Nisa (23051007)

Mufti Annisa Khairani (23051008)

Resi Azzahra Natasya Asmadita (23051012)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS ASAHAN

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alikum Warahmatullahi Wabarakatuh.segala puji bagi Allah SWT, yang

telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan

sehingga penulis dapat meneyeselaikan makalah mata kuliah Pengembangan Karakter dengan

judul “HAKIKAT MANUSIA DAN MENGANALISIS HUBUNGAN KARAKTER DAN

KEPRIBADIAN MANUSIA” Kemudian shalawat serta salam kita sampaikan kepada nabi

besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan

sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,

oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga

dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Manusia 3
1. Hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan 4
2. Hakikat manusia sebagai makhluk Individu. ……………………..…………..
6
3. Hakikat manusia sebagai makhluk Sosial 7
4. Hakikat manusia sebagai makhluk yang multidimensi (jasmani, rohani, intelek,
personal dan sosial) 8
B. Hubungan Karakter dan Kepribadian 9
1. Karakter dan Kepribadian 9

2. Karakter sebagai pembentuk kepribadian manusia 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………………..………………..16

B. Saran ………………………………………………………………………………...…16

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada tahap permulaan pembahasan filsafat, Jujun S. Suriasumantri, dalam bukunya

mengatakan what is man?, siapakah manusia itu?. Pada kajian filsafat manusia merupakan

bahasan yang sangat pokok, oleh karenanya Jujun S. Suriasumantri mengawalinya dengan

mempertanyakan manusia kemudian mendefinisikan hakekat manusia itu sendiri. Pencarian

makna siapakah manusia sebenarnya sudah lama berlangsung, namun hingga sekarang tidak

ada kesepakatan dan kesatuan pandangan berbagai teori dan aliran pemikiran mengenai

manusia. Kadang kala studi tentang manusia menjadi tidak utuh karena sudut pandang dari

setiap aliran dan teori yang berbeda-beda, hal ini berimplikasi pada pemaknaan manusia yang

bersifat parsial dan tidak utuh. Sebagai contoh adalah disiplin ilmu antropologi fisik yang

memandang manusia hanya pada segi fisik-materil semata. Sementara antropologi budaya

memandang manusia berdasarkan aspek budayanya saja.

Pemahaman yang tidak utuh terhadap manusia dapat berakibat fatal bagi perlakuan

seseorang terhadap sesamanya. Seperti contoh ketika manusia dipahami sebagai suatu

spesies yang mengalami evolusi dan natural selection, akan berimplikasi pada keyakinan

bahwa manusia akan terus berkembang menuju penyempurnaan spesies. Pandangan yang

demikian dapat menyebabkan persaingan yang tidak sehat baik dalam aspek ekonomi,

politik, hukum, pendidikan, dan lain-lain. Dan harus dipahami bahwa penjelasan yang terbaik

mengenai manusia adalah penjelasan dari pencipta manusia itu sendiri.

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna yang diberi akal pikiran

serta budi pekerti yang baik. Hakikatnya sebagai manusia yang sempurna dan mampu berfikir

dengan baik seharusnya manusia memiliki dan selalu berprilaku yang baik dan benar. Namun

pada kenyataannya setiap individu memiliki karakter/ sifat dan kepribadian yang berbeda-

1
beda yang dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah lingkungan sosial dimana ia

selalu berinteraksi dan bersoalisi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan?

2. Apa yang dimaksud dengan hakikat manusia sebagai makhluk individu?

3. Apa yang dimaksud dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial?

4. Apa yang dimaksud dengan hakekat manusia sebagai makhluk yang multidimensi?

5. Apa hubungan karakter dan kepribadian manusia?

6. Bagaimana karakter sebagai pembentuk karakter manusia?

C. Tujuan

1. Mengetahui hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

2. Mengetahui hakikat manusia sebagai makhluk individu.

3. Mengetahui hakikat manusia sebagai makhluk sosial.

4. Mengetahui hakikat manusia sebagai makhluk yang multidimensi.

5. Memahami hubungan karakter dan kepribadian manusia

6. Mengetahui karakter sebagai pembentuk karakter manusia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. HAKIKAT MANUSIA

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) manusia adalah makhluk yang

berakal budi/mampu menguasai makhluk lain. Pengertian hakikat manusia adalah

seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia dan makna eksistensi

manusia di dunia. Pengertian hakikat manusia berkenaan dengan “prinsip adanya (principe

de’entre) adanya manusia. Dengan kata lain, pengertian hakikat manusia adalah seperangkat

gagasan tentang “sesuatu yang olehnya” manusia memiliki karakteristik khas yang memiliki

sesuatu martabat khusus” (Louis Leahy,1985).

Lantas apakah Hakikat Manusia itu sendiri?. Ada beberapa hakikat manusia yang

sering kita ketahui yaitu:

1. Makhluk yang memiliki tenga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

2. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku

intelektual dan sosial.

3. Yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan

mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.

4. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah

selesai (tuntas) selama hidupnya.

5. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk

mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik

untuk ditempati

3
6. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik

dan jahat.

7. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan sosial, bahkan

ia tidak akan bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup

di dalam lingkungan sosial.

1. Hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama dihadapan Tuhan.

Manusia dibekali akal dan budi untuk mengetahui dan membedakan mana yang baik dan

mana yang buruk serta diberi kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatan dan

perilakunya. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, Tuhan Yang Maha Esa dengan struktur

dan fungsi yang sangat sempurna bila dibandingkan dengan makhluk Tuhan yang lainnya.

a. Manusia sebagai hamba

Hakikat manusia sebagai hamba artinya manusia hanya patut menyembah kepada

Tuhannya bukan kepada apapun selain Tuhan dan tunduk terhadap kepercaan yang ia anut.

Dengan menyembah kepada Tuhan maka dengan sendirinya manusia telah membebaskan

dirinya dari segala bentuk perbudakan baik dalam bentuk materi maupun sesama makhluk.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa tinggi rendahnya manusia adalah terletak pada

ketaqwaanya, bukan karena materi, jabatan, keturunan, ataupun kekuasaan.

b. Manusia sebagai Khalifah

Kata khalifah di dalam alqur’an disebutkan sebanyak 10 kali, dalam hal pengertian

sebagai kedudukan manusia, maka khalifah berarti pengganti, yaitu sebagai pemimpin,

penguasa, wakil, pengelola bumi, dan pengganti Allah. Di dalam al-qur’an khalifah kadang

kala disebut dalam bentuk jamak, hal ini mengindikasikan bahwa pemimpin atau pengelola

bumi tidak hanya dimonopoli oleh satu orang atau kelompok tertentu, namun bisa dilakukan

4
oleh manusia secara kolektif. Sebagai pengemban amanah, khalifah harus tampil di muka

bumi dengan wajah yang ramah, dan anggun bagi kesejahteraan umat manusia. Khalifah

tidak dibenarkan untuk bertindak diktator, sewenang-wenang, apalagi bertujuan untuk

kepentingan pribadi dengan menindas rakyat.

Manusia sebagai khalifah di bumi, menurut Hasan Langgulung memiliki

krakteristik, yaitu:

1. Manusia semenjak awal penciptaanya adalah baik secara fitrah dan tidak membawa

dosa warisan.

2. Interaksi antara badan dan ruh menghasilkan khalifah.

3. Manusia selaku khalifah memiliki kebebasan untuk berkehendak (free will), yang

dapat memilih dan menentukan tingkah lakunya sendiri.

4. Manusia diberi akal, maka manusia dapat meggunakan akalnya untuk membedakan

antara yang baik dan yang buruk.

Selanjutanya Abudin Nata menambahkan bahwa manusia memiliki kreatifitas-

kreatifitas sebagai makhluk yang memiliki akal. Sedangkan menurut pandangan Muhammad

Iqbal, khalifah memiliki karakter illahiyah agar mampu menciptakan suatu peradaban

manusia dengan sikap iman dan amal shaleh. Oleh karenanya Iqbal melihat kisah pengusiran

Adam bukanlah suatu bentuk kejatuhan Adam dalam surga namun sebaliknya, yang

merupakan simbol kebangkitan manusia dari keadaan primitif menuju kepada suatu

kesadaran akan hadirnya pribadi yang penuh tanggung jawab.

Berangkat dari penjelasan di atas, maka konsep khalifah mengacu pada pengertian,

bahwa manusia mengemban tugas untuk mewujudkan, serta membina sebuah tatanan

kehidupan yang harmonis di bumi. Keharmonisan ini menyangkut hubungan antara sesama

manusia, antara sesama alam, dan keharmonisan transendental, yaitu hubungan dengan Allah.

Terkait dengan keberhasilan tugas kekhalifahan, bahwasanya tugas tersebut dipengaruhi oleh

5
beberapa faktor, yaitu tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh manusia tentang problematika

manusia dan lingkungan serta tingkat pengetahuan manusia, tentang isi penugasan yang

diamanatkan Sang Khlalik kepadanya. Oleh karena itu, seorang khalifah, seharusnya

mengembangkan kedua pengetahuan tersebut secara optimal.

2. Hakikat manusia sebagai makhluk individu

Menurut Dr. Alexis Carrel (seorang peletak dasar-dasar humaniora di Barat), manusia

adalah makhluk yang misterius karena derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding

terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang berada di luar

dirinya. Manusia bukanlah problem yang akan habis dipecahkan, melainkan misteri yang

tidak mungkin disebutkan sifat dan cirri-cirinya secara tuntas dan karena itu harus dipahami

dan dihayati secara menyeluruh. Mengkaji manusia dari satu dimensi, akan membawa

stagnasi pemikiran tentang kapabilitas manusia, sekaligus menjadikannya sebagai objek yang

statis. Bahkan manusia sendiri sebagai pribadi terkadang keliru dalam memahami dirinya,

baik dalam bentuk superior maupun inferior.

Selanjutnya, John Dewey berpandangan bahwa manusia adalah makhluk liberal-

individualis/ laissez faire, artinya bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk

mementingan diri sendiri, tetapi bukan berarti tidak peduli kepada orang lain. Manusia

memiliki kebebasan dalam berfikir dan bertindak. Manusia juga disebut dengan makhluk

yang progresif aktif, karena dalam hidupnya selalu mengalami perkembangan dan perubahan.

Sebagai makhluk individu, manusia termasuk makhluk rasional, yaitu makhluk yang dapat

berfikir, individual mind as the agent of reorganization, yan berarti bahwa pemikiran individu

bertindak sebagai agen reorganisasi. Pada wilayah internal manusia juga disebut sebagai

makhluk etico religious, yaitu makhluk yang berada pada kondisi sadar, kemudian timbul

suatu curiousity dalam bentuk pertanyaan di dalam dirinya ketika sedang menghadapi konflik

6
moral, dan keragu-raguan dalam hidupnya untuk mencari jalan keluar melalui refleksi

berfikir. Namun dalam kontek etico religious, yang digagas oleh John Dewey, tidak

mengandung unsur sacred, menurutnya nilai aktual agama terletak pada pengalaman yang

dihasilkan. Perspektif tersebut bertentangan dalam konsep Islam, sebagaimana Atiyah al-

Abrasy mengatakan bahwa manusia adalah makhluk teosentris, teosentris di sini mengandung

nilai sacred atau keyakinan terhadap Tuhan. Dapat disimpulkan hakekat manusia dalam

pandangan Islam tidak bersifat parsial, melingkupi aspek teosentris dan antroposentris.

3. Hakikat manusia sebagai makhluk sosial

Manusia adalah zoon politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama. Definisi

tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh John Dewey, manusia adalah makhluk sosio

antroposentris, yaitu makhluk yang berhubungan dengan sesamanya dan berinteraksi dengan

budaya. Senada dengan John Dewey, Atiyah al-Abrasy juga berpandangan bahwa manusia

adalah homo sosial, yang berarti bahwa manusia tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh

situasi dan kondisi sosial. Dari situasi dan kondisi sosial yang berlangsung kontinyu maka

akan membentuk suatu sistem nilai dan norma. Kemudian ukuran baik atau buruk dari suatu

nilai menurutnya terletak pada pandangan agama.

Pada dasarnya manusia adalah baik secara asal, namun dapat berubah karena proses

sosial yang telah merubahnya, baik ke dalam arah yang positif atau justru negativ. Dalam

kehidupannya manusia selalu berhubungan dengan orang lain yang secara terus menerus dan

terdapat suatu pengulangan yang menghasilkan pola interaksi sosial, yang kemudian

menghasilkan nilai-nilai yang membentuk norma, dan menciptakan suatu bentuk-bentuk

ritual, mitos, simbol yang tertuang dalam (folklore) tradisi oral, tulisan maupun seni rupa.

Dalam pandangan Islam, dimensi sosial manusia masuk dalam terminologi al-Nas.

Dalam konteks kehidupan manusia sebagai makhluk yang hidup bermasyarakat, al-Qur’an

7
mengatakan: “Hai manusia (al-Nas), sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang

laki-laki dan seorang perempuan, dan kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-

suku supaya kamu saling mengenal. (Qs. 49: 13). Kehidupan sosial akan menjadi baik

apabila hubungan antar warganya berjalan secara harmonis.

Untuk itu perlu adanya semacam aturan yang dapat dijadikan norma dan kesepakatan

dalam kehidupan bersama. Aturan bersama dapat dilaksanakan dengan menggunakan metode

bermusyawarah atau bersepakat sesuai dengan Firman Allah “Dan bermusyawarahlah

diantara kalian”. Rasul juga berpesan kepada manusia, dengan bersabda: “Manusia (al-Nas)

yang paling baik, adalah manusia yang paling banyak memberi manfaat bagi manusia

lainnya. Pesan Rasul tersebut mengindikasikan bahwa sebagai Khalifah kita harus selalu

menebar kebaikan atau manfaat bagi sesama manusia atau kita harus mampu mendefinisikan,

menghayati serta mengimplementasikan konsep kesalehan sosial.

4. Hakikat manusia sebagai makhluk yang multidimensi (jasmani, rohani, intelek,

personal dan sosial).

Unik artinya satu-satunya. Setiap orang adalah dirinya, satu-satuya, berbeda dengan

yang lainnya. Mengapa berbeda? karena proses kehadiran setiap orang melalui waktu yang

berbeda, ruang yang berbeda dan suasana psikologis yang berbeda. Keunikan manusia juga

merupakan perwujudan dan kesempurnaan Tuhan Sang Maha Pencipta. Manusia menjalani

hidupnya sebagai makhluk yang multidimensi yaitu dengan jasmani, rohani, intelektual,

personal dan sosial yang dimilikya. Banyak arti dari manusia, ini bukti bahwa manusia adalah

makhluk yang multidimensional.

8
B. HUBUNGAN KARAKTER DAN KEPRIBADIAN

1. Karakter dan Kepribadian Manusia

Secara Etimologis kata karakter berasal dari bahasa inggris yaitu “Character” yang

berarti watak, sifat, peran, dan akhlak. Karakter adalah dasar moral dan nilai-nilai bawaan

yang stabil dalam diri seseorang. Kata karakter sendiri berasal dari bahasa Yunani yang

berarti "to mark" (menandai) dan memfokuskan, bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan

dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.

Oleh sebab itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus dikatakan

sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara seorang yang berperilaku jujur, suka

menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitanya

dengan personality (kepribadian) seseorang. Seseorang bisa disebut orang yang berkarakter (a

person of character) apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral.

Kepribadian atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai personality, berasal dari

bahasa Yunani Kuno yaitu prosopon yang artinya topeng. Topeng disini dimaksudkan

sebagai bagaimana individu menampilkan diri sehingga membentuk kesan mengenai diri

yang diinginkan untuk dapat ditangkap oleh lingkungan sosial. Sedangkan menurut Gordon

W. Allport Kepribadian adalah organisasi dinamis dari peralatan fisik dan psikis individu

yang membentuk karakter unik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Kepribadian sendiri merupakan pola prilaku yang lebih luas yang dapat berubah

sewaktu-waktu. Penggunaan kata kepribadian seringkali disamaartikan dengan beberapa kata

lain, seperti watak, karakter, atau temperamen.

9
Jadi dapat disimpulkan bahwa, kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu

bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Sementara itu, karakter atau watak adalah

sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki

manusia atau makhluk hidup lainnya.

Hubungan antara kepribadian dan karakter dapat diilustrasikan sebagai sebuah

gunung es. Puncak gunung es (kepribadian) adalah apa yang pertama kali dilihat orang.

Meskipun citra, teknik, dan keterampilan bergaul dapat mempengaruhi keberhasilan

penampilan anda, bobot dari efektivitas yang sesungguhnya terletak pada karakter yang baik.

2. Karakter sebagai pembentuk kepribadian manusia

Kepribadian merupakan penampilan lebih ke psikologis seseorang yang terpancar dari

luar namun penampilan belum tentu mencerminkan karakter yang bersangkutan, karena dapat

saja tertampil sangat bagus tetapi didorong dengan kemunafikan. Karakter seseorang yang

baik sangat mendukung terbentuknya kepribadian manusia yang baik dan begitu pula

sebaliknya karena karakter mewarnai semua aktivitas yang dilakukan seseorang sehingga

kepribadian adalah merupakan akibat dari semua aktivitas-aktivitas tersebut.

Manusia tidak bisa memilih kepribadiannya, kepribadian sudah tertanam saat manusia

dilahirkan. Setiap orang memiliki kepribadian pasti ada kelemahan dan kelebihannya di

setiap aspek kehidupan sosial dan pribadi masing-masing.

Pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai

hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Hal itu menjadi pilihan dari

masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan dibina sejak usia dini.

Secara umum kepribadian manusia digambarkan menjadi 4 macam namun ada banyak

sekali teori yang menggunakan istilah yang berbeda bahkan ada yang menggunakan warna

10
sebagai pembedanya , tetapi pada dasarnya polanya tetap sama. Secara umum kepribadian

manusia ada 4 yaitu koleris, sanguin, plegmatis dan melankolin berikut pemaparannya:

1. Koleris

Merupakan tipe kepribadian yang bercirikan pribadi yang suka kemandirian, tegas,

berapi-api, suka tantangan, mejadi bos atas dirinya sendiri.

2. Sanguin

Sanguin sendiri merupakan kepribadian manusia dengan tipe yang bercirikan suka

dengan hal praktis, happy dan ceria selalu, suka kejutan, suka sekali dengan kegiatan social

dan bersenang- senang.

3. Plegmatis

Selanjutnya tipe ini bercirikan suka bekerjasama, menghindari konflik, tidak suka

perubahan mendadak, teman bicara yang enak, dan menyukai hal yang pasti.

4. Melankolis

Yang terakhir tipe ini bercirikan suka dengan hal detil, menyimpan kemarahan,

perfeksionis, suka instruksi yang jelas, kegiatan rutin sangat disukai.

Kepribadian bukanlah karakter. Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda.

Dari ke 4 kepribadian tersebut, masing-masing kepribadian tersebut memiliki kelemahan dan

keunggulan masing-masing. Misalnya kepribadian koleris identik dengan orang yang

berbicara “kasar” dan terkadang tidak peduli, kepribadian sanguinis pribadi yang sering

susah diajak untuk serius, kepribadian plegmatis seringkali susah diajak melangkah yang

pasti dan terkesan pasif, kepribadian melankolis terjebak dengan dilema pribadi “iya” di

11
mulut dan “tidak” di hati, serta cenderung perfeksionis dalam detail kehidupan serta inilah

yang terkadang membuat orang lain cukup kerepotan.

Setiap manusia pasti belajar untuk mengatasi kelemahannya, memperbaiki

kelemahannya, dan memunculkan kebiasaan positif yang baru maka inilah yang disebut

dengan karakter. Misalnya, seorang dengan kepribadian koleris murni tetapi sangat santun

dalam menyampaikan pendapat dan instruksi kepada sesamanya, seorang dengan kepribadian

sanguinis yang mampu membawa dirinya untuk bersikap serius dalam situasi yang

membutuhkan ketenangan dan perhatian fokus. Itulah karakter. Pendidikan karakter adalah

pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan,

kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu yang perlu

dikembangkan dan perlu dibina sejak usia dini.

Karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli, dan karakter tidak bisa

ditukar. Karakter harus dibangun dan dikembangkan secara sadar, hari demi hari dengan

melalui suatu proses yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang

tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari.

Banyak kami perhatikan bahwa orang-orang dengan karakter buruk cenderung

mempersalahkan keadaan mereka. Mereka sering menyatakan bahwa cara mereka dibesarkan

yang salah, kesulitan keuangan, perlakuan orang lain, atau kondisi lainnya yang menjadikan

mereka seperti sekarang ini. Memang benar bahwa dalam kehidupan kita harus menghadapi

banyak hal di luar kendali kita, namun karakter anda tidaklah demikian. Karakter anda selalu

merupakan hasil pilihan anda.

Ketahuilah bahwa anda mempunyai potensi untuk menjadi seorang pribadi yang

berkarakter, upayakanlah itu. Karakter, lebih dari apapun dan akan menjadikan anda seorang

pribadi yang memiliki nilai tambah. Karakter akan melindungi segala sesuatu yang anda

hargai dalam kehidupan ini.

12
Setiap orang bertanggung jawab atas karakternya. Kita memiliki kontrol penuh atas

karakter kita sendiri, artinya kita tidak dapat menyalahkan orang lain atas karakter kita yang

buruk karena anda yang bertanggung jawab sepenuhnya. Mengembangkan karakter adalah

tanggung jawab pribadi diri sendiri.

Untuk memiliki akhlak mulia, seseorang hendaknya memperkaya diri dengan tiga

unsur utama kepribadian. Yang pertama, pahami dan hayatilah tata nilai secara baik, yang

dengan hal tersebut seseorang akan memiliki perasaan yang baik (Good Feeling). Kedua,

perkayalah diri dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, yang akan menjadikannya

manusia yang cerdas (Good Knowing). Dan yang ketiga, perkayalah diri dengan berbagai

keterampilan, yang akan menjadikan seseorang dapat berbuat secara baik dan benar (Good

Acting).

Pembentukan karakter sendiri umumnya dimulai dari aspek berikut ini:

 Mengetahui (knowledge)

Pembentukan karakter dimulai dari fase ini yaitu kesadaran dalam bidang kognitif.

Untuk seorang anak, dia mulai mengenal berbagai karakter baik dari lingkungan keluarganya.

Misalnya, pada keluarga yang suka memberi, bersedekah dan berbagi. Dia kenal bahwa ada

sikap yang dianut oleh seluruh anggota keluarganya, yakni suka memberi. Kakaknya suka

membagi makanan atau meminjamkan mainan. Ibunya suka menyuruh dia memberikan

sedekah ketika ada peminta-pinta datang ke rumah. Ayahnya suka memberikan bantuan pada

orang lain. Pada tahapan ini dia berada pada ranah kognitif, dimana prilaku seperti itu masuk

dalam memorinya.

 Menghayati (understanding)

Setelah seseorang mengenal suatu karakter baik, dengan melihat berulang-ulang, akan

timbul pertanyaan mengapa begitu? Dia bertanya, kenapa kita harus memberi orang yang

13
minta sedekah? Ibunya tentu akan menjelaskan dengan bahasa yang sederhana. Kemudian dia

sendiri juga merasakan betapa senangnya ketika kakaknya juga mau berbagi dengannya. Dia

kemudian membayangkan betapa senangnya si peminta- minta jika dia diberi uang atau

makanan. Pada tahap ini, si anak mulai paham jawaban atas pertanyaan ”mengapa”. Pada

tahap ini yakni kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu.

 Melakukan (acting)

Jika kedua aspek diatas sudah terlaksana makan akan dengan mudah dilakukan oleh

seseorang yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan suatu pekerjaan.

Didasari oleh pemahaman yang diperolehnya, kemudian si anak ikut menerapkannya. Pada

tahapan awal, dia mungkin sekedar ikut-ikutan, sekedar meniru saja. Mungkin saja dia hanya

melakukan itu jika berada dalam lingkungan keluarga saja, di luar dia tidak menerapkannya.

Seorang yang sampai pada tahapan ini mungkin melakukan sesuatu atau memberi sedekah itu

tanpa didorong oleh motivasi yang kuat dari dalam dirinya. Seandainya dia kemudian keluar

dari lingkungan tersebut, perbuatan baik itu bisa jadi tidak berlanjut.

 Membiasakan

Membiasakan menjadi karakter yang baik pada tingkatan berikutnya, adalah

terjadinya internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sikap atau perbuatan di dalam

jiwa seseorang. Sumber motivasi melakukan suatu respon adalah dari dasar nurani. Karakter

ini akan menjadi semakin kuat jika ikut didorong oleh suatu ideologi atau believe. Dia tidak

memerlukan kontrol sosial untuk mengekspresikan sikapnya, sebab yang mengontrol ada di

dalam sanubarinya. Disinilah sikap, prilaku yang diepresikan seseorang berubah menjadi

karakter. Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang suka berbagi, kemudian tinggal

dalam masyarakat yang suka bergotong royong, suka saling memberi, serta memiliki

keyakinan ideologis bahwa setiap pemberian yang dia lakukan akan mendapatkan pahala,

14
maka suka memberi ini akan menjadi karakternya. Seorang anak yang dibesarkan dalam

keluarga yang tidak menekankan sopan santun, tinggal dalam lingkungan yang suka

bertengkar dan mengeluarkan makian dan kata-kata kotor, dan tidak memiliki pemahaman

ideologi yang baik, maka berkatan kotor mungkin akan menjadi karakternya.

Tahapan yang telah dipaparkan diatas akan saling pengaruh mempengaruhi.

Mekanismenya ibaratkan roda gigi yang sling menggerakkan. Mengenal sesuatu akan

menggerakkan seseorang untuk memahaminya. Pemahaman berikutnya akan memudahkan

dia untuk menerapkan suatu perbuatan. Perbuatan yang berulang-ulang akan melahirkan

kebiasaan. Kebiasaan yang berkembang dalam suatu komunitas akan menjelma menjadi

kebudayaan, yang pertama kali dilihat orang. Meskipun citra, teknik, dan keterampilan

bergaul dapat mempengaruhi keberhasilan penampilan anda, bobot dari efektivitas yang

sesungguhnya terletak pada karakter yang baik.

Manusia tidak bisa memilih kepribadiannya, kepribadian sudah tertanam saat manusia

dilahirkan. Setiap orang memiliki kepribadian pasti ada kelemahan dan kelebihannya di

setiap aspek kehidupan sosial dan pribadi masing-masing. Kepribadian bukanlah karakter.

Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda. Dari ke 4 kepribadian diatas tersebut,

masing-masing kepribadian tersebut memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing.

Kita semua mempunyai potensi untuk menjadi seorang pribadi yang berkarakter. Karakter,

akan menjadikan seseorang pribadi yang memiliki nilai tambah. Karakter akan melindungi

segala sesuatu yang kita hargai dalam kehidupan ini. Suatu sikap atau prilaku dapat menjadi

karakter melalui proses berikut: 1. Mengetahui, 2. Menghayati, 3. Melakukan, 4.

Membiasakan menjadi karakter yang baik. Pengkondisian berkaitan dengan upaya untuk

menata lingkungan fisik maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung

terlaksananya pendidikan karakter. Sedangkan keteladanan merupakan sikap “menjadi

contoh”. Sikap menjadi contoh merupakan perilaku dan sikap tenaga kependidikan dan

15
peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga

diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik atau warga belajar lain.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Manusia merupakan makhluk yang unik multidimensi dengan segala kelebihan dan

kekurangan yang dimilikinya.

2. Manusia juga makhluk sosial yang hidup berdampingan tidak dapat hidup sendiri

selamanya.

3. Keadaan manusia sebagai makhluk sosial ini menyebabkan manusia harus dapat

beradaptasi dengan lingkungan. Segala prilaku baik dan buruk harus dapat dipilah

oleh tiap individu agar tercermin kepribadian yang baik pula untuk itu Tuhan

menciptakan manusia dengan dibekali Akal sehat serta hati nurani dan menjadikan

manusia sebagai makhluk yang paling sempurna.

B. SARAN

Penyusun menyadari tentunya makalah ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari

kata sempurna. Penyusun menerima kritk dan saran yang membangun untuk

perbaikan makalah kedepannya dari para pembaca.

16
17
DAFTAR PUSTAKA

Assegaf, Abd, Rachman, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2011.

Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2011.

Majid, Abdul dan Andayani, Dian, Pendidikan Karakter Perspektif Islami, (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2012.

Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna :Falsafah Pendidikan Islam),

Yogyakarta: Nuha Litera, 2010.

Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.

Sunarso, Ali, Islam Praparadigma, Yogyakarta: Tiarawacana, 2009.

Tafsir, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islami, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.

Siti, K,. “Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat,” Jurnal Ilmiah

DIDAKTIKA Vol.XII No.2, 2013, halaman 300.

Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-ruz Media, 2011), hlm. 85.

Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna :Falsafah Pendidikan

Islam),hlm. 58.

Anda mungkin juga menyukai