Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada era kehidupan sekarang perusahaan memiliki ambisi untuk meningkatkan
produktivitas dan meningkatkan kualitas output produk yang mereka kerjakan. Aspek yang
sangat berkontribusi didalamnya adalah sumber daya manusia yang memiliki integritas tinggi.
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek penting yang memiliki peran krusial dalam
kemajuan bisnis suatu perusahaan, sekaligus menjadi elemen vital dalam upaya pengembangan.
Dalam konteks industri manufaktur, kehadiran SDM membawa dampak signifikan dalam
tahapan produksi, menjadi kunci utama dalam menjaga daya saing di tengah era persaingan
yang semakin ketat. Kontribusi yang diberikan oleh sumber daya manusia dalam menjalankan
operasi sistem sangatlah berarti, terutama melalui perannya dalam menyelesaikan berbagai tugas
sesuai dengan beban kerja yang mereka dapatkan.
Salah satu upaya dalam merencanakan sumber daya manusia adalah melalui pengaturan
pembagian beban kerja yang diberikan kepada setiap operator. Pembagian tugas ini
mencerminkan kondisi yang timbul dari interaksi antara tuntutan pekerjaan, lingkungan kerja,
keterampilan, perilaku, dan pandangan dari para pekerja. Pembagian tugas bagi pekerja atau
operator seharusnya disusun secara merata agar dapat menghindari situasi di mana beberapa
pekerja memiliki tugas berlebihan sementara yang lain mengalami kelebihan waktu luang.
Selain itu menurut Suma’mur (2018) beban kerja merupakan jumlah pekerjaan dalam bentuk
fisik maupun mental yang dibebankan pada pekerja dan menjadi tanggung jawabnya.
Beban kerja dibedakan menjadi dua yaitu beban kerja fisik dan beban kerja mental. Beban
kerja fisik merupakan beban kerja yang memiliki efek atau pengaruh kepada gangguan
kesehatan seperti indera yang dimiliki manusia akibat dari pekerjaan yang dihadapi, sedangkan
beban kerja mental adalah penilaian operator dari sisi beban attentional (kapasitas motivasinya
dengan tuntutan tugas yang diberikan) ketika operator melaksanakan pekerjaan dengan cukup
baik dalam kondisi termotivasi (Veranita et al., 2022). Pembagian kerja yang tidak sesuai akan
menimbulkan kesenjangan antara operator yang ada, jika pekerja diberikan beban kerja yang
sangat tinggi maka akan terjadi penumpukkan terhadap product yang ia kerjakan, sedangkan
pekerja diberikan beban kerja yang ringan maka kan menimbulkan tenaga kerja yang sia-sia,
dan bisa menyebabkan perusahaan mengeluarkan gaji yang banyak tetapi tidak meningkatkan
nilai produktivitas terhadap output perusahaan. Selain itu pekerjaan yang memiliki beban kerja

[Type here]
ringan akan membuat waktu banyak terbuang bahkan bisa menimbulkan kepada karyawan.
Setiap beban kerja memiliki efek gangguan sesuai dengan apa yang mereka kerjakan, sehingga
faktor ergonomi menjadi ilmu yang tepat untuk mendalami setiap beban kerja yang dihadapi
oleh individu pekerja.
Menurut Sugiono, dkk (2018) ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan
yang mengatur dan mendalami hubungan antara manusia (psychology dan Physiology),
mesin/peralatan, lingkungan kerja, organisasi dan tata cara kerja untuk dapat menyelesaikan
task dengan cepat, efisien, nyaman dan aman. Dapat diketahui bahwa didalam perusahaan setaip
pekerja memiliki hubungan terhadap mesin dan tools kerja yang ada dilingkungan perusahaan.
Didalam ilmu ergonomi terdapat metode yang mampu menganalisa dan menyelesaikan beban
kerja fisik yaitu metode REBA (Rapid Entire Body Assessment), menurut Rizky Ade et al.
(2023) Salah satu metode ergonomi yang telah dikembangkan yang bisa digunakan untuk
mengukur posisi pekerja dalam melakukan pekerjaannya yaitu metode Rapid Entire Body
Assessment (REBA). Metode REBA dipakai untuk mengevaluasi aktifitas, postur kekuatan, dan
faktor coupling yang bisa menyebabkan nyeri dari aktifitas statis dan berulang saat bekerja.
Selain beban kerja fisik yang dialami oleh pekerja terdapat beban kerja yang sering
dihiraukan yaitu beban kerja mental, metode yang mampu menganalisa dan menyelesaikan
hubungan sebuah pekerjaan dengan beban kerja mental yaitu metode NASA-TLX. Menurut
Pradhana dan Suliantoro, (2018) Metode NASA-TLX merupakan metode yang digunakan untuk
menganalisis beban kerja mental yang dihadapi oleh pekerja yang harus melakukan berbagai
aktivitas dalam pekerjaannya, NASA-TLX (National Aeronautics and Space Administration
Task Load Index). Metode NASA- TLX digunakan karena metode ini mengukur ke dalam 6
dimensi pengukuran beban kerja mental yaitu Effort, Mental Demand, Physucal Demand,
Temporal Demand, Own Performance, and Frustration level. Maka dari itu, semua sektor
industri baik itu industri manufaktur maupun jasa perlu melaksanakan analisis serta pengaturan
terhadap beban kerja setiap karyawan. Industri manufactur yang ada di wilayah batam salah
satunya yaitu PT Sumitomo Wiring System Batam Indonesia.
PT Sumitomo Wiring System Batam Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak
dibidang manufacture tepatnya memproduksi wire harness untuk automobile. Perusahaan ini
merupakan perusahaan cabang yang berpusat di negara jepang dan menjadi salah satu group
SWS Company yang sudah berdiri sejak tahun 1990. PT Sumitomo Wiring System Batam
Indonesia memiliki 3 gedung yaitu LOT 7, LOT 8 dan LOT 206 yang beralamat di Batam
Indonesia. Pembagian departemen diperusahan ini meliputi departemen production, departemen
[Type here]
Logistic and Material, dan Structural Manajemen. Didalam departemen logistik memiliki 3
proses kerja yaitu proses manual handling, proses put away stock dan proses loading ke
kontainer. Setiap proses didepartemen logistic memiliki pembagian beban kerja yang berbeda-
beda yang memiliki risiko berbeda setiap pekerjaannya. Sehingga ada lkemungkinan terjadina
kecelakaan kerja di departemen logistic, dibawah ini merupakan data kecelakaan kerja yang ada
di PT Sumitomo Wiring System Indonesia terkait dengan kecelakaan di departemen logistic
yaitu :

data kecelakaan kerja


8
7
6
5
4
3
2
1
0
g ng ng t
an ra ra ra
bar ba ba be
bi
l n n ng
m ka ka ya
ga dah dah an
en in in beb
m em em a t
a at m m kib
ts at at a
pi sa sa rut
rje uh am pe
te rj at er n
n te ik k ru
ga tu
an an Ka na
T
B ad rke
Te

Gambar 1.2 data kecelakaan kerja di area departemen logistic


Dari gambar 1.2 dapat diketahui bahwa angka kecelakaan kerja di PT Sumitomo Wiring
System Batam Indonesia Cukup tinggi karena setiap bulan sekali ada kecelakaan kerja yang
terjadi baik dengan risiko kecil ataupun dengan risiko yang besar. Dari kecelakaan kerja tangan
terjepit saat mengambil barang terjadi sebanyak 3 kali, badan terjatuh saat memindahkan barang
sebanyak 5 kali, kaki keram saaat memindahkan barang sebanyak 7 kali, dan yang terakhir
terkena turun perut akibat beban yang berat sebanyak 3 kali. Sehingga diperlukannya analisa
risiko terhadap proses kerja yang ada diperusahaan ini.
Proses kerja memindahkan barang ke tempat rak terjadi kecelakaan kerja yang sangat
memiliki risiko tinggi yaitu memindahkan barang yang memiliki beban berat, kecelakaan
tersebut mengakibatkan karyawan mengalami kerugian baik dari kerusakaan anggota tubuh atau
kerugian bagi perusahaan karena terjadinya kecelakaan tersebut, kecelakaan yang terjadi adalah
sebagai berikut :

[Type here]
To: SWS Safety & Environment Department

Injury / Accident Flash Report


Subject: T ailbone fissured fracture from falling backw ard due to a shelf of rack falling
Accident level
Level IV Level III Level II Level I Minor

Number of days lost: 15 days

Company name
SBI ( Plant No.3 )
(Plant name) Employment Regular / Casual /
Qualification General operator
Materials Section, type Temporary / Outside contractor
Department name
Production Control Department
Date of accident Date: YY/MM/DD (Day) 23/05/16 ( Tue. ) Date of employment: YY/MM/DD: 21/ 07/ 12 Duration of service 1 years 10 m onths

Time of accident T i me (HH/MM): Around 6 : 51 am / pm Age 29 Duration of experience 1 years 10 m onths

Accident site Parts accumulation area, 1st floor, Plant 3 Injured body parts Tailbone Injured part Right / Left

Reconfirm after 3 days


Equipment Parts storage shelf Name of injury Fissured fracture Degree of injury
staying in hospital

Operation Replacing indication labels of rack Site checked by Name: Leader Qualification: Tommy

Root cause item Parts storage shelf Direct cause item Shelf Type of accident Falling(Land on butt)

Unsafe condition With shelf and upright post unlocked Unsafe behavior Pulling a shelf of rack Managerial factor Lack of safety knowledge (ignorance)

Accident Outline: Drawing of accident conditions:


1. The operator was on replacing stickers to indicate parts name Front view of rack
because of parts layout change.
2. In order to take off stickers caught between two racks which were
front and behind after changing the parts rack layout, he tried to make
space between them by pulling the middle shelf of the front parts rack
and moving the entire rack.(The operator thought that the parts rack
was able to be moved by himself.)
3. Though, the parts rack didn’t move and the middle shelf and its
stopper bar that he was pulling fell.
4. He fell behind and land on his butt in the reaction of his pulling,
causing an injury.
5. After that, he saw a doctor in the hospital and was asked to be in
the hospital to wait and see his injury.
- As a provisional measure, each lock condition of all similar parts
racks has been checked.(Nothing wrong as of May 16)
- Instruction to call attention against those was done to the operators
in charge of materials. May 16
- Instruction to call attention against those was done to all operators.
May 16

Gambar 1.3 Accident injury SBI


Dari Gambar diatas 1.3 dapat diketahui bahwa diperusahaan ini terjadi sebuah accident
pada bulan Mei tahun 2023 oleh karyawan dengan masa kontrak 1 tahun 10 bulan. Proses yang
terjadi yaitu pengangkatan barang finish good dengan beban yang dominan berat,
mengakibatkan karyawan terjatuh dan terpental ke lantai. Ditinjau atas kejadian tersebut
karyawan melakukan perpindahan barang secara manual dengan cara mengangkat beban yang
memiliki berat diatas 20 kilo gram, efek yang terjadi yaitu karyawan mengalami retak pada
tulang ekor dan mendapatkan dispensasi tidak masuk kerja selama 40 hari terhitung dari setelah
kecelakaan kerja tersebut terjadi. Kejadian ini penulis memutuskan untuk melakukan analisa
beban kerja fisik dan mental terhadap proses kerja di logistic departement menggunakan metode
REBA.
Selain itu penulis melakukan wawancara pada karyawan terkait dengan keluhan beban
kerja mental yang menjadikan sebagai dasar untuk diterapkan metode NASA-TLX dalam
melakukan penelitian ini. Hasil wawan cara dapat dilihat pada lampiran 1.

[Type here]
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat resiko beban kerja fisik pada proses kerja manual handling, put away
stock finish good, dan loading container di departemen logistic PT Sumitomo Wiring
System Batam Indonesia menggunakan metode REBA.
2. Bagaimana tingkat resiko beban kerja mental pada proses kerja manual handling, put
away stock finish good, dan loading container di departemen logistic PT Sumitomo
Wiring System Batam Indonesia menggunakan metode NASA -TLX.

1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
3. Mengetahui tingkat resiko beban kerja fisik pada proses kerja manual handling, put away
stock finish good, dan loading container di departemen logistic PT Sumitomo Wiring
System Batam Indonesia menggunakan metode REBA.
4. Mengetahui tingkat resiko beban kerja mental pada proses kerja manual handling, put
away stock finish good, dan loading container di departemen logistic PT Sumitomo
Wiring System Batam Indonesia menggunakan metode NASA -TLX.

1.4 Batasan Dan Asumsi


Batasan dan asumsi dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini dilaksanakan selama jam kerja yaitu mulai pukul 06.30 – 16.00, selama 5
hari kerja dari hari senin – jumat dalam kurun waktu satu minggu.
2. Penelitian ini berfokus pada tingkat risiko beban kerja fisik dan beban kerja mental.
3. Penelitian ini berfokus pada metode REBA dan NASA-TLX.
4. Penelitian ini berfokus pada proses manual handling, put away stock dan laoding ke
kontainer di departemen logistic.
5. Penelitian ini hanya berfokus pada analisa risiko beban kerja fisik dan mental saja.

[Type here]
1.5 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan dan asumsi,
dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang konsep dasar dan prinsap dasar yangbberkaitan dengan
penelitian. Konsep yang akan digunakan yitu mengenai metode REBA dan metode
NASA-TLX.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang tahapan-tahapan yang akan dilalui untuk menyelesaikan
penelitian ini.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Pada bab ini berisikan tentang pengolahan data terkait konsep REBA dan NASA-TLX.
Pada bab ini penulis mencari pemecahan masalah yang terajdi didalam penelitian ini.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan hasil dan pembahsan mengenai pengolahan data yang telah dilakukan
oleh peneliti.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

[Type here]
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Ergonomi
Ergonomi (atau disebut juga “Human Factor” atau “Human Engineering”) merupakan
ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengkaji segala keterbatasan manusia atau pekerja
(Dewi, 2020). Hasil kajian diterapkan untuk mengharmoniskan interaksi manusia dengan
produk atau peralatan, system kerja, dan lingkungan kerja (Dohrmann Consulting., 2014).
Sedangkan Menurut (Imron, 2020) ergonomi didefinisikan sebagai suatu ilmu yang mengkaji
karakteristik tubuh dalam melakukan perancangan produk, fasilitas, maupun sistem kerja.
Tujuannya agar tercapai suatu kualitas kerja tanpa mengabaikan aspek kesehatan, keselamatan
dan kenyamanan. Di dalam ilmu ergonomi mengatur pekerja atau manusia dalam aktivitasnya
agar tercipta kenyamanan di lingkungan kerja. Dengan adanya ilmu ergonomi, karyawan dapat
menyesuaikan posisi bekerja mereka menjadi lebih nyaman dan teratur.
[Type here]
Penerapan ergonomi didalam perusahaan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
fisik dan mental sebagai upaya untuk mencegah cedera para karyawan dan penyakit akibat
pekerjaan yang dilakukan, selain itu ergonomi berupaya untuk menurunkan beban kerja fisik
dan kerja mental. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ergonomi, dapat dipastikan bahwa
kesejahteraan para pekerja terjamin, yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat
produktivitas dan kinerja karyawan.
Bidang-bidang kajian ergonomi :
1. Antropometri yaitu bidang yang mengkaji dimensi fisik tubuh manusia termasuk usia,
tinggi berdiri, bobot, panjang jangkauan lengan, tinggi duduk dan lain sebagainya.
2. Biomekanika kerja yaitu suatu bidang yang memfokuskan pada proses mekanika (gaya,
momen, kecepatan, percepatan serta tekanan) yang terjadi pada tubuh manusia, terkait
dengan aktivitas fisik yang dilakukan pekerja.
3. Fisiologi kerja yaitu bidang ergonomi yang mengkaji respons fungsi-fungsi tubuh
(misalnya sistem kardiovaskular) yang terjadi saat bekerja.
4. Human information processing dan ergonomi kognitif yaitu bidang ergonomi yang
mempelajari bagaimana manusia memproses informasi dan lingkungannya.
5. Human-computer interaction (HCI) yaitu bidang ergonomi yang mengkaji dan merancang
interaksi antar pengguna dan sistem komputer dengan salah satu antara lain
meminimalkan kesalahan, meningkatkan kinerja sistem operasi, serta meningkatkan
kepuasan pengguna.
6. Display dan controls yaitu bidang ergonomi yang memiliki fokus berupa kajian atas
rancangan display maupun kontrol yang cocok dengan penggunanya,
7. Lingkungan kerja yaitu bidang yang mencoba memahami respons manusia terhadap
lingkunga fisik kerja termasuk kebisingan, temperatur, pencahayaan, getaran dan lain
sebagainya.
8. Ergonomi makro berangkat dari konsep sosio-teknologi suatu pendekatan sistem dalam
mengkaji kesesuaian antara individu, organisasi, teknologi, serta interaksi yang terjadi.

Bidang-bidang tersebut diatas bukanlah merupakan pembagian yang bersifat kaku, namun
lebih merupakan salah satu cara untuk memahami ruang lingkup ergonomi.
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah sebagai berikut :

[Type here]
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan
penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dam mental, mengupayakan promosi
dan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola
dan mengkoordinir kerja secara tepat guna meningkatkan jaminan sosial baik selama
kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis,
antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas
kerja dan kualitas hidup yang tinggi. Dengan demikian pencapaian kualitas hidup manusia
secara optimal, baik di tempat kerja, di lingkunga sosial maupun di lingkungan keluarga,
menjadi tujuan utama dari penerapan ergonomi.

Didalam ilmu ergonomi terdapat tiga hal penting dalam mempelajari yaitu sebagai
berikut:
1. Ergonomi menitik beratkan manusia (human-centered). Maksudnya adalah bahwa fokus
utama dari ergonomi ini adalah manusia, bukan mesin ataupun peralatan.
2. Ergonomi menyesuaikan fasilitas kerja (dalam hal ini mesin dan peralatan) dengan kondisi
si pekerja.
3. Ergonomi menitik beratkan pada perbaikan sistem kerja. Perbaikan disini harus
disesuaikan dengan kemampuan dan kelemahan si pekerja.
Apabila ingin meningkatkan kemampuan manusia untuk melakukan tugas. Maka beberapa
hal diseekitar lingkungan alam manusia seperti peralatan lingkungan fisik, posisi gerak perlu
direvisi atau dimodifikasi atau disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia
dengan kemampuan tubuh yang meningkat secara optimal maka tugas kerja yang dapat
diselesaikan juga akan meningkat.

2.1.2 Manusia dan pekerjaannya


Sistem kerja yang terdiri atas manusia, bahan, mesin dan peralatan, serta lingkungan kerja,
baik tunggal maupun sebagai suatu kesatuan akan mempengaruhi hasil kerja. Kelompok faktor
luar terdiri atas faktor-faktor yang hampir sepenuhnya berada diluar diri pekerja dan umumnya
dalam penguasaan pimpinan perusahaan untuk mengubahnya. Semua faktor dalam kelompok ini
dapat diubah dan diatur. Kriteria yang digunakan untuk mengukur dapat berupa kriteria ongkos,
kualitas dan waktu penyelesaian yang berhubungan dengan kualitas keluaran.
[Type here]
Manusia adalah pusat dari sistem itu, baik manusia sebagai pencipta sistem, maupun karna
manusia harus berinteraksi dengan sistem guna untuk mengendalikan proses yang sedang
berlangsung dalam proses sehingga banyak proses yang mempengaruhi keberhasilan kerjanya.
Faktor tersebut dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok faktor diri
(individual) terdiri dari faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pekerja sendiri dan seringkali
sudah ada sebelum pekerja tersebut memasuki lingkungan kerja tersebut.
Kelompok yang termaksuk adalah atitude, sifat, sistem nilai, karakteristik fisik, minat,
motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, dan lain-lain. Kecuali pendidikan dan
pengalaman, semua faktor diatas tidak dapat diubah.

2.1.3 Beban Kerja


Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus
sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun
keterbatasan manusia yang menerima baban tersebut. Kemampuan kerja seorang tenaga kerja
berbeda dari satu dan lainnya dan sangat tergantung dari tingkat keterampilan, kesegaran
jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan.
Beban kerja (workload) dapat didefinisikan sebagai suatu pebedaan antara kapasitas atau
kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi.
Beban kerja merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh setiap perusahaan,
karena beban kerja adalah salah satu hal yang dapat meningkatkan produktivitas karyawan.
Mengingat kerja manusia bersifat mental dan fisik maka masing-masing tingkatan pembebanan
yang berbeda-beda. Tingkatan pembebanan yang terlalu tinggi memungkinkan pemakaian
energi dan terjadi overstress. Sebaliknya intensitas pembebanan yang terlalu rendah
memungkinkan rasa bosan dan kejenuhan atau understress. Oleh karena itu perlu diupayakan
tingkat intensistas pembebanan yang optimum yang ada diantara kedua batas yang ekstrim tadi
dan tuntutan berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya.
Menurut Hart s dan Staveland (2018) bahwa beban kerja merupakan hal yang muncul dari
interaksi antar tuntutan tugas-tugas lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja,
keterampilan perilaku dan persepsi dari pekerja. Beban kerja kadang-kadang juga dapat
didefinisikan secara oprasional pada berbagai faktor seperti tuntutan tugas atau upaya-upaya
yang dilakukan untuk melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, tidak hanya mempertimbangkan
beban kerja dari satu aspek itu saja, selama faktor-faktor yang lain mempunyai interelasi pada
cara-cara yang komplek. Pada umumnya tingkat intensitas pembebanan kerja optimum akan
[Type here]
dapat dicapai apabila tidak ada tekanan dan ketegangan yang berlebihan baik secara fifik
maupun mental. Beban kerja dapat digolongkan dalam dua komponen utama yaitu beban kerja
fisik dan beban kerja mental.
Beban kerja fisik, terjadi jika terdapat perbedaan tuntutan pekerjaan, termasuk lingkungan
kerja dan kemampuan pekerjaan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan fisik. Aktivitas kerja fisik
adalah aktivitas yang dilakukan oleh para pekerja yang lebih banyak menyerap kemampuan
fisiknya dibandingkan dengan kemampuan psikisnya, dalam tubuh manusia akan terjadi
perubahan konsumsi oksigen, denyut jantung, temperatur tubuh, konsentrasi asam laktat dalam
darah, dan peredaran darah keparu-paru.

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja


Secata umum hubungan beban kerja dengan kapasitas kerja dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang begitu kompleks, baik dari segi faktor ekternal, maupun internal.
1. Beban kerja yang disebabkan oleh faktor eksternal
Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh manusia.
Fakor yang mempengaruhi beban kerja eksternal adalah lingkungan kerja, tugasnya diterima,
dan faktor organisasi. Ketiga aspek ini sering disebut sebagai stressor. Ketiga aspek tersebut
akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Lingkungan kerja fisik meliputi intensitas penerapan, suhu udara, kelembaban udara, suhu
radiasi, pada stasiun kerja, kecepatan rambat udara, intensitas kebisingan dan lain
sebagainya.
b. Lingkungan kerja kimiawi meliputi gas-gas yang dapat mencemari udara, debu yang
dihasilkan oleh proses produksi, uap, logam dan sebagainya.
c. Lingkungan kerja biologis meliputi adanya virus, bakteri, parasit, jamur dan sebagainya.
d. Lingkungan kerja psikologis meliputi hubungan antara pekerja dengan pekerja pemilihan
dan penempatan tenaga kerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan keluarga dan pekerja
dengan lingkungan sosial yang akan memberi dampak terhadap performasi kerja.
e. Tugas yang diterima baik yang bersifat fisik seperti, stasiun kerja, tata letak lingkungan
kerja, sarana dan alat kerja, dan laim-lain. Tugas-tugas yang bersifat menta meliputi
tingkat kesulitan pekerja yang mempengaruhi tingkat emosi pekerja yang memengaruhi
tingkat emosi pekerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan dan lain lain.

2. Beban kerja yang disebabkan oleh faktor internal


[Type here]
Beban kerja yang disebabkan oleh faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam
diri manusia yang disebabkan adanya reaksi dan bebean kerja eksternal tersebut. Secara ringkas
faktor internal yang mempengaruhi beban kerja adalah sebagai berikut :
a. Faktor somatik yaitu umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, kodisi kesehatana, gizi dan lain-
lain.
b. Faktor psikis yaitu motivasi, kepercayaan, persepsi kepuasan keinginan dan lain- lain.

2.1.5 Jenis Beban Kerja


Jenis beban kerja pada dasarnya dibedakan menjadi dua,yaitu :
1. Beban Kerja Mental
Beban kerja mental merupakan beban kerja yang selisih antara tuntutan beban kerja suatu
tugas dengan kapasitas maksimum. Beban kerja mental yang berlebihan dapat menimbulkan
stress kerja. Stress kerja merupakan kejadian- kejadian disekitar kerja termasuk bahaya atau
ancaman seperti halnya rasa cemas, rasa takut, rasa bersalah, sedih, marah, bosan hingga
timbulnya stress kerja disebabkan beban kerja yang diterima dapat melampaui batas-batas
pekerjaan (kapasitas kerja) yang berlangsung dalam perode waktu yang relatif lama pada situasi
dan dalam kondisi tertentu. Kapasitas kerja personal dapat dipengaruhi oleh metode kerja,
kondisi tubuhnya pelatihan juga kesehatannya.
Salah pendekatan dalam mengevaluasi beban kerja mental adalah dengan memanfaatkan
filosifi bahwa beban kerja mental merupakan besarnya tuntutan/aspek pekerja (yang bersifat
mental) dibandingkan dengan kemampuan (resource) ini besifat terbatas, namun dapat
dialokasikan untuk menangani beberapa proses mental sekaligus dan dapat memiliki cadangan
bila belum digunakan semuanya.
Asumsi yang diajukan oleh para peneliti ergonomi adalah proses mental dapat dievaluasi
secara kuantitatif dan hasilnya dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seorang
operator terbebani oleh aktivitas non fisik, dan pada akhirnya sistem kerja dapat dirancang
sedemikian rupa sehingga beban mental menjadi optimal tidak terlalu sedikit sehingga
menyebabkan kebosanan yang tidak berlebihan sehingga dapat menurunkan performasi

Konsep ini mendasari beberapa teknik evaluasi yang akan dijelaskan berikut ini. Saat
suatu aktifitas hanya menurut suatu sumber daya mental yang minimal, tubuh masih akan
memiliki sisa atau cadangan sumber daya yang dapat digunakan untuk aktivitas mental lainnya.
Pada saat ini, kinerja pada aktivitas utama akan terjaga. Pada saat tuntutan kerja mental

[Type here]
meningkat, kapasitas cadangan akan otomatis berkurang, selain itu kemampuan untuk
melakukan kativitas mantal lain juga akan berkurang. Peningkatan aktivitas mental lebih jauh
akan menyebabkan kemampuan mental mendekati nol (karena sumber daya yang terbatas) dan
bahkan penurunan performasi kerja.

Penilaian beban kerja mental tidak semudah dalam menilai beban kerja fisik. Pekerjaan
yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fisisk fisiologis tubuh. Aktivitas mental
terkadang terlihat sebagai pekerjaan ringan karena rendahnya kebutuhan kalori, padahal secara
moral dan tanggung jawab aktivitas mental jelas lebih berat karena melibatkan kerja otak (white
collar) dari pada kerja otot (blue collar). Evaluasi beban kerja mental merupakan point penting
bagi peneliti dan pengembangan hubungan antara manusia – mesin, mencari tingkat
kenyamanan, kepuasan, evisiensi serta keselamatan yang lebih baik ditempat kerja. Dengan
maksud untuk menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan efisiensi serta produktifitas
jangka panjang bagi pekerja, maka perlu menyeimbangkan tuntutan tugas agar pekerja tidak
mengalami overstress.
Pengukuran beban kerja mental secara subjektif merupakan pengukuran beban kerja
dimana sumber data yang diolah adalah data yang bersifat kualitatif. Pengukuran ini merupakan
salah satu pendekatan psikologis dengan cara membuat skala psikometri untuk mengukur beban
kerja mental. cara membuat skala tersebut dapat dilakukan dengan cara langsung (terjadi secara
spontan) maupun tidak langsung (berasal dari respon eksperimen). Metode pengukuran yang
digunakan yaitu dengan memilih faktor-faktor beban kerja mental yang dapat
mempengaruhinya.
Metode pengukuran beban kerja mental secara subjektif antara lain:
1. NASA Task Indekx (NASA-TLX)
2. Harper Qoorper Rating

3. Workload Assessment Tecnique (SWAT)


Beban kerja mental yang merupakan perbedaan antara tuntutan kerja mental dengan
kemampuan mental yang dimiliki oleh pekerja yang bersangkutan. Beban kerja yang timbul dari
aktivitas mental di lingkungan kerja antara lain disebabkan oleh :
1. Keseharusan untuk tetap dalam kondisi kewaspadaan tinggi dalam waktu lama.
2. Kebutuhan untuk mengambil keputusan yang melibatkan tanggung jawab besar.
3. Menurunnya konsentrasi akibat aktivitas yang monoton.
4. Kurangnya kontak dengan orang lain, terutama untuk tempat kerja yang terisolasi dengan

[Type here]
orang lain.

2. Beban Kerja Fisik


Untuk penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan metode secara objektif.
Penilaian objektif terdiri dari 2 metode yaitu metode penelitian langsung dan tidak langsung.
Metode pengukuran beban kerja fisik secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan
dengan pengukuran energi yang dikeluarkan untuk melalui asupan oksigen selama bekerja.
Semakin berat beban kerja maka semakin banyak energi yang dikonsumsi atau diperlukan.
Meskipun metode dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, namun metode tersebut
hanya dapat mengukur dengan waktu kerja yang cukup singkat dan diperlukan peralatan yang
mahal, sedangkan metode pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan menghitung
denyut nadi pekerja selama melakukan pekerjaan.
Dalam kondisi kerja fisik, konsumsi energi merupakan faktor utama yang dijadikan tolak
ukur berat/ringannya suatu pekerjaan, Kerja fisik akan mengakibatkan perubahan fungsi pada
alat-alat tubuh yang dapa terdeteksi melalui konsumsi oksigen , denyut jantung, peredaran udara
dalam paru-paru temperatur tubuh, konsentrasi asam laktat dalam darah, komposisi kimia dalam
darah dan air senih, tingkat penguapan dan faktor lainnya .

2.1.6 NASA TLX

NASA TLX merupakan skala multidimensional untuk mengukur beban kerja satu atau
beberapa operator dalam melakukan sebuah pekerjaan (Hart, 2006). Metode NASA TLX
dikembangkan oleh Sandra G. Hart dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E. Staveland
dari San Jose State University pada tahun 1981 (Simanjuntak, 2010). Metode NASA TLX lebih
unggul dibandingkan dengan metode SWAT dalam hal sensitivitas (Battiste & Bortolussi, 1988).
Terdapat skala enam faktor dalam metode NASA TLX yang merupakan penyederhanaan
sembilan faktor dari kebutuhan pengukuran subjektif. Enam faktor tersebut adalah Mental
Demand (MD), Physical Demand, Temporal Demand, Performance, Effort. . Metode NASA
TLX terdiri dari dua tahapan, yaitu pemberian rating dan pembobotan (Hart & Staveland, 1988).
Tabel 2.1 di bawah merupakan skala faktor pengukuran beban kerja dengan metode NASA TLX.

[Type here]
Tabel 2.2 Skala Faktor NASA TLX
Indikator Skala Keterangan
Mental Demand Rendah,/Tinggi Seberapa besar aktivitas mental dan
perseptual yang dibutuhkan untuk melihat,
(MD)
mengingat, dan mencari. Apakah
pekerjaan tersebut mudah ataukah sulit,
sederhana ataukah kompleks, longgar atau
ketat.
Physical Rendah/Tinggi Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan

Demand (PD) (contoh berlari, menarik, dll)


Temporal Rendah/Tinggi Jumlah tekanan yang berkaitan dengan
Demand (TD) waktu yang dirasakan selama elemen
pekerjaan berlangsung. Apakah pekerjaan
perlahan, santai, atau cepat dan melelahkan
Performance Sempurna/Tidak Seberapa besar keberhasilan seseorang
tepat didalam pekerjaannya dan seberapa puas
(P)
dengan hasil pekerjaannya
Effort (E) Rendah/Tinggi Seberapa keras kerja mental dan fisik yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan
pekerjaan
Frustation Rendah/Tinggi Seberapa tidak aman, putus asa,
Level (FL) tersinggung, terganggu, dibandingkan
dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan
kepuasan diri yang dirasakan
Sumber : (Hart & Staveland, 1988)
[Type here]
Setelah diketahui skala yang digunakan untuk setiap faktor, tahapan
selanjutnya adalah pengolahan data hingga diperoleh beban kerja (Hart &
Staveland, 1988). Berikut merupakan langkah-langkah metode NASA TLX:
1. Menghitung nilai produk dengan cara mengalikan rating dengan bobot
faktor untuk masing-masing dimensi, sehingga terdapat 6 nilai produk
untuk masing-masing dimensi.
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 = 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 (2.1)

2. Menghitung nilai Weighted Workload (WWL), yaitu beban kerja yang


ditimbulkan oleh setiap dimensi dengan persamaan :
𝑊𝑊𝐿 = ∑ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 (2.2)

3. Menghitung rata-rata nilai WWL dengan cara membagi WWL dengan


total jumlah bobot yang berjumlah 15. Jumlah bobot yang berjumlah 15
didapatkan dari total pairwise yang dilakukan pada saat pengisian
kuisioner bobot.
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑊𝑊𝐿 = (2.3)
𝑊𝑊𝐿

[Type here]
[Type here]

2.1.7 Postur Kerja

Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja
yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula (Pratiwi, et al.,
2014). Pengukuran postur kerja dapat menjadi teknik yang kuat untuk menilai
aktivitas kerja (Hignett & McAtamney, 2000).

2.1.8 Postur Kerja yang Ergonomis

Pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja dapat


membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja. Postur kerja
tersebut antara lain berdiri, duduk, angkat maupun angkut. Untuk menghindari
postur kerja yang buruk, pertimbangan-pertimbangan ergonomis dapat dilakukan.
Pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain sebagai berikut (Mufti, et al.,
2013):
a. Mengurangi keharusan pekerja untuk bekerja dengan postur kerja yang
membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau dalam jangka
waktu lama
b. Pekerja tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum.

c. Pekerja tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu
yang lama
d. Posisi kepala, leher, dada, atau kaki tidak seharusnya berada dalam postur
kerja miring.
e. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode
waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi di atas
level siku yang normal.

Gambar 2.1 menunjukkan daerah tubuh yang baik dalam


melakukan pengangkatan.

[Type here]
[Type here]

Gambar 2.1 Area pengangkatan yang baik ( Sumber : ergo-plus.com)

Keterangan :
Area Aman Area Berisiko Area Berbahaya

Area aman merupakan area dimana manusia atau pekerja memiliki kekuatan
paling besar dan seimbang dalam melakukan pengangkatan. Area berisiko
merupakan area mengharuskan pekerja menjaga kestabilan kaki, menekuk lutut
dan menjaga tulang belakang tetap lurus, serta menjaga benda dekat dengan
tubuh dalam melakukan pengangkatan. Area berbahaya merupakan area yang
harus dihindari dalam melakukan pengangkatan atau mengurangi berat benda
yang diangkat.

2.1.9 Rapid Entire Body Assessment

Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah metode yang dikembangkan


dalam bidang ergonomi. Metode ini dapat digunakan secara cepat untuk menilai
posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki
seorang operator. Metode ini juga dipengaruhi oleh faktor coupling dan beban
eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas pekerja. Penilaian dengan
menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu lama untuk melengkapi dan
melakukan scoring general (Pratiwi, et al., 2014).

[Type here]
[Type here]

REBA telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan untuk alat yang


digunakan oleh praktisi di lapangan. REBA dirancang untuk sensitif terhadap tipe
postur kerja yang tidak dapat diprediksi (Hignett & McAtamney, 2000). Beberapa
tujuan pengembangan REBA adalah:
1. Mengembangkan sistem analisis postur yang sensitif terhadap bahaya

musculoskeletal dalam berbagai macam tugas.

2. Membagi tubuh menjadi beberapa segmen untuk dikelompokkan secara


individu, dengan mengacu bidang gerakan.
3. Menyediakan sistem penilaian untuk aktivitas otot yang disebabkan oleh
postur statis, dinamis, cepat berubah, dan tidak stabil.
4. Mencerminkan coupling yang penting dalam penanganan beban tetapi
tidak selalu menggunakan tangan.
5. Memberikan action level dengan indikasi urgensitas.

6. Membutuhkan peralatan yang minimum.


Berikut merupakan tahapan-tahapan penilaian menggunakan REBA
(Hignett & McAtamney, 2000):

a. Tahap 1: Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan


video atau foto
b. Tahap 2: Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja.

c. Tahap 3: Penentuan berat benda yang diangkat, coupling, dan aktivitas


pekerja
d. Tahap 4: Perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan.

Terdapat empat kelompok badan yang digunakan dalam REBA, yaitu


kelompok A, B, dan C. Kelompok A terdiri dari punggung, leher, dan kaki.
Kelompok B terdiri dari lengan Atas, lengan bawah, pergelangan tangan. Nilai
tabel A ditambahkan dengan beban benda untuk mendapatkan score kelompok A.
Nilai tabel B ditambahkan dengan coupling untuk mendapatkan score kelompok
B. Kelompok C merupakan kombinasi dari kelompok A dan B. Score kelompok C
didapatkan dari kombinasi score kelompok A dan kelompok B pada Tabel C.

[Type here]
[Type here]

Score didapatkan dari score C ditambah dengan activity score. Setelah diketahui
score REBA maka dapat ditentukan tindakan yang harus dilakukan berdasarkan
action level REBA. Berikut merupakan REBA action level.

Tabel 2.1 Tingkat Aksi REBA


Score
Action Level Tingkat Risiko Tindakan yang dilakukan
REBA
0 1 Dapat diabaikan Tidak diperlukan
1 2-3 Rendah Mungkin diperlukan
2 4-7 Sedang Diperlukan
3 8-10 Tinggi Diperlukan segera
4 11-15 Sangat Tinggi Diperlukan sekarang

A. Penilaian Postur Tubuh REBA Grup A


Postur tubuh grup A terdiri atas batang tubuh (trunk), leher (neck) dan kaki (legs).
a. Batang Tubuh (Trunk)

Gambar 2.2 Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh (Trunk)


(Sumber : S. Hignett, L. McAtammey)

Skor penilaian bagian batang tubuh (trunk) dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 2.2 Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk)

[Type here]
[Type here]

(Sumber : Ergonomic Plus, 2014)


b. Leher (Neck)

Gambar 2.3 Postur Tubuh Bagian Leher (Neck)


(Sumber : Ergonomic Plus, 2014)

Skor penilaian untuk leher (neck) dapat dilihat pada Tabel 3.2
Tabel 2.3 Skor Bagian Leher (Neck)

Sumber : Ergonomic Plus, 2014)

c. Kaki (Legs)

Gambar 2.4 Postur Tubuh Bagian Kaki (Legs)


(Sumber : Ergonomic Plus, 2014)

[Type here]
[Type here]

Skor penilaian untuk kaki (legs) dapat dilihat pada Tabel 3.3
Tabel 2.4 Skor Bagian Kaki (Legs)

(Sumber : Ergonomic Plus, 2014)


Nilai dari skor postur tubuh leher, batang tubuh dan kaki dimasukkan ke Tabel 3.4
untuk mengetahui skornya.
Tabel 2.4 Skor Grup A REBA dan Beban
Neck
Table A 1 2 3
Legs 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 5 3 3 5 6
Trunk 2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
Posture 3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
Score
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
(Sumber : Ergonomic Plus, 2014)
Tabel A merupakan penggabungan nilai dari group A untuk skor postur
tubuh, leher dan kaki. Sehingga didapatkan skor tabel A. Kemudian skor tabel A
dilakukan penjumlahan terhadap besarnya beban atau gaya yang dilakukan
operator dalam melaksanakan aktivitas.
Skor A adalah penjumlahan dari skor tabel A dan skor beban atau besarnya
gaya. Skor tabel A ditambah 0 (nol) apabila berat beban atau besarnya gaya
dinilai <5 Kg, ditambah 1 (satu) bila berat beban atau besarnya gaya antara
kisaran 5-10 Kg, ditambah 2 (dua) bila berat beban atau besarnya gaya dinilai >
10 Kg. Pertimbangan mengenai tugas atau pekerjaan kritis dari pekerja, bila

[Type here]
[Type here]

terdapat gerakan perputaran (twisting) hasil skor berat beban ditambah 1 (satu).

B. Penilaian Postur Tubuh REBA Grup B


Postur tubuh grup B terdiri atas lengan atas (upper arm), lengan bawah
(lower arm) dan pergelangan tangan (wrist)
a. Lengan Atas (Upper Arm)

Gambar 2.5 Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm)


(Sumber : Ergonomic Plus, 2014)
Skor penilaian untuk postur tubuh bagian lengan atas (upper arm) dapat dilihat
pada Tabel 3.5
Tabel 2.5 Skor Bagian Lengan Atas (Upper Arm)

(Sumber : Ergonomic Plus, 2014)


b. Lengan Bawah (Lower Arm)

[Type here]
[Type here]

Gambar 2.6 Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm)


(Sumber : Ergonomic Plus, 2014)

c. Pergelangan Tangan (Wrist)

Gambar 2.7 Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan (Wrist)


Sumber : S. Hignett, L. McAtammey)
Skor penilaian untuk ostur tubuh pergelangan tangan (wrist) dapat dilihat pada
Tabel 2.6
Tabel 2.6 Skor Bagian Pergelangan Tangan (Wrist)

(Sumber : Ergonomic Plus, 2014)


Tabel 2.7 Skor Grup B REBA dan Coupling
Lower Arm
Table B 1 2
Wrist 1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
Upper Arm 3 3 4 5 4 5 5
Score 4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9

[Type here]
[Type here]

(Sumber : Ergonomic Plus, 2014)


Tabel B merupakan penggabungan nilai dari group B untuk skor postur
lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Tabel B merupakan
penggabungan nilai dari group B untuk skor postur lengan atas, lengan bawah,
dan pergelangan tangan. Sehingga didapatkan skor tabel B. Kemudian skor tabel
B dilakukan penjumlahan terhadap perangkai atau coupling.
Skor B adalah penjumlahan dari skor tabel B dan perangkai atau coupling
dari setiap masing-masing bagian tangan. Skor tabel B ditambah 0 (nol) yang
berarti good atau terdapat pegangan pada beban dan operator mengangkat beban
hanya dengan mengunakan separuh tenaga, ditambah 1 (satu) yang berarti fair
atau terdapat pegangan pada beban walaupun bukan merupakan tangkai pegangan
dan operator mengangkat beban dengan dibantu mengunakan tubuh lain,
ditambah 2 (dua) yang berarti poor atau tidak terdapat pegangan pada beban, dan
ditambah 3 (tiga) yang berarti unacceptable tidak terdapat pegangan yang aman
pada beban dan operator mengangkat beban tidak dapat dibantu oleh angota tubuh
lain. Untuk memperoleh skor akhir (grand score), skor yang diperoleh untuk
postur tubuh grup A dan grup B dikombinasikan ke Tabel C. Kemudian skor
REBA adalah penjumlahan dari skor C dan skor aktivitas.
Berikut ini adalah tabel skor C.
Tabel 2.8 Penilaian Skor Tabel C dan Skor Aktivitas
Score A (score Table C
form table Score B, (table B value + coupling score)
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
+load/force
score)
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11

[Type here]
[Type here]

8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
(Sumber : Ergonomic Plus, 2014)
Skor C ditambah 1 (satu) dengan skor aktifitas apabila satu atau beberapa
bagian tubuh bergerak secara statis untuk waktu yang lebih dari satu menit,
terdapat beberapa pengulangan pergerakan 4 (empat) kali dalam satu menit
(belum termasuk berjalan), dan pergerakan atau perubahan postur lebih cepat
dengan dasar yang tidak stabil. Tahap terakhir dari REBA menilai action level
dari hasil final skor REBA.
Berikut ini adalah tabel Action Level dari metode REBA.
Tabel 2.9 Level Akhir dari Skor REBA

(Sumber : Ergonomic Plus, 2014)


Tabel 2.10 Activity Score

+1 : 1 atau lebih bagian tubuh statis, ditahan lebih dari satu menit
+2 : Penggulangan gerakan dalam rentang waktu singkat, diulang lebih dari 4
kali permenit (tidak termasuk berjalan)

+3 : Gerakan menyebabkan perubahan atas pergersersan postur yang cepat

dari posisi awal


(Sumber: Hignett, 2000)

2.2 Review Penelitian Terdahulu

[Type here]
[Type here]

Pada bagian ini, akan dibahas penelitian serupa yang telah dilakukan
sebelumnya. Tujuannya adalah untuk memahami perbedaan dan perbandingan
antara penelitian ini dengan studi-studi sebelumnya, sehingga kita dapat
menentukan posisi penelitian saat ini dalam konteks penelitian yang telah ada
sebelumnya. Penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.11 Review Penelitian Terdahulu

1. Judul Penelitian Analisis Beban Kerja Fisik dan Mental dengan


Menggunakan Work Sampling dan NASA-TLX Untuk
Menentukan Jumlah Operator
Nama Peneliti Anton Maretno dan Haryono
Tahun Penelitian 2015
Hasil Penelitian Beban kerja fisik untuk papan Finish Work Quality
Control (QC) meningkat sebesar 71,1 persen setelah
penambahan satu anggota ke papan. Pekerjaan Kontrol
Kualitas lainnya tidak memerlukan operator tambahan
karena mereka dapat memanfaatkan waktu optimal
pelaksana Kontrol Kualitas Produk (QC) untuk
membantu tugas-tugas lain.
2. Judul Penelitian Analisis Beban Kerja Operator Inspeksi dengan Metode
NASA-TLX (Task Load Index) di PT.XYZ
Nama Peneliti Vera Methalina Afma
Tahun penelitian 2016
Hasil Penelitian Operator 1 mendapat skor 62,67 dengan beban kerja
sedang, operator 2 mendapat skor 64,33 dengan beban
kerja sedang, dan operatorn3 mendapat skor 62 dengan
beban kerja.
3 Judul Penelitian Analisis Pekerjaan (Mental dan Fisik) Pada PT.
Departemen Manufaktur Petnesia Resindo, beban
mental diukur bersamaan dengan kinerja karyawan
menggunakan metode NASA Task Load Index
(NASATLX).

[Type here]
[Type here]

Nama Peneliti Indah Rizky Mahfira & Andres


Tahun Penelitian 2018
Hasil Penelitian Menurut temuan, 7% karyawan berkinerja baik,
sementara 90% berkinerja buruk. Menurut model
penelitian, variabel kedua tidak memiliki hubungan
yang signifikan, namun organisasi membutuhkan 132
karyawan untuk mengurangi beban yang berlebihan.
4. Judul Penelitian Tantangan dalam Mengungkap Beban Kerja Mental

Nama Peneliti Ni Made Swasti Wulanyani


Tahun Penelitian 2013
Hasil Penelitian Ada cara lain yang dapat digunakan, namun banyak
peneliti lebih memilih menggunakan metode NASA
TLX. Teknik lain, seperti SWAT, kurang sensitif dari
yang satu ini. Komponen beban ini beroperasi dengan
teknik pencarian TLX NASA, pencarian fisik, dan
tekanan terkait kinerja.
5. Judul Penelitian Evaluasi beban kerja Operator mesin pada departemen
Log and Veneee Prepation di PT. XYZ
Nama Peneliti Amalia Faikhotul Hima
Tahun Penelitian 2011
Hasil Penelitian Dari hasil penilaian menggunakan metode CVL dan
NASA-TLX diperoleh beban kerja fisik yang dialami
oleh operator mesin rotary dengan persentase CVL
sebesar 29,39%, dan beban kerja yang dialami oleh
operator mesin dengan metode kerja WWL 81,33.

6. Judul Penelitian Hubungan beban kerja mental terhadap stress kerja pada
tenaga kependidikan
Nama Peneliti Sri Zetli
Tahun Penelitian 2019

[Type here]
[Type here]

Hasil Penelitian Dari uji ANOVA didapatkan bahwa terdapat perbedaan


beban kerja mental yang signifikan antara pendidik di
Kota Batam dengan Sig. adalah 0,000 < (0,05). Dimana
rata-rata beban kerja mental guru SD adalah 76,98
termasuk kategori beban kerja mental guru SMP 67,99
termasuk kategori beban mental sedang, untuk guru
SMA 66,89 termasuk kategori beban mental sedang dan
untuk dosen. adalah 80,22 termasuk kategori beban kerja
mental berat.
7. Judul Penelitian Tingkat beban kerja mental masinis berdasarkan NASA-
TLX (Task Load Index) di PT. KAI Daop. II Bandung
Nama Peneliti Miranti Astuty, Caecilia
Tahun Penelitian 2013
Hasil Penelitian Rata-rata beban mental keseluruhan yang dirasakan oleh
pengemudi adalah 82,7, menurut data NASA-TLX yang
dikumpulkan pada kereta jarak jauh. Seperti dapat
dilihat, kategori tuntutan mental yang berdampak pada
beban kerja seorang masinis adalah 22.

Penelitian Tugas Akhir ini akan melakukan pengukuran beban kerja fisik
dan beban kerja mental dari evaluasi postur kerja, studi kasus operator di
departemen logistic PT. X. Beban kerja fisik dilakukan dengan pendekatan
REBA. Evaluasi postur kerja dalam penelitian ini dilakukan menggunakan
metode Rapid Entire Body Assesment (REBA). Hasil evaluasi postur kerja ini
digunakan sebagai acuan dalam melakukan perbaikan kerja yang kemudian
dilanjutkan dengan pendekatan beban kerja mental dengan menggunakan metode
NASA-TLX.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah suatu struktur konseptual yang digunakan untuk


merencanakan, merumuskan, dan mengorganisasi pemahaman tentang topik atau

[Type here]
[Type here]

masalah tertentu. Didalam kerangka pemikiran ini memiliki tiga tahapan yaitu
tahapan input, proses dan output.

Input Proses Output

Data kecelakaan kerja dan Metode REBA dan Mengurangi angka


kuisioner yang diisi oleh NASA-TLX kecelakaan kerja
karyawan.

Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran permasalahan

Dari gambar 2.8 dapat diketahui bahwa kerangka pemikiran memiliki 3 alur
yaitu Input meliputi data kecelakaan kerja dan kuisioner yang telah diisi oleh
karyawan, proses yang meliputi didalamnya metode REBA dan NASA-TLX, dan
alur yang terakhir yaitu Output meliputi Mengurangi angka kecelakaan kerja.
Setelah dilakukan analisa tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran
alternatif terhadap alur yang ada di PT Sumitomo Wiring System Batam
Indonesia agar mengetahui analisa risiko beban kerja mental dan fisik di
perusahaan ini.

[Type here]
[Type here]

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian

Diagram alir pengerjaan penelitian dibuat sebagai landasan atau model agar
proses penelitian berjalan secara sistematis, terstruktur, dan terarah. Gambar 3.1
di bawah merupakan diagram alir pengerjaan penelitian tugas akhir ini.

Gambar 3.1 Flowchart Penelitian

3.2 Variabel Penelitian


Penelitian ini ememiliki variabel sebagai berikut:

[Type here]
[Type here]

1. Dimensi beban kerja fisik


Beban kerja fisik diukur menggunakan metode REBA mencakup proses
kerja put away stock, manual handling, dan loading ke kontainer.
2. Dimensi beban kerja mental
Beban kerja mental diukur menggunakan metode NASA-TLX, yang
mencakup aspek-aspek seperti Tuntutan Mental, Tuntutan Fisik,
Tuntutan Waktu, Kinerja, Upaya, dan Tingkat Frustrasi, di dalam proses
perhitungan metode tersebut.

3.3 Populasi dan sampel


1. Populasi

Populasi yang ada dalam pengkajian ini adalah semua operator logistic di
departemen logistic pada PT Sumitomo Wiring System Batam Indonesia. Total
operator logistic adalah 8 orang.

2. Sampel

Sampel yang terdapat dalam pengkajian ini yaitu semua operator logistic
di departemen logistic pada PT Sumitomo Wiring System Batam Indonesia. Total
operator logistic adalah 8 orang. Operator visual smt dipecah menjadi dua shift
kerja. Tiap shift kerja mempunyai empat orang operator logistic.

3.4 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data

Cara dan alat pengambilan data pada kegiatan penelitian yang dilakukan
peneliti memakai 2 cara yaitu :

1. Studi Kepustakaan

Peneliti mengumpulkan data melalui membaca dan memahami atau


menyelidiki sumber buku yang berhubungan dengan penelitian ini, serta semua
literatur yang berhubungan langsung dengan subjek atau masalah yang sedang
dihadapi seseorang.

2. Studi Lapangan.

[Type here]
[Type here]

Studi lapangan adalah proyek penelitian yang dilakukan di bidang pekerjaan


di perusahaan yang sedang diteliti. Kajian lapangan dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan-pendekatan berikut sebagai objek penelitian yang
diteliti:

a. Kuesioner

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada


seluruh anggota responden yang dijadikan sampel, yang kemudian dinilai
berdasarkan ide atau kesannya.

b. Wawancara

Cara untuk pengumpulan data dapat di peroleh melalui wawancara lansung


dengan responden dan materi disiapkan lasung oleh peneliti. Wawancara
bertujuan untuk medapatkan semua data yang tidak dapat.

3.5 Tahap Analisis Data

Pada tahap selanjutnya dilakukan analisis dan interpretasi dari hasil


pengolahan data yang telah dilakukan. Analisis yang dilakukan antara lain
analisis beban kerja fisik menggunakan pendekatan metode REBA dan analisis
beban kerja mental menggunakan pendekatan metode NASA-TLX .

1. Mengukur tingkat beban kerja fisik menggunakan metode REBA.

2. Mengukur beban kerja mental menggunakan metode NASA-TLX.

3.6 Lokasi dan Jadwal Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Sumitomo Wiring System Batam
Indonesia.Kawasan Industri Batamindo yang merupakan tempat
perusahaan peneliti bekerja.

2. Jadwal Penelitian
Jadwal Pelaksanaan penelitian di PT Sumitomo Wiring System Batam
Indonesia ditunjukkan pada keterangan tabel berikut:

[Type here]
[Type here]

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No Juli, Agustus, Sepember, Oktober,


Kegiatan
2023 2023 2023 2023
Pengajuan
1.
Judul
Pengerjaan
2.
BAB I
Pengerjaan
3.
BAB II
Pengerjaan
4.
BAB III
Pengumpul
5.
an Data
6. Pengolahan
Data
7. Pengerjaan
BAB IV
8. Pengerjaan
BAB V
9. Pengumpul
an Skripsi

3.7 Tahap Penarikan Kesimpulan


Tahap ini merupakan tahapan terakhir penelitian yang dilakukan dengan
penarikan kesimpulan serta saran yang diberikan bagi penelitian selanjutnya.
Kesimpulan yang didapatkan diharapkan dapat mencapai tujuan dari penelitian
yang telah dirumuskan sebelumnya.

[Type here]
[Type here]

HASIL WAWANCARA
Narasumber 1 (Jrot Ahmadi )
1. Keluhan apa saja yang Anda rasakan selama bekerja di departemen
logistic?
2. Bagaimana proses kerja yang ada didepartemen logistic PT Sumitomo
Wiring System Batam Indonesia?
3. Proses kerja apa yang membutuhkan tenaga yang berlebih di
departemen logistic?
4. Kecelakaan kerja seperti apa yang pernah terjadi kepada Anda?
5. Proses kerja manakah yang membuat anda merasa tertekan dan
terbebani terhadap pekerjaan tersebut?

[Type here]
[Type here]

[Type here]
[Type here]

Narasumber 2 ( Leo Nur Arifin )


1. Keluhan apa saja yang Anda rasakan selama bekerja di departemen
logistic?
2. Bagaimana proses kerja yang ada didepartemen logistic PT Sumitomo
Wiring System Batam Indonesia?
3. Proses kerja apa yang membutuhkan tenaga yang berlebih di
departemen logistic?
4. Kecelakaan kerja seperti apa yang pernah terjadi kepada Anda?
5. Proses kerja manakah yang membuat anda merasa tertekan dan
terbebani terhadap pekerjaan tersebut?

[Type here]
[Type here]

[Type here]
[Type here]

Narasumber 3 (Rizki Alva)


1. Keluhan apa saja yang Anda rasakan selama bekerja di departemen
logistic?
2. Bagaimana proses kerja yang ada didepartemen logistic PT Sumitomo
Wiring System Batam Indonesia?
3. Proses kerja apa yang membutuhkan tenaga yang berlebih di
departemen logistic?
4. Kecelakaan kerja seperti apa yang pernah terjadi kepada Anda?
5. Proses kerja manakah yang membuat anda merasa tertekan dan
terbebani terhadap pekerjaan tersebut?

[Type here]
[Type here]

Narasumber 4 ( Seprian Dwi Rahmato)


1. Keluhan apa saja yang Anda rasakan selama bekerja di departemen
logistic?
2. Bagaimana proses kerja yang ada didepartemen logistic PT Sumitomo
Wiring System Batam Indonesia?

[Type here]
[Type here]

3. Proses kerja apa yang membutuhkan tenaga yang berlebih di


departemen logistic?
4. Kecelakaan kerja seperti apa yang pernah terjadi kepada Anda?
5. Proses kerja manakah yang membuat anda merasa tertekan dan
terbebani terhadap pekerjaan tersebut?

[Type here]
[Type here]

Narasumber 5 ( Eko Setiawan)


1. Keluhan apa saja yang Anda rasakan selama bekerja di departemen
logistic?
2. Bagaimana proses kerja yang ada didepartemen logistic PT Sumitomo
Wiring System Batam Indonesia?
3. Proses kerja apa yang membutuhkan tenaga yang berlebih di
departemen logistic?
4. Kecelakaan kerja seperti apa yang pernah terjadi kepada Anda?
5. Proses kerja manakah yang membuat anda merasa tertekan dan
terbebani terhadap pekerjaan tersebut?

[Type here]
[Type here]

[Type here]

Anda mungkin juga menyukai