Anda di halaman 1dari 18

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

REFERAT

Strategi Directly Observe Treatment Shortcourse (DOTS) Dalam Mengelola Penemuan


Suspek dan Pengobatan Pasien TB
Disusun oleh :
Pamor Tri Atmojo, S.Ked J510225098
Rikza Maya Hul Uyun, S.Ked J510225103
Rizki Zalzabillah, S.Ked J510225105
Shafwatunnisa, S.Ked J510225110
Zhela Fatin Fatiha, S.Ked J510225122

Pembimbing :
dr. Indriyati Oktaviano R., MPH

HALAMAN JUDUL
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Kepaniteraan Klinik FK UMS


REFERAT

Judul : Strategi Directly Observe Treatment Shortcourse (DOTS) Dalam


Mengelola Penemuan Suspek dan Pengobatan Pasien TB
Penyusun :
Pamor Tri Atmojo, S.Ked J510225098
Rikza Maya Hul Uyun, S.Ked J510225103
Rizki Zalzabillah, S.Ked J510225105
Shafwatunnisa, S.Ked J510225110
Zhela Fatin Fatiha, S.Ked J510225122
Pembimbing : dr. Indriyati Oktaviano R., MPH

Surakarta, Mei 2023

Penyusun,

(Pamor Tri Atmojo) (Rikza Maya Hul Uyun) (Rizki Zalzabillah) (Shafwatunnisa) (Zhela
Fatin Fatiha)

Menyetujui,

Pembimbing

dr. Indriyati Oktaviano R., MPH

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................................2

C. Tujuan..............................................................................................................................2

D. Manfaat Studi...................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3

A. Tuberkulosis (TB)............................................................................................................3

1. Definisi..........................................................................................................................3

2. Epidemiologi.................................................................................................................3

3. Etiologi..........................................................................................................................4

4. Patofisiologi..................................................................................................................4

5. Klasifikasi.....................................................................................................................5

6. Manifestasi Klinis.........................................................................................................6

B. DOTS (Directly Observed Treatment Short Course).......................................................6

1. Definisi..........................................................................................................................6

2. Tujuan...........................................................................................................................7

3. Komponen Strategi DOTS............................................................................................8

BAB III KESIMPULAN........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................13

3
Strategi Directly Observe Treatment Shortcourse (DOTS) Dalam Mengelola Penemuan
Suspek dan Pengobatan Pasien TB
Pamor Tri Atmojo, Rikza Maya Hul Uyun, Rizki Zalzabillah, Shafwatunnisa, Zhela Fatin
Fatiha

ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis, umumnya menyerang paru. Tuberkulosis merupakan salah
satu ancaman kesehatan yang mematikan dan masih memiliki kelemahan dalam metode
deteksi yang efektif. Strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) di
Indonesia digunakan untuk pengendalian TB yang sudah direkomendasikan oleh WHO dari
tahun 1995 dan strategi DOTS adalah usaha penanggulangan tuberkulosis yang telah
dilaksanakan di banyak negara sejak tahun 1995, dan TB tetap menjadi salah satu penyakit
global.
Kata kunci: Tuberkulosis, DOTS
ABSTRACT
Pulmonary tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by infection with the bacterium
Mycobacterium tuberculosis, generally attacking the lungs. Tuberculosis is one of the
deadliest health threats and still has weaknesses in effective detection methods. The DOTS
(Directly Observed Treatment, Short-course) strategy in Indonesia is used for TB control
which has been recommended by WHO since 1995 and the DOTS strategy is a tuberculosis
control effort that has been implemented in many countries since 1995, and TB remains one
of the global diseases.
Keywords: Tuberculosis, DOTS

4
Strategi Directly Observe Treatment Shortcourse (DOTS) Dalam Mengelola Penemuan
Suspek dan Pengobatan Pasien TB

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, umumnya menyerang paru dan sebagian
menyerang diluar paru, seperti kelenjar getah bening (kelenjar), kulit, tulang, selaput
otak. Penularan terjadi melalui udara (airborne spreading) dari “droplet” infeksi.
Sumber infeksi adalah penderita TB Paru yang membatukkan dahaknya, dimana
pada pemeriksaan hapusan dahaknya umumnya ditemukan BTA positif (Samhatul,
2018). Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang masih menjadi perhatian
dunia. Penyakit tuberkulosis di Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India
dan Cina dengan jumlah kasus 824 ribu dan kematian 93 ribu per tahun atau setara
dengan 11 kematian per jam. Estimasi dari 824 ribu pasien TBC di Indonesia Baru
49% yang ditemukan dan diobati sehingga terdapat sebanyak 500 ribuan orang yang
belum diobati dan berisiko menjadi sumber penularan. Sebanyak 91% kasus TBC di
Indonesia adalah TBC paru yang berpotensi menularkan kepada orang yang sehat di
sekitarnya. Saat ini, daerah dengan kasus TBC paling banyak terkonsentrasi di Pulau
Jawa seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah (Kemenkes RI,
2022).
Tuberkulosis merupakan salah satu ancaman kesehatan yang mematikan dan
masih memiliki kelemahan dalam metode deteksi yang efektif. Hal tersebut
berkontribusi terhadap masalah TB di seluruh dunia, karena pasien TB yang tidak
mendapat pengobatan tepat dapat menjadi sumber infeksi di komunitas. Kasus TB
yang tidak diobati juga meningkatkan mortalitas (Kemenkes RI, 2015). Strategi
DOTS di Indonesia digunakan untuk pengendalian TB yang sudah direkomendasikan
oleh WHO dari tahun 1995 dan strategi DOTS adalah usaha penanggulangan
tuberkulosis yang telah dilaksanakan di banyak negara sejak tahun 1995, dan TB
tetap menjadi salah satu penyakit global (Samhatul, 2018). WHO telah menerapkan
strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) yaitu pengawasan

1
langsung pengobatan jangka pendek, yang salah satu diantaranya adalah penyediaan
obat lini pertama TB secara teratur, yang bila dijabarkan pengertian DOTS dapat
dimulai dengan keharusan setiap pengelola program tuberkulosis untuk direct
attention dalam usaha menemukan penderita dengan kata lain mendeteksi kasus
dengan pemeriksaan mikroskop (WHO, 2012).
Strategi DOTS berfokus pada penemuan kasus dan penyembuhan sehingga
kesuksesan strategi ini dilihat dari angka Case Notification Rate (CNR) yang
kemudian strategi ini akan memutuskan penularan TB dan menurunkan insidensi TB
di masyarakat (Kemenkes, 2011). Adapun lima komponen DOTS yakni: 1)
Komitmen politis, berkaitan dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan, 2)
Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya, 3)
Pengobatan yang standar, dengan melibatkan Pengawas Minum Obat (PMO) sebagai
supervisi dan dukungan bagi penderita, 4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) yang efektif, 5) Sistem monitoring, pencatatan dan
pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan penderita
dan kinerja program (Fretes, 2022).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penanggulangan
tuberkulosis paru dengan Strategi DOTS.
C. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis program penanggulangan
tuberkulosis paru dengan strategi DOTS.
D. Manfaat Studi
Dengan adanya strategi DOTS dapat mempermudah menemukan dan
mengendalikan pasien TB paru, dan juga dapat memutuskan penularan penyakit TB
paru, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB di
masyarakat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis (TB)
1. Definisi
Tuberkulosis (TB) penyakit yang disebabkan Mycobacterium
tuberculosis. TB biasanya menyerang paru, kemudian menyerang kesemua
bagian tubuh. Infeksi biasanya terjadi 2-10 minggu. setelah 10 minggu, klien
akan muncul manifestasi penyakit gangguan, ketidakefektifan respons imun.
Proses aktivasi dapat berkepanjangan ditandai dengan remisi panjang ketika
penyakit dicegah, hanya diikuti oleh periode aktivitas yang diperbarui (Wahdi,
2021).
Tuberkulosis paru merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang jaringan parenkim paru.
Mycobacterium tuberculosis termasuk bakteri aerob yang sering menginfeksi
jaringan yang memiliki kandungan oksigen tinggi. Mycobacterium tuberculosis
merupakan batang tahan asam gram positif, serta dapat diidentifikasi dengan
pewarnaan asam yang secara mikroskopi disebut Basil Tahan Asam (BTA).
Dinding sel M. Tuberculosis kaya lipid dan lapisan tebal peptidoglikan yang
mengandung asam mikolik yang menyebabkan pertumbuhan mycobacterium
tuberculosis menjadi lambat (Wahdi, 2021).
2. Epidemiologi
Tuberkulosis masih merupakan penyakit penting sebagai penyebab
morbiditas dan mortalitas, dan tingginya biaya kesehatan 2 Setiap tahun
diperkirakan 9 juta kasus TB baru dan 2 juta di antaranya meninggal. Dari 9 juta
kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta adalah anak usia 25%. Kematian akibat
TB didunia sebanyak 95% dan 98% terjadi pada negara‐negara berkembang
(Kemenkes, 2019).
Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular dimana
dalam tahun‐tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus
baru maupun jumlah angka kematian yang disebabkan oleh TB. Pada tahun
1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB, karena di sebagian

3
besar negara di dunia, penyakit TB tidak terkendali. Hal ini disebabkan
banyaknya penderita TB yang tidak berhasil disembuhkan. WHO melaporkan
adanya 3 juta orang meninggal akibat TB tiap tahun dan diperkirakan 5000
orang tiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta penderita TB baru dan 75% kasus
kematian dan kesakitan di masyarakat diderita oleh orang‐orang pada umur
produktif dari 15 sampai 54 tahun. Di negara‐negara miskin kematian TB
merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Daerah
Asia Tenggara menanggung bagian yang 3 terberat dari beban TB global yakni
sekitar 38% dari kasus TB dunia. Dengan munculnya HIV/AIDS di dunia,
diperkirakan penderita TB akan meningkat (Kemenkes, 2019).
3. Etiologi
Sumber penularan penyakit Tuberkulosis adalah penderita Tuberkulosis
BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah
kuman Tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman
Tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui
sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi Tuberkulosis ditentukan oleh
konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Zanita,
2019).
4. Patofisiologi
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. (Marlinae, 2019).

4
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
dengan melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas,
basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan yang lebih besar
cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkhus dan tidak
menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada
tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme
tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut
(Zanita, 2019).
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak
ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus
difagosit atau berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah
bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel
tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan
waktu 10 – 20 hari (Wahdi, 2021).
5. Klasifikasi
Tuberkulosis dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infeksi, jenis
kuman penyebab, dan tingkat keparahan penyakit. Berikut adalah beberapa
klasifikasi tuberkulosis yang umum:
a) Berdasarkan lokasi infeksi:
1) Tuberkulosis paru: infeksi terjadi di paru-paru dan merupakan jenis
tuberkulosis yang paling umum.
2) Tuberkulosis ekstra paru: infeksi terjadi di organ tubuh lain selain paru-
paru, seperti tulang, kulit, ginjal, dan otak.
b) Berdasarkan jenis kuman penyebab:
1) Tuberkulosis primer: disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis
yang baru masuk ke dalam tubuh.

5
2) Tuberkulosis sekunder: disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis yang sudah ada dalam tubuh dan kemudian aktif kembali.
c) Berdasarkan tingkat keparahan penyakit:
1) Tuberkulosis laten: infeksi terjadi tetapi tidak menunjukkan gejala atau
tanda-tanda penyakit.
2) Tuberkulosis aktif: infeksi menunjukkan gejala dan tanda-tanda penyakit
yang dapat menyebar ke orang lain.
Klasifikasi tuberkulosis ini penting untuk menentukan jenis pengobatan
yang tepat dan memastikan pasien mendapatkan perawatan yang sesuai (Wahdi,
2021).
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk
yang tidak spesifik tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya tidak
tampak adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul
adalah:
a) Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
b) Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang atau
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk
purulen (menghasilkan sputum).
c) Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru.
d) Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e) Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,
nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari (Budiartani, 2020).
B. DOTS (Directly Observed Treatment Short Course)
1. Definisi
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) adalah
pengawasan langsung pengobatan jangka pendek dengan keharusan setiap
pengelola program tuberkulosis untuk memfokuskan perhatian dalam usaha
menemukan penderita dengan pemeriksaan mikroskop. Kemudian setiap
penderita harus diobservasi dalam menelan obatnya, setiap obat yang ditelan

6
pasien harus di depan seorang pengawas. Pasien juga harus menerima
pengobatan yang tertata dalam sistem pengelolaan, distribusi dengan penyediaan
obat yang cukup, kemudian setiap pasien harus mendapat obat yang baik,
artinya pengobatan jangka pendek (short course) standar yang telah terbukti
ampuh secara klinis. Akhirnya, mutlak dibutuhkan dukungan dari pemerintah
untuk menjadikan program penanggulangan tuberkulosis prioritas tinggi dalam
pelayanan kesehatan (Kemenkes, 2014).
Pelaksanaan strategi DOTS di Puskesmas sangat bergantung kepada
sarana dan prasarana serta peran serta petugas kesehatan agar penemuan kasus
dan pengobatan kepada pasien dengan TB paru dapat segera diatasi. Ada lima
komponen dalam strategi DOTS, yaitu: Komitmen politis dari pemerintah untuk
menjalankan program TB nasional. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak
secara mikroskopis. Pengobatan TB dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) yang diawasi langsung oleh Pengawas Minum Obat (PMO).
Kesinambungan persediaan OAT. Pencatatan dan pelaporan menggunakan buku
untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru
(Kemenkes, 2014).
Strategi DOTS dilakukan di sarana-sarana Kesehatan Pemerintah dengan
Puskesmas sebagai ujung tombak pelaksanaan program. Walaupun ada
komitmen dari lembaga swadaya masyarakat dan beberapa organisasi profesi,
namun belum seluruh dokter dan masyarakat umum mempunyai pemahaman
yang seragam dan melaksanakan strategi DOTS secara utuh. Pemahaman
tentang DOTS juga masih perlu dikembangkan dengan membina kemitraan
antar sektor, agar semua dapat berjalan bersama untuk melaksanakan strategi
DOTS pada penanggulangan TB paru di Indonesia (Kemenkes RI, 2019).
2. Tujuan
Penerapan strategi DOTS diperlukan untuk pengobatan TB dan
mencegah resistensi kuman M. tuberculosis. Setelah diagnosis TB, terutama TB
paru-paru melalui pemeriksaan bakteriologi mikroskopik dahak mengandung
Basil Tahan Asam (BTA). BTA positif bila hasil pemeriksaan sedikitnya 2 dari
3 spesimen Sewaktu-Pagi-Sewaktu hasilnya positif, hasil penegakan diagnosis

7
menjadi dasar terapi DOTS dengan OAT yang sesuai. Pemantauan dan evaluasi
berfungsi untuk menilai keberhasilan pelaksanaan strategi penanggulangan TB.
Pemantauan yang dilakukan secara berkala dan kontinu berguna untuk
mendeteksi masalah secara dini dalam pelaksanaan kegiatan yang telah
direncanakan, agar dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Selain itu
evaluasi berguna untuk menilai sejauh mana tujuan dan target yang telah
ditetapkan sebelumnya telah tercapai pada akhir suatu periode waktu. Evaluasi
dilakukan setelah suatu periode waktu tertentu, biasanya setiap 6 bulan hingga 1
tahun. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator dan standar.
Hasil evaluasi berguna untuk kepentingan perencanaan strategi dan perbaikan
kebijakan strategi penanggulangan TB. Hasil evaluasi akan menjadi sumber
informasi pencapaian target, sumber keberhasilan dan atau dapat diketahui
faktor kegagalan strategi pengendalian TB paru.
3. Komponen Strategi DOTS
a) Komitmen Politisi
Lima komponen dalam strategi DOTS menurut Kemenkes RI yaitu
(1). Komitmen politis dari pemerintah untuk menjalankan program TB
nasional. (2) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis,
(3). Pengobatan TB dengan OAT, (4). Kesinambungan ketersediaan OAT,
(5). Pencatatan dan pelaporan secara baku dalam pelaksanaan pemantauan
dan evaluasi program penanggulangan TB. (Kemenkes RI, 2011).
Strategi DOTS merupakan pengawasan pengobatan langsung kepada
pasien TB selama enam bulan dengan melibatkan perawat dan PMO sehingga
diperlukan komitmen politis (Mayopu et al, 2022). Komitmen Politis dari
pemerintah ditandai dengan adanya program nasional khusus TB dan
dukungan pendanaan dalam hal sarana dan prasarana, peralatan serta tenaga
kesehatan yang terlatih. (Yanti et al, 2022). Kurangnya komitmen politis
terkait pendanaan dalam penjaringan TB dapat mengakibatkan kurangnya
pemantauan pengobatan pasien TB.
b) Penemuan Kasus

8
Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak bertujuan untuk
mendapatkan pasien TB. serangkaian kegiatan pemeriksaan dimulai dengan
dari penjaringan pasien suspek TB, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang diperlukan, menentukan diagnosis, menentukan klasifikasi
penyakit serta tipe pasien TB. Setelah diagnosis ditetapkan dilanjutkan
pengobatan yang adekuat sampai sembuh, sehingga tidak menularkan
penyakitnya kepada orang lain. Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien
yang memahami dan sadar akan keluhan dan gejala TB, akses terhadap
fasilitas kesehatan dan adanya tenaga kesehatan yang kompeten untuk
melakukan pemeriksaan terhadap gejala dan keluhan tersebut (Permenkes,
2016).
Kegiatan ini meliputi upaya penemuan penderita dengan pemeriksaan
dahak di sarana pelayanan kesehatan yang ditindaklanjuti dengan paket
pengobatan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan
dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak
Sewaktu-Pagi (SP). Adapun strategi penemuan pasien TB dapat dilakukan
secara pasif, intensif, aktif, dan masif (Permenkes, 2016).
c) Pengobatan dan Pengawas Minum Obat (PMO)
Pengobatan TB paru membutuhkan waktu 6 sampai 8 bulan untuk
mencapai penyembuhan dan dengan paduan (kombinasi) beberapa macam
obat. Bagi penderita tuberkulosis, ada satu hal penting yang harus
diperhatikan dan dilakukan, yaitu keteraturan dalam minum Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) sampai dinyatakan sembuh. WHO menerapkan strategi
DOTS (Direct Observed Treatment Short course) dalam manajemen
penderita TB untuk menjamin pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung oleh seorang pengawas minum obat (PMO).
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling
efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB (Kemenkes
RI, 2014). Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip, diantaranya
adalah:

9
1) Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) yang tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah
terjadinya resistensi.
2) Diberikan dalam dosis yang tepat.
3) Ditelan secara teratur dan diawasi langsung oleh Pengawas Menelan Obat
(PMO) 4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi
dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) bukanlah obat tunggal, melainkan
kombinasi antara beberapa jenis, yaitu isoniazid, rifampisin, pyrazinamide,
dan etambutol pada tahap intensif; dan isoniazid, rifampisin pada tahap
lanjutan. Pada kasus tertentu, ditambahkan suntikan streptomisin (Laban
2012).
Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah strategi untuk pengawasan
kepatuhan penderita Tuberkulosis dalam minum Obat Anti Tuberkulosis
(OAT). Keberadaan Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah suatu hal yang
penting bagi kesehatan penderita Tuberkulosis. Kepatuhan penderita
Tuberkulosis dalam meminum obat dapat membuat bakteri dalam tubuh tidak
aktif dan dapat mengurangi angka penularan Tuberkulosis itu sendiri.
Pengawas Menelan Obat (PMO) sendiri bisa berasal dari tenaga kesehatan
maupun anggota keluarga. Keluarga yang diberikan tugas sebagai Pengawas
Menelan Obat (PMO) harus dikenal, dipercaya dan disetujui, baik itu bagi
petugas kesehatan maupun penderita. (Jufrizal, 2016)
Pengawas Minum Obat sendiri mempunyai peran yang sangat penting
yaitu mengawasi pasien Tuberkulosis agar menelan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) secara teratur sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh dokter dan
dinyatakan sembuh oleh dokter. Penderita Tuberkulosis dapat dinyatakan
sembuh apabila jika dilakukan pengecekkan BTA didapatkan hasil negatif
(Kemenkes RI, 2011).
d) Sistem pengelolaan dan ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Terapi OAT berlangsung dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan
tahap lanjutan, dengan durasi total pada kategori I adalah enam bulan dan

10
untuk kategori II adalah delapan bulan. OAT lini pertama terdiri dari
isoniazid (H), rifampisin (R), etambutol (E), pirazinamid (Z), dan
streptomisin (S). Kategori I terdiri dari dua bulan kombinasi dosis tetap
(KDT) HRZE dan empat bulan KDT HR+S yang diberikan pada pasien baru.
Kategori II terdiri dari dua bulan KDT HRZE+S, satu bulan KDT HRZE, dan
lima bulan HR+E yang diberikan pada pasien yang pernah diobati
sebelumnya. (Kurniawati et al, 2019)
Berdasarkan kondisi pengobatan TB yang memiliki durasi pemberian
obat yang lama serta jenis obat yang banyak, akan muncul risiko tinggi
timbulnya efek samping atau toksisitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui jenis dan frekuensi kejadian efek samping OAT kategori I dan II
pada pasien TB paru dewasa yang menjalani terapi di Klinik DOTS RSUP
Dr. Hasan Sadikin pada periode Juli 2015 sampai Juni 2016. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam proses pengobatan TB untuk
mengantisipasi munculnya efek samping TB (Kurniawati et al, 2019).
e) Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan
Faktor-faktor yang dapat menghambat program pengendalian TB
dalam public private mix adalah keterbatasan sumber daya manusia,
anggaran, logistik TB dan sarana prasarana unit DOTS serta ketergantungan
sumber daya terhadap pihak investasi, tidak adanya pedoman operasional
yang mengatur mekanisme kerjasama, kurangnya komitmen pemerintah dan
mitra dalam implementasi pengendalian TB, kurangnya komunikasi dan
koordinasi antara jejaring PPM dalam menjaga pengobatan penderita
(Tondong, 2018)
Mengevaluasi Program adalah melaksanakan segala upaya untuk
mengumpulkan dan menggali data mengenai kondisi nyata terhadap
pelaksanaan suatu program, kemudian membandingkan dengan kriteria agar
dapat diketahui seberapa jauh ada dan tidaknya kesenjangan antara kondisi
nyata pelaksanaan program dengan kriteria yang ditentukan sebelumnya.
(Tondong, 2018).

11
BAB III
KESIMPULAN
Strategi DOTS bertujuan untuk menanggulangi kasus tuberkulosis dengan
melibatkan seluruh sarana dan prasarana serta tenaga kesehatan. Sehingga dibutuhkan
binaan kemitraan antar sektor agar tujuan dari pelaksanaan DOTS tercapai, namun upaya
dari pelaksanaan DOTS belum terlaksana secara maksimal. Dilaporkan tenaga kesehatan
dan masyarakat umum belum memahami pelaksanaan strategi DOTS secara menyeluruh.
Selanjutnya, dibutuhkan pemantauan dan evaluasi dari pelaksanaan DOTS sebagai penilaian
keberhasilan penanggulangan TB. Pemantauan pelaksanaan dan evaluasi DOTS telah sesuai
dengan aturan dalam Kemenkes RI mengenai Pedoman Nasional Pengendalian TB.
Diharapkan penelitian selanjutnya dengan sistem DOTS dapat meliputi output dan outcome
sehingga kegiatan DOTS dapat dijadikan sebagai upaya utama untuk pengendalian kasus
tuberkulosis.

12
DAFTAR PUSTAKA

Budiartani, N. (2020). Konsep Dasar Tuberkulosis Paru. Repository Poltekkes


Denpasar, 7–29.

Dinata, M. T. S., Subkhan, M., & Ghufron, M. (2020). Hubungan Luas Ventilasi dan
Pencahayaan Alami Rumah terhadap Tingkat Kepositifan Sputum BTA pada
Penderita TB Paru di Puskesmas Tlogosadang. MAGNA MEDICA Berkala Ilmiah
Kedokteran Dan Kesehatan, 7(1), 23.

Fretes, F. de, Tauho, K.D. and Mayopu, B.E. (2022) ‘Analisis Program Pengendalian
Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di Puskesmas Manutapen Kupang’, Jurnal
Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 7(2), pp. 482–489.

Kemenkes Ri, (2019), Strategi Nasional Pengendalian Tb Di Indonesia Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Kemenkes. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Pedoman Nasional


Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan. Kemenkes. 2016.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No 67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta: Kemenkes

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan RI


Noor 67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes Ri, (2019), Strategi Nasional Pengendalian Tb Di Indonesia Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.

Marlinae, L., Syamsul, A., Hazairin, N., Rahayu, Zubaidah, & Waskito. (2019). Desain
Kemandirian Pola Perilaku Tuberculosis. In Penerbit Cv Mine (Vol. 13, Issue 1).

13
RI, M. K. (2019). No TitleΕΛΕΝΗ. Αγαη, 8(5), 55.

Mayopu, B. E., de Fretes, F., & Tauho, K. D. (2022). Analisis Program Pengendalian
Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di Puskesmas Manutapen Kupang. Jurnal
Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 7(2), 482-489.

Samhatul, I. and Bambang, W. (2018) ‘Penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan


Strategi DOTS’, Higeia J Public Heal Res Dev, 2(2), pp. 331–341.

Wahdi, A., & Puspitosari, D. R. (2021). Mengenal Tuberkulosis. Angewandte Chemie


International Edition, 6(11), 951–952., 23–24.

Yanti, S., Syamsualam, S., & Ahri, R. A. (2022). Efektifitas Strategi Directly Observed
Treatment Shortcourse (DOTS) Dalam Penanggulangan Penyakit Tubercolosis:
Effectiveness of Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) Strategy in
Tuberculosis Treatment. Journal of Muslim Community Health, 3(1), 33-42.

Zanita. (2019). Penatalaksanaan TB Paru. Jurnal Kesehatan, 53(9), 1689–1699.


http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1362/4/BAB II.pdf

Kurniawati F, Azhar S, Sulaiman S, Gillani SW. Adverse drug reactions of primary


anti-tuberculosis drugs among tuberculosis patients treated in chest clinic. Int J
Pharm Life Sci. 2019;3(1):1331–8.

Tondong, M. A. P., Mahendradhata, Y., Ahmad, R.A., Mada, U. G., Antonius, S., &
Kartini, B.P. 2018. Evaluasi Implementasi Publik Private Mix di Kabupaten Ende
Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2012. Jurnal Kebijakan kesehatan
Indonesia, 3(1): 37–42.

14

Anda mungkin juga menyukai