Model Atom Klasik
Model Atom Klasik
Gambar 4.1
Pada tingkat energi dasar (ground state) elektron akan berada pada
kesetimbangan dan memiliki tingkat energi terendah.
Jika terdapat pasokan energi dari luar, maka elektron akan tereksitasi dari
keadaan kesetimbangannya, dan mengalami getaran seperti suatu
osilator. Spektrum energi yang dipancarkan akan sesuai dengan prediksi
dari teori elektromagnetik klasik yang menyatakan bahwa suatu benda
bermuatan yang bergetar akan memancarkan radiasi elektromagnetik.
Eksperimen Rutherford
Gambar 4.2
Perangkat eksperimen pada Gambar 4.2 memperlihatkan suatu lapisan tipis
bahan penghambur yang terbuat dari berberapa jenis bahan logam.
Lapisan ini dibuat sangat tipis sehingga partikel alfa dapat menembus lapisan
tersebut dan hanya mengalami sedikit pengurangan kecepatan.
Jika pergerakan setiap partile alfa di dalam bahan penghambur dianalisis,
maka akan dapat diketahui bahwa setiap partikel alfa yang berinteraksi
dengan atom bahan penghambur akan mengalami defleksi sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3
Defleksi ini terjadi karena partikel alfa yang bermuatan positif akan
mengalami interaksi dengan atom penghambur yang memiliki muatan positif
dan negatif. Akibat defleksi ini, maka lintasan setiap partikel alfa tidak lagi
paralel satu dengan yang lain, melainkan akan bersifat divergen dan
membentuk suatu sudut tertentu terhadap berkas sinar alfa sebelum
berinteraksi dengan bahan penghambur.
Suatu layar pendar terbuat dari ZnS dapat dipergunakan untuk menangkap
berkas partikel alfa yang terhambur pada sudut hambur tertentu, sekaligus
menghitung intensitasnya dengan mencacah jumlah pendaran yang
tertangkap setiap waktu di layar ZnS.
Misalkan jumlah atom yang menghamburkan partikel alfa adalah N, θ adalah
sudut hambur untuk satu kali interaksi, dan Θ adalah net deflection dari suatu
partikel alfa selama pergerakannya melintasi atom-atom bahan, maka
terdapat hubungan
2
1
2
N 2
1
2
Nilai
2
1
2
disebut sebagai nilai rms (root mean square) dari hamburan total
disebut sebagai nilai rms dari partikel alfa untuk suatu hamburan tunggal.
Jika hamburan partikel alfa terjadi dalam arah yang seragam, maka persamaan
rms untuk defleksi total harus dikalikan dengan N dan bukan dengan √N.
2 I 2
N d exp d
2 2
Elektron di dalam atom penghambur memiliki massa yang jauh lebih kecil
daripada massa partikel alfa yang digunakan, sehingga elektron ini hanya
bisa menghamburkan partikel alfa dengan sudut hambur yang kecil.
Dengan mengasumsikan bahwa atom memiliki struktur internal sesuai
dengan model yang diusulkan Thomson, maka secara teoritis, sudut
hamburan total dari suatu partikel alfa akibat proses multiple scattering
juga hanya akan memiliki nilai yang kecil.
Eksperimen yang dilakukan Rutherford menunjukkan bahwa terdapat
sejumlah kecil partikel alfa yang terhambur dengan sudut hambur besar
(mendekati 180o). Hasil ini menunjukkan perlunya suatu koreksi terhadap
model atom Thomson, yang akan diberikan oleh model atom yang baru
Model atom Rutherford
Dalam model atomnya, Rutherford mengusulkan bahwa seluruh muatan positif
dari atom terkonsentrasi disuatu titik. Sebagai konsekuensi dari kondisi ini,
maka massa atom juga akan terpusat di suatu titik karena fraksi terbesar dari
massa atom dimiliki oleh muatan positifnya. Daerah dimana massa atom ini
terkonsentrasi disebut sebagai inti atom atau nucleus. Jika ukuran inti cukup
kecil, maka partikel alfa yang bergerak mendekati inti akan terhambur dengan
sudut hambur yang besar karena adanya gaya tolak Coulomb antar partikel
alfa dan inti atom. Gambar 4.4 menunjukkan detil interaksi antara partikel alfa
dan inti atom
Gambar 4.4
Dalam analisisnya, Rutherford menggunakan beberapa asumsi. Asusmsi
pertamanya adalah berkaitan dengan ukuran inti atom.
Ukuran inti atom diasumsikan sangat kecil sehingga baik partikel alfa maupun
inti atom dapat dianggap sebagai partikel titik, dan selama interaksi terjadi
partikel alfa tidak menembus ke dalam inti atom.
Asumsi kedua adalah mengabaikan interaksi antara elektron dan partikel alfa
karena hamburan yang dihasilkan hanya memiliki sudut hambur yang kecil.
Asumsi ketiga adalah massa inti atom jauh lebih besar daripada massa
partikel alfa sehingga recoil process dari inti atom dapat diabaikan. Asumsi
yang terakhir adalah penggunaan persamaan mekanika non relativistik
karena kecepatan partikel alfa sebelum dan sesudah hamburan hanya pada
kisaran v/c ≈ 1∕20.
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa lintasan partikel alfa akan membentuk
suatu kurva hiperbola dengan persamaan
sin 2 cos 1
1 1 D
r b 2b
Konstanta D didefinisikan sebagai
zZe 2
1
D
4 0 Mv 2 / 2
Besaran D menunjukkan jarak terdekat antara partikel alfa dan inti atom
penghambur pada head on collision. Pada titik dimana nilai D tercapai, partikel
akan diam sejenak dan mengalami perubahan arah. Saat diam sejenak akan
terdapat hubungan sebagai berikut
Ek = Ep
Dimana Ek dan Ep menunjukkan energi kinetik dan energi potensial dari partikel
alfa atau dapat dinyatakan pula sebagai berikut
Pada suatu kondisi dimana nilai Θ =180o, maka nilai D akan sama dengan nilai
pendekatan untuk jari-jari inti atom, R, yaitu :
R = D = ( 1 / 4πε0 ) (z Z e2/(Mv2/2))
Jari-jari atom yang diperoleh berdasarkan pendekatan ini tidak akan lebih kecil
dari nilai D karena diasumsikan partikel alfa tidak akan menembus inti atom
akibat tertahan oleh gaya Coulomb.
Persamaan untuk R menunjukkan bahwa nilai R akan sebanding dengan Z.
Selanjutnya, akan timbul pertanyaan tentang seberapa kecil nilai Z yang
mungkin sampai nilai R akan lebih kecil dari jari-jari atom. Pada kasus dimana
inti atom target adalah atom dengan massa inti kecil, maka terdapat
penyimpangan dari hasil yang diprediksikan oleh persamaan hamburan
Rutherford. Berikut ini ditunjukkan hasil eksperimen hamburan partikel alfa
dengan menggunakan target lembaran aluminium.
Gambar 4.5
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.5 terlihat bahwa nilai jari-jari inti atom
aluminium berkisar pada orde 10-14 m atau 10 F (F adalah singkatan dari fermi,
yang menujukkan satuan ukuran untuk jari-jari inti atom).
Spektrum Energi Atom
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Pada Gambar 4.7 terlihat bahwa spektrum atom hidrogen terdiri dari garis-
garis tunggal yang mewakili radiasi elektromagnetik dengan panjang
gelombang tertentu.
Berdasarkan pengamatan terhadap atom-atom yang berbeda didapatkan
hasil yang serupa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap atom memiliki kesamaan
dalam hal pola spektrum energi, yaitu berpola diskrit.
Perbedaannya hanya terletak pada besar panjang gelombang yang
dipancarkan atom-atom tersebut selama proses deeksitasi.
Keteraturan pada pola spektrum atom mendorong beberapa orang untuk
mencoba nemenukan aturan umum bagi pola penyusunan energi dari suatu
atom. Pada tahun 1885, Balmer menemukan aturan umum bagi penyusunan
spektrum energi atom hidrogen sebagai berikut
o n2
3646 2
n 4
Untuk n ≥ 3. Deret ini berlaku untuk daerah diantara Visible-Near UV. Deret-
deret lain yang diketemukan kemudian diperlihatkan pada Tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1
Untuk mendapatkan formula bagi spektrum atom-atom lain yang lebih
kompleks, digunakan persamaan yang dirumuskan oleh Rydberg sebagai
berikut
1 1 1
R 2
m a 2
n b
L = n.ħ ( n = 1, 2, 3,…)
Berdasarkan mekanika klasik, maka gaya Coulomb yang dialami oleh elektron
akan disetimbangkan oleh gaya sentrifugalnya atau dapat dinyatakan sebagai
berikut
1 Ze 2 v2
m
4 0 r 2 r
Postulat yang lain juga menyatakan bahwa angular momentum dari elektron
hanya dapat memiliki nilai kelipatan bulat tertentu, atau dapat dinyatakan
sebagai berikut
mvr = nħ
n2 2
r 4 0
mZe 2
n 1 Ze 2
v
mr 4 0 n
Untuk menghitung energi total yang dimiliki elektron pada keadaan stationer,
digunakan pendekatan sebagai berikut. Energi potensial, V yang dibutuhkan
untuk melepaskan elektron dari lintasannya dapat dinyatakan sebagai berikut
Ze 2 Ze 2
V dr
r 4 0 r
2
4 0 r
Sedangkan energi kinetiknya, K dapat dinyatakan sebagai berikut
1 2 Ze 2
K mv
2 4 0 2r
Ze 2
E K V
4 0 2r
Dengan menggunakan persamaan untuk r, maka didapatkan
mZ 2 e 4 1
E
4 0 2 2 2 n 2
Untuk atom hidrogen, tingkat-tingkat energi yang terhitung dapat ditunjukkan
pada Gambar 4.8 sebagai berikut.
Gambar 4.8
Interpretasi Aturan Kuantisasi
Interpretasi terhadap aturan kuantisasi pertama kali diberikan oleh Wilson dan
Sommerfield pada tahun 1916. Interpretasi ini didasarkan pada konsep dasar
sebagai berikut
p q dq nq h
Dimana q adalah kooordinat dimana sistem fisis berada, pq adalah momentum
pada koordinat tersebut, nq adalah bilangan kuantum pada koordinat tersebut
(berupa bilangan bulat), dan
periode penuh.
artinya pengintegralan dilakukan pada satu
Untuk menggambarkan contoh dari aturan ini, dipergunakan suatu osilator
harmonik sederhana satu dimensi yang memiliki persamaan energi total
sebagai berikut
p x2 kx 2
E K V
2m 2
Atau
p x2 x2
1
2mE 2 E
k
Jika plot px terhadap x dibuat, maka akan didapatkan suatu persamaan elips
dimana persamaan ini ekivalen dengan
p x2 x 2
2
2 1
a b
p x dx a b
k m 2
Sehingga diperoleh hubungan
2E E
p x dx k m
Dengan mengingat kembali aturan Wilson-Sommerfield, didapatkan
E
p x dx n h
Atau dapat dituliskan ulang sebagai berikut
E=nhν (n = 1, 2, 3..)
p q dq nq h
L d nh
Untuk pengintegralan satu lintasan penuh, didapatkan
2
L d L d 2L nh
0
Sehingga didapatkan nilai L sebagai berikut
L = nh/2π ≡ nħ (n = 1, 2, 3…)
L = pr = mvr = nħ
Hubungan momentum dan panjang gelombang de Broglie dapat dinyatakan
sebagai
p = h/λ
L = pr = h/λ = nħ
nλ = 2πr ( n = 1, 2, 3…)
Gambar 4.10
Model atom Sommerfield
L d n h (1)
p r dr n r h (2)
Kondisi pertama berlaku untuk sembarang bentuk lintasan baik berupa elips
maupun berupa lingkaran, sedangkan kondisi kedua berlaku hanya untuk
lintasan berbentuk lingkaran.
L(a/b-1) = nr ħ (nr = 1, 2, 3, …)
Nilai a, b, dan E adalah
n ≡ nθ + nr
Nilai n disebut sebagai bilangan kuantum utama, dan nilai nθ disebut sebagai
bilangan kuantum azimuth. Untuk masing-masing nilai n, nr dan nθ harus
dipenuhi aturan sebagai berikut
n = 1, 2, 3, …
nr = 0, 1, 2, 3, ..
nθ = 1, 2, 3,..
Gambar 4.11 menunjukkan beberapa orbit dengan nilai n dan nθ yang berbeda.
Gambar 4.11
Orbit dengan nilai n sama tetapi nilai nθ berbeda akan tetap memiliki energi
total E yang sama. Kondisi ini disebut sebagai degenerasi energi. Aspek
degenerasi orbit (dan degenerasi energi) ini terjadi karena adanya proses
kesetimbangan antara energi kinetik dan energi potensial dari elektron selama
gerakannya mengelilingi inti atom.
Dalam analisisnya, Sommerfield mempertimbangkan efek relativistik dari
pergerakan elektron mengelilingi inti atom. Sebagai hasilnya didapatkan
koreksi terhadap nilai energi total elektron E dan menganggap bahwa
degenerasi enrgi selanjutnya dapat dihilangkan karena untuk setiap nθ akan
terdapat nilai E yang bersesuaian.
Nilai E yang telah dikoreksi ini dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut
Z 2 e 4 2Z 2 1 3
E 1
4 0 2 2n 2 2 n n 4n
Besaran α disebut sebagai tetapan struktur halus (fine structure constant), dan
didefinisikan sebagai
e2
1 1
7,297 10 3
4 0 c 137
Gambar 4.12 berikut ini menunjukkan tingkat-tingkat energi utama hidrogen
dan juga struktur halusnya. Pada Gambar 4.12 juga ditunjukkan proses transisi
elektron dari satu tingkat energi ke tingkat energi yang lain. Transisi ini akan
mengikuti suatu aturan (selection rule) sebagai berikut
nθi - nθf = ± 1
Gambar 4.12
Prinsip Korespondensi
Niels Bohr pada tahun 1923 menyampaikan suatu aturan yang disebut sebagai
prinsip korespondensi (correspondence principle), yang terdiri dari dua pokok
yaitu :
Untuk suatu sistem fisis dimana bilangan kuantum dari sistem tersebut
bernilai sangat besar, maka prediksi yng diberikan teori kuantum harus
bersesuaian dengan prediksi yang diberikan oleh fisika klasik
Aturan seleksi berlaku untuk semua kondisi, baik untuk bilangan kuantum
yang bernilai besar, maupun untuk bilangan kuantum yang bernilai kecil.
Salah satu metode pembuktian prinsip korespondensi ini adalah dengan
membandingkan antara teori radiasi Rayleigh-Jeans dan teori radiasi Planck.
Kedua teori ini bertemu pada nilai ν yang kecil. Jika ν→0, maka ε→kT.
ε = nhν = kT,
n = kT/hν
atau n→∞
Tabel 4.2 berikut ini menunjukkan aplikasi prinsip korespondensi untuk atom
hidrogen pada berbagai nilai bilangan kuantum.
Tabel 4.2