Anda di halaman 1dari 9

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PEMICUAN STBM

UPTD PUSKESMAS WEEKOMBAK

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi sanitasi yang buruk dan ketersedian air minum yang tidak
memenuhi syarat kesehatan akan berkontribusi terhadap berbagai
kasus penyakit berbasis lingkungan, seperi diare dan kecacingan.
Hal ini terlihat dari angka kejadian penyakit diare berdasarkan data
Profil Kesehatan Indonesia 2020, Penyakit infeksi khususnya diare menjadi
penyumbang kematian pada kelompok anak usia 29 hari - 11 bulan. Sama
seperti tahun sebelumnya, pada tahun 2020, diare masih menjadi masalah
utama yang meyebabkan 14,5% kematian. Pada kelompok anak balita (12 –
59 balita), kematian akibat diare sebesar 4,55%.
Salah satu cara untuk meningkatkan akses masyarat terhadap
layanan sanitasi serta upaya mengendalikan penyakit diare,
penyakit kecacingan dan penyakit berbasis lingkungan lainya
adalah kegiatan terpadu melalui pendekatan sanitasi total berbasis
masyarakat,dan hal perlu dilakukan meningkatkan berbagai upaya
peningkatan cakupan jamban melalui berbagai proyek dan
pendekatan top-down yang selama ini dilakukan tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
Sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) merupakan suatu
pendekatan yang dianut dalam program Pamsimas, dalam rangka
meningkatkan PHBS, khususnya untuk meningkatkan cakupan
jamban keluarga, sehingga terwujud target yang ingin dicapai
dalam Pamsimas, yaitu persentase penduduk yang akses terhadap
jamban keluarga, serta kondisi cuci tangan pakai sabun (CTPS)
dimasyarakat secara keseluruhan.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), merupakan suatu hal yang
sangat penting dan menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat, khususnya
masyarakat di pedesan. Hal tersebut disebabkan karena sarana untuk
PHBS dimasyarakat masih sangat terbatas, disamping kesadaran
mereka akan hidup sehat yang masih kurang dan perlu
ditingkatkan.untuk mencapai sasaran tersebut perlu dirumuskan
STRATEGY yang tepat,yang dapat merupakan ujung tombak
terdepan dalam pelaksanaan STBM.
1. TUJUAN
1.1. Tujuan Umum
Tidak berperilaku membuang air besar sembarang, serta
perilaku lain sesuai dengan kaidah kesehatan lingkungan.
1.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui perilaku hidup bersih dan sehat
2. Untuk mengetahui jumlah KK yang memiliki
jamban
3. Untuk mengetahu jumlah rumah yang memiliki
SPAL sesuai standar kesehatan.
4. Untuk mengetahui jumlah rumah yang memiliki
jamban dan tidak memiliki jamban.
2. KEGIATAN POKOK
1. Bina suasana
Perkenalkan diri dari seorang fasilitator adalah merupakan
upaya pembukan pintu masuk untuk berkomunikasi dengan
masyarakat. Fase perkenalan merupakan fase sensitif, karena
pada fase ini masyarakat sudah tertarik, sudah percaya akan
kedatangan seorang fasilitator, maka mereka akan terhipnotis
untuk selalu berperan aktif dalam setiap tahap proses pemicuan.
Untuk menghidupkan suasana awal, maka perlu dikembangkan
adanya proses ‘’ice breaking’’ lebih dalam, yaitu melalui
permainan (geme) atau bentuk –bentuk roll playing lainya.
2. Pemetaan perilaku PHBS
✓ Pemicuan melaui analisis partisipasi dimulai dengan
menggambarkan peta wilayah RT/RW didukung
masyarakat sendiri. Kemudian peserta di
minta menggambar sungai, mesjid, sekolah,dll yang
merupakan sarana umum tersebut.
✓ Selanjutnya peseta diminta menggambarkan peta lokasi
rumah masing-masing, sekaligus tanyakan kepada
mereka kemana saat ini mereka buang air besar. Beri
kode simbol atau gambar rumah dengan warna kuning
yang BAB sembarang, dan warna hijau untuuk rumah
yang BAB di jamban.
3. Transek walk
Pemicuan nyata lapangan dilakukan dengan cara menelusuri
wilayah dalam suatu RT/RW untuk mengetahui lokasi-lokasi
dimana warga setempat buang air besar sembarang. semua
peserta yang hadir dalam proses pemicuan diajak untuk jalan
bersama melihat kondisi tersebut.bila peserta transek melewati
suatu lokasi BABS kepada mereka dilarang untuk menutup
hidung,sehingga peserta merasakan betapa bau yang timbul
akibat tinja berada diruangan terbuka sembarangan. ingat,
dilarang menutup hidung saat transek walk dan tetap
berhenti ditempat sekejap untuk diskusi. Ajak peserta
mendiskusikan keadan tersebut, baik dari aspek keindahan dan
kebersihan liingkungan,dari aspek penyebaran penyakit, dari
aspek keselamatan,dll.tanyakan pada warga yang BABS,
bagaimana perasaan sekarang setelah orang lain menderita
akibat bau menyengat. Pemicuan dengan melalui transect walk
ini menyentuh ego seseorang, dengan timbulnya rasa jijik
seseorang apalagi melihat
tinja yang berserakan ditanah terbuka.
4. Pemicuan melalui analisa kuantitatif tinja
✓ Untuk lebih memberi gambaran tentang tingkat ‘besaran’
tinja yang tersebar luas secara sembarang ,masyarakat
diminta untuk menghitung sendiri berapa kg/kwt/ton
jumlah
tinja yang berhamburan. Tanyakan kepada mereka berapa
jumlah anggota keluarga ,kemudian kalikan dengan
jumlah tinja yang
dibuang manuasia per orang per hari (yaitu
sekitar 400/gram/orang/hari) maka dapat
dihitung berapa besar tinja yang bertaburan suatu wilayah,
dalam kurun waktu sehari, seminggu, sebulan, setahun dan
seterusnya
✓ Teruskan pertanyaan, kemana selama ini tinja
tersebut pergi???
✓ Tinja dikebun dimakan ayam, dan dimakan ayam.
✓ Tinja dilahan kosong, mengering, menjadi debu,
dihirup manuasia.
✓ Tinja diselokan/empang, dimakan ikan dan
akhirnya dimakan masuk ke manusia.
✓ Tinja masuk ke sungai mencemari air dan
akhirnya masuk ke manuasia juga.
5. Pemicuan melalui sentuhan aspek
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang erat kaitanya
dengan air dan sanitasi.untuk itu masyarakat diajak melihat
bagai mana tinja kotoran manusia dapat dimakan masuk ke
mulut manusia itu sendiri dan bahkan masyarakat untuk
membuat alur kontaminasi ORAL FECAL ,kemudian
kembangkan pertanyaan yang bersifat memicu perasaan takut
atau rasa
lainnya,seperti;
a. Apakah ada anggota keluarga yang pernah sakit diare
atau sakit lainya yang berkaitan kesehatan
lingkungan.
b. Apakah yang sakit punya jamban atau tidak.
c. Penderita dari warga miskin atau kaya
d. Bagai mana perasaan ibu/bapak ketika melihat
anaknya sakit di RS.
e. Adakah anak atau anggota keluarga yang mati akibat
penyakit.
f. Bagaimana perasaan mereka saat tahu anak atau
anggota keluarga mati.
g. Bagamana kondisi keuagan saat itu?
3. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Penciptaan lingkungan yang kondusif dimaksudkan agar setiap
stake holder atau pemangku kepentingan yang terkait,baik
ditingkat kabupaten,kecamatan dan khususnya ditingkat desa
memberi support yang optimal dalam kegiatan STBM di level
masyarakat , sehingga terwujud lingkungan dan perilaku hidup
bersih dan sehat. Untuk itu seorang fasilitator harus secara
proaktif melalukan koordinasi, advokasi, sosialisasi baik pada
instansi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, lembaga
swadaya masyarakat dan swasta yang ada
diwilayah kerjanya.
2. Gerakan masyarakat, kapanpun dan dimanapun, akan
meninbulkan atau menciptakan suatu timbulan energy yang
besaranya tak terhingga. Untuk itu dalam program pamsimas,
khusus pemberdayaan untuk perubahan perilaku dan
peningkatan layanan akses sarana sanitasi /jamban gerakan
masyarakat perlu diungkit dan dirangsang untuk timbul.
Kegiatan seperti kerja bakti ,gotong royong dan saling
membantu dalam pembuatan jamban keluarga misalnya akan
lebih efektif demi tercapainya ODF pada suatu komunitas .
gerakan masyarakat pada hakekatnya adalah gerakan untuk
‘’mau saling memberi’’dari setiap individu dalam
masyarakat entah itu dalam bentuk materi atu tenanga.
3. Pemicuan terfokus adalah kegiatan sifatnya diharapkan akan
menimbulkan effek yang besar dan berakumulatif. untuk itu
pemicuan harus terfokus dan didasari oleh sesuatu yang
memang akan mampu untuk menjadi besar dan
meluas,dengan demikian diutamakan bahwa dalam pemicuan
dipilih daerah yang ada potensinya untuk berkembang.
Karena akhirnya daerah tersebut akan dijadikan
‘’acuan’’bagai daerah lain untuk
mengaplikasi.pada suatu wilayah yang besarannya tidak
terlalu luas (misalnya suatu wilayah dusun atau RW)sehingga
relative mudah discover dan dimonitor.daerah tersebut jelas
masalahnya dan dianalisis kemungkinan dan sumber dayanya.
pemicuan tidak harus dilakukan pada seluruh dusun atau rw
dalam suatu wilayah desa. pemicuan yang difokuskan dalam
satu atau dua dusun/RW ,dan berhasil,kelak akan menjadi
bahan replikasi dan dijadikan acuan, contoh bagi dusun/RW
dalam desa yang bersangkutan ,dan
bahkan desa lainnya.
4. Fasilitator merupakan ujung tombak dilapangan, yang
berhadapan langsung dengan masyarakat yang sangat variatif
tingkat sosialnya,dari yang tinggi sampai yang rendah
sekalipun. disini seorang fasilitator diharapkan sebagai
‘’change agent’’ dari yang tadinya hal-hal yang tidak
mungkin menjadi segalanya bisa mungkin. Disamping itu
fasilitator juga kadang-kadang ‘’power full dan auntouchable’’
agar mampu berkoordinasi dan berkomunikasi tersebut
dengan kepercayaan diri yang optimal,maka kepada fasilitator
perlu dibekali berbagai ilmu dan keterampilan baik yang
bersifat materi subtansi teknis,maupun yang bersifat
non-
teknis,seperti pengembangan diri.
5. Reward system adalah suatu bentuk penghargaan kepada
pihak lainya, baik itu dalam bentuk materi maupun non-
materi,dan hal ini sangat perlu diterapkan dalam proses
pemicuan STBM.memberi applaus tepuk tangan kepada
orang yang baru selesai memberikan pendapat adalah suatu
bentuk reward. Memberi tepuk tangan kepada orang yang
menyatakan sikap telah siap akan bentuk membagun jamban
dalam suatu kurun waktu tertentu adalah suatu bentuk
reward. Kehadiran
seorang dokter puskesmas, seorang camat atau ibu camat ,apa
bila seorang kepala puskesmas atau bahkan bupati ke suatu
desa adalah sebentuk reward bagi desa
tersebut yang tinggi nilainya.
6. Pemicuan merupakan suatu upaya untuk menimbulkan suatu
‘’energi lebih’’ dalam diri sesorang atau kelompok
,sehingga terjadi suatu mata rantai gerakan yang exponensial
(menggelora, menggelegar bagai ombak samudra). Pemicuan
kepada masyarakat untuk stop buang air besar sembarangan
(STOP BABS) pada prinsipnya dapat dikelompokkan dalam
3 tahap, yaitu tahap pra pemicuan, tahap pelaksanaan
pemicuan dan tahap pasca pemicuan. Pentahapan tersebut
tidak berarti ada pembagian atau pembatasan waktu yang
rigid, tetap merupakan suatu proses yang mengalir dengan
teratur dan berkesinambungan,sebagai suatu kesatuan proses
yang mengalir dengan teratur dan berkesinambungan, sebagai
kesatuan proses yang utuh
dan dinamis.
7. Sebelum melaksanakan pemicuan, fasilitator harus sudah
melakukan kontak dengan lain yang terkait, terutama puskesmas
setempat, agar unik tersebut dapat berdampingan dengan
fasilitator dalam pelaksanaan pemicuan. Untuk itu seorang
fasilitator harus sudah memberi informasi kepada puskesmas
kapan dan dimana proses pemicuan akan dilakukan. Selain
unsur dari puskesmas unit lain yang seyogyanya ikut bergabung
dalam masyarakat setempat (missal took agama,pemuda,dll).
Dengan bergabungnya petugas puskesmas diharapkan proses
pemicuan akan lebih terarah dan tepat sasaran, karena petugas
puskesmas akan mampuh memberikan bantuan
informasi/penyuluhan tentang maslah-maslah kesehatan
yang dihadapi masyarkat khususnya terkait penyakit berbasis
air dan sanitasi.adanya petugas puskesmas juga diharapkan
untuk pendampingan saat pasca pemicuan dapat berjalan
dengan lebih baik. Dengan diajaknya petugas puskesmas dari
awal, maka mereka akan lebih mempunyai rasa untuk
mensuskseskan pemicuan STOP BABS dalam
mewujudkan lingkungan
yang sehat tersebut lebih komit.
8. Peran masyarakat sekolah dapat jadikan objek vital sekaligus
subjek dalam penerapan STBM dalam lingkup sekolah, rantai
pemicuan akan berlangsung secara berjenjang dan
berkesinambungan, yaitu dari guru ke murid dan kemudian
murid dapat berperan ganda dalam proses pemicuan lanjutan,
sebagai suatu group pressure.effek pemicuan dapat
diharapkan lebih dahsyat, meningat anak anak usia sekolah
pada umumnya lebih antusias dalam mengadopsi ide-ide
baru.guru dapat melakukan absensi jamban dan CTPS setiap
minggu atau setiap bulan, dengan cara menanyakan kemana
pagi ini BAB. Tanyakan secara terus menerus terkait
kebiasan PHBS, sehingga hal itu akan memicu murid untuk
melakukan hal-hal yang
benar sesuai dengan kaidah kesehatan.
4. SASARAN
1. Masyarakat
2. Anak sekolah
5. TEMPAT PELAKSAAN KEGIATAN
1. Pemicuan dilakukan dimasyarakat
2. CTPS di lakukan di sekolah

Anda mungkin juga menyukai