Jurding June
Jurding June
“The Effectiveness of Topical 1% lidocaine with systemic oral analgesic for Ear Pain with
Acute Otitis Media”
Disusun Oleh :
June Refonda Sangpa Safira
22712018
2.3. Prosedur
Sakit telinga pertama kali diukur pada awal (T0) setelah pemeriksaan awal oleh
dokter. Para pasien menerima dosis pertama topikal 1% obat tetes telinga lidokain dan
atau paracetamol atau ibuprofen oral oleh dokter. Skor FLACC dicatat pada awal (T0)
dan sepuluh (T10), duapuluh (T20), dan empat puluh 5 (T45) menit untuk nyeri awal
di rumah sakit. Setelah itu dokter meminta kepada salah satu orang tua dari setiap
pasien bagaimana cara menggunakan skala FLACC dan meminta orang tua untuk
mencatat skor nyeri di rumah dalam 48 jam. Pasien diberi analgesik lokal dan atau
sistemik dan catatan harian nyeri termasuk FLACC skala untuk dibawa pulang. Setiap
orang tua kemudian mendokumentasikan skor selama 2 hari di rumah. Waktu
pengukuran nyeri adalah T0, T10, T20, T45 menit, 2 jam, 4 jam, dan 6 jam untuk
setiap dosis untuk kelompok 1 (ibuprofen) dan kelompok 3 (ibuprofen dan lidocain).
Waktu pengukuran nyeri adalah T0, T10, T20, T45 menit, jam kedua , jam keempat
untuk setiap dosis untuk kelompok 2paracetamol (ibuprofen) dan kelompok 4
(paracetamol dan lidocain) di rumah. Topical lidokain tetes telinga diberikan 2 hari.
Ibuprofen/paracetamol diberikan untuk maksimal lima hari.
Orang tua mencatat evaluasi skor nyeri FLACC pada diary anak mereka di
hari pertama dan kedua di rumah. Setelah itu, dokter menjadwalkan untuk kunjungan
pertama untuk menentukan perjalanan klinis, kemungkinan efek samping, dan
penggunaan obat pada hari ketiga di rumah sakit. Pemeriksaan pasien dilakukan
kembali dan buku harian nyeri ditinjau Para pasien ditindaklanjuti selama 10 hari.
Kunjungan kedua dilakukan pada hari kesepuluh untuk menilai kembali perjalanan
klinis dan kemungkinan efek samping. Orang tua dapat menghubungi dokter mereka
selama masa tindak lanjut jika mereka memiliki pertanyaan. Perawatan sakit telinga
dianggap efektif ketika dilaporkan adanya penurunan skor nyeri telinga sebesar 50%
setelah pemberian.
Median umur 31.8 (min-max, 12-84, two month). Jumlah dari 39,1%
(n=72/183) pasien dibawah 24 bulan. Skala laki-laki perempuan 1,6. Keselurhan, 44%
(n80/182) dari pasien dengan riwayat keluarga OMA, termasuk OMA 21,7%
(n=40/178) dari ibu, 13% (n=24/177) dari bapak, dan 24,5% (n=45/149) dari saudara.
Sekitar 51,6% pasien (n95/184) telah mendapatkan antibuotik dalam 3 bulan. Dan
penggunaan antibiotik terbanyak (72%, n=68/95) pada ISPA.
Dokter memutuskan apakah akan meresepkan antibiotik untuk pengobatan
OMA. Mayoritas dokter yang berpartisipasi (81,5%, n = 150/184) lebih memilih untuk
meresepkan antibiotik, termasuk amoksisilin asam clavulanat (47,3%, n=71/150)
cefdinir (30,7%, n = 46/150) dan amoksisilin (16% , n = 24/150) untuk pasien mereka
dengan OMA. Dan banyaknya dokter yang memilih pendekatan observasi dibandingkan
pemberian antibiotik segera 18,5% (n=34/184).
Dari pasien yang terdaftar, 23,4% (n=43/184) menerima ibuprofen (kelompok 1,
dan 29,9% (n=55/184) menerima ibuprofen dengan lidokain obat tetes telinga
(kelompok 3) untuk otalgia, 22,3% (n=41/184) menerima paracetamol (kelompok 2)
dan 24,5% (n=45/184) menerima paracetamol dengan lidocain tetes telinga (kelompok
4).
Diantara keempat kelompok tidak ada perbedaan signifikan dari distribusi usia
(p=0,241), jenis kelamin (p=0,935) dan penggunaan antibiotik (p=0,501) pada keempat
kelompok. Juga tidak ada signifikansi pada skala nyeri (T0) pada keempat kelompok
pada awal serangan (p=0.128).
Tabel 1. Tercantum median (25%-75%) pasien pengukuran skala nyeri pasien
pada keempat grup di T0, T10, T20, dan T45 menit setelah menerima lidokain dan atau
paracetamol atau ibuprofen yang diberikan di rumah sakit. Namun, anak anak
menerima kelompok paracetamol/ibuprofen dan lidokain sebagian besar menunjukan
skor nyeri yang diukur oleh pasien secara signifikan lebih rendah dibandingkan mereka
yang hanya menerima paracetamol/ibuprofen di T10 T20, dan T45 (tabel 2).
Pengurangan skor nyeri pasien yang diukur sebesar 25% dan 50% antara T0
dan T10 menit secara statistik signifikan pada paracetamol/ibuprofen dan lidokain
(p<0,001) (tabel 3) (tabel 4).
Gambar 2. Nyeri Median skor FLACC tiap kelompok pada T0, T10, T20, dan T45 menit
Tabel 5. Median (25%-75%) skor nyeri pasien diantara keempat kelompok dihari pertama dan kedua
4. Diskusi
Ada banyak literatur dalam literatur tentang efisiensi analgesik agen ototopikal
untuk nyeri telinga (otalgia) yang menyertai OMA. Sepengtahuan peneliti, penelitian
ini adalah uji coba acak pertama yang dilaporkan untuk meredakan otalgia yang
menggabungkan lidokain topikal 1% dan analgesik oral standar (ibuprofen dan
paracetamol) untuk pengobatan.
Otalgia adalah gejala utama OMA. Anak-anak yang lebih tua dengan OMA
biasanya datang dengan riwayat nyeri telinga yang cepat. Namun demikian, indikasi
otalgia, termasuk menarik-narik, menggosok, dan memegang telinga serta gangguan
tidur, bisa tidak kentara, terutama pada anak-anak muda yang belum dapat berbicara.
Namun, OMA biasanya merupakan infeksi masa kanak-kanak yang dapat sembuh
dengan sendirinya, 90% anak-anak, nyeri telinga yang menyertainya hilang
sepenuhnya dalam tujuh hari hingga delapan hari. Nyeri telinga dengan OMA tidak
berkurang dengan antibiotik di 24 jam atau 3-7 hari. Otalgia adalah gejala yang
mengganggu untuk anak dan orang tua. Otalgia pada anak menetap lebih lama. Pereda
nyeri yang segera diberikan pada OMA cukup penting. Jika ada rasa sakit , maka
harus diobati, terutama di bagian dalam. Paracetamol (acetaminophen) dan ibuprofen
adalah landasan untuk nyeri ringan hingga sedang, sedangkan narkotika misalnya
kodein efektif untuk nyeri ringan hingga parah. Dengan memblok sintesis
prostaglandin, paracetamol memiliki efek sentral analgesik. Ini menghambat COOX
enzim. Apakah konsentrasi plasma maksimum yang dicapai dengan paracetamol
tergantung pada dosisnya, waktu rata-rata konsentrasi maksimum bervariasi 30 menit
hingga 2 jam. Ibuprofen adalah obat yang aman dan efektif NSAID yang selektif
inhibitor COX-1 dan COX2 di anak-anak dan mengurangi prostaglandin dan produk
inflamasi. Penelitian in vivo menunjukan ibuprofen diserap dengan baik secara oral
untuk menggunakan formula suspensi dengan kadar plasma puncak biasanya terjadi
dalam waktu satu hingga 2 jam. Ditinjau Conchrane tentang analgesik untuk
menghilangkan rasa sakit dari OMA pada anak-anak mempelajari efektivitas
paracetamol atau NSAID, sendiri atau kombinasi, untuk mengurangi nyeri pada anak
dengan OMA. Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa manfaat dari analgesik oral
perlu seimbang terhadap reaksi obat yang merugikan, termasuk reaksi kulit (misalnya
ruam dan sindrom Stevens Johnson) gastrointestinal misal tukak lambung,
perdarahan, gangguan ginjal, reaksi sistem kardiovaskular. Analgesik narkotik dengan
kodein atau analog efektif untuk sedang atau berat, atau depresi berat, perumahan
status mental, gangguan saluran pencernaan, dan sembelit. Dalam penelitian ini, skor
nyeri untuk paracetamol dan kelompok ibuprofen memiliki kesamaan pada T10 dan
T20 menit, skala nyeri untuk paracetamol di T45 menit 1.5 poin lebih rendah dari
ibuprofen dan signifikan.
Karena efeknya yang cepat, pengobatan analgesik anestesi topikal, terutama
pada telinga yang parah akibat OMA, dapat digunakan sebagai alternatif utnuk
membantu meningkatkan kualitas hidup, khususnya di bukti bahwa obat tetes telinga
anestesi analgesik (larutan otic benzocaine-phenazone otic solution) dapat
mengurangi konsumsi antibiotik pada anak OMA, tapi obat ini memiliki ukuran
sangat kecil. Obat tetes telinga analgesik topikal terdaftar sebagai pilihan pengobatan
untuk otalgia dengan OMA dalam pedoman dari American Assosiation of Pediatrics
dengan bukti terbatas, karena penelitian eksperimental secara acak pada masa kanak-
kanak terbatas. Pedoman ini terutama didasarkan pada studi kogort ata atau studi case
control.
Tinjauan Conchrane tahun 2011 tentang kemanjuran ototopikal untuk OMA
dengan lima uji coba utama pada anak usia 3-18 tahun. Dua percobaan Bolt et al. dan
Hoberman et al. masing-masing mengevaluasi kemanjuran obat tetes telinga anestesi
untuk mengobati otalgia pada anak-anak dengan OMA. Dalam uji coba terkontrol
plasebo double blind Bolt dkk, 63 anak usia 3-17 tahun diacak ditugaskan untuk
memberikan 3 tetes lignokain 2% topikal. Nyeri telinga dinilai pada awal penelitian
dan pada 10, 20, 30 menit. Jika pasien belum menerima analgesik dalam 4 jam
sebelumnya, mereka menerima analgesik oral (paracetamol). Dibandingkan dengan
normal saline, penelitian ini menunjukan penurunan nyeri yang dilaporkan secara
signifikan sebesar 50% setelah penerapan lidokain topikal pada 10 dan 30 hari, tapi
juga tidak pada 20 menit dan pengurangan 25% dari baseline disemua waktu. Obat
tetes telinga lignokain bisa menjadi tambahan yang efektif untuk analgesik oral
standar. Di dalam uji Hobenan, 54 anak usia 5-19 tahun menerima Auralgan, obat
tetes telinga anastesi mengandung antipirin, benzo, c.aine, dan gliserin atau minyak
zaitun (placebo). Anak-anak tersebut diobati dosis tunggal paracetamol 15mg/kg.
nyeri telinga dinilai pada 10-, 20- dan 30 menit. Penelitian tersebut menemukan
Auralgan pada 30 menit signifikan mengurangi nyeri sebesar 2,5%.
Tiga uji coba lainnya oleh Sartel dkk menyelidiki kemanjuran obat tetes
telinga herbal roopathic dengan obat tetes telinga anastesi (ametokain, fenazona, dan
gliserin). Dua percobaan anestesi versus plasebo terungkap bahwa analgesik topikal
secara topikal signifikan dapat menurunkan nyeri telinga OMA. Namun, dicatat
bahwa potensi dampak bias masih belum jelas apakah herbal terbukti efektif untuk
obat nyeri. Cochrane menyoroti bahwa obat tetes telinga anestesi dikombinasikan
dengan obat analgesik oral dapat menghilangkan rasa sakir lebih cepat pada anak-
anak 3-18 tahun tapi data mengenai efektivitas analgesik topikal masih terbatas.
Di penilitian jurnal ini, pengurangan nyeri diukur skor sebesar 25% dan 50%
antara T0 dan T10 menit secara statistik signifikan pada kelompok
paracetamol/ibuprofen dan lidokain. Peneliti berpikir bahwa pengurangan rasa sakit
yang diamati pada 10 menit tidak mungkin terjadi efek paracetamol/ibuprofen, karena
biasanya untuk menghasilkan puncak plasma diperlukan waktu 30-60 menit. Peneliti
memasukan pasien OMA anak dengan nyeri telinga bilateral setelah dilakukan
pengacakan, dan pasien pada penelitian ini mengalami pengurangan cepat nyeri
telinga bilateral dengan paracetamol atau ibuprofen dan lidokain. Jadi peneliti juga
tidak berpikir bahwa temuan penelitian tersebut kemungkinan besar merupakan hasil
dari efek pengambilan dari cairan apapun yang ada di dalam telinga atau perjalanan
alami penyakitnya. Keterlambatan efek sistemik analgesik mungkin mengatur jalur
respon nyeri oleh karena ini mungkin oleh karena itu dapat menyebabkan sakit yang
lebih menyakitkan secara keseluruhan. Oleh karena itu, temuan ini menunjukan
bahwa lidokain 1% topikal menjadi agen yang berguna dan tambahan yang efektif
pada analgesik oral untuk meredakan nyeri teling secara langsung pada anak-anak.
Selain itu, penelitian kami menunjukkan tidak ada efek samping yang merugikan,
sementara Bolt.dkk melaporkan pusing sedag pada 3 pasien dalam kelompok lidokain.
Nyeri adalah masalah kesehatan masyarakat dengan dampak besar bagi anak-
anak dan orang tua mereka, mengingat potensi penyakit kuning dan penyakit yang
ditimbulkannya. Peneliti menggunakan skala FLACC, yang merupakan alat bantu
lima angka untuk anak kecil. Selain menggambarkan nyeri akibat OMA,FLACC telah
digunakan untuk mengukur nyeri infeksi saluran pernapasan. Penelitian ini
melibatkan pasien preverbal yang berusia kurang dari tiga tahun. Populasi rentan ini
memiliki gejala nyeri telinga yang relatif tidak spesifik, seperti kecemasan, menangis.
Kami kemudian menemukan skala FLACC menjadi pilihan yang tepat, hanya orang
tua yang sama per anak yang menggunakan skala FLACC untuk validasi skor nyeri
dan dengan mudah mengevaluasi skor untuk anaknya. Meskipun demikian, nyeri
merupakan pengalaman subjektif dengan banyak variabel. Penilaian nyeri, yang
penting dalam perawatan anak, memerlukan pendekatan komprehensif. Skala nyeri
yang tervalidasi dan seuai perkembangannya untuk usia populasi pasien sasaran
merupakan sebuah tantangan. Anak-anak dalam rentang usia puncak kejadian OMA
tidak memiliki kemampuan kognitif yang diperlukan untuk menggunakan pelaporan
nyeri mandiri. Penelitian selanjutnya harus menggabungkan skala nyeri tervalidasi
yang baru dikembangkan , termasuk psikometri.
Penelitian ini memiliki limitasi. Tidak ada pasien berusia kurang dari satu
tahun, padahal OMA prevalensi terbanyak pada usia 6-12 bulan. Sehingga penelitian
ini tidak dapat digeneralisasi pada anak dibawah 1 tahun. Skor nyeri juga diperoleh
pada 2,4, dan 6 jam setelah administrasi, namun mengingat skor nyeri ini tidak akurat
maka faktor perancu seperti kemungkinan efektivitas antibiotik setelah 24 jam
pertama dan kemungkinan keluarga mengisi nyeri buku harian selengkap mungkin,
tetapi tidak memberikan lidokain topikal kepada anak-anak tepat waktu untuk
menghindari membangunkan mereka jika mereka tertidur tenang, jadi hanya skor
median nyeri yang diukur pasien selama dua hari yang dimasukan dalam tabel 5.
Secara keseluruhan 55 pasien ditunjuk untuk setiap kelompok. Sebanyak 36 pasien
tidak melanjutkan pengobatan dan tidak membuat catatan harian nyeri, meskipun
tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam distribusi usia, jenis
kelamin, skor nyeri awal (T0), dan penggunaan antibiotik pada semua kelompok.
Selain itu, jumlah pasien sedikit di setiap kelompok. Penelitian selanjutnya dengan
ukuran sampel yang lebih besar akan meningkatkan kepercayaan pada penemuannya.
Kesimpulannya, pereda nyeri yang efektif pada anak dengan OMA sangatlah
penting. Peneliti mendukung penggunaan anestesi telinga tetes yang efektif, agen
yang dapat digunakan untuk menghilangkan otalgia yang menyertai OMA, sehingga
memungkinkan membuat para orang tua semakin yakin bahwa anaknya akan
mendapatkan kehidupan yang lebih baik.