Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lalat Buah (Drosophila melanogaster)
2.1.1 Klasifikasi Lalat Buah (Drosophila melanogaster)
Berikut adalah klasifikasi Drosophila melanogaster menurut (Borror, 1992):
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Spesies : Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster termasuk dalam hewan ordo diptera dan termasuk
famili Drosophilidae. Drosophila melanogaster memiliki sensitivitas yang tinggi
terhadap zat beracun, sehingga Drosophila melanogaster dapat dijadikan
bioindikator untuk menguji efek biologis zat tertentu serta untuk mendeteksi kadar
polutan yang ada dalam lingkungan (Suarny, 2017).

2.1.2. Morfologi Lalat Buah (Drosophila melanogaster)

Gambar 2.1 morfologi Drosophila melanogaster


(sumber: Suarny, 2017)
10

Drosophila juga diklasifikasikan kedalam sub ordo Cyclophorpha


(pengelompokan lalat yang pupanya terdapat kulit instar 3, mempunyai jaw hooks)
dan termasuk ke dalam seri Acaliptrata yaitu imagonya menetas dengan cara keluar
dari bagian anterior pupa. Drosophila melanogaster memiliki warna tubuh yaitu
kuning kecoklatan serta dibagian belakang tubuhnya memiliki motif cincin
berwarna hitam. Memiliki ukuran yang kecil yaitu ± 3-5 mm (Suharsono &
Nuryadin, 2019). Memiliki urat tepi sayap (costal vein) yang dibagi menjadi dua
bagian yang terinteruptus dekat dengan tubuhnya. Sungutnya (arista) berbentuk
bulu dan memiliki 7-12 percabangan.
Crossvein posteriornya lurus dan tidak melengkung. Memiliki mata majemuk
berbentuk bulat agak elips dan berwarna merah (Hotimah et al., 2019). Di bagian
atas kepala terdapat mata oceli yang ukurannya lebih kecil daripada mata majemuk,
bagian kepala berbentuk elips dan bagian thorax memiliki bulu dasar berwarna
putih, sedangkan abdomennya memiliki segmen berjumlah 5 dan memiliki garis
berwarna hitam. Memiliki sayap yang panjang dan berwarna transparan, posisinya
berada di thorax.
Drosophila melanogaster betina memiliki ciri khusus yaitu bagian abdomennya
lebih lancip dan memiliki garis hitam hingga bagian ujungnya, sedangkan abdomen
Drosophila melanogaster jantan memiliki ujung yang tumpul (Anonim, 2020).
Perbedaan ciri tersebut dikarenakan Drosophila melanogaster betina memiliki
ovipositor di ujung abdomennya, yang menyebabkan bentuk abdomen betina
berbentuk lancip.

2.1.3. Fisiologi Lalat Buah (Drosophila melanogaster)


Drosophila melanogaster memiliki sifat dimorfisme yang artinya tubuh lalat
jantan lebih kecil dibandingkan lalat betina (Aini, 2008). Tanda-tanda makroskopis
yang dapat dilihat dari tubuh lalat buah yaitu adanya warna gelap yang terletak pada
ujung abdomen, pada kaki depan lalat buah dilengkapi dengan sisir kelamin yang
terdiri dari gigi hitam mengkilap (Aini, 2008). Drosophila melanogaster termasuk
dalam golongan serangga, pada umumnya ringan dan memiliki eksoskeleton atau
integumen yang kuat yang didalamnya terdapat jaringan otot dan organ lainnya.
Integumen serangga memiliki berbagai saraf penerima rangsang cahaya, tekanan,
11

bunyi, temperatur, angin dan bau di seluruh permukaan tubuhnya (Oktary,


Ridhwan, & Armi, 2015).
Serangga seperti halnya lalat buah memiliki tiga bagian tubuh yaitu caput
(kepala), toraks (dada), dan abdomen (perut). Fungsi dari kepala sebagai tempat
terjadinya mekanisme sentral (bagian otak). Otak akan mengenali dan
membedakan jenis bau yang dikenali apakah bau tersebut menarik atau tidak,
kemudian lalat akan membuat keputusan perilaku yang sesuai dengan daya
tariknya (Vosshall & Stocker, 2007). Lalat buah dapat membedakan jenis bau dan
rasa dengan menggunakan kemampuan kemosensorik yang mereka miliki. Sistem
kemosensorik memungkinkan hewan khususnya lalat buah untuk mengorientasi
diri mereka dalam lingkungan (Goes & Clarson, 2006).
Sistem Kemosensorik yang dimiliki oleh Drosophila melanogaster hanya
terdiri dari sebagian kecil jumlah sel yang dimiliki oleh vertebrata (Hildebrand &
Shepherd, 1997 dalam jurnal Vosshall & Stocker, 2007). Lalat dapat merasakan
suatu bau / aroma dengan menggunakan organ penciuman yang terletak di
kepalanya dengan bentuk yang berbeda dari hewan lainnya (Vosshall & Stocker,
2007). Drosophila melanogaster memiliki neuron reseptor penciuman yang
berada di segmen ketiga antena dan di bagian palp rahang atas, keduanya tertutup
oleh rambut-rambut halus (sensilla) yang berfungsi melindungi reseptor tersebut
dari kondisi lingkungan tertentu (Benton et al., 2006). Secara morfologis, bentuk
indera penciuman yang dimiliki oleh lalat buah sangat berbeda dengan yang
dimiliki oleh mamalia, akan tetapi morfologi dari neuron yang mendasari indera
penciuman tersebut sangat mirip dengan yang dimiliki oleh vertebrata pada
umumnya (Vosshall & Stocker, 2007).
Drosophila dewasa terbang menempuh jarak yang cukup jauh untuk
mendapatkan nutrisi dan mencari pasangan serta melakukan siklus bertelur. Jarak
terbang Lalat tergantung pada ketersediaan makanan, rata-rata terbang lalat yaitu
6 – 9 km atau sekitar 72 mil dari tempat perkembangbiakan sebelumnya, lalat
mampu terbang sejauh 4 mil / jam (Iqbal et al., 2014). Menurut Susanto et al.,
(2017) rata – rata aktivitas harian lalat terjadi pada pagi hingga sore hari yaitu
pada pukul 06.00 sampai 18.00.
12

2.1.4. Siklus Hidup Lalat Buah (Drosophila melanogaster)


Drosophila melanogaster termasuk dalam kategori hewan yang mengalami
metamorfosis sempurna yaitu telur – larva (instar I) – larva (instar II) – larva
(instar III) – pre pupa – pupa – imago (Suharsono & Nuryadin, 2019). Drosophila
melanogaster memiliki siklus hidup yang sangat singkat yaitu sekitar 10 – 12 hari.
Kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada siklus hidup lalat buah, jika
lingkungan sekitarnya tidak mendukung maka siklus hidup lalat buah menjadi
semakin pendek (Wonderly, 2002).

Gambar 2.2 siklus hidup Drosophila melanogaster


(sumber: Suarny, 2017)
Berikut tahapan siklus hidup Drosophila melanogaster menurut (Agustina,
Mahdi, & Herdanawati, 2013):
a. Telur
Drosophila melanogaster meletakkan telur pada permukaan buah dengan
bantuan ovipositor. Bentuk dari telur lalat buah yaitu bulat, berukuran kecil., dan
memiliki ukuran ± 0,05 mm (Anonim, 2020). Telur yang baru dikeluarkan
berwarna putih dan memiliki dua tangkai mirip tanduk pada ujung anteriornya.
b. Larva
Telur yang sudah menetas akan berubah menjadi larva yang berwarna putuh
serta memiliki segmen pada bagian tubuhnya. Fase larva dibagi menjadi 3 yaitu
13

instar I, instar II, dan instar III. Instar I yaitu larva yang usianya <1 hari, memiliki
ukuran tubuh ± 0,5 mm dan pergerakannya hanya sedikit. Larva instar II yaitu usia
larvanya ± 3 hari, ditandai dengan ciri pergerakan larva yang semakin aktif dan
ukuran tubuhnya bertambah menjadi ± 2,5 mm. Sedangkan larva instar III yaitu
larva yang usianya ± 4 hari, ditandai dengan ukuran yang semakin besar menjadi ±
3mm, segmen-segmen yang ada pada bagian tubuh lalat buah semakin tampak jelas
dan bagian mulut larva tampak menghitam berbeda dari hari-hari sebelumnya
(Wahyuni, 2013).
c. Pre pupa
Pada tahap pre pupa ukuran dari larva tersebut bertambah pendek dan
pergerakannya menjadi sangat lambat. Ukuran tubuh Drosophila melanogaster
mulai berubah memendek dan berwarna putih. Larva membentuk cangkang pupa,
kutikula mengeras dan berpigmen, belum memiliki caput dan sayap (Wahyuni,
2013).
d. Pupa
Fase pupa ditandai dengan adanya perubahan warna dari tubuh lalat buah
menjadi kecoklatan dan segmen tubuhnya terlihat lebih jelas, larva tidak aktif
bergerak (diam). Dalam fase pupa terjadi proses pembentukan organ
(organogenesis). Pada fase pupa sudah terlihat ciri morfologi dari lalat buah yaitu
bagian mata, sayap, dan abdomen namun belum terlalu jelas penampakannya
(Anonim, 2020).
e. Imago
Lalat Buah akan mengeluarkan dirinya dari pupa pada fase imago.
Penampakannya menyerupai lalat buah dewasa hanya saja ukurannya lebih kecil
dan sayapnya masih belum terbentang. Secara morfologi bagian-bagian di
tubuhnya sudah terbentuk dengan sempurna, seperti caput, thorax, dan abdomen,
hanya saja warna tubuh lalat buah masih pucat. Lalat buah tidak bisa langsung
terbang setelah keluar dari pupa, dibutuhkan waktu ± 15 menit untuk
menyeimbangkan dirinya (Wahyuni, 2013).
f. Dewasa
Drosophila jantan memiliki ukuran yang lebih kecil daripada
Drosophila betina (Kardinan & Syakir, 2010). Pada abdomen bagian dorsal lalat
14

betina memiliki tanda yang berwarna gelap atau hitam, sedangkan pada lalat
jantan tidak ada (Herskowitz & Irwin, 1977). Pada lalat jentan terdapat sex comb
(sisir kelamin) yang terletak pada kaki depan, sedangkan lalat betina tidak
memiliki sex comb (sisir kelamin), hal tersebut dapat memudahkan proses
identifikasi (Wahyuni, 2013).
Menurut Santoso, (2011) proses perkembangan larva lalat buah (Drosophila
melanogaster) dimulai dari telur sampai dengan imago terjadi selama ± 10 hari,
faktor lain yang mempengaruhi lama proses perkembangan sangatlah bervariasi
tergantung kondisi lingkungan tersebut, pencahayaan, kepadatan, dan
ketersediaan makanan. Ketersediaan makanan sebagai nutrisi sangat
mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan lalat buah. Jika nutrisi yang
dibutuhkan tidak mencukupi, lalat buah akan mengalami penurunan jumlah telur
akibat kekurangan zat makanan.
2.1.5. Lalat Buah sebagai Hama
Drosophila melanogaster (lalat buah) menjadi salah satu penyebab kerusakan
pada tanaman buah-buahan (Santoso, 2011). Saat buah – buahan mulai matang,
buah akan menimbulkan aroma semerbak yang mengundang Drosophila
melanogaster untuk mendekat dan bertelur. Drosophila melanogaster menyukai
buah-buahan yang telah matang, dia juga mengembangkan ovipositor khusus
yang dapat merobek kulit buah yang sudah matang untuk meletakkan telurnya
(Kinjo. dkk, 2013 & Atallah. dkk, 2014). Setelah Drosophila melanogaster
meletakkan telurnya di bawah permukaan kulit buah, telur tersebut akan berubah
menjadi larva dalam waktu beberapa hari (tergantung dengan kondisi
lingkungan sekitar). Larva Drosophila melanogaster akan memakan daging
buah, dan buah tersebut akan menjadi busuk dan tercemar dikarenakan adanya
aktivitas dari larva dan kontaminasi bakteri “Blood Disease Bacterium” (BDB)
yang dibawa oleh induk Drosophila melanogaster saat meletakkan telurnya.
15

2.2. Pisang Raja (Musa paradisiaca L)


2.2.1 Klasifikasi Pisang Raja (Musa paradisiaca L)
Adapun klasifikasi dari tanaman pisang raja menurut (Tjitrosoepomo,
2009) adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca L.

Gambar 2.3 buah pisang raja (Musa paradisiaca L)


(sumber: Poerba, Martanti, Handayani, Herlina, & Witjaksono, 2016)
Pisang merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan pulau –
pulau Pasifik di bagian barat (Sariamanah, Munir, & Agriansyah, 2016). Menurut
Paul & Duarte (2011) tanaman pisang digolongkan menjadi tiga jenis yaitu Musa
acuminata, Musa balbisiana, dan kelompok hasil persilangan antara Musa
acuminata dan Musa balbisiana yang biasa di kenal sebagai Musa paradisiaca.
Musa acuminata memiliki ciri umum yaitu (1) tidak memiliki biji; (2) ada bercak
melebar dan berwarna kecoklatan di batang semu; (3) saluran pelepah daun
membuka; (4) memiliki tangkai buah yang pendek; (5) memiliki bentuk daun
bunga yang meruncing; (6) bunga jantan berwarna putih krem. Sedangkan Musa
balbisiana memiliki ciri umum berupa (1) memiliki banyak biji didalam buahnya;
16

(2) terdapat bercak melebar berwarna kecoklatan pada batang semu namun jarang;
(3) memiliki saluran pelepah daun yang menutup; (4) memiliki yangkai buah yang
panjang; (5) memiliki bentuk daun bunga yang membulat agak meruncing; (6)
bentuk ujung daun bunga membulat; (7) setelah membuka, kelopak bunga tidak
melengkung ke arah punggung; (8) warna bunga jantan bervariasi (Wenas, Aliya,
& Anjani, 2020).
Sedangkan menuut Poerba et al., (2016) Musa paradisiaca memiliki ciri
gabungan dari Musa acuminata dan Musa balbisiana, contohnya pisang raja.
Pisang raja merupakan pisang yang dapat dikonsumsi secara langsung, dan
merupakan pisang yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Pisang raja
merupakan salah satu komoditas ekspor buah unggulan nasional.

2.3 Bawang Putih (Allium sativum)


2.3.1. Klasifikasi Bawang Putih (Allium sativum)
Berikut adalah klasifikasi bawang putih menurut (Samadi, 2000) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Liliflorae
Famili : Liliales atau Liliaceae
Genus : Allium
Species : Allium sativum L.

Gambar 2.4 bawang putih (Allium sativum)


(sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008)
17

2.3.2. Senyawa yang terkandung dalam Bawang Putih (Allium sativum)


Bawang putih mengandung 65% air, 28% karbohidrat (berupa fruktosa), 2,3%
bahan organosulfur (alicin), 2% protein (terutama allinase), 1,2 % asam amino bebas
(arginin) (Karina, 2013). Menurut (Evennett, 2006) bawang putih mengandunng zat
aktif yaitu alicin yang berperan dalam menghasilkan bau (aroma) khas dari bawang
putih, aroma khas tersebut dihasilkan ketika senyawa sulfur dan alicin bereaksi
dengan enzim alinase. Bawang putih juga mengandung bahan sulfur lain seperti
allylpropyl disulfide, diallyl trisulfide, sallylcysteine, viryldithinnes, dan lain
sebagainya.
Selain mengandung banyak bahan organosulfur, bawang putih juga
banyak mengandung enzim antara lain allinase, peroxides, mirosinase, dan lain
sebagainya (Kemper, 2000). Bawang putih (Allium sativum) memiliki konsentrasi
senyawa sulfur yang lebih tinggi dari spesies Allium lainnya, tingginya konsentrasi
sulfur menimbulkan bau (aroma) tajam dari bawang putih. Alicin merupakan
komponen paling aktif yang terkandung dalam bawang Putih, komponen tersebut
bekerja sama dengan komponen sulfur lain yang juga terkandung dalam Bawang
Putih berperan dalam menimbulkan bau (aroma) khas dari bawang putih (Londhe.
dkk, 2011). Alicin tidak aktif saat Bawang Putih dalam kondisi yang masih utuh
(Majewski, 2014). Namun, ketika terjadi kerusakan pada umbi bawang putih
(terpotong, tergores, atau dihancurkan) hal tersebut akan mengaktifkan enzim
allinase yang akan memetabolisme aliin menjjadi alicin.

2.4. Pemanfaatan Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar


2.4.1. Pengertian Sumber Belajar
Menurut Permendiknas No. 41 Tahun 2007, “sumber belajar adalah segala
sesuatu yang mengandung pesan baik yang sengaja dikembangkan atau yang dapat
dimanfaatkan untuk memberikan pengalaman dan atau praktik yang
memungkinkan terjadinya belajar. Sumber belajar mencakup segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk membantu guru dalam proses belajar dan mengajar. Pada
hakikatnya, sumber belajar merupakan segala sesuatu baik benda, data, fakta, ide,
dan lain sebagainya yang bisa menimbulkan kegiatan belajar. Contohnya buku
paket, modul, Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), model, museum, dan lain
sebagainya (Prastowo, 2015). Sumber belajar berperan menjembatani siswa
18

(pelajar) dalam memperoleh pengetahuan (pembelajaran) serta mentransmisi


rangsangan atau informasi terkait dengan materi pembelajaran (Diner, 2014).
Namun hingga saat ini, implementasi dari penggunaan sumber belajar belum
dikembangkan oleh pendidik menjadi sumber belajar yang lebih menarik dan tepat
untuk membantu pencapaian Kompetensi Dasar (KD) peserta didik (Munajah &
Susilo, 2015). Pembelajaran biologi menekankan pada pengamatan fakta yang ada
di lingkungan sekitar, sehingga siswa dapat memperoleh informasi yang lebih
akurat dan dapat dipertanggungjawabkan (Suryaningsih, 2018). Dengan melakukan
pengamatan secara langsung pada lingkungan yang ada di sekitar siswa, maka akan
memunculkan stimulus pada siswa untuk menggali informasi dan ilmu pengetahuan
terkait dengan lingkungan sekitar. Hal tersebut mamacu siswa untuk lebih aktif
dalam kegiatan belajarnya, serta pengamatan yang dilakukan secara langsung akan
menimbukan ingatan tersendiri di benak siswa dalam jangka waktu yang panjang.
Lingkungan sekitar dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar karena kaya akan
ilmu pengetahuan (Khanifah, 2011).

2.4.2. Jenis Sumber Belajar


Berdasarkan jenisnya, sumber belajar digolongkan menjadi 6 yaitu (1) message
(pesan) yaitu informai yang disampaikan dalam bentuk ide, makna, dan fakta; (2)
people (manusia) yaitu orang yang bertindak sebagai narasumber yang penyalur
pesan berisikan informasi mengenai hal tertentu; (3) materials (bahan) software
yang digunakandalam kegiatan belajar contohnya google, mozila firefox, microsoft
office, dan lain sebagainya; (4) device (alat) yang digunakan untuk menyampaikan
informasi yang ada dalam software contohnya: laptop / komputer, handphone, dvd
player, LCD, dan lain sebagainya; (5) Pusat kajian dan teknologi contohnya: LIPI,
museum, Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Pusat Penelitan, (6) Alam, yaitu
lingkungan sekitar yang menyimpan keanekaragaman dan dapat memberikan
informasi mengenai ilmu pengetahuan (Siregar, 2010).

2.4.3. Syarat Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar


Menurut Munajah & Susilo (2015) syarat pemanfaatan hasil penelitian sebagai
sumber belajar ada 6, yaitu:
19

1) Kejelasan potensi, potensi suatu objek diungkap untuk menghasilkan fakta dan
konsep dari hasil yang dicapai dalam kurikulum dengan pertimbangan
ketersediaan objek dan permasalahan.
2) Kejelasan tujuan, yaitu kesesuaian hasil penelitian dengan tujuan yang ada
dalam Kompetensi dasar (KD).
3) Kejelasan sasaran, yaitu kejelasan dari objek penelitian dan subjek penelitian.
4) Kejelasan informasi yang diungkap, yaitu kesesuaian kurikulum dengan proses
dan produk yang dihasilkan dari penelitian.
5) Kejelasan pedoman eksplorasi, yaitu kejelasan dari sampel penelitian; alat dan
bahan penelitian; cara kerja yang ada pada penelitian; pengolahan data; dan
penarikan kesimpulan yang ada dalam penelitian.
6) Kejelasan perolehan yang diharapkan, hal ini meliputi kejelasan hasil berupa
proses dan produk penelitian yang dapat digunakan sebagai sumber belajar
biologi.

2.4.4. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) sebagai Sumber Belajar Biologi
Sumber belajar memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran, untuk
itu sumber belajar yang digunakan harus memadai sehingga memudahkan proses
pembelajaran dan tercapainya tujuan pembelajaran. Sumber belajar yang digunakan
adalah sumber belajar berupa media cetak yaitu Lembar Kerja Peserta Didik
(LKPD). LKPD merupakan lembaran yang berisi materi, ringkasan, serta petunjuk
pelaksanan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik (Zulyusri et al.,
2017). Salah satu peranan LKPD adalah membantu peserta didik untuk menerapkan
dan mengintegrasikan berbagai konsep dari ilmu pengetahuan.

2.4.5. Langkah-langkah penyusunan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)


Langkah – langkah penyusunan LKPD adalah tahapan yang dilakukan
untuk merumuskan kompetensi dasar, standar isi, dan bentuk penilaian serta
penyusunan kegiatan pembelajaran. Menurut Prastowo, (2014) secara umum langkah
– langkah teknis penyusunan LKPD adalah sebagai berikut:
1) Menganalisis kurikulum.
2) Menyusun peta kebutuhan LKPD.
3) Menentukan judul LKPD.
20

4) Menentukan Kompetensi Dasar (KD) dan indikator.


5) Menentukan tema sentral dan pokok pembahasan.
6) Menentukan alat penilaian.
7) Menyusun materi.
8) Memperhatikan struktur bahan ajar

2.4.6. Macam-macam Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)


Menurut Prastowo (2011) dalam jurnal Danial & Sanusi (2019), bentuk LKPD
dibagi menjadi lima mcam yaitu:
1) LKPD yang membantu peserta didik untuk menemukan konsep.
2) LKPD yang membantu peserta didik untuk menerapkan dan mengintegrasikan
berbagai konsep yang telah ditemukan.
3) LKPD yang berfungsi sebagai penuntun belajar.
4) LKPD yang berfungsi sebagai penguatan.
5) LKPD yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum atau percobaan.

2.4.7. Langkah-langkah mengembangkan Lembar Kerja Peserta Didik


(LKPD)
Langkah-langkah sistematis yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
Lembar Kerja Peserta didik menurut Prastowo (2015) adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan tujuan pembelajaran, dalam merumuskan tujuan pembelajaran kita
perlu memperhatikan variabel, kepadatan halaman, serta kejelasan.
2) Mengembangkan materi pembelajaran, yaitu materi yang dicantumkan di LKPD
harus sesuai dengan tujuan pembelajaran.
3) Menyusun elemen atau unsur-unsur, mengintegrasikan desain berupa hasil dari
langkah pertama dengan tugas berupa hasil dari langkah kedua.
4) Memeriksa dan menyempurnakan LKPD sebelum digunakan oleh peserta didik.
Hal – hal yang perlu ditinjau ulang adalah kesesuaian sesain dengan tujuan
pembelajaran, kesesuaian elemen dan unsur dengan tujuan pembelajaran, serta
kejelasan penyampaian.

2.4.8. Manfaat Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)


Manfaat dari penggunaan LKPD dalam kegiatan pembelajaran yaitu dapat
meningkatkan kreativitas peserta didik dan menambah referensi sumber belajar
21

(Wandari, Kamid, & Maison, 2018). Selain itu LKPD juga dapat meningkatkan
antusias siswa untuk mempelajari materi pembelajaran (Ngalimun, 2013).
Sedangkan manfaat LKPD bagi guru yaitu dapat digunakan sebagai salah satu
alternatif bahan ajar yang ditujukan untuk mempermudah guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran serta membimbing siswa dalam neningkatkan kreativitas
(Wandari et al., 2018).
22

2.5 Kerangka Konsep Penelitian


Gambar 2.5 Kerangka Konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Lalat Buah (Drosophila melanogaster)

Hama pada buah-buahan Perubahan warna

Menimbulkan kerusakan fisiologis terhadap buah Pembusukan

Penanggulangan Hama Faktor yang mempengaruhi


repellent pada Drosophila
melanogaster:
Insektisida Sintetis Insektisida Nabati
 Kemampuan sensori
 Konsentrasi zat
Mortality Raid Repellent repellent
 Jarak pemasangan
repellent
Allium sativum yang mengandung Alicin

Proses pembuatan repellent dengan menggunakan


metode maserasi

Uji efektivitas repellent untuk Drosophila


melanogaster dengan menggunakan pipa y

Hasil Penelitian

Dimanfaatkan sebagai Sumber Belajar Biologi


Berupa LKPD tentang lingkungan, yakni
“Perubahan Lingkungan dan Dampak dari
Perubahan Lingkungan”.
Keterangan:
: Diamati
: Tidak diamati
23

2.6 Hipotesis
2.6.1. Sari bawang putih (Allium sativum) memiliki efek sebagai repellent terhadap lalat
buah (Drosophila melanogaster).
2.6.2. Ada pengaruh jarak repellent terhadap daya sensori yang dimiliki oleh lalat
buah

Anda mungkin juga menyukai