KLP 3 - Makalah Zamakhsyari
KLP 3 - Makalah Zamakhsyari
Oleh
Muh. Awaluddin A. (30300121001)
Arjuna Risal (30300121020)
BIOGRAFI AL-ZAMAKHSYARI<
A. Biografi al-Zamakhsyari>
Al-Zamakhsyari> bernama lengkap Abu> al-Qa>sim Mahmu>d bin ‘Umar bin Muhammad
bin ‘Umar al-Khawa>rizmi> al-Zamakhsyari>, beliau juga digelari dengan ja>rullah (tetangga
Allah) karena ia lama tinggal di Makkah.1 Al-Zamakhsyari> lahir pada sebuah desa yang
bernama Zamakhsyari> di wilayah Khawa>rizmi bertepatan pada hari Rabu, 27 Rajab 467 H
bertepatan dengan 1074 M pada masa pemerintahan sultan Jala>l ad-Di>n Abu> al-Fath
Ma>liksyah dan perdana menterinya yang masyhur yaitu Niza>m al-Mulk. Ia lahir di tengah-
ajaran agama. Ia menggambarkan ayahnya sebagai sosok ahli sastra yang taat beribadah,
memiliki kebiasaan berpuasa dan bangun tengah malam serta memiliki sifat zuhud dan wara’,
namun sang ayah diduga terlibat intrik politik dengan penguasa sehingga ayahnya dipenjara
dan meninggal akibat mengalami penyiksaan dalam penjara pada saat usia al-Zamakhsyari>
beranjak remaja, dan ibunya merupakan wanita yang memiliki akhlak mulia. Lembut, serta
penyayang. Ibu al-Zamakhsyari> pernah mengatakan kepadanya bahwa nanti Allah akan
memotong kakimu sebagaimana engkau telah memotong kaki burung itu, hal ini disebabkan
karena al-Zamakhsyari> pernah memainkan sebuah burung hingga kaki burung itu patah, ini
1
Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an haqaiq al-Tanzil
wa ‘Uyun al-Aqawil fi wujuh at-Ta’wil (Riyadh: Maktabah al-Abikan, 1998), h. 12.
2
Andrew Reffin, The Encylopedia of Religion, vol.15, (New York: Macmilian Library Reference, t.th),
h. 554-555.
1
menunjukkan bahwa ibu al-Zamakhsyari> memiliki sifat yang penyayang hatta pada seekor
burung.3
Al-Zamakhsyari> memiliki kondisi fisik yang kurang prima, kakinya buntung akibat
sebuah kecelakaan ketika berada dalam perjalanan menuntut ilmu ke Bukhara kakinya
mengalami luka dan tidak ditangani dengan baik, ditambah lagi dengan cuaca dingin yang
teringat akan doa ibunya di waktu ia masih kecil.4 Karena hal ini, ayahnya merasa kasihan
menjahit, namun dengan semangat dan optimisme al-Zamakhsyari> menolaknya dan lebih
hidupnya dengan membujang, ia memilih tidak menikah dan ia dikategorikan sebagai al-
ulama al-uzza>b6 boleh jadi keadaan fisiknya yang pincang dan karena kesibukannya dalam
menuntut ilmu serta menulis buku menjadi alasan ia memilih untuk tidak menikah dan
membangun keluarga.
Al-Zamakhsyari> kemudian wafat pada malam ‘Arafah tahun 538 H di Jurjaniah setelah
kembali dari Makkah.7 Beliau wafat setelah menjalani perjalanan hidup yang penuh dinamika
dalam menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta mewariskan banyak karya dan memberi
3
Musthafa as-Sawi al-Juwaini, Manhaj az-Zamakhyari fi Tafsir al-Qur’an wa Bayan I’jazihi (Mesir:
Dar al-Ma’arif, t.th), h. 26. Lihat juga Muhammad Husain Abu Musa, Balaghah al-Qur’an fi Tafsir al-
Zamakhsyari wa Atsaruha fi ad-Dirasat al-Balaghiyyah (Mesir Dar al-Fikr al-‘Arabi, t.th), h. 22.
4
Abu al-Abbas Syamsuddin Ahmad ibn Muhammad ibn Khalikan, Wafayat al-A’yan wa Anba ‘Abna
az-Zaman (Beirut: Dar Sadir, 1972), h. 169.
5
Tasykubri Zadah, Miftah as-Sa’adah wa Misbah as-Siyadah (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1985), h.
312.
6
‘Abdul Fattah Abu Guddah, al-Ulama al-‘Uzzab allazina atsaru al-‘ilm ‘ala az-Zawaj (Halab: Maktab
al-Matbu’ah al-Islamiyyah, 1982), h. 70.
7
Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an (Kairo: Maktabah Wahbah: 2000), h. 397.
2
B. Rihlah Keilmuan
ilmu dari banyak guru, berawal dari kampung halamannya ia berguru pada ulama Mahmu>d bin
Jari>r ad-d}abbi al-As}bahani> yang dikenal dengan Abu Mud}ar yang notabennya seorang tokoh
Muktazilah yang menguasai beragam ilmu seperti nahwu, bahasa, dan sastra, lalu ia
bimbingan berbagai ulama seperti Abu Mans}ur Nas}r al-Haris\i, Abu Sa’ad as-Saqafi, dan Abu
Khat}t}a>b bin Abu> al-Batr. Ia juga mempelajari sastra dibawah bimbingan Abu> Ali al-Hasa>n bin
al-Muzfir an-Naisaburi.
dibawah bimbingan ad-Damigani dan as-Syarif bin as-Syajari yang bermazhab Hanafi, ia juga
mempelajari beragam kitab bahasa pada ulama Abu Mans}ur al-Jawa>liqi, di Mekkah ia juga
belajar pada seorang ulama yang pakar bahasa Arab yang bernama Abdullah bin T}alhah al-
Yabiri.8 Dengan kapasitas keilmuan yang dimilikinya, banyak orang yang ingin berguru
kepada al-Zamakhsyari, tercatat beberapa nama seperti ‘Ali bin Isa bin Hamzah bin Wahas
al-‘Alawi, Ali bin Muhammad al-Imrani, Abu al-Fad{l al-Biqa>li al-Khawarizmi al-Adami, Abu
Yu>suf Ya’qub bin Ali bin Muhammad bin Ja’far al-Balkhi.9 Uraian diatas menunjukkan bahwa
al-Zamakhsyari memiliki kapasitas yang mumpuni sebagai seorang ulama besar dan
C. Karya-Karya
Islam. Tercatat beberapa karyanya yang meliputi banyak bidang ilmu seperti tafsir, hadits,
bahasa, sastra, nahwu, teologi dan lain-lain, seperti dalam bidang tafsir dan ilmu-ilmu al-
Qur’an ia mengarang kitab Tafsir al-Kasysya>f ‘an Haqa>iq at-Tanzi>l wa ‘Uyu>n al-Aqa>wil fi
8
Musthafa as-Sawi al-Juwaini, Manhaj az-Zamakhyari fi Tafsir al-Qur’an wa Bayan I’jazihi, h. 103.
9
Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an haqaiq al-Tanzil
wa ‘Uyun al-Aqawil fi wujuh at-Ta’wil, h. 15.
3
Wuju>h at-Ta’wi>l dan Nuka>t al-‘Arab fi Garib al-I’ra>b. Bidang hadits ia mengarang kitab al-
Tercatat al-Zamakhsyari> juga memiliki karangan di bidang fiqh dan ushul fiqh seperti
kitab Ru’us al-Masa>’il, Mu’jam al-Hudu>d, Sya>fi al-‘Ayy min kala>m as-Sya>fi’i, Ar-Ra>’id fi al-
an-Nu’man al-Imam Abi> Hanifah, dan Mana>sik al-Hajj. Dalam bidang Akhlak Tasawuf beliau
syarh syi’ir al-Mutanabbi, Diwan at-Tams\il, Diwan ar-Rasa>’il, Diwan as-Syi’r, Syarh Abya>t
Nuzhah al-Muta’annis.10
A. Latar Belakang Penyusunan Tafsir al-Kasysya>f ‘an Haqa>iq at-Tanzi>l wa ‘Uyu>n al-Aqa>wil
fi wuju>h at-Ta’wi>l
belakang ia menyusun kitab ini berawal dari permintaan sebuah kelompok yang bernama al-
mereka tertarik agar penjelasan-penjelasan tersebut dibukukan menjadi sebuah kitab tafsir.
Zamakhsyari> merasa berat. Namun ketika melihat ada kesungguhan dari pihak yang
10
Untuk lebih lengkapnya lihat Ismail Basya al-Baghdadi, Hadiyyah al-‘Arifin Asma al-Muallifin wa
Atsar al-Mushannifin (Beirut: Dar Ihya at-Turats al-‘Arabi, 1955), h. 402-403.
4
mendorongnya untuk menuliskan tafsir, seperti upaya Ibn Wahhas mengirim utusan ke
Khawa>rizmi untuk memintanya agar kembali ke Hijaz dan agar ia bersedia menyusun
dengan faktor kurangnya minat tokoh masyarakat dalam mempelajari ilmu tafsir, ilmu bayan
dan ilmu ma’ani. Ibn ‘Asyur menambahkan bahwa alasan ditulisnya kitab ini untuk
mendongkrak popularitas muktazilah sebagai kelompok yang menguasai balaghah dan takwil
Kitab ini lalu dirampungkan oleh al-Zamakhsyari> selama kurang lebih tiga tahun12
padahal al-Zamakhsyari> memperkirakan kitab ini rampung dalam kurun waktu tiga puluh
tahun, ia menganggap bahwa hal ini merupakan keberkahan, dan ia pun berdoa semoga dengan
nanti.13
B. Sumber Tafsir al-Kasysyaf ‘an Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Ta’wil
1. Referensi tafsir: Tafsir Muja>hid, Tafsir ‘Amr bin ‘Ubaid al-Mu’tazili, Tafsir Abu Bakr
mengacu pada tafsir yang dinisbahkan pada Ali bin Abi Thalib dan Ja’far al-Shadiq, dan
tafsir-tafsir lain yang bertentangan dengan pemikiran mu’tazilah seperti tafsir golongan
11
Muhammad al-Fadhil Ibn ‘Asyur, al-Tafsir wa rijaluhu (Kairo: Majma’ al-Buhuts al-Islami, 1997), h.
32.
12
Dalam Muqaddimah tafsir al-kasysyaf beliau menyebutkan bahwa kitab ini rampung dalam kurun
waktu sama dengan pemerintahan khalifah Abu Bakar as-Shiddiq.
13
Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an haqaiq al-Tanzil
wa ‘Uyun al-Aqawil fi wujuh at-Ta’wil, h. 3-4.
14
Keterpengaruhan al-Zamakhsyari dengan az-Zajjaj bisa dilihat pada tafsir QS Shad: 18 ketika al-
Zamakhsyari menguraikan secara bahasa makna dari al-Isyraq. Lihat Abu Ishaq Az-Zajjaj, Ma’ani al-Qur’an wa
I’rabuhu, Juz IV (Beirut: ‘Alam al-Kutub, 1988), h. 324. Dan Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Khawarizmi
al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an haqaiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi wujuh at-Ta’wil, h. 78.
5
2. Referensi Hadits: al-Zamakhsyari> tidak menyebutkan sumber-sumber hadits kecuali yang
berasal dari Shahih Muslim, namun al-Zamakhsyari> juga mengambil hadits sumber lain
3. Referensi Qira’at: Mushaf Abdullah bin Mas’ud, Mushaf al-hars\ bin Suwaid, Mushaf
4. Referensi Bahasa Arab dan Nahwu: Kitab Sibawaih, Islah al-Mantiq karya Ibn as-Sikki>t,
Daristawaih, al-Hujjah dan al-Halabiyya>t karya al-Farisi, al-Muhtasab karya Ibn Jinni,
5. Referensi Sastra: al-Haywan karya al-Jahiz, al-Hamasah karya Abu Tamam, Istagfir wa
istagfiri> karya Abu al-‘Ala al-Ma’arri, dan karya-karya Al-Zamakhsyari> sendiri seperti
Sya>fi al-‘Ayy min Kala>m as-Syafi’i, an-Nasa>ih as-S}ighar dan Nawa>big al-Kalim.
6. Referensi Nasihat dan Cerita: ungkapan-ungkapan sufi seperti Syahr bin Hausyab,
Raba’ah bin al-Bas}riyyah, T}awus dan Ma>lik bin Dinar, serta beberapa sumber lainnya.
C. Metode Penafsiran
Metode tafsir merupakan suatu perangkat dan tata kerja yang diimplementasikan
dalam menafsirkan al-Qur’an.15 Metode tafsir ini dapat memberikan beberapa gambaran
seperti jika ingin membangun topik utuh dalam al-Qur’an, solusinya adalah memakai metode
tafsir maudhu’i. Jika ingin menganalisis dan menerapkan kandungan suatu ayat, solusinya
adalah menggunakan metode tafsir tahlili. Jika ingin mengetahui pendapat mufassir tentang
suatu ayat atau surah dari zaman ke zaman, solusinya adalah metode tafsir muqaran, dan jika
ingin mengetahui arti suatu ayat secara global, solusinya adalah metode tafsir ijmali.
Dalam kaitannya dengan tafsir al-Kasysya>f, metode yang digunakan adalah metode
15
Muhsin Mahfudz, Metodologi Penelitian Tafsir, Teori dan Implementasi Teknik Interpretasi (Depok:
Rajawali Press, 2022), h. 30.
6
ِ
إِ اَّي َك نَ ْعبُ ُد َوإِ اَّي َك نَ ْستَع ُ
ي
(إَّي) ضمري منفصل للمنصوب ،واللواحق اليت تلحقه من الكاف واهلاء والياء يف قولك :إَّيك ،وإَّيه ،وإَّيى ،لبيان
اخلطاب والغيبة والتكلم ،وال حمل هلا من اإلعراب ،كما ال حمل للكاف يف أرأيتك ،وليست أبمساء مضمرة ،وهو
مذهب األخفش وعليه احملققون ،وأما ما حكاه اخلليل عن بعض العرب« :إذا بلغ الرجل الستي فإَّيه وإَّي الشواب»
فشيء شاذ ال يعول عليه ،وتقدمي املفعول لقصد االختصاص ،كقوله تعاىل( :قُل أَفَغَري اِ
اَّلل ََتُْم ُر ِّ
وّن أ َْعبُ ُد) ( ،قُ ْل ْ َْ ّ
أَغري اَّللِ أَبغِي رًّب) 16
َ َْ ا ْ َا
Al-Zamakhsyari> sering menggunakan model dialog dalam membahas suatu ayat yang
(aku menjawab). Hal ini bisa dilihatقلت (jika kami bertanya) danفإن قلت ia tafsirkan, seperti
ِ
صح منا صحة تدعو إليها أى :كل نفس حاملة وزرا ،فإمنا حتمل وزرها ال وزر نفس أخرى َوما ُكناا ُم َع ّذبِ َ
ي وما ّ
ث إليهم َر ُس اوال فتلزمهم احلجة .فإن قلت :احلجة الزمة هلم قبل بعثة الرسل،
احلكمة أن نعذب قوما إال بعد أن نَْب َع َ
أل ّن معهم أدلة العقل اليت هبا يعرف هللا ،وقد أغفلوا النظر وهم متمكنون منه ،واستيجاهبم العذاب إلغفاهلم النظر
فيما معهم ،وكفرهم لذلك ،ال إلغفال الشرائع اليت ال سبيل إليها إال ًّبلتوقيف ،والعمل هبا ال يصح إال بعد االميان.
قلت :بعثة الرسل من مجلة التنبيه على النظر واإليقاظ من رقدة الغفلة ،لئال يقولوا:
17 كنا غافلي فلوال بعثت إلينا رسوال ينبهنا على النظر يف أدلة العقل
Dalam ayat ini beliau menerangkan bahwa setiap orang akan menanggung dosa, dan
yang ia tanggung adalah dosanya sendiri, bukan dosa orang lain. Dan tidaklah sah penganjur
hikmah untuk mengazab suatu kaum hingga ia mengutus kepada mereka (kaum) seorang rasul
maka tegaklah hujjah tersebut. Lalu beliau melanjutkan membahas ayat ini dengan model
tanya jawab:
فإن قلت :احلجة الزمة هلم قبل بعثة الرسل ،أل ّن معهم أدلة العقل اليت هبا يعرف هللا ،وقد أغفلوا النظر وهم متمكنون
منه ،واستيجاهبم العذاب إلغفاهلم النظر فيما معهم ،وكفرهم لذلك ،ال إلغفال الشرائع اليت ال سبيل إليها إال
16
Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an haqaiq al-Tanzil
wa ‘Uyun al-Aqawil fi wujuh at-Ta’wil, h. 13.
17
Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an haqaiq al-Tanzil
wa ‘Uyun al-Aqawil fi wujuh at-Ta’wil, h. 653.
7
بعثة الرسل من مجلة التنبيه على النظر واإليقاظ من رقدة: قلت. والعمل هبا ال يصح إال بعد االميان،ًّبلتوقيف
لئال يقولوا كنا غافلي فلوال بعثت إلينا رسوال ينبهنا على النظر يف أدلة العقل،الغفلة
Artinya:
Jika kamu bertanya atau mengatakan alasan atau hujjah sudah ada pada mereka sebelum
diutusnya rasul, sebab mereka telah memiliki hujjah akal. Akal mengantar mereka
mengetahui Allah. Mereka melupakan untuk mendayagunakan akal untuk sampai
kepada adanya Tuhan, padahal mereka memiliki kemampuan itu. Karena itu mereka
layak mendapatkan siksaan disebabkan tidak menggunakan akal mereka. Kekafiran
mereka bukan karena mereka melalaikan syariat, yang untuk sampai kepadanya harus
berdasarkan petunjuk Allah. Sedangkan mengamalkan syariat itu tidak dianggap sah
sebelum mereka beriman. Aku menjawab: pengutusan rasul sudah termasuk peringatan
untuk melakukan penelitian atau mendayagunakan akal serta untuk membangunkan
mereka dari posisi lalai. Pengutusan rasul dengan tugas tersebut menghindarkan
manusia dari alasan bahwa mereka lupa atau lalai. Agar mereka tidak mengatakan andai
saja diutus kepada kami seorang rasul yang mengingatkan kami untuk mendayagunakan
akal.
seperti ketika ia menafsirkan QS al-Baqarah: 26, beliau memasukkan hadits dalam rangka
menjelaskan sesuatu yang kecil itu dapat berarti bagi seseorang ia mengatakan:
Menurut Zekeriye Efe, jumlah persebaran hadits marfu’ dalam tafsir al-Kasysya>f ada
sekitar 700 riwayat hadits, sedangkan hadits mauquf terdapat 1090 riwayat hadits, dan hadits
maqtu’ terdapat 640 riwayat hadits19, ini menujukkan meskipun tafsir al-Kasysya>f cenderung
berbentuk bil ra’yi bukan berarti al-Zamakhsyari> membuang sama sekali hadits-hadits dalam
menyusun karya tafsirnya, ini berarti masih ada unsur matsur dalam tafsir al-Kasysya>f.
Walid Shaleh20 menawarkan sebuah tipologi baru yaitu melihat tafsir sebagai tradisi
geneologis yang menghasilkan tiga kategori: tafsir ensiklopedik (mutawwalat al-tafsir) tafsir
18
Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an haqaiq al-Tanzil
wa ‘Uyun al-Aqawil fi wujuh at-Ta’wil, h. 116.
19
Zekeriya Efe, Zemahseri Tefsiri’nin Rivayet Boyutu, (Turki: Ankara University, 2021), h. 89-94.
20
Untuk lebih lengkapnya lihat Walid Shaleh, “Preliminary Remaks on the Historioghraphy of Tafsir
in Arabic: A History of the Book Approach”, Journal of Qur’anic Studies, 2010.
8
jenis ini mengakomodir beragam penafsiran (polyvalent) sehingga tafsir jenis ini kebanyakan
isinya berjilid-jilid seperti Jami’ al-Bayan karya T{abari, lalu tafsir al-Maturidi, tafsir Abu
Jenis tafsir selanjutnya menurut Walid Shaleh adalah tafsir madrasah, tafsir ini
memiliki alasan yang lebih spesifik untuk disusun seperti untuk menguatkan posisi ideologis
yang disebutkan sebelumnya dalam tafsir ensiklopedik. Dalam konteks inilah Walid Shaleh
memasukkan kitab tafsir karya Abu al-Layt\ al-Samarqandi, Ibn ʿAtiyah al-Andalu>si, al-
Zamakhsyari>21, al-Baydawi, al-Baghawī, al-Khāzin, dan tafsir Jalalain. Lalu jenis yang
terakhir adalah hashiyah yang mensyarah kitab kitab tafsir madrasah seperti hashiyah al-
Shawi yang mensyarah kitab tafsir Jalalain. Tipologi tafsir yang digagas oleh Walid Shaleh
ini dapat menambah perspektif baru dalam meneliti sebuah karya tafsir dalam frame tafsir
Adapun sistematika penulisan dalam tafsir al-Kasysya>f ini dimulai dengan pertama
menyebutkan nama surah beserta kedudukannya sebagai surah makkiyah atau madaniyah
setelah itu menjelaskan makna dan nama lain dari surah tersebut jika terdapat riwayat yang
وتسمى ّأم القرآن الشتماهلا على املعاّن اليت يف. وقيل مكية ومدنية ألهنا نزلت مبكة مرة وًّبملدينة أخرى.مكية
وسورة الكنز والوافية. ومن الوعد والوعيد، ومن التعبد ًّبألمر والنهى،اَّلل تعاىل مبا هو أهله
القرآن من الثناء على ا
وسورة. وسورة الصالة ألهنا تكون فاضلة أو جمزئة بقراءهتا فيها. وسورة احلمد واملثاّن ألهنا تثىن يف كل ركعة.لذلك
21
Menurut Zekeriye Efe salah satu sumber tafsir yang dominan dalam al-Kasysyaf adalah tafsir al-
Tsa’labi, karena terdapat sekitar 48,5% riwayat yang ada dalam tafsir al-Kasysyaf ditemukan pula dalam tafsir
al-Tsa’labi dan berdasarkan penelitian Walid Shaleh tafsir al-Tsa’labi termasuk dalam jenis tafsir ensiklopedik.
Salah satu contohnya adalah dalam menafsirkan QS Ali Imran: 104, al-Zamakhsyari hanya mencantumkan lima
varian riwayat (pendapat mengenai makna ayat tersebut) sedangkan al-Tsa’labi mencantumkan 9 varian riwayat.
Ini membuktikan bahwa tafsir al-Kasysyaf merangkum (summarize), menghilangkan (omit), menjelaskan
(elaborate) serta menggaris-bawahi (highlight) penafsiran-penafsiran tertentu yang disebutkan sebelumnya
dalam tafsir ensiklopedik. Lihat Zekeriya Efe, Zemahseri Tefsiri’nin Rivayet Boyutu, h. 73. Lihat Juga Abu al-
Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an haqaiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-
Aqawil fi wujuh at-Ta’wil, h. 397. Lihat juga al-Tsa’labi, al-Kasyfu wa al-Bayan ‘an Tafsir al-Qur’an, Juz IX
(Jeddah: Dar al-Tafsir, 2010), h. 130.
9
ومنهم من مذهبه،ت َعلَْي ِه ْم دون التسمية
َ إال أ ّن منهم من ع ّد أَنْ َع ْم، وهي سبع آَّيت ًّبالتفاق.الشفاء والشافية
على العكس
Lalu mulai menganalisis ayat ayat dalam surah tersebut menggunakan pendekatan
ilmu qira’at, nahwu sharaf serta ilmu kebahasaan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada QS al-
Fatihah: 6.
D. Corak Penafsiran
consciusness” yang berarti keterpengaruhan oleh sejarah. Menurut teori ini setiap penafsir
pasti berada dalam situasi tertentu yang bisa memengaruhi pemahamannya terhadap suatu
teks yang akan ditafsirkan, situasi ini lalu disebut dengan effective history yang terdiri dari
tradisi, kultur, dan pengalaman hidup penafsir teks. Keterpengaruhan pada situasi inilah
membentuk pra pemahaman terhadap seorang penafsir, pra pemahaman ini merupakan hal
22
Muhammad Husain al-Zahabi, al-Tafsir wal mufassirun, Juz I (Kairoh: Maktabah Wahbah, 1986), h.
313-327.
23
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulum al-Qur’an (Yogyakarta: Pesantren
Nawasea Press, 2017), h. 77-78.
10
Corak penafsiran yang menonjol pada tafsir al-Zamakhsyari> adalah corak kebahasaan
dan corak teologis, jika dikaitkan dengan teori hermeneutika di atas, kedua corak yang
dominan dalam tafsir al-Zamakhsyari> merupakan suatu hal yang wajar, dari sudut keilmuan
al-Zamakhsyari> pernah berguru pada ahli bahasa yang terkenal di kampung halamannya yaitu
Abu Mudhar Mahmud bin Jarir al-Dhabbi serta ulama bahasa yang berada di Mekkah
Abdullah bin T}alhah al-Yabiri pada ulama ini al-Zamakhsyari> mempelajari kitab Sibawaih24
ditambah lagi dengan fakta bahwasanya al-Zamakhsyari> juga termasuk ulama produktif yang
sejak dini, gurunya sendiri Abu Mud}ar Mahmu>d bin Jari>r al-D}abbi merupakan seorang
sebuah aliran yang kuat di Khawarizm. Dan ketika berada di Mekkah al-Zamakhsyari
mengampu sebuah pengajian yang difasilitasi oleh Ibnu Wahhas yang notabennya seorang
pembesar Mekkah yang bermazhab teologi muktazilah, ia beserta murud-murid yang lain
menganjurkan agar pengajian tafsir tersebut dikemukakan dalam bentuk kitab tafsir inilah
jawab.
Salah satu contoh corak kebahasaan yang ada pada tafsir al-Kasysya>f terdapat ketika
Al-Zamakhsyari> meninjau kata والار ْْحن dari segi morfologi, menurutnya kata ini
mengikuti wazan فعالن dan berasal dari kata رحم pola kalimat seperti ini sama dengan kata
غضبان وسكرانyang berasal dari kata غضب وسكر, sedangkan kata الرحيمberwazan فعيلdan juga
24
Musthafa as-Sawi al-Juwaini, Manhaj az-Zamakhyari fi Tafsir al-Qur’an wa Bayan I’jazihi, h. 103.
25
Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an haqaiq al-Tanzil
wa ‘Uyun al-Aqawil fi wujuh at-Ta’wil, h. 8.
11
berasal dari kata رحم, pola kalimat seperti ini sama dengan kata كمريض وسقيم. Dari segi makna
kata ْحن
ْ الارlebih luas cakupannya dibandingkan dengan kata الرحيم.
Salah satu contoh corak teologi yang ada pada tafsir al-Kasysya>f terdapat ketika al-
وقد أغفلوا النظر وهم متمكنون، أل ّن معهم أدلة العقل اليت هبا يعرف هللا، احلجة الزمة هلم قبل بعثة الرسل:فإن قلت
ال إلغفال الشرائع اليت ال سبيل إليها إال، وكفرهم لذلك، واستيجاهبم العذا ب إلغفاهلم النظر فيما معهم،منه
بعثة الرسل من مجلة التنبيه على النظر واإليقاظ من رقدة: قلت. والعمل هبا ال يصح إال بعد االميان،ًّبلتوقيف
26 لئال يقولوا كنا غافلي فلوال بعثت إلينا رسوال ينبهنا على النظر يف أدلة العقل،الغفلة
Tafsiran ini pada intinya menguraikan bahwa akal tanpa datangnya Rasul sebenarnya
sudah mampu mengantarkan manusia mengetahui Allah dan mengetahui syariat mana yang
baik dan mana yang buruk, sedangkan rasul hanya datang untuk memberi peringatan kepada
manusia agar lebih mengoptimalkan akalnya dan sebagai antisipasi agar manusia tidak
beralasan lupa atau lalai dalam mengoptimalkan akalnya dalam mengetahui syariat.
Pandangan seperti ini selaras dengan ajaran yang terdapat dalam teologi muktazilah.
Corak fiqh dapat juga ditemukan dalam tafsir al-Kasysya>f ketika al-Zamakhsyari>
menafsirkan QS al-Baqarah: 222 mengenai kapan waktu bolehnya mencampuri istri pasca
haid:
وكلتا القراءتي مما جيب العمل. انقطاع دم احليض: والطهر. االغتسال: والتطهر. ويطهرن ًّبلتخفيف.حىت يتطهرن
ويف أقل احليض ال يقرهبا، فذهب أبو حنيفة إىل أن له أن يقرهبا يف أكثر احليض بعد انقطاع الدم وإن مل تغتسل،به
، فتجمع بي األمرين، وذهب الشافعي إىل أنه ال يقرهبا حىت تطهر وتطهر.حىت تغتسل أو ميضى عليها وقت صالة
27 .وهو قول واضح
Dalam menafsirkan ayat ini al-Zamakhsyari> memulai dengan menganalisis qiraat lafal
يطهرن, lafal ini jika dibaca dengan tasydid maknanya adalah mandi, sedangkan jika dibaca
tanpa tasydid maknanya adalah berhentinya darah haid. Kedua varian bacaan ini membawa
26
Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an haqaiq al-Tanzil
wa ‘Uyun al-Aqawil fi wujuh at-Ta’wil, h. 653.
27
Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an haqaiq al-Tanzil
wa ‘Uyun al-Aqawil fi wujuh at-Ta’wil, h. 266.
12
dua konsekuensi yang wajib diamalkan, Abu Hanifah berpendapat bahwa suami boleh
mencampuri istrinya pada batas maksimal waktu haidnya meskipun belum mandi junub. Bila
darah haid berhenti lebih cepat maka ia boleh mencampuri istrinya setelah mandi junub atau
setelah melalui satu waktu shalat. Sementara imam Syafi’i berpendapat bahwa suami tidak
boleh mencampuri istrinya kecuali setelah darah haid terputus dan setelah mandi junub. Jadi
ia mensyaratkan keduanya, menurut al-Zamakhsyari> pendapat inilah yang tepat. Meskipun al-
Zamakhsyari> bermazhab hanafi28 namun dalam penafsirannya ia tidak terlalu fanatik mazhab
Hanafi dan terkesan objektif dalam menerima pendapat mazhab yang berbeda dengan
mazhabnya.
Ada beberapa aspek yang menjadi kelebihan tafsir al-Kasysya>f ini, diantaranya adalah
tafsir ini terhindar dari kebanyakan cerita-cerita israiliyat, lalu dalam menerangkan kata
dalam sebuah ayat dianalisis secara rinci menggunakan pendekatan kebahasaan bahkan
menggunakan syair-syair untuk mengungkap makna sebuah kata tersebut sesuai dengan
penggunaannya dalam bahasa Arab, memberikan penekanan pada aspek balaghah, dan
keterbatasannya adalah tafsir ini terlalu kental aspek kemuktazilahannya bahkan terkadang
28
Muhyiddin Abu Muhammad Abd al-Qadir bin Muhammad al-Qurasyi, al-Jawahir al-Mudhiyyah fi
Tabaqat al-Hanafiyah, juz III (Kairo: Hajar li al-Tiba’ah wa al-Nasyr, 1993), h. 447-448.
29
Rizqa Amelia, Studi Metode Tafsir al-Kasysyaf ‘an Haqaiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh
al-Ta’wil Karya Imam al-Zamakhsyari (Medan: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2023), h. 55.
13
DAFTAR PUSTAKA
Guddah, ‘Abdul Fattah Abu. al-Ulama al-‘Uzzab allazina atsaru al-‘ilm ‘ala az-Zawaj. Halab:
Maktab al-Matbu’ah al-Islamiyyah, 1982.
Khalikan, Abu al-Abbas Syamsuddin Ahmad ibn Muhammad ibn.Wafayat al-A’yan wa Anba
‘Abna az-Zaman. Beirut: Dar Sadir, 1972.
Zamakhsyari, Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Khawarizmi. al-Kasysyaf ‘an haqaiq al-
Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi wujuh at-Ta’wil. Riyadh: Maktabah al-Abikan, 1998.
Reffin, Andrew. The Encylopedia of Religion, vol.15. New York: Macmilian Library
Reference, t.th.
Zajjaj, Abu Ishaq. Ma’ani al-Qur’an wa I’rabuhu, Juz IV. Beirut: ‘Alam al-Kutub, 1988.
Qaththan, Manna’ Khalil. Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an. Kairo: Maktabah Wahbah: 2000.
Tsa’labi. al-Kasyfu wa al-Bayan ‘an Tafsir al-Qur’an, Juz IX. Jeddah: Dar al-Tafsir, 2010.
‘Asyur, Muhammad al-Fadhil Ibn. al-Tafsir wa rijaluhu. Kairo: Majma’ al-Buhuts al-Islami,
1997.
Zahabi, Muhammad Husain. al-Tafsir wal mufassirun, Juz I. Kairoh: Maktabah Wahbah,
1986.
Mahfudz, Muhsin. Metodologi Penelitian Tafsir, Teori dan Implementasi Teknik Interpretasi.
Depok: Rajawali Press, 2022.
Qurasyi, Muhyiddin Abu Muhammad Abd al-Qadir bin Muhammad. al-Jawahir al-Mudhiyyah
fi Tabaqat al-Hanafiyah. juz III. Kairo: Hajar li al-Tiba’ah wa al-Nasyr, 1993.
Juwaini, Musthafa as-Sawi. Manhaj az-Zamakhyari fi Tafsir al-Qur’an wa Bayan I’jazihi.
Mesir: Dar al-Ma’arif, t.th.
Musa, Muhammad Husain Abu. Balaghah al-Qur’an fi Tafsir al-Zamakhsyari wa Atsaruha fi
ad-Dirasat al-Balaghiyyah. Mesir Dar al-Fikr al-‘Arabi, t.th.
Amelia, Rizqa. Studi Metode Tafsir al-Kasysyaf ‘an Haqaiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi
Wujuh al-Ta’wil Karya Imam al-Zamakhsyari. Medan: Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara, 2023.
Syamsuddin, Sahiron. Hermeneutika dan Pengembangan Ulum al-Qur’an. Yogyakarta:
Pesantren Nawasea Press, 2017.
Zadah, Tasykubri. Miftah as-Sa’adah wa Misbah as-Siyadah. Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah,
1985.
Baghdadi, Ismail Basya. Hadiyyah al-‘Arifin Asma al-Muallifin wa Atsar al-Mushannifin.
Beirut: Dar Ihya at-Turats al-‘Arabi, 1955.
Shaleh, Walid. “Preliminary Remaks on the Historioghraphy of Tafsir in Arabic: A History of
the Book Approach”, Journal of Qur’anic Studies, 2010.
Efe, Zekeriya. Zemahseri Tefsiri’nin Rivayet Boyutu. Turki: Ankara University, 2021.
14