Anda di halaman 1dari 16

i

“AS-SUNNAH SEBAGAI SUMBER PENETAPAN SYARIAT”

Disusun sebagaibahan presentasi serta untuk


Memenuhi Tugas matakuliah “Difa‟an Sunnah”
Semester III TahunAkademik 2022

Disusun oleh :
Kelompok 3

Andi Dian Wulandari


NIM: 30300121015

Syarifah Awaliah Jazilah


NIM: 30300121019

Arjuna Risal
NIM: 30300121020

Dosen Pengampu:
Radhie Munadi, S.Hd., M,Ag.

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
2022

i
i

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam yang telah memberikan rahmat,

taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Difa‟an Sunnah

yang berjudul “Al-Sunnah Sebagai Sumber Penetapan Syari‟at”. Tak lupa kita

kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw.,

Nabi sebagai uswatun hasanah atau sebagai suri tauladan yang baik bagi kita semua.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Difa‟an Sunnah.

Selain itu, makalah ini disusun untuk menambah wawasan baik bagi penulis maupun

pembaca Insyaallah. Tulisan ini juga hadir sebagai solusi bagi jiwa-jiwa yang haus

akan ilmu. Terima kasih tak lupa kami ucapkan kepada sebagai dosen pada mata

kuliah ini, yang telah memberikan tugas dalam berbentuk makalah, agar menuntun

kami menjadi mahasiswa yang mandiri, kreatif lagi produktif.

Alhamdulillah, pada hari ini kami telah merampungkan atau menyelesaikan

makalah kami. Kami sadari, pada tulisan kami ini masih terdapat banyak kekurangan,

oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan juga saran yang bersifat

membangun untuk lebih berkembang kedepannya. Akhir kata kami ucapkan terima

kasih banyak. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aaamiin Yaa Rabbal

„Alamin.

Samata, 10 Oktober 2022

Kelompok 3

i
ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telah disepakati bahwasanya Sunnah menjadi sumber hukum bagi umat Islam

kedua setelah Al-Qur‟an. Sunnah telah menjadi hal yang sangat penting untuk

memahami hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur‟an, karenanya sunnah sebagai

fungsi penjelas dari Al-qur‟an. Meskipun Al-qur‟an menjadi dasar hukum dari
seluruh rangkaian sumber hukum islam akan tetapi masih bersifat global, tidak

menyentuh hal-hal kecil atau spesifik. Sunnah juga memberikan informasi atau

keterangan mengenai praktek peribadatan yang tidak termuat di dalam Al-qur‟an.

Hukum-hukum yang termuat dalam dalam Al-qur‟an secara garis besar

terbagi menjadi 3 bagian, diantaranya: 1) Pertama, hukum yang berkaitan dengan

aqidah. 2) Kedua, hukum yang berkaitan dengan moral dan etika sehingga

menjadikan umat islam sebagai manusia yang berakhlak mulia. 3) Ketiga, hukum

yang berkaitan dengan interaksi manusia dengan Allah dan interaksi manusia antar

sesama. Dengan demikian, hukum interaksi mengenai hukum ibadah dan muamalah

secara rinci atau spesifik ditemukan dalam sunnah.

Pengertian sunnah yang dipegang teguh oleh umat islam klasik hingga modern

ialah bahwasanya sunnah itu merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada

Rasulullah SAW., baik itu perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya. Namun menurut

Fazlur Rahman, sunnah tidak hanya sebatas pada definisi atau pengertian tersebut.

Akan tetapi, ”Sunnah merupakan suatu konsep perbuatan, baik yang diterapkan

melalui fisik maupun mental”. Karena itu, fokus pembahasan pada makalah ini adalah

mengenai sunnah sebagai sumber penetapan syariat.

ii
iii

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sunnah?

2. Apa yang dimkasud dengan syariat?

3. Bagaiman kedudukan dan fungsi sunnah dalam syariat islam ?

C. Tujuan Masalah

Untuk mengetahui:

1. Definisi sunnah
2. Definisi syariat

3. Kedudukan dan fungsi sunnah dalam syariat islam

iii
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Sunnah

Sunnah memiliki arti thariqah (jalan), sirah (perilaku), ketentuan (kebiasaan).

Sunnah dalam pengertian ini secara umum mencakup sunnah sayyiah (yang buruk)

maupun sunnah hasanah (yang baik). Didalam Qs. Al-Anfal:38 telah disebutkan

sunnah al-awwalin yaitu sunnah orang-orang terdahulu. Menurut Fazlur Rahman

sunnah yaitu perbuatan atau perilaku Rasulullah Saw., yang dihidupkan secara turun
temurun oleh generasi setelah nabi.

Menurut pemakalah, Sunnah memiliki arti sirah yang berarti perilaku atau

juga thariqah yang berarti jalan. Yang memiliki makna bahwa sirah adalah perilaku

yang disandarkan kepada Rasululllah SAW., dan makna thariqah yang merupakan

jalan kebaikan maupun keburukan. Sunnah juga memiliki makna kebiasaan yaitu

suatu kebiasaan yang mencakup kebiasaan baik maupun buruk.

Dari pandangan Fazlur Rahman, pemakalah menyimpulkan bahwasanya

sunnah merupakan tradsi yang hidup yang bermula dari perilaku Nabi Muhammmad

SAW., kemudian diikuti oleh pengikut beliau mulai dari kalangan sahabat demikian

seterusnya sehingga menjadikan perilaku yang mendarah daging. Sebagaimana jika


pembentukan tingkah laku karena adanya kesesuaian antara sistem sosial dan budaya.

Sunnah sebagai keteladanan yang berawal dari Rasulullah SAW., keteladanan

tersebut yang menjadi tradisi normatif yang membntuk menjadi sistem sosial.

Terdapat perbedaan definisi menurut tiga kalangan ulama yaitu ulama

Muhadditsin,Ushuliyyin dan Fuqaha. Menurut ulama Muhadditsin sunnah yaitu

perkataan, perbuatan, dan ketetapan serta sifat baik sebelum Rasulullah terangkat

menjadi nabi maupun sesudahnya. Sedangkan menurut ulama Ushuliyyin sunnah

1
yaitu perkataan, perbuatan dan ketetapan serta sifat yang dapat dijadikan sumber

syariat. Adapun definisi sunnah menurut Fuqaha yaitu suatu sifat yang memiliki

hukum atau suatu perbuatan yang apabila dikerjakan memperoleh sementara jika

ditinggalkan maka merugi atau tidak berdosa.1

Dapat dilihat dari definisi masing-masing para ahli diatas bahwasanya

terdapat perbedaan. Jika Ushuliyyin hanya berkepentingan dengan sumber hukum

islam, berbeda dengan Muhadditsin yang mendefinisikan segala sesuatu yang


bersumber dari Rasulullah SAW., sehinnga pemaknaan hadits menurut Muhadditsin

lebih luas cangkupannya daripada pemaknaan sunnah menurut Ushuliyyin. Karena

fokus Ushuliyyin adalah sunnah sebagai sumber hukum islam yang dimana

Rasulullah SAW., sebagai seseorang yang menjelaskan atau menerangkan tentang

hukum syariat islam. Adapun pendapat para fuqaha mengenai sunnah ini dikarenakan

sunnah sebagai salah satu hukum syara‟ yang berlaku dalam segala perbuatan.

Dalil Sunnah : Ali Imran ayat:124

‫ٰٰۤ ِ ِ ن‬ ِ ٍ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ
ََۗ ْ ‫َۗمْن ََۗزل‬
‫ي‬ ّ ‫يَۗاَلَ ْنَۗيَّكْفيَ ُك ْمَۗاَ ْنَۗمُّي َّد ُك ْم ََۗربم ُك ْمَۗبِثَ ٰلثَةَۗاََٰلف‬
ُ ‫َۗم َنَۗالْ َمل ِٕى َكة‬ َ ْ ‫ا ْذَۗتَ ُق ْو ُلَۗل ْل ُم ْؤمن‬
Terjamahnya:
“(Ingatlah), ketika engkau (Muhammad) mengatakan kepada orang-orang beriman,
“Apakah tidak cukup bagimu bahwa Allah membantu kamu dengan tiga ribu
malaikat yang diturunkan (dari langit)?”

1
Umma Farida, “Diskursus Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam: Perspektif Ushuliyyah dan
Muhadditsin”, Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam, Vol. 6, No. 1, (2015), h. 238.

2
B. Definisi Syariat

Syariat secara bahasa berasal dari kata kerja ‫( شرع‬syara’a) yang berarti

menandai atau menggambar jalan yang jelas menuju sumber air. 2 Syariat merupakan

“jalan menuju sumber air”, yakni jalan kearah sumber kehidupan. Kata syariat sering

disandingkan dengan ungkapan syariat Islam. Yaitu syariat penutup sekaligus

pelengkap syariat agama-agama sebelumnya, karena itu syariat islam adalah syariat

yang sangat lengkap yang telah mengatur kehidupan mengenai keagamaan dan
kemasyarakatan melalui ajaran akidah,akhlak, ibadah,dan muamalah.

Dari penjelasan diatas maka dapat kita pahami bahwa syariat islam berisi

hukum dan aturan agama yang membentuk bagian dari tradisi islam. Yang mana

didasarkan pada Al-qur‟an dan Hadis. Dalam bahasa Arab istilah syara mengacu

pada hukum Allah yang tidak dapat diubah dan dikontraskan dengan fiqih, yang

mengacu pada pendapat ilmiah manusia.

Pengertian syariat dibagi menjadi dua pengertian yaitu, dalam artian sempit

dan artian luas. Dalam pengertian luas syariat islam meliputi semua bidang hukum

yang telah disusun dengan teratur oleh para ahli fikih dalam pendapat-pendapat

fikihnya mengenai persoalan dimasa mereka, atau yang mereka perkirakan akan
terjadi dimasa yang akan datang, dengan mengambil dalil-dalil yang langsung

bersumber dari Al-qur‟an dan Al-Hadits atau sumber pengambilan dalam hukum

seperti: ijma’, qiyas, istihsan, istihsab, dan mashalih mursalah. Sedangkan syariat

dalam pengertian sempit adalah hukum-hukum yang berdalil pasti dan tegas, yang

tertera dalam al-qur‟an, hadits, atau yang telah disepakati atau ditetapkan ijma‟.

2
Nina M. Armando, Ensiklopedi Islam, Vol. 6 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2015), h.
301.

3
Menurut pemakalah mengenai definisi syariat adalah suatu hukum atau aturan

yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, maupun manusia antar

sesamanya yang telah Allah tetapkan kepada hamba-hambanya untuk ditaati. Syariat

yang dimaksud adalah wahyu Allah dan sabda Rasulullah, yang merupakan dasar-

dasar hukum yang telah ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya, yang harus diikuti oleh

umat Islam.

Dalil Syariat: Al-Maidah ayat:3

ََُۗۗ‫ََۗۗوالْ ُمتَ َرِّديَة‬ ُ‫َۗاّللَِۗبِهٖ ََۗوالْ ُمْن َخنِ َقة‬ ِ ِ ِْ ‫ح ِرمتَۗعلَي ُكمَۗالْمي تَةَُۗوالدَّمَۗو ََلم‬
َ ُ‫ََۗۗوالْ َم ْوقُ ْوذَة‬
َ ّٰ ‫َۗاْلْن ِزيْ ِر ََۗوَمآَۗاُه َّلَۗلغَ ِْْي‬ ُ ْ َ ُ َ ْ َ ُ ْ َ ْ َّ ُ
‫ِ ِ نِ ِ ِ ن‬ ‫ن‬ ِ ِ
َۗ‫ََۗۗواَ ْنََۗۗتَ ْستَ ْقس ُم ْواَِۗبَْلَْزََلمَۗ ٰذل ُك ْمَۗف ْسقَۗاَلْيَ ْوَم‬ ِ ُ ‫ََۗۗعلَىَۗالن‬
َ ‫مصب‬ َ ‫ََۗۗوَماَۗذُبِ َح‬ َ ‫ََۗۗالسبُ ُعََۗۗاََّل‬
َ ‫ََۗۗماَۗذَ َّكْي تُ ْم‬ َّ ‫ََۗۗوَمآََۗۗاَ َك َل‬
َ ُ‫َوالنَّطْي َحة‬
َۗ‫َۗعلَْي ُك ْمَۗنِ ْع َم ِ ِْت‬ ِ ‫ََۗتْشوهمَۗواخشو نِنَۗاَلْي ومَۗاَ ْكم ْلتَۗلَ ُكم‬ ِِ ِ ِ ‫ي ِٕى‬
َ ُ ْ َ ْ َْ ْ ُ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ ‫سَۗالَّذيْ َنَۗ َك َف ُرْواَۗم ْنَۗديْن ُك ْمَۗفَ ََل‬
‫ت‬ ‫َۗم‬َ‫ت‬ْ ‫ا‬
َ‫َۗو‬ ‫م‬ ‫ك‬
ُ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫َۗد‬ َ َ
ٍۙ
ِ ِِ ٍ ِ‫َۗدي ناَۗفََۗم ِنَۗاضطَُّر َِِۗفََۗمَْمص ٍةَۗ َغي رَۗمتجان‬ ‫ن‬ ِ
َۗ‫َۗاّللََۗ َغ ُف ْور ََّۗرِحْيم‬
ّٰ ‫ف ََّۗل ٍْثَۗفَا َّن‬ َ َُ َ ْ َ َ ْ ْ َ ًْ ‫َۗاَل ْس ََل َم‬
ِْ ‫ور ِضيتَۗلَ ُكم‬
ُ ُ ْ ََ
Terjamahnya:

“Diharamkan bagimu (memeakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan
yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh,
yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan
pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah) (karena) itu suatu perbuatan fasik.
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu,
sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tapi takutlah kepada-Ku. Pada hari
ini telah Aku sempurnakan agamamu. Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar
bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha pengampun, Maha
Penyayang”.

C. Kedudukan Dan Fungsi Sunnah Dalam Syariat Islam

1. Kedudukan sunnah dalam syariat islam

Allah SWT telah menurunkan syariat-syariat kepada umat manusia dengan

diturunkan secara berangsur-angsur supaya menjadi pedoman hidup agar selamat

baik di dunia maupun di akhirat, yang terhimpun dalam sebuah kitab yakni Al-

4
Qur‟an sebagai syari‟at yang terakhir yang menghimpun syariat-syariat

sebelumnya untuk memperbaiki serta menyempurnakannnya, hal ini sejalan

dengan fungsi kerasulan, Nabi Muhammad saw. Maka jumhur muslimin meyakini

bahwa segala keterangan Rasulullah yang berhubungan dengan syariat Allah

SWT yyang diriwayatkan secara sahih dari-Nya, baik berupa perkataan dan

pedoman pengamalan umat Islam.

Menurut pemakalah syariat-sayriat nabi terdahulu itu tidaklah sempurna,

hal inilah yang menjadi salahsatu dari misi kerasulan Muhammad Saw untuk

memperbaiki dan menyempurnakannya dengan diturunkan kitab terakhir padanya.

Rasulullah Saw menjadi periwayat pertama Al-Qur‟an yang diterima secara sahih

dari Allah Swt secara berangsur-angsur, sehingga Al-Qur‟an tertanam dalam hati

Rasullullah dan menjadikan akhlaq beliau menjadi mulia sebagaimana yang

dikatakan oleh Ibnu Qatadah tetkala bertanya kepada ummul mukmini Aisyah Ra

tentang akhlaq baginda Rasul maka Aisyah menjawab”Akhlaq beliau adalah Al-

Quran”. Hal inilah yang menjadi dalil bahwa As-Sunnah merupakan sumber

penetapan hukum Syariat setelah Al-Qur‟an.

Beberapa alasan yang dilontarkan oleh jumhur muslimin diantaranya:

a. Menerima sunnah merupakan konsekuensi iman. Iman kepada kerasulan Nabi

Muhammad Saw adalah salah satu bagian dari bangunan aqidah Islam. Perintah

Allah Swt mengenai keimanan kepada kerasulan Muhammad, tersurat secara

berulang dalam Al-Qur‟an seperti dalam surah an-Nisa/4:136. Dalam menjelaskan

fungsi kerasulannya, Nabi Muhammad saw mendapatkan jaminan pemeliharan

Allah Swt dari kesalahan-kesalahan seta memperoleh jaminan bimbingan dan

5
petunjuknya. Keimanan pada kerasulan Muhammad menurut kepada I‟tiqad

terhadap keberadaan sunnah rasul dan menjadikannya hujjah dan dasar dalam

memenuhi dan memanifestasikan syariant Nabi dalam kehidupan nyata.

b. Adanya keterangan-keterangan yang jelas dan tegas dalam Al-Qur‟an tentang

kedudukan Rasulullah dalam syari‟at Islam. Allah Swt menegaskan tugas

kerasulan Muhammad sebagai juru baca sekaligus pengajar. Seperti dalam surah

ali-Imran ayat 164 Allah memberikan hak kepada Nabi Muhammad saw untuk
memberikan penjelasan terhadap nash-nash al-Qur‟an.3 Kemudian Allah Swt

memberikan wewenang kepada Nabi Muhammad saw untuk menjadi hakim dalam

memutuskan perkara umatnya dan menjadi kepatuhan setiap individu kepada

putusan Nabi Muhammad saw sebagai tolak ukur keimanan.

c. Keterangan dari Rasulallah sendiri tentang keharusan kaum muslimin untuk

mengikuti sunnahnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh

al-Hakim.4 Selanjutnya Abu Najih al-Irbadh bin Syari‟ah5 yang menceritakan

bahwa Rasulullah memberikan nasehat kepada kita, Nabi bersabda : “Aku

nasehatkan kepada kalian semua agar kalian semua agar kalian bertaqwah kepada

Allah taat dan patuh, biarpun seorang hamba sahaya memerintahkan kamu.
Sesungguhnya orang yang hidup lama (panjang umur) di antara kamu bakal

mengetahui adanya pertentangan-pertentangan yang hebat. Oleh sebab itu

hendaklah kamu berpegang teguh yang kepada sunnahku, sunnah khulfa‟ur

3
Departemen Agama Ri, al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989), h.64.
4
Abu Daud, Sunnah Abi Daud, terj. Muhammad Muhyi al-Din Abd al-Hamid, (Beirut: Dar
al-Fikr,t.th), h.200.
5
Mukhtar Yahya Fatehurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam, (Bandung: Al-
Ma‟rif, 1986), h.42.

6
rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah sunnah dengan taringmu, jauhilah

dari perkara yang diada-adakan sebab perkara yang diada-adakan itu adalah bi‟ah,

bid‟ah itu adalah tersesat dan setiap yang yang sesat itu neraka (tempatnya).”

d. Ijma‟ sahabat tentang keharusan berpijak kepada sunnah Rasul. Para sahabat

melaksanakan syariat islam dengan penuh kesungguhan, ketaatan dan keikhlasan

tanpa membedakan antara hukum yang datang dari Rasul. Selain itu, para sahabat

yang menjadikan sunnah rasul sebagai pijakan untuk memperoleh kejelasan dan
perician hukum dari nash-nash al-Qur‟an yang bersifat ijma‟ atau umum, serta

menjadikan sunnah sebagai rujukan dalam menyelesaikan perkara yang hukumya

tersirat dalam Al-Qur‟an secara jelas.6

e. Keberadaan Al-Qur‟an menjadi petunjuk kepada pentingnya kedudukan sunnah

Rasulallah saw. Sebagian besar syariat Islam yang diturunkan oleh Allah swt

melalui wahyu Al-Qur‟an adalah bersifat global, seperti tentang kewajiban ibadah

shalat, puasa, zakat, haji yang diungkapkan dalam bentuk perintah yang bersifat

ijma‟.7 Dengan demikian ibadah tersebut tidak mungkin dapat dilaksanakan oleh

kaum muslimin dengan benar tanpa merujuk pada sunnah Rasul yang berfungsi

sebagai bayan syariat Allah Swt. Sekiranya sunnah-sunnah yang berfungsi sebagai
bayan ini bukan merupakan hujjah bagi kaum muslimin dan tidak menjadi undang-

undang yang wajib diikuti. 8

6
Muhammad Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadis, (Cet; III, t.t: Dar al-Fikr, 1957) h. 13.
7
Muhammad Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadis, (Cet; III, t.t: Dar al-Fikr, 1957) h. 43-47.
8
Abdul Wahab Khallaf, Ibnu Ushul Al-Fiqh, (Cet; VIII, Mesir: Dar al- Quwatiyyah, t.th), h.
246.

7
Menurut pemakalah sunnah berdiri sebagai penjelas maksud Al-Qur‟an

,penjamin makna Al-Qura‟an dan pelengkap perintah-perintah yang ada dalam

Al-Qur‟an ,sehingga Al-Quran tidak bisa dipahami tanpa sunnah. Misalnya Al-

Qur‟an memberikan perintah umum maka sunnah menjelaskan Al-Qur‟an secara

spesifik. Sunnah Juga memberikan informasi tambahan yang mutlak diperlukan

dalam praktek peribadatan yang tidak ada dalam Al-Qur‟an. Karna itu muncul

anggapan bahwa, kebutuhan Al-Qur‟an terhadap sunnah lebih besar daripada


kebutuhan sunnah terhadap Al-Qur‟an.

2. Fungsi Sunnah dalam syariat islam

Sebagian besar ayat-ayat hukum dalam Al-Qur‟an masih dalam bentuk

garis besar, yang secara amaliah belum bisa dilaksanakan, maka dalam hal ini

penjelasan sunnah dapat dibutuhkan. Dengan demikian fungsi Sunnah yang

utama adalah untuk menjelaskan al-Qur‟an. Hal ini sesuai dengan penjelasan

dalam Al-Qur‟an:
ِ ‫ك‬
‫َۗالكتَابَۗاَلَۗلتبيَۗهلمَۗالذىَۗاختلفتمَۗفيه‬ َ ‫اَۗعلَْي‬
َ َ‫َوَماَۗانْ َزَۗلن‬
Terjemahnya:

“Dan kami menurunkan Al-Kitab kepada-Mu (Muhammad) melainkan engkau


dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan”.9

Bila Al-Qur‟an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fikih maka

sunnah disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai bayani, dalam

hubungannya dengan Al-Qur‟an maka hadis menjalankan fungsi sebagai berikut:

9
Departemen Agama Ri, al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989), h.64.

8
a. Menguatkan dan menjelaskan hukum-hukum yang tersebut dalam Al-Qur‟an

yang dikenal dengan istilah fungsi ta‟kid dan taqrir.

b. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur‟an

dalam hal ini:

1) Menjelaskan arti yang masih samar-samar.

Contohnya kata shalat, karena shalat bisa juga berarti doa. Kemudian

nabi mencontohkan yang dimaksudkan dengan shalat itu bagaiman,


kemudian Nabi melakukan perbuatan yang terdiri dari ucapan dan

perbuatan yang menjelaskan bahwa itulah shalat.

2) Merinci apa-apa yang ada dalam Al-Qur‟an disebutkan secara garis

besar.

Contohnya menentukan waktu shalat, yang dijelskan pada surah yang

berbeda. Subuh QS An-Nur: 58, zuhur QS Al-Isra‟:78, asar QS

Qaf:39, Magrib QS Hud: 114, isya QS An-Nur: 58.

3) Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur‟an disebutkan secara umum,

contohnya hak waris anak laki-laki dan anak perempuan dalam QS

An-Nisa: 11. Yang mana dijelaskan pembagian waris anak laki-laki


dan perempuan berbeda, anak laki-laki mendapat bagian waris dua

anak perempuan.

4) Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al-Qur‟an.

Adakalanya firman yang dismpaikan Allah pada kitab suci Al-Qur‟an

belum tentu dipahami oleh ummat muslim karena terlalu luas atau

terlalu sempit , oleh karenanya Nabi dapat mempersempit atau

memperluas agar ummat islam dapat memehaminya denga mudah.

9
misalnya Allah melarang seorang laki-laki menikahi dua orang wanita

yang bersaudara, kemudian penjelasannya diperluas Nabi bahwa

bukan saja saudara ayah tapi juga saudara ibunya.

c. Menetapkan sesuatu hukum dalam hadis yang secara jelas tidak ada dalam Al-

Qur‟an. Fungsi sunnah dalam bentuk ini dikenal dengan istilah istbat.10

Menurut pemakalah fungsi As-Sunnah adalah sebagai penafsir terhadap Al-

Qura‟an, ia merupakan implementasi realistis serta ideal dalam Islam. Kepribadian

Nabi Muhammad Saw adalah merupakan pengejawantahan Al-Qur‟an dalam sebuah

ajaran Islam. As-Sunnah disamping sebagai penafsir terhadap Al-Quran juga

berfungsi sebagi referensi dan sumber petunjuk kedua setelah al-qur‟an ,petunjuk itu

akan terus mengalir kedalam lapangan syari‟ah ,hukum dan Fiqhi serta melandasi

seluruh sektor kehidupan manusia.

10
Amir Syarifuddin, Ushul dfiqh Antara Pengingkar dan Pembelanya (Jakarta: Logos, 2000)
h. 85.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dalam kehidupan ini dilandasi oleh aturan yang harus ditaati, yang disebut

dengan syariat. Allah menetapkan suatu aturan agar diterapkan dan ditaati oleh

hamba-Nya. Disamping itu, tardapat sunnah yang berasal dari Rasulullah Saw, sosok

yang menjadi keteladanan bagi ummat islam serta yang menjadi penutan dan juga

tuntutan. Segala kebiasaan,perbuatan, maupun sabda yang berasal dari Rasulullah

baik itu sebelum terangkat sebagai Khalifah maupun setelah diangkat ,disebut dengan

sunnah.

Kedudukan sunnah sebagai sumber syariat Islam adalah sebagai pedoman

hidup agar dapat selamat dunia akhirat. Al-Qur‟an hadir sebagai penyempurna

syariaat-syariat sebelumnya untuk memperbaiki dan menyempurnakan.

B. Saran

Demikianlah pembahasan kami pada makalah ini, kami sangat berharap agar makalah

ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Selain itu, dikarenakan keterbatasan ilmu dan

juga referensi yang kami miliki maka kami menyadari bahwa makalah kami jauh dari

kata sempurna. Oleh karena itu, kami juga mengharapkan saran dan kritik yang

membangun dari pembaca agar makalah ini dapat disusun mejadi lebih baik

kedepannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

H. Hairilla. 2015. “Kedudukan As-Sunnah dan Tantangannya Dalam Hal Aktualisasi

Hukum Islam”. Mazahib: Jurnal Pemikiran Hukum Islam, Vol. XIV, No. 2.

Farida, Umm. 2015. “Diskursus Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam: Perspektif

Ushuliyyah dan Muhadditsin”, Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam,

Vol. 6, No. 1.

Armando, Nina M. 2015. Ensiklopedi Islam, Vol. 6. Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve.

Daud, Abu. Sunnah Abi Daud, terj. Muhammad Muhyi al-Din Abd al-Hamid, Beirut:

Dar al-Fikr,t.th. h.200.

Fatehurrahman, Mukhtar Yahya. 1989. Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam,

Bandung: Al-Ma‟rif.

Khatib, Muhammad Ajaj al, Ushul al-Hadis, Cet; III, t.t: Dar al-Fikr, 195

Khallaf, Abdul Wahab. Ibnu Ushul Al-Fiqh, Cet; VIII, Mesir: Dar al- Quwatiyyah,
t.th.

Departemen Agama Ri, al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989)

Syarifuddin, Amir. 2000. Ushul dfiqh Antara Pengingkar dan Pembelanya, Jakarta:

Logos.

12

Anda mungkin juga menyukai