Revisi Oksigenasi by Asfiksia Mbaq Nia
Revisi Oksigenasi by Asfiksia Mbaq Nia
Laporan Kasus Atas Nama Siti Rabiatun Adawiyah NIM : 113421218 dengan
judul “Asuhan Kebidanan Pada By Ny “J” Dengan Prioritas Masalah Kebutuhan
Dasar Oksigenasi Pada Kasus Asfiksia Sedang”
Telah disetujui
Zuhriah, S.Kep.,Ns.
NIP. 19810519 2007 01 2 007
Mengetahui
Program Studi Profesi Bidan
Ketua,
ii
KATA PENGANTAR
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
C. Prioritas Diagnosa Kebidanan/Keperawatan.................................. 32
D. Rencana (Intervensi)....................................................................... 33
E. Implementasi................................................................................... 33
F. Evaluasi........................................................................................... 34
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 35
BAB V PENUTUP.......................................................................................... 37
A. Simpulan......................................................................................... 37
B. Saran............................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 39
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oksigenasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan O2 dan
mengeluarkan CO2. Apabila lebih dari 4 menit manusia tidak mendapatkan
oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki
dan biasanya pasien akan meninggal (Kusnanto, 2016). Anak mempunyai
kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari orang dewasa. Pemenuhan
kebutuhan oksigen sangat ditentukan dari keadekuatan system pernapasan
dan system kardiovaskuler. Gangguan pada kedua system tersebut dapat
menyebabkan gangguan dalam pemenuhan oksigenasi (Mariyam, 2020).
Paru-paru janin sebelum lahir tidak berfungsi sebagai sumber oksigen
atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di
dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (PaO2)
parsial rendah, hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui
paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah di alirkan
melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu ductus arteriosus
kemudian masuk ke aorta. Setelah lahir, bayi akan bergantung pada paru-paru
sebagai sumber utama oksigen, bayi baru lahir biasanya mulai bernafas tanpa
bantuan dan biasanya menangis setelah dilahirkan. Pada satu menit setelah
lahir, sebagian besar bayi bernafas dengan baik. Jika bayi gagal membangun
respirasi berkelanjutan setelah lahir, bayi didiagnosis asfiksia neonatorum
(Yuni, 2019).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,
sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat
mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Sunarti, 2017).
Asfiksia neonatorum merupakan penyebab kematian bayi yang sering
terjadi di negara berkembang yaitu sebesar 21,1% salah satunya disebabkan
karena ketidakmampuan bayi bernafas secara spontan dan teratur setelah
lahir. Keadaan ini dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnue dan
1
2
asidosis yang merupakan campuran dari proses pembentukan asam laktat dan
penumpukan karbon dioksida yang selanjutnya dapat meningkatkan
pemakaian sumber energi dan menganggu sirkulasi bayi (Cahyanti Yayik
Dwi, 2018).
Asfiksia terjadi karena terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada
masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Asfiksia dapat
mempengaruhi organ vital lainnya dan dapat mendorong terjadinya infeksi,
kerusakan otak atau kematian (Fajarwati & Andayani, 2016).
United Nations Children’s Fund (UNICEF), 2018 mengatakan bahwa
80% kematian disebabkan oleh asfiksia, komplikasi saat lahir, atau infeksi
seperti pneumonia dan sepsis. Setiap tahunnya 2,6 juta bayi diseluruh dunia,
tidak mampu bertahan hidup selama lebih dari satu bulan. 1 juta diantaranya
meninggal saat lahir. Berdasarkan data yang di dapat dari WHO setiap
tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami
asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Di Indonesia, dari seluruh
kematian bayi sebanyak 57% meninggal. Penyebab tingginya Angka
kematian Bayi di Indonesia adalah BBLR 32%, Asfiksia 30%, Sepsis 22%,
Pnemonia 11%, kelainan kongenital 7%, lai-lain 9%. Kematian bayi
merupakan hal yang dapat dicegah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
dalam percepatan penurunan angka kematian bayi adalah melalui peningkatan
cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan penanganan
kegawatdaruratan neonatal sesuai standar dan tepat waktu (Irene Kartasurya
et al., 2016).
Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia (2022), angka mortalitas
kasus asfiksia pada neonatal (0-28 hari) di Indonesia sebanyak 5.549 kasus
dan paling banyak berasal dari provinsi jawa timur dengan kasus asfiksia
sebanyak 839 kasus. Sementara itu, untuk provinsi Sulawesi Tenggara
sebanyak 95 kasus (Kemenkes RI, 2022).
Masalah kebidanan yang sering muncul dalam pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada bayi neonatus yaitu bersihan jalan napas tidak efektif pola
napas tidak efektif, dan gangguan pertukaran gas (PPNI, 2018).
3
A. Asfiksia
1. Definisi
Asfiksia merupakan gagalnya bernafas dengan cara langsung dan
tertata sesudah lahir yang disebabkan oleh kurangnya jaringan oksigen
dalam tubuh janin di dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
penyebab yang timbul pada saat mengandung, melahirkan atau pas bayi
baru lahir. Asfiksia ini harus cepat di tangani atau ditolong karena jika
tidak dapat di tangani bayi yang mengalami gangguan bernafas atau
kegagalan dapat menyebabkan kecacatan pada bayi atau kematian
(Farahdiba & Rahmat MS, 2020).
Asfiksia neonatorum merupakan suatu suasana bayi yang dikatakan
gagal nafas secara langsung dan tertata cepat sehabis lahir dan sanggup
disebabkan oleh beberapa penyebab yaitu segi ibu, bayi, mengandung dan
plasenta. Asfiksia neonatorum dalam menyebabkan gangguan pada
beberapa organ vital yaitu seperti kardiovaskuler, paru, ginjal, traktus
gastrointestinal dan system saraf pusat (Iftitah, 2017).
Banyak kali bayi yang terjadi gawat pada janin pasti merasakan
asfiksia setelah persalinan. Biasanya bayi yang mengalami asfiksia bisa
terkait dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi sesudah
atau sebelum persalinan, keadaan ini biasanya ditandai engan hipoksia,
hiperkapnea sampai asiodosis. Asfiksia neonatorum biasanya disebakan
oleh beberapa penyebab yaitu adanya hipoksia pada ibu, usia ibu, gravida
lebihdari 4, hipertensi serta penyakit yang pembuluh darah dan pertukaran
dan pengangkutan oksigen (Gerungan, 2018).
Asfiksia dapat mempengaruhi angka kematian pada bayi. Asfikisia
merupakan gagalnya bernafas secara langsung dan teratur pada saat lahir
atau ditandai dengan beberapa keadaan oksigen di dooalam darah
rendah( hipoksemia), hiperkarbia pada CO2 meningkat dan kadar asam
dalam tubuh sangat tinggi. Asfiksia adalah kegagalan bernafas dengan
4
5
bayi secara langsung dan teratur segera sesudah lahir, jadi bayi tidak bisa
memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam dari
tubuhnya (Handayani, 2019).
2. Klasifikasi Asfiksia
Dari hasil nilai APGAR (Appereance, Pulse, Gramace, Activity,
Respiration) asfiksia dibagi menjadi 3 :
a. Asfiksia Berat (nilai 0-3)
Dengan kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami kadar asam
dalam tubuh sangat tinggi, jadi harus melakukan perbaikan dan
resusitasi aktif dengan sangat cepat. Tanda terhadap asfiksia berat
dengan di bawah ini :
1) Frekuensi tersedia jantung kecil kurang 40 kali per menit
2) Tidak tersedia selagi bernafas
3) Kekuatan otot sampai tidak kuat dan hampir tidak ada
4) Bayi tidak bisa memberikan relaksasi terhadap selagi diberikan
rangsangan
5) Bayi terlihat pucat hingga berwarna kelabu
6) Terjadi pengurangan oksigen pada saat atau sebelum akan
persalinan
b. Asfiksia Sedang (nilai 4-6)
Di bawah ini adalah tanda gejala yang muncul saat mengalami
asfiksia sedang :
1) Frekuensi pada jantung mengalami penurunan menjadi 60-80 kali
permenit
2) Kekuatan panas melambat
3) Kekuatan otot biasanya didalam suasana membaik
4) Bayi masi bisa merasakan sentuhan yang diberikan
5) Bayi terlihat kebiruan
6) Tidak mengalami kekurangan terhadap oksigen sangat penting
didalam proses melahirkan.
6
4) Kelainan congenital
Kelainan kongenital yaitu kelainan dengan pembentukan
organ tubuh sejak pembuahan. Kelainan kongenital ini dapat
menyebabkan kematian, lahir mati atau sehabis berjalan
melahirkan dengan minggu pertama. Kelainan kongenital ini
adalah cacat bawaan dan dapat sebabkan terjadinya asfiksia bayi
karena adanya cacat bawaan pada bayi dan dapat menyebabkan
hambatan pertumbuhan janin pada organ janin supaya organ paru
dapat berguna abnormal (Arni, 2018).
5) Air Ketuban Bercampur Mekonium
Keluarnya mekonium terhadap letak kepala dapat
menyebabkan gawat terhadap janin, gara-gara terjadi rangsangan
nervus X, supaya terjadi peningkatan usus peristaltik dan sfingter
ani terbuka dan bisa ditentukan diagnosa pada kejadian pertama
asfiksia neonatorum. Bila janin terjadi kekurangan oksigen dan
kabondioksida akan bertambahnya rangsangan nervus vegus
sehingga terjadi denyut pada jantung bayi melambat (Arni, 2018).
6) Fetal Distrase (gawat janin)
Fatel diastrase yaitu janin yang tidak dapat menerima O2
dengan cukup, sehingga dapat terjadinya hipoksi. Dengan adanya
ini akan mengalami kondisi dengan jangka cepat (Arni, 2018).
7) Berat Lahir Rendah
Yaitu bayi baru lahir yang dikatakan bahwa mengalami
kecepatan perkembangan dengan pembuahan pertumbuhan janin
terhambat biasanya kurang yang diinginkan dengan pendekatan
masa gestasi. Adapun penyakit yang di alami oleh bayi baru lahir
rendah dengan sindrom gangguan pernafasan karena stress kronik
dalam uterus sehingga dapat mempermatang paru-parubayi (Arni,
2018)
10
c) Faktor Persalinan
1) Melahirkan Macet
Melahirkan macet yaitu persalinan yang lewat pada 24 jam
dengan ibu hamil pertama kali dengan persalinan lewat 18 jam
pada persalinan multigravida (Arni, 2018).
2) Rangsangan Melahirkan
Yaitu memberikan usaha dengan melakukan rangsangan
sejak bayi baru lahir mulainya proses melahirkan yaitu tidak
adanya tanda melahirkan kemudian diberikan rangsangan mules
atau his (Arni, 2018).
3) Persalinan Dengan focep/cunam
Persalnina pada focep/cunam yaitu tindakan obstetetrik
untuk kala mengeluarkan dengan cepat jalur menarik pada anggota
bawah janin yakni (kepala) bersama dengan menggunakan alat
cunam. Tindakan ini dilakukan dikarenakan ibu tidak memiliki
kekuatan mengejan dengan kuat untuk mengeluarkan bayi (Arni,
2018).
4) Secsio cesaria
Secsio cesaria adalah tindakan pembedahan pada perut ibu
dengan bayi memiliki berat badan lebih dari 500 gram, melalui
syatan pada dinding uterus yang masih ada (Arni, 2018).
d) Faktor Tali Pusat
1) Lilitan Tali Pusat
Biasanya terjadi di daerah leher pada bayi, jika mengalami
lilitan pada kelahiran awal 1, pantau DJJ sangat penting dilakukan
menggunakan alat kardiotografi untuk mengetahui apa terjadi
gangguan pola DJJ. Jika terdapat ada gangguan pada pola DJJ
maka melahirkan dihentikan dengan melakukan operasi (bedah
cesar). jika dilanjutkan dengan persalinan normal akan mengalami
resiko buruk pada janin. Kompresi terhadap umbilikus mampu
menyebabkan gangguan terhadap aliran darah terhadap pembuluh
11
janin. Pada paru janin tidak bermanfaat sebagai tempat utama oksigen
atau jalan untuk keluarnya karbondioksia (CO2). oleh gara-gara itu,
aliran darah paru tidak perlu untuk menahan oksigen untuk janin
normal dan sama dengan asam basah. Paru calon bayi yang
berkembang di didalam uterus, akan tapi terhadap alveoli masih terisi
oleh cairan, bukan udara. Pembuluh arteriol di didalam paru janin
bersama situasi kontriksi sehinggan tekanan oksigen persial
rendah.terjadi seluruh dari darah ke jantung kanan tidak sanggup
melewati paru dikarenakan kontriksi pembuluh darah janin, jadi darah
sanggup di alirkan melewati tekanan darah yang lewat dari rendah
yaitu duktus arteriosus kemudia masuk ke aorta (Indrayani & Djami,
2018).
b) Sesudah lahir
Calon bayi tidak akan terjalin bersama dengan plasenta dan akan
tetap ikuti paru yang sebagai sumber utama oksigen, maka sebagian
sering cairan paru diserap dengan alveoli, sehabis itu paru wajib terisi
udara yang memiliki kandungan oksigen dan pembuluh darah terhadap
paru wajib di relaksasi untuk meninggikan jalan ke alveoli. Pemasukan
alveoli terhadap udara akan sangat mungkin oksigen mengalir ke
dalam pembuluh darah di area alveoli. Oksigen yang diisap akan
diedarkan ke suluruh tubuh. Arteri dan vena umbilikus akan menutup
untuk menrunkan tekanan terhadap sirkulasi plasenta dan akan
meninggikan darah sistemik. Akibat dari penekanan dan peningkatan
kader oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan terjadi relaksasi
tahanan terhadap aliran darah yang berkurang. Kondisi relaksasi
berikut dan peningkatan tekanan darah sistemik akan menyebabkan
tekanan terhadap arteri pulmunalis lebih rendah dari terhadap tekanan
sistemik menjadi aliran darah paru aliran darah paru meningkat,
menjadi aliran terhadap duktus arteriosus menurun. Oksigen yang
diabsrobsi di alveoli terhadap pembuluh darah paru di vena pulmonalis
dan darah yang miliki oksigen akan lagi ke arah jantung kiri dana kan
di pompakan ke seluruh tubuh anak baru lahir.
13
b. Penatalaksanaan
1) Penilaian cepat
Pada saat lahir lakukan segera dengan menempatkan anak di
dekapan ibu dan mendekati perineum (harus bersih dan kering).
Jangan sampai hilangnya panas saat menutupi tubuh bayi dengan
menggunakan handuk atau kain yang diberikan lalu menanyakan
pertanyaan, yang terdiri dari 2 pertanyaan (Ucd & Col, 2017).
2) Melihat anak ada menangis kencang, tidak bernafas atau ada
mengalami sesak?
3) Apa bayi tidak berdaya
Sesudah dilakukan penilain dengan melakukan keputusan
pada bayi harus di resusitasi, secepatnya melakukan perawatan
yang diberikan. Dengan adanya hambatan perawatan pada anak
akan mengakibatkan fatal pada anak. klem dan potong tali pusat
dan sisihkan segera anak ketempat resusitasi yang sudah
disiapkan. Lalu teruskan menggunakan kegiatan pada resusitasi.
Penilaian pada bayi baru lahir :
a) Sebelum anak lahir dan air ketuban pecah:
Melihat apa air ketuban tercampur dengan mekonium
dengan warna yang kehijauan dengan daerah kepala
b) Sesudah bayi baru lahir
Apakah bayi dengan keadaan menagis, bernafas dengan
langsung atau tertata, bernafas sesak atau mengalami tidak
bernafas.
4) Apa bayi terlihat tidak berdaya
Lakukan dengan memutuskan tindakan resusitasi :
a) Air ketuban tercampur dengan mekonium
b) Bayi dengan mengalami tidak bernafas atau sesak
c) Bayi terlihat tidak berdaya.
d) Melakukan dengan resusitasi pada bayi saat mengalami tidak
bernafas atau sesak
15
100 permenit di batas his dan bahkan sampai tidak jelas itu termasuk
dalam tanda bahaya.
b. Mekonium pada air ketuban : terdapat mekonium pada
Daerah kepala bisa saja akan menunjukkan terjadinya hambatan
oksigenasi dan gawat pada janin, karena bisa terjadi rangsangan X,
maka paristaltik meninggi dan sfingter ani terbuka. Terdapatnya
mekonium pada air ketuban di daerah kepala maka adanya keputusan
dengan diakhiri tanda-tanda melahirkan bila tindakan itu dilakukan
dengan mudah.
c. Pemeriksaan PH darah pada janin : karena terdapat kadar asam Dalam
tubuh yang berlebihan maka terjadinya penurunan pada PH, jika PH
menurun menjadi 7,2 itu dikatakan bahwa adanya resiko bahaya
(Rukiyah & Yulianti, 2017)
1) Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen
dan atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses
ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a) Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru,
semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah.
Demikian pula sebaliknya.
b) Adanya kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis
c) Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli
yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom. Terjadinya rangsangan
simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi
vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat
menyebabkan kontriksi sehingga dapat menyebabkan
vasokontriksi atau proses penyempitan
d) Adanya reflek batuk dan muntah
Adanya peran mukus sillialis sebagai penangkal benda
asing yang mengandung interferon dan dapat mengikat virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complience recoil.
Complience yaitu kemampuan paru untuk meengembang dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu adanya sulfaktor pada
lapisan alveoli yang berfungsi untuk menurunkan tegangan
permukaan dan adanya sisa udara yang menyebabkan tidak
terjadinya kolaps dan gangguan thoraks. Sulfaktor diproduksi
saat terjadi peregangan sel alveoli dan disekresi saat pasien
menerik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan untuk
mengeluarkan CO₂ atau kontraksi menyempitnya paru. Apabila
complience baik akan tetapi recoil terganggu maka CO₂ tidak
dapat dikelurkan secara maksimal. Pusat pernapasan yaitu
medula oblongata dan pons dapat mempengaruhi proses
ventilasi, karena CO₂ memiliki kemampuan merangsang pusat
20
b. Faktor perkembangan
1) Bayi prematur
Bayi yang lahir prematur berisiko menderita penyakit
membran hialin yang ditandai dengan berkembangnya membran
serupa hialin yang membatasi ujung saluran pernafasan. Kondisi ini
disebabkan oleh produksi surfaktan yang masih sedikit karena
kemampuan paru menyintesis surfaktan baru berkembang pada
trimester akhir.
2) Bayi dan anak-anak
Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran
pernapasan atas, seperti faringitis, influenza, tonsilitis, dan aspirasi
benda asing (misal: makanan, permen dan lain-lain).
3) Anak usia sekolah dan remaja
Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran napas
akut akibat kebiasaan buruk, seperti merokok.
4) Dewasa muda dan paruh baya
Kondisi stress, kebiasaan merokok, diet yang tidak sehat,
kurang berolahraga, merupakan faktor yang dapat meningkatkan
risiko penyakit jantung dan paru pada kelompok usia ini.
5) Lansia
Proses penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan
perubahan fungsi normal pernafasan, seperti penurunan elastis paru,
pelebaran alveolus, dilatasi saluran bronkus dan kifosis tulang
belakang yang menghambat ekspansi paru sehingga berpengaruh
pada penurunan kadar O₂.
c. Faktor Perilaku
1) Nutrisi
Kondisi berat badan berlebih (obesitas) dapat menghambat
ekspansi paru, sedangkan malnutrisi berat dapat mengakibatkan
pelisutan otot pernapasan yang akan mengurangi kekuatan kerja
pernapasan.
23
2) Olahraga
Latihan fisik akan meningkatkan aktivitas metabolik, denyut
jantung dan kedalaman serta frekuensi pernapasan yang akan
meningkatkan kebutuhan oksigen.
3) Ketergantungan zat adiktif
Penggunaan alkohol dan obat-obatan yang berlebihan dapat
mengganggu oksigenasi. Hal ini terjadi karena:
a) Alkohol dan obat-obatan daoat menekan pusat pernapasan dan
susunan saraf pusat sehingga mengakibatkan penurunan laju dan
kedalaman pernapasan.
b) Penggunaan narkotika dan analgesik, terutama morfin dan
meperidin, dapat mendepresi pusat pernapasan sehingga
menurunkan laju dan kedalaman pernafasan.
4) Emosi
Perasaan takut, cemas dan marah yang tidak terkontrol akan
merangsang aktivitas saraf simpatis. Kondisi ini dapat
menyebabkan peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernapasan
sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Selain itu, kecemasan juga
dapat meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan.
5) Gaya hidup
Kebiasaan merokok dapat memengaruhi pemenuhan
kebutuhan oksigen seseorang. Merokok dapat menyebabkan
gangguan vaskulrisasi perifer dan penyakit jantung. Selain itu
nikotin yang terkandung dalam rokok bisa mengakibatkan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan koroner.
d. Faktor Lingkungan
1) Suhu
Faktor suhu dapat berpengaruh terhadap afinitas atau kekuatan
ikatan Hb dan O₂. Dengan kata lain, suhu lingkungan juga bisa
memengaruhi kebutuhan oksigen seseorang.
24
2) Ketinggian
Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada tekanan
udara sehingga tekanan oksigen juga ikut turun. Akibatnya, orang
yang tinggal di dataran tinggi cenderung mengalami peningkatan
frekuensi pernapasan dan denyut jantung. Sebaliknya, pada dataran
yang rendah akan terjadi peningkatan tekanan oksigen.
3) Polusi
Polusi udara, seperti asap atau debu seringkali menyebabkan
sakit kepala, pusing, batuk, tersedak, dan berbagai gangguan
pernapasan lain pada orang yang menghisapnya. Para pekerja di
pabrik asbes atau bedak tabur berisiko tinggi menderita penyakit
paru akibat terpapar zat-zat berbahaya.
4. Nilai-nilai Normal
Yang perlu diperhatikan pada pemberian Oksigen tergantung:
Oksigen aliran rendah
a. Kateter Nasal :
Aliran 1-5 liter/menit ------> O₂ dg konsentrasi 24 - 44%
Komplikasi : Iritasi hidung, Pengeringan mukosa hidung, Distensi
lambung.
b. Kanula Nasal (Binasal Kanul) :
Aliran 1-5 liter/menit -----> O₂ dg konsentrasi 24 – 44%
Komplikasi : Iritasi hidung, Pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus.
c. Face Mask :
Aliran 5-8 liter / menit -----> O₂ dg konsentrasi 40 – 60%
Komplikasi : Aspirasi bila muntah, Penumpukan O₂, Empisema
subcutan, Nekrose bila terlalu ketat.
d. Rebreating Mask (RM) :
Aliran 8-12 liter/menit ----> O₂ dg konsentrasi 60 –80%
Komplikasi : Aspirasi jika muntah, Empisema subcutan, Nekrose
jika ketat.
25
5. Jenis Gangguan
a. Perubahan Pola nafas
1) Takipnea
Frekuensi pernafasan yang cepat. Biasanya ini terlihat pada kondisi
demam, asidosis metabolic, nyeri dan pada kasus hiperkapnia atau
hipoksemia.
2) Bradipnea
Frekuensi pernapasan yang lambat dan abnormal. Biasanya terlihat
pada orang yang baru menggunakan obat-obatan seperti morfin dan
pada kasus alkalosis metabolic, dan lain-lain.
26
3) Apnea
Biasanya juga disebut dengan henti napas.
4) Hiperventilasi
Peningkatan jumlah udara yang memasuki paru-paru. Kondisi ini
terjad saat kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan metabolic untuk
pembuangan karbondioksida.
5) Hipoventilasi
Penurunan jumlah udara yang memasuki paru-paru. Kondisi ini
terjadi saat ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolic untuk penyaluran oksigen dan pembuangan
karbondioksida.
6) Pernapasan Kusmal
Salah satu jenis hiperventilasi yang menyertai asidosis metabolic.
7) Orthopnea
Ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali dalam posisi tegak atau
berdiri.
8) Dispnea
Kesulitan atau ketidaknyamanan saat bernapas
D. Pengkajian
1. Riwayat Kebidanan
Meliputi pengkajian tentang masalah pernapasan dulu dan
sekarang, gaya hidup, adanya batuk, sputum, nyeri, dan adanya faktor
resiko untuk gangguan status oksigenasi.
a. Masalah pada pernapasan (dahulu dan sekarang)
b. Riwayat penyakit
1) Nyeri
2) Paparan lingkungan
3) Batuk
4) Bunyi nafas
5) Faktor resiko penyakit paru
6) Frekuensi infeksi pernapasan
27
3. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengkaji status, fungsi dan
oksigenasi pernapasan pasien. Beberapa jenis pemeriksaan diagnostik
antara lain :
a. Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas
darah arteri, oksimetri, pemeriksaan darah lengkap.
b. Tes struktur sistem pernapasan : sinar- x dadabronkoskopi, scan paru.
c. Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan : kultur
kerongkongan, sputum, uji kulit toraketensis
4. Diagnosa Kebidanan/Keperawatan
Diagnosis kebidanan utama untuk klien dengan masalah oksigenasi pada
kasus Pneumonia adalah :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
gangguan batuk.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
mengurangi dispnea
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Asuhan - Pantau adanya pucat dan
bersiihan jalan kebidanan selama 1x 24 sianosis
nafas yang jam - Pantau efek obat pada
berhubungan - Pasien akan status respirasi
dengan gangguan menunjukan - Pantau bunyi respirasi,
pernapasan optimal pola respirasi, dan vital
batuk
pada saat terpasang sign
ventilator Informasikan kepada klien dan
makanis’mempunyai keluarga tentang teknik
kecepatan dan irama relaksasi
respirasi dalam batas
normal
- Ajarkan cara batuk efektif
- Mempunyai - Catat tipe dan jumlah
dalamfunsi paru sekret pencegahan
dalam batas normal aspirasi
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN/KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Hari/Tanggal : Kamis, 20 Juli 2023
Pengkaji : Siti Rabiatun Adawiyah
Ruang : NICU RSUD dr R. Soedjono
1. Identitas
a. Nama : By. Ny “J”
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Tgl Lahir/Umur : 20 Juli 2023/0 hr
d. Diagnostik Medis : NCB SMK dengan Asfiksia Sedang
e. No. RM : 601445
Penanggung Jawab ( Orang Tua)
a. Nama Ibu/ Ayah : Ny. “J” / Tn “A”
b. Umur : 35 Tahun /37 Tahun
c. Pendidikan : SMA/SMA
d. Pekerjaan : IRT/Wiraswasta
e. Agama : Islam
f. Alamat : Aikmel
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan pasien
1) Keluhan utama : Sesak
2) Kronologi penyakit saat ini
Bayi baru lahir pindahan IBS RSUD R. Soedjono Selong dengan
NCBSMK dengan asfiksia sedang .Lahir SC Tanggal 20/7/2023 jam
10.59 wita dari ibu G4P3A0 Gravida 37 minggu lahir tidak langsung
menangis dengan A-S :5-6-7. BBL Jenis kelamin laki-laki, BB: 2600
gram, PB : 49 cm dan pada jam 15.40 Wita Bayi dipindahkan
keruangan Neo .
30
31
Reflek Bayi :
a) Moro : (+)
b) Hisap : (-)
c) Pegang : (+)
d) Babinsky : (+)
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi : Baby gram (+)
b. Laboratorium : GDS 86 mg/dl
Golongan darah A
Golongan darah rhesus (+)
5. Terapi yang diberikan tanggal 20 Juli 2023
a. Pemberikan salep mata
b. Inj vit K 0,5 mg phytomenadione secara IM
c. Infus D10% 6 ml/jam
d. O2 nasal 2 lpm
e. Inj Ampcilin 2x130 mg IV
f. Inj Gentamicin 1x13 mg IV
B. Analisa Data
Tgl/Jam Data Focus Etiologi Problem
20 Juli DS : Asfiksia Ketidakefektifan
pola nafas
2023
- P/B pindahan IBS dg
16.00 Wita NCB SMK+Asfiksia Janin Kekurangan O2
Sedang lahur SC, Tgl
20/7/2023 jk laki-laki dan Kadar CO2
meningkat
DO :
- K/U lemah
- Sesak (+), Retraksi (+), Nafas Cepat
OGT decompresi (+)
- Puasa sementara
Apneu
- Cek DL (-)
- S : 36,7 0C, N : 148
x/mnt, R : 62 x/mnt, Ketidakefektifan Pola
SPO2 : 97%
- Infus D10% Nafas
- Menggunakan O2 Nk 2
lpm
33
D. Rencana (Intervensi)
Tujuan dan
No Tgl Dx Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1 20-7- Ketidakefektifan Setelah - Monitoring - Melihat status
2023 pola nafas dilakukan SPO2 oksigenasi
Asuhan - Monitoring - Memantau
keperawatan Frekuensi perkembangan
selama 3 x 24 nafas pernapasan
jam diharapkan
pola nafas
- Dokumentasi - Membantu
dalam batas hasil pemenuhan
normal pemantauan nutrisi bayi
- Jelaskan hasil melalui selang
pemeriksaan
- Kolaborasi
dalam
pemberian
obat
E. Implementasi
Tgl Dx Jam Implementasi Respon Hasil
20 Juli Ketidakefektifan 16.00 - Jaga suhu bayi - S : 36,70C
pola nafas Wita supaya tetap - RR : 49 x/mnt
2023
hangat - SPO2 : 97 %
- Monitor status - Inj Ampcilin 2x130 mg IV
respirasi - Inj Gentamicin 1x13 mg IV
- Monitor - ASI+OGT 12x3 ml
frekuensi
nafas
- Kolaborasi
pemberian
terapi obat
- Observasi
lanjut
F. Evaluasi
Tgl Dx Jam Catatan Perkembangan Paraf
23 Juli Ketidakefektifan 16.00 DS :
pola nafas DO:
2023 Wita
- K/U lemah
- Infus + O2
terpasang, Pasi /
OGT + Dot
- BAB/BAK (+)
- S : 36,70C, N : 140
x/mnt, R : 48 x/mnt,
SPO2 : 98%
A:
- Ketidak efektifan
pola nafas
P:
- Setelah dilakukan
Asuhan keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan pola
nafas dalam batas
normal
BAB IV
PEMBAHASAN
35
36
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pengkajian melalui proses wawancara dan
pemeriksaan fisik dengan By Ny “J” pada tanggal 6 Juli 2022 di Ruang IGD
RSU dr. R. Soedjono Selong dengan Prioritas masalah kebutuhan dasar
Oksigenasi dapat disimpulkan sbb :
1. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian data subjektif pada By Ny ”J”
yang terdiri dari Identitas, riwayat kesehatan pasien, riwayat kesehatan
keluarga, pengkajian biologis, pengkajian psikososial dan spritual
2. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian data obyektif pada By Ny ”J”
yang terdiri dari pemeriksaan fisik yang meliputi keadaan umum
(kesadaran, BB/TB, Vital sign), pemeriksaan cepalo kaudal, dan
pemeriksaan penunjang
3. Mahasiswa dapat melakukan analisa data pada By Ny ”J” yang meliputi
data focus, etiologi dan problem
4. Mahasiswa dapat membuat diagnose Kebidanan/Keperawatan pada By
Ny ”J” yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan gangguan batuk dan Ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan obstruksi jalan napas.
5. Mahasiswa dapat melakukan Planning atau rencana kegiatan sesuai
dengan kebutuhan dan masalah yang ada pada By Ny ”J”
6. Mahasiswa dapat mengimplementasikan dan mengevaluasi asuhan
kebidanan pada By Ny ”J”
B. Saran
1. Bagi institusi pendidikan
Sebaiknya meningkatkan penerapan dan pengajaran asuhan kebidanan
kepada mahasiswa, meningkatkan ilmu pengetahuan dan memberikan
keterampilan yang lebih kepada mahasiswa dan menambah referensi
tentang penyakit Asfiksia dan pemenuhan kebutuhan oksigen.
37
38
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Kebidanan Medikal bedah. Edisi 8,
Vol. 3, Jakarta, EGC.
Hidayat & Uliyah, (2015). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Edisi 2, Buku
2. Jakarta: Salemba Medika
Rosdahl & Kowalski, (2015). Buku ajar kebidanan dasar. Edisi 10, Volume 4.
Jakarta: EGC
Wahid & Suprapto, (2013). Kebidanan medikal bedah, Asuhan kebidanan pada
gangguan sistem respirasi. Jakarta: Trans Info Media
World Health Organization. (2019). Integrated Community Case Management
(ICCM), 1–8.