Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BY NY “J” DENGAN


PRIORITAS MASALAH KEBUTUHAN DASAR
OKSIGENASI PADA KASUS ASFIKSIA SEDANG

SITI RABIATUN ADAWIYAH


NIM. 113421218

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) HAMZAR
LOMBOK TIMUR
2023
PERSETUJUAN
LAPORAN KASUS

Laporan Kasus Atas Nama Siti Rabiatun Adawiyah NIM : 113421218 dengan
judul “Asuhan Kebidanan Pada By Ny “J” Dengan Prioritas Masalah Kebutuhan
Dasar Oksigenasi Pada Kasus Asfiksia Sedang”

Telah disetujui

Pembimbing Lahan Tanggal

Zuhriah, S.Kep.,Ns.
NIP. 19810519 2007 01 2 007

Pembimbing Pendidikan Tanggal

Baiq Dika Fatmasari, S.ST.,M.Keb.


NIDN. 0801029301

Mengetahui
Program Studi Profesi Bidan
Ketua,

Eka Faizaturrahmi, S.ST., M.Kes.


NIDN. 0808108904

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikaum Wr. Wb.


Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayahnya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan laporan pendahuluan tepat pada waktunya dengan judul : “Asuhan
Kebidanan Pada By Ny “J” Dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar
Oksigenasi Pada Kasus Asfiksia Sedang”
Laporan pendahuluan ini dibuat semaksimal mungkin dengan bantuan dari
berbagai pihak agar dapat membantu memperlancar pembuatan makalah ini.
Terlepas dari itu, saya menyadari bahwa masih banyak terdapat berbagai
kekurangan baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu, dengan sangat terbuka saya menerima kritik dan saran dari
para pembaca agar saya dapat memperbaiki laporan pendahuluan ini. Semoga
laporan pendauluan ini dapat menjadi inspirasi dan bermanfaat bagi masyarakat
dan bagi siapapun yang membacanya. Akhir kata kami ucapkan terimakasih.
Wasalamualaikum.wr.wb.

Lombok Timur, Agustus 2023

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


PERSETUJUAN .............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................ 4
A. Asfiksia .......................................................................................... 4
1. Definisi..................................................................................... 4
2. Klasifikasi Asfiksia .................................................................. 5
3. Faktor-faktor yang Mengalami Asfiksia .................................. 7
4. Patofisiologi.............................................................................. 11
5. Manifestasi................................................................................ 13
6. Diagnosa................................................................................... 15
B. Basic Promoting Physiology Of Health (Oksigenasi).................... 16
1. Pengertian................................................................................. 16
2. Fisiologi/Pengaturan................................................................. 17
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi........................................... 21
4. Nilai-nilai Normal..................................................................... 24
5. Jenis Gangguan......................................................................... 25
C. Pengkajian....................................................................................... 26
1. Riwayat Kebidanan................................................................... 26
2. Pemeriksaan Fisik..................................................................... 27
3. Pemeriksaan diagnostik............................................................ 28
4. Diagnosa Kebidanan/Keperawatan........................................... 28
5. Rencana Kebidanan/Keperawatan............................................ 28
BAB III ASUHAN KEBIDANAN/KEPERAWATAN.................................. 30
A. Pengkajian....................................................................................... 30
B. Analisa Data.................................................................................... 32

iv
C. Prioritas Diagnosa Kebidanan/Keperawatan.................................. 32
D. Rencana (Intervensi)....................................................................... 33
E. Implementasi................................................................................... 33
F. Evaluasi........................................................................................... 34
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 35
BAB V PENUTUP.......................................................................................... 37
A. Simpulan......................................................................................... 37
B. Saran............................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 39

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Oksigenasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan O2 dan
mengeluarkan CO2. Apabila lebih dari 4 menit manusia tidak mendapatkan
oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki
dan biasanya pasien akan meninggal (Kusnanto, 2016). Anak mempunyai
kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari orang dewasa. Pemenuhan
kebutuhan oksigen sangat ditentukan dari keadekuatan system pernapasan
dan system kardiovaskuler. Gangguan pada kedua system tersebut dapat
menyebabkan gangguan dalam pemenuhan oksigenasi (Mariyam, 2020).
Paru-paru janin sebelum lahir tidak berfungsi sebagai sumber oksigen
atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di
dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (PaO2)
parsial rendah, hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui
paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah di alirkan
melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu ductus arteriosus
kemudian masuk ke aorta. Setelah lahir, bayi akan bergantung pada paru-paru
sebagai sumber utama oksigen, bayi baru lahir biasanya mulai bernafas tanpa
bantuan dan biasanya menangis setelah dilahirkan. Pada satu menit setelah
lahir, sebagian besar bayi bernafas dengan baik. Jika bayi gagal membangun
respirasi berkelanjutan setelah lahir, bayi didiagnosis asfiksia neonatorum
(Yuni, 2019).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,
sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat
mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Sunarti, 2017).
Asfiksia neonatorum merupakan penyebab kematian bayi yang sering
terjadi di negara berkembang yaitu sebesar 21,1% salah satunya disebabkan
karena ketidakmampuan bayi bernafas secara spontan dan teratur setelah
lahir. Keadaan ini dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnue dan

1
2

asidosis yang merupakan campuran dari proses pembentukan asam laktat dan
penumpukan karbon dioksida yang selanjutnya dapat meningkatkan
pemakaian sumber energi dan menganggu sirkulasi bayi (Cahyanti Yayik
Dwi, 2018).
Asfiksia terjadi karena terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada
masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Asfiksia dapat
mempengaruhi organ vital lainnya dan dapat mendorong terjadinya infeksi,
kerusakan otak atau kematian (Fajarwati & Andayani, 2016).
United Nations Children’s Fund (UNICEF), 2018 mengatakan bahwa
80% kematian disebabkan oleh asfiksia, komplikasi saat lahir, atau infeksi
seperti pneumonia dan sepsis. Setiap tahunnya 2,6 juta bayi diseluruh dunia,
tidak mampu bertahan hidup selama lebih dari satu bulan. 1 juta diantaranya
meninggal saat lahir. Berdasarkan data yang di dapat dari WHO setiap
tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami
asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Di Indonesia, dari seluruh
kematian bayi sebanyak 57% meninggal. Penyebab tingginya Angka
kematian Bayi di Indonesia adalah BBLR 32%, Asfiksia 30%, Sepsis 22%,
Pnemonia 11%, kelainan kongenital 7%, lai-lain 9%. Kematian bayi
merupakan hal yang dapat dicegah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
dalam percepatan penurunan angka kematian bayi adalah melalui peningkatan
cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan penanganan
kegawatdaruratan neonatal sesuai standar dan tepat waktu (Irene Kartasurya
et al., 2016).
Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia (2022), angka mortalitas
kasus asfiksia pada neonatal (0-28 hari) di Indonesia sebanyak 5.549 kasus
dan paling banyak berasal dari provinsi jawa timur dengan kasus asfiksia
sebanyak 839 kasus. Sementara itu, untuk provinsi Sulawesi Tenggara
sebanyak 95 kasus (Kemenkes RI, 2022).
Masalah kebidanan yang sering muncul dalam pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada bayi neonatus yaitu bersihan jalan napas tidak efektif pola
napas tidak efektif, dan gangguan pertukaran gas (PPNI, 2018).
3

Pada anak dengan gangguan pemenuhan oksigenasi, perawat harus


membantu anak agar kebutuhan oksigenasi anak terpenuhi sehingga tubuh
mampu melanjutkan fungsi, maka dari itu anak kuat dan mampu melawan
ketidakmampuan. Berdasarkan teori ini peran perawat adalah
mempertahankan konservasi dan integritas pada segala situasi. Intervensi
ditunjukkan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi agar mempertahankan
kesehatan secara menyeluruh (Novyanti Sri, 2019).
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka perlunya
rencana tindakan yang komprehensif yang akan di lakukan untuk membantu
mengatasi atau mengurangi masalah pada pemenuhan kebutuhan oksigenasi
pada bayi neonatus.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan kebidanan pemenuhan dasar
manusia pada By Ny ”J” secara komprehensif menggunakan manajemen
SOAP kebidanan dengan melibatkan peran serta keluarga
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian data subjektif pada By Ny ”J”
b. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian data obyektif pada By Ny ”J”
c. Mahasisiswa dapat melakukan analisa data pada By Ny ”J”
d. Mahasisiswa dapat membuat diagnosa kebidanan pada By Ny ”J”
e. Mahasiswa dapat melakukan Planning atau rencana kegiatan sesuai
dengan kebutuhan dan masalah yang ada pada By Ny ”J”
f. Mahasiswa dapat mengimplementasikan dan mengevaluasi asuhan
kebidanan pada By Ny ”J”
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Asfiksia
1. Definisi
Asfiksia merupakan gagalnya bernafas dengan cara langsung dan
tertata sesudah lahir yang disebabkan oleh kurangnya jaringan oksigen
dalam tubuh janin di dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
penyebab yang timbul pada saat mengandung, melahirkan atau pas bayi
baru lahir. Asfiksia ini harus cepat di tangani atau ditolong karena jika
tidak dapat di tangani bayi yang mengalami gangguan bernafas atau
kegagalan dapat menyebabkan kecacatan pada bayi atau kematian
(Farahdiba & Rahmat MS, 2020).
Asfiksia neonatorum merupakan suatu suasana bayi yang dikatakan
gagal nafas secara langsung dan tertata cepat sehabis lahir dan sanggup
disebabkan oleh beberapa penyebab yaitu segi ibu, bayi, mengandung dan
plasenta. Asfiksia neonatorum dalam menyebabkan gangguan pada
beberapa organ vital yaitu seperti kardiovaskuler, paru, ginjal, traktus
gastrointestinal dan system saraf pusat (Iftitah, 2017).
Banyak kali bayi yang terjadi gawat pada janin pasti merasakan
asfiksia setelah persalinan. Biasanya bayi yang mengalami asfiksia bisa
terkait dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi sesudah
atau sebelum persalinan, keadaan ini biasanya ditandai engan hipoksia,
hiperkapnea sampai asiodosis. Asfiksia neonatorum biasanya disebakan
oleh beberapa penyebab yaitu adanya hipoksia pada ibu, usia ibu, gravida
lebihdari 4, hipertensi serta penyakit yang pembuluh darah dan pertukaran
dan pengangkutan oksigen (Gerungan, 2018).
Asfiksia dapat mempengaruhi angka kematian pada bayi. Asfikisia
merupakan gagalnya bernafas secara langsung dan teratur pada saat lahir
atau ditandai dengan beberapa keadaan oksigen di dooalam darah
rendah( hipoksemia), hiperkarbia pada CO2 meningkat dan kadar asam
dalam tubuh sangat tinggi. Asfiksia adalah kegagalan bernafas dengan

4
5

bayi secara langsung dan teratur segera sesudah lahir, jadi bayi tidak bisa
memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam dari
tubuhnya (Handayani, 2019).
2. Klasifikasi Asfiksia
Dari hasil nilai APGAR (Appereance, Pulse, Gramace, Activity,
Respiration) asfiksia dibagi menjadi 3 :
a. Asfiksia Berat (nilai 0-3)
Dengan kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami kadar asam
dalam tubuh sangat tinggi, jadi harus melakukan perbaikan dan
resusitasi aktif dengan sangat cepat. Tanda terhadap asfiksia berat
dengan di bawah ini :
1) Frekuensi tersedia jantung kecil kurang 40 kali per menit
2) Tidak tersedia selagi bernafas
3) Kekuatan otot sampai tidak kuat dan hampir tidak ada
4) Bayi tidak bisa memberikan relaksasi terhadap selagi diberikan
rangsangan
5) Bayi terlihat pucat hingga berwarna kelabu
6) Terjadi pengurangan oksigen pada saat atau sebelum akan
persalinan
b. Asfiksia Sedang (nilai 4-6)
Di bawah ini adalah tanda gejala yang muncul saat mengalami
asfiksia sedang :
1) Frekuensi pada jantung mengalami penurunan menjadi 60-80 kali
permenit
2) Kekuatan panas melambat
3) Kekuatan otot biasanya didalam suasana membaik
4) Bayi masi bisa merasakan sentuhan yang diberikan
5) Bayi terlihat kebiruan
6) Tidak mengalami kekurangan terhadap oksigen sangat penting
didalam proses melahirkan.
6

c. Asfiksia Ringan (angka 7-10)

Berikut tanda yang sering muncul pada kejadian asfiksia ringan :


1) Takipnea mengalami napas jauh dari 60 kali per menit
2) Bayi terlihat kebiruan
3) Terdapatnya tarikan sela iga
4) Bayi terus-terusan mengorok
5) Dapat napas kuping hidung
6) Bayi tidak cukup bergerak
7) Nilai APGAR
Tabel 2.1 Nilai APGAR
APGAR Tanda 0 1 2
A : Apprearance Warna Pucat Badan Semua
kulit merah, tubuh
perpanjangan menjadi
organ tubuh merah-
biru merah
P : Pulse Nadi Tidak ada Kurang Lebih
100/menit 100/menit
G : Grimace Tonus otot Lumpuh Ekstremitas Pergerakan
dalam dan aktif
gerakan
ayunan lutut
sedikit
A : Activity Perubahan Tidak ada Kurang Terjadi
dengan gerakan gerakan
rangsangan mimik kuat atau
(grimace) melawan
R : Respiration Pernafasan Tidak ada Tidak Bagus atau
berdaya atau menangis
tidak jelas kencang

Keterangan pada angka APGAR :


1) 7-10 dengan keadaan bayi yang mengalami asfiksia rendah dan
bayi mengalami kondisi normal.
2) 4-6 dikatakan bahwa dengan asfiksia sedang.
3) 0-3 yang dialamai oleh asfiksia tinggi. (Arni, 2018)
7

3. Faktor-faktor yang Mengalami Asfiksia


a) Faktor ibu
1) Preeklampsia-Eklamsia
Preeklampsia berat yaitu dengan tekanan darah detak
jantung pertama lebih 160 mmHg dan tekanan darah detak jantung
kedua lebih 110 mmHg ditandai dengan protein pada urin kurang
lebih 2+. Preeklampsia ringan dengan tanda-tanda lebih tepatnya
pada kehamilan secara menurunnya perfusi organ dengan
terjadinya Vasospaseme pembuluh darah dengan plasma endotel.
Preeklampsia ringan biasanya ditegakkan karena adanya tanda
hipertensi dan protein urin atau pembekakan sesudah kehamilan
<37minggu. Detak jantung pertama/detak jantung kedua
140/90mmHg. Ketinggian pada detak jatung pertama lebih 30
mmHg. Preeklampsia dengan eklamsi disebabkan terjadinya
asfiksia karena adanya hambatan pada aliran darah ke tubuh
menjadi aliran darah dengan uterus berkurang dan kurangnya
aliran darah dan memba oksigen ke plasenta pada calon bayi
(Arni, 2018).
2) Perdarahan Abnormal
Dapat terjadi asfiksia karena pertukaran anatara oksigen dan
zat asam arang yang menyebabkan calon bayi sulit dengan
bernafas (Arni, 2018).
3) Umur Kehamilan Ibu
Dengan umur kehamilan kurang 37 minggu kerja organ
pada bayi kurang kematangan atau belum matang, gagalnya nafas
pada bayi usia muda pada kelahiran bayi disebabkan terkaitnya
kesiapan
4) Infeksi Berat
Apabila terjadi infeksi berat maka bakal terjadi pemecahan
sel darah merah akan terjadi terlampau aktif di dalam
pembentukan sel darah merah agar jika ibu terjadi perdarahan
pada persalninan dengan mengalami anemia, pada ibu yang
8

mengalami kekurangan sel darah merah yang menjadi pembawa


oksigen untuk janin agar dapat mengalami asfiksia (Mar’atussaliha
& Rismayanti, 2019).
5) Usia Ibu
Usia kurang 20 tahun pada ibu yang dikatakan bahwa
kurang siap secara kesehatan ( organ reproduksi) dan bisa juga
dikatan belum siap mental. Pada ibu yang umur >35 tahun bisa
terjadi kemunduran dalam mengandung untuk mengalami
kehamilan (Arni, 2018).
6) Demam Selama Persalinan
Tidak ada bersifat biasa yaitu artinya bersifat serius yang
dimaksud adalah bakteri masuk dalam perdarahan darah ibu dan
masuk ke metabolisme ibu secara umum dan mengalami hambatan
pada aliran tubuh yang dapat terjadi hambatan pada oksigen ibu ke
calon bayi (Arni, 2018).
b) Penyebab Bayi
1) Bayi Kurang usia bulan (kurang 37 minggu dalam mengandung)
Bayi yang kelahiran belum cukup dari 37 minggu dengan
memiliki kurang dari berat 2500 gram. Fungsi organ tubuh bayi
kurang sempurna dikarenakan lahir dengan usia dini atau belum
cukup (Arni, 2018).
2) Letak Sungsang dan Distosia Bahu
3) Merupakan kejadian yang sering dialami dengan 3persen- 5persen
wanita mengandung dengan keadaan posisi calon bayi terlentang
dan terjadi masalah dalam melahirkan. Letak lintang biasanya
terjadi karena beberapa fakor yaitu dinding perut yang tidak
normal, mengandung dengan calon anak lebih dari satu dan janin
kembar, terjadi masalah dengan daerah panggull dan kelainan
pada daerah rahim.Perlambatan pada saat melahirkan yaitu dengan
tersangkuntnya bahu janin dan tidak bisa dilahirkan sehabis kepala
janin atau ketidakmampuan di dalam persalinan bahu bersama
mekanisme atau secara biasa (Arni, 2018).
9

4) Kelainan congenital
Kelainan kongenital yaitu kelainan dengan pembentukan
organ tubuh sejak pembuahan. Kelainan kongenital ini dapat
menyebabkan kematian, lahir mati atau sehabis berjalan
melahirkan dengan minggu pertama. Kelainan kongenital ini
adalah cacat bawaan dan dapat sebabkan terjadinya asfiksia bayi
karena adanya cacat bawaan pada bayi dan dapat menyebabkan
hambatan pertumbuhan janin pada organ janin supaya organ paru
dapat berguna abnormal (Arni, 2018).
5) Air Ketuban Bercampur Mekonium
Keluarnya mekonium terhadap letak kepala dapat
menyebabkan gawat terhadap janin, gara-gara terjadi rangsangan
nervus X, supaya terjadi peningkatan usus peristaltik dan sfingter
ani terbuka dan bisa ditentukan diagnosa pada kejadian pertama
asfiksia neonatorum. Bila janin terjadi kekurangan oksigen dan
kabondioksida akan bertambahnya rangsangan nervus vegus
sehingga terjadi denyut pada jantung bayi melambat (Arni, 2018).
6) Fetal Distrase (gawat janin)
Fatel diastrase yaitu janin yang tidak dapat menerima O2
dengan cukup, sehingga dapat terjadinya hipoksi. Dengan adanya
ini akan mengalami kondisi dengan jangka cepat (Arni, 2018).
7) Berat Lahir Rendah
Yaitu bayi baru lahir yang dikatakan bahwa mengalami
kecepatan perkembangan dengan pembuahan pertumbuhan janin
terhambat biasanya kurang yang diinginkan dengan pendekatan
masa gestasi. Adapun penyakit yang di alami oleh bayi baru lahir
rendah dengan sindrom gangguan pernafasan karena stress kronik
dalam uterus sehingga dapat mempermatang paru-parubayi (Arni,
2018)
10

c) Faktor Persalinan
1) Melahirkan Macet
Melahirkan macet yaitu persalinan yang lewat pada 24 jam
dengan ibu hamil pertama kali dengan persalinan lewat 18 jam
pada persalinan multigravida (Arni, 2018).
2) Rangsangan Melahirkan
Yaitu memberikan usaha dengan melakukan rangsangan
sejak bayi baru lahir mulainya proses melahirkan yaitu tidak
adanya tanda melahirkan kemudian diberikan rangsangan mules
atau his (Arni, 2018).
3) Persalinan Dengan focep/cunam
Persalnina pada focep/cunam yaitu tindakan obstetetrik
untuk kala mengeluarkan dengan cepat jalur menarik pada anggota
bawah janin yakni (kepala) bersama dengan menggunakan alat
cunam. Tindakan ini dilakukan dikarenakan ibu tidak memiliki
kekuatan mengejan dengan kuat untuk mengeluarkan bayi (Arni,
2018).
4) Secsio cesaria
Secsio cesaria adalah tindakan pembedahan pada perut ibu
dengan bayi memiliki berat badan lebih dari 500 gram, melalui
syatan pada dinding uterus yang masih ada (Arni, 2018).
d) Faktor Tali Pusat
1) Lilitan Tali Pusat
Biasanya terjadi di daerah leher pada bayi, jika mengalami
lilitan pada kelahiran awal 1, pantau DJJ sangat penting dilakukan
menggunakan alat kardiotografi untuk mengetahui apa terjadi
gangguan pola DJJ. Jika terdapat ada gangguan pada pola DJJ
maka melahirkan dihentikan dengan melakukan operasi (bedah
cesar). jika dilanjutkan dengan persalinan normal akan mengalami
resiko buruk pada janin. Kompresi terhadap umbilikus mampu
menyebabkan gangguan terhadap aliran darah terhadap pembuluh
11

darah umbilikus dan mampu mengahambat terjadianya pertukaran


gas antara ibu dan janin (Arni, 2018).
2) Tali Pusat Pendek
Jika mengalami melahirkan, biasanya janin yang sudah turun
ke jalur lahir biasanya janin naik ulang dikarenakan tertahan oleh
tali pusat. Setiapa calon bayi sering turun tali pusat akan jadi kuat
untuk menahan. Ini biasanya keluar pada sistem kehamilan dan
tidak terjadinya penurunan pada calon bayi (Arni, 2018).
3) Simpul Tali Pusat
Biasanya kejadian pada perempuan dengan hobi merokok,
menggunakan narkoba, yang mempunyai kelebihan ketuban,
bentuk calon anak terlalu besar dan bentuk calon anak terlalu
kecil, tali pusat yang panjang, calon anak kembar dan perempuan
yang mengidap kencing manis. Gejala yang biasa terjadi pada
simpul tali pusat yaitu dengan perubahan pergerakan calon bayi
setelah 37 minggu.dikarenakan penekanan tali pusat yang kuat dan
dapat terjadi terhambat pernafasan pada calon bayi. ketika terjadi
pada melahirkan, monitor calon bayi mengali denyut jantung
kurang normal (Arni, 2018).
4) Prolapus Tali Pusat
Hambatan aliran darah terjadi melewati tali pusat yang lama
menyebabkan kebiruan respiratori dan metabolisme dengan berat
akan menyebabkan akibat berukurangnya oksigenasi janin yang
tetap dan mengakibatkan kematian pada janin (Arni, 2018).
4. Patofisiologi
Oksigen adalah kebutuhan utama pada manusia hidup yang tidak
akan bisa diubah oleh apapun, oksigen yaitu kebutuhan janin maupun
sebelum lahir atau sesudah dilahirkan.
a) Sebelum lahir
Semua oksigen yang diperlukan oleh janin di limpahkan lewat
mekanisme difusi lewat plasenta dari ibu ke darah janin. Saat berada di
uterus, kebanyakan sebagian kecil darah yang dialirkan ke paru-paru
12

janin. Pada paru janin tidak bermanfaat sebagai tempat utama oksigen
atau jalan untuk keluarnya karbondioksia (CO2). oleh gara-gara itu,
aliran darah paru tidak perlu untuk menahan oksigen untuk janin
normal dan sama dengan asam basah. Paru calon bayi yang
berkembang di didalam uterus, akan tapi terhadap alveoli masih terisi
oleh cairan, bukan udara. Pembuluh arteriol di didalam paru janin
bersama situasi kontriksi sehinggan tekanan oksigen persial
rendah.terjadi seluruh dari darah ke jantung kanan tidak sanggup
melewati paru dikarenakan kontriksi pembuluh darah janin, jadi darah
sanggup di alirkan melewati tekanan darah yang lewat dari rendah
yaitu duktus arteriosus kemudia masuk ke aorta (Indrayani & Djami,
2018).
b) Sesudah lahir
Calon bayi tidak akan terjalin bersama dengan plasenta dan akan
tetap ikuti paru yang sebagai sumber utama oksigen, maka sebagian
sering cairan paru diserap dengan alveoli, sehabis itu paru wajib terisi
udara yang memiliki kandungan oksigen dan pembuluh darah terhadap
paru wajib di relaksasi untuk meninggikan jalan ke alveoli. Pemasukan
alveoli terhadap udara akan sangat mungkin oksigen mengalir ke
dalam pembuluh darah di area alveoli. Oksigen yang diisap akan
diedarkan ke suluruh tubuh. Arteri dan vena umbilikus akan menutup
untuk menrunkan tekanan terhadap sirkulasi plasenta dan akan
meninggikan darah sistemik. Akibat dari penekanan dan peningkatan
kader oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan terjadi relaksasi
tahanan terhadap aliran darah yang berkurang. Kondisi relaksasi
berikut dan peningkatan tekanan darah sistemik akan menyebabkan
tekanan terhadap arteri pulmunalis lebih rendah dari terhadap tekanan
sistemik menjadi aliran darah paru aliran darah paru meningkat,
menjadi aliran terhadap duktus arteriosus menurun. Oksigen yang
diabsrobsi di alveoli terhadap pembuluh darah paru di vena pulmonalis
dan darah yang miliki oksigen akan lagi ke arah jantung kiri dana kan
di pompakan ke seluruh tubuh anak baru lahir.
13

Pada banyaknya keadaan, udara menyiapkan oksigen (21%)


untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada selagi kadar
oksigen meninggi dan pembuluh darah paru mengalami relaksasi,
duktus arteoriosus menjadi mengecil. Darah yang pada mulanya
melewati duktus arteriosu saat ini lewat paru-paru, akan mengambil
alih lebih banyal untuk di alirkan ke seluruh jaringan tubuh.Pada akhir
transasi normal, bayi mampu menghirup bersama dengan paru-paru
untuk mendapatkan oksigen. Tangisan yang awal dan tarikan nafas
dalam akan menarik cairan dari nafasnya. Oksigen dan pengembangan
paru adalah rangsangan pertama relaksasi pembuluh darah paru. Pada
selagi oksigen masuk ke dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan
berubah menjadi abu-abu atau biru menjadi kemerahan (Indrayani &
Djami, 2018).
5. Manifestasi
Menurut Sudarti & Fauziah (2016) gejala pada asfiksia :
a. Tidak dengan bernafas atau bernafas sesak dengan bernafas lemah
yaitu tidak cukup dari 30 kali permenit. Apnea terbagi menjadi dua
yaitu :
1) Apneu primer : pada pernafasan menurun, denyut nadi melemah
dan pada kekuatan neuromuskular menurun
2) Apneu sekunder : jika asfiksia pada calon anak berlanjut dia pasti
mengalami pernapasan sesak yang sangat dalam, denyut jantung
melemah, saat dilihat sangat lemah dan pernafasan semakin
menurun.
3) Pernafasan yang mengalami tidak jelas, dorongan atau penarikan
(pergerakan pada dada)
a) Menangis dengan tidak berdaya dan merintih
b) Warna kulit pucat atau kebiruan
c) Kekuatan pergerakan melemah
d) Detak jantung yang lemah atau tidak teraba (bradikardia)
kurang dari 100 kali per menit.
14

b. Penatalaksanaan
1) Penilaian cepat
Pada saat lahir lakukan segera dengan menempatkan anak di
dekapan ibu dan mendekati perineum (harus bersih dan kering).
Jangan sampai hilangnya panas saat menutupi tubuh bayi dengan
menggunakan handuk atau kain yang diberikan lalu menanyakan
pertanyaan, yang terdiri dari 2 pertanyaan (Ucd & Col, 2017).
2) Melihat anak ada menangis kencang, tidak bernafas atau ada
mengalami sesak?
3) Apa bayi tidak berdaya
Sesudah dilakukan penilain dengan melakukan keputusan
pada bayi harus di resusitasi, secepatnya melakukan perawatan
yang diberikan. Dengan adanya hambatan perawatan pada anak
akan mengakibatkan fatal pada anak. klem dan potong tali pusat
dan sisihkan segera anak ketempat resusitasi yang sudah
disiapkan. Lalu teruskan menggunakan kegiatan pada resusitasi.
Penilaian pada bayi baru lahir :
a) Sebelum anak lahir dan air ketuban pecah:
Melihat apa air ketuban tercampur dengan mekonium
dengan warna yang kehijauan dengan daerah kepala
b) Sesudah bayi baru lahir
Apakah bayi dengan keadaan menagis, bernafas dengan
langsung atau tertata, bernafas sesak atau mengalami tidak
bernafas.
4) Apa bayi terlihat tidak berdaya
Lakukan dengan memutuskan tindakan resusitasi :
a) Air ketuban tercampur dengan mekonium
b) Bayi dengan mengalami tidak bernafas atau sesak
c) Bayi terlihat tidak berdaya.
d) Melakukan dengan resusitasi pada bayi saat mengalami tidak
bernafas atau sesak
15

e) Kesiapan resusitasi pada bayi


Dalam mengalami melahirkan, perawat wajib siap dalam
melakukan tindakan resusitasi pada bayi baru lahir. persiapan
dalam melakukan tindakan dapat menyebabkan kehilangan
waktu bagi penolong, hanya saja beberapa menit itu dapat
menyebabkan kerusakan pada otak atau menyebabkan
kematian (Indrayani & Djami, 2018)
f) Kesiapan keluarga
Sebelum melakukan tindakan menolong dalam
melahirkan, bicarakan terlebih dahulu mungkin apa saja yang
akan terjadi pada ibu dan bayi setelah itu apa saja alat yang
akan digunakan pada saat melakukan tindakan yang akan
dibutuhkan.
g) Kesiapan tempat resusitasi
Persiapan yang akan di perlukan adalah tempat melahirkan
dan tempat resusitasi. kamar yang digunakan harus kurang dari
suhu dingin dan terang. Harusnya pada tempat resusitasi yaitu
keras,rata,bersih dan kering dan meja atau diatas lantai harus
ada pengalas. yang dibutuhkan dengan mengatur posisi bayi.
Wadah yang seharusnya yaitu dekat dengan lampu yang terang
dan tidak banyak terdapat udara angin misalnya jendela atau
pintu yang terbuka. Biasanya yang dibutuhkan adalah lampu
yang terang dengan wat 60 atau nyalakan lampu saat
menjelang kelahiran.
6. Diagnosa
Asfiksia yang terjadi pada bayi sering terjadi lanjutan dari kondisi
tubuh yang kehabisan oksigen atau rendahnya kadar oksigen dalam darah
pada janin. Diagnosa anoksia atau hipoksia adalah persalinan yang
ditemukan bahwa adanya tanda bahaya janin. Ada beberapa harus di
perhatikan sebagai berikut:
a. Detak jantung janin : prekuensi normal yaitu dengan 120 dan 160
detakan permenit. jika frekunsi detakan turun hingga dengan dibawah
16

100 permenit di batas his dan bahkan sampai tidak jelas itu termasuk
dalam tanda bahaya.
b. Mekonium pada air ketuban : terdapat mekonium pada
Daerah kepala bisa saja akan menunjukkan terjadinya hambatan
oksigenasi dan gawat pada janin, karena bisa terjadi rangsangan X,
maka paristaltik meninggi dan sfingter ani terbuka. Terdapatnya
mekonium pada air ketuban di daerah kepala maka adanya keputusan
dengan diakhiri tanda-tanda melahirkan bila tindakan itu dilakukan
dengan mudah.
c. Pemeriksaan PH darah pada janin : karena terdapat kadar asam Dalam
tubuh yang berlebihan maka terjadinya penurunan pada PH, jika PH
menurun menjadi 7,2 itu dikatakan bahwa adanya resiko bahaya
(Rukiyah & Yulianti, 2017)

C. Basic Promoting Physiology Of Health (Oksigenasi)


1. Pengertian
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam
kehidupan manusia. Oksigenasi adalah proses penambahan O₂ ke dalam
sistem (kimia/fisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak
berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai
hasilnya, terbentuklah karbondioksida, energi, dan air. Akan tetapi,
penambahan CO₂ yang melebihi batas normal pada tubuh akan
memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel
(Hidayat, 2015)
Terapi oksigen (O₂) merupakan suatu intervensi medis berupa
upaya pengobatan dengan pemberian oksigen ( O₂) untuk mencegah atau
me- merbaiki hipoksia jaringan dan mempertahankan oksigenasi jaringan
agar tetap adekuat dengan cara meningkatkan masukan oksigen ( O₂) ke
dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut oksigen (O₂) ke dalam
sirkula si dan meningkatkan pelepasan atau ekstraksi oksigen (O₂) ke
jaringan (Hidayat, 2015).
17

Pernapasan atau respirasi adalah proses pertukaran gas antara


individu dan lingkungan yang berfungsi untuk memperoleh O₂ agar dapat
digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeluarkan CO₂ yang dihasilkan oleh
sel. Saat bernapas, tubuh mengambil O₂dari lingkungan untuk kemudian
diangkut keseluruh tubuh (sel-selnya) melalui darah guna dilakukan
pembakaran. Selanjutnya, sisa pembakaran berupa CO₂ akan kembali
diangkut oleh darah ke paru-paru untuk dibuang ke lingkungan karena
tidak berguna lagi oleh tubuh (Rosdahl & Kowalski, 2015).
2. Fisiologi/Pengaturan
a. Pernafasan eksternal
Pernapasan ekstrenal (pernapasan pulmoner) mengacu pada
keseluruhan pertukaran O₂ dan CO₂ antara lingungan ekstrenal dan sel
tubuh. Secara umum, proses ini berlangsung dalam langkah, yakni
ventilasi pulmoner, pertukaran gas alveolar, serta transpor oksigen dan
karbondioksida
1) Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui
proses ventilasi sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan
eksternal dan alveolus. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu jalan napas yang bersih, sistem saraf pusat
dan sistem pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu
mengembang dan berkontraksi dengan baik, serta komplian paru
yang adekuat
2) Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen memasuki alveolus, proses pernapasan
berikutnya adalah difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah
pulmoner. Difusi adalah pergerakan molekul dari area
berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau
bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di alveollus dan
membran kapiler dan dipengaruhi oleh ketebalan membran serta
perbedaan tekanan gas
18

3) Transport oksigen dan karbondioksida


Tahap ketiga pada proses pernafasan adalah transport gas-gas
pernafasan pada proses ini, oksigen diangkut dari paru menuju
jaringan dan karbondioksida diangkut dari jaringan kembali
menuju paru
a) Transport O₂
Proses ini berlangsung pada sistem jantung dan paru-paru.
Normalnya, sebagian besar oksigen (97%) berikatan lemah
dengan Hb dan diangkut keseluruh jaringan dalam bentuk
oksihemmoglobin (HbO₂), dan sisanya terlarut dalam plasma.
Proses ini dipengaruhi oleh ventilasi (jumlah oksigen yang
masuk dalam ke paru) dan perfusi (aliran darah ke paru dan
jaringan). Kapasitas darah yang membawa oksigen dipengaruhi
oleh jumlah O₂ dalam plasma, jumlah hemoglobin dan ikatan
oksigenasi dengan hemoglobin
b) Transport CO₂
Karbondioksida sebagai hasil metabolisme sel terus
menerus produksi dan diangkut menuju paru dalam 3 cara:
(1) Sebagian besar karbondioksida (70%) diangkut dalam sel
darah merah dalam bentuk bikarbonat
(2) Sebanyak 23% karbondoksida berikatan dengan Hb
membentuk karbaminohemoglobin
(3) Sebanyak 7% diangkut dalam bentuk larutan di dalam plasma
dan dalam bentuk asam karbonat
b. Pernapasan Sistemik
Pernapasan internal mengacu pada proses metabolisme intrasel
yang berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan oksigen dan
menghasilkan karbondioksida selama proses penyerapan energi
molekul nutrien. Pada proses ini, darah yang banyak mengandung
oksigen dibawa keseluruh tubuh hingga mencapai kapiler sistemik.
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3
tahapan yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.
19

1) Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen
dan atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses
ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a) Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru,
semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah.
Demikian pula sebaliknya.
b) Adanya kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis
c) Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli
yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom. Terjadinya rangsangan
simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi
vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat
menyebabkan kontriksi sehingga dapat menyebabkan
vasokontriksi atau proses penyempitan
d) Adanya reflek batuk dan muntah
Adanya peran mukus sillialis sebagai penangkal benda
asing yang mengandung interferon dan dapat mengikat virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complience recoil.
Complience yaitu kemampuan paru untuk meengembang dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu adanya sulfaktor pada
lapisan alveoli yang berfungsi untuk menurunkan tegangan
permukaan dan adanya sisa udara yang menyebabkan tidak
terjadinya kolaps dan gangguan thoraks. Sulfaktor diproduksi
saat terjadi peregangan sel alveoli dan disekresi saat pasien
menerik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan untuk
mengeluarkan CO₂ atau kontraksi menyempitnya paru. Apabila
complience baik akan tetapi recoil terganggu maka CO₂ tidak
dapat dikelurkan secara maksimal. Pusat pernapasan yaitu
medula oblongata dan pons dapat mempengaruhi proses
ventilasi, karena CO₂ memiliki kemampuan merangsang pusat
20

pernapasan. Peningkatan CO₂ dalam batas 6 mmhg dapat


dengan baik merangsang pusat pernapasan dan bila PaCO,
kurang dari sama dengan 80 mmhg maka dapat menyebabkan
depresi pusat pernapasan.
2) Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan
kamler paru dan CO₂, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a) Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas yang terjadi
antara epitel alveoli dan intertisial. Keduanya ini dapat
mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan
b) Luasnya permukaan paru
c) Perbedaan tekanan dan konsentrasi O₂ hal ini dapat terjadi
sebagai mana O₂ dari alveoli masuk ke dalam darah oleh
karena tekanan O₂ dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan
O₂ dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara
berdifusi) dan PaCO. Dalam arteri pulmonalis juga akan
berdifusi ke dalam alveoli
d) Afinitas gas
Yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat hb
3) Transportasi gas
Merupakan proses pendistribusian antara O₂ kapiler ke
jaringan tubuh CO₂, jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses
transportasi akan berikatan dengan hb membentuk oksihemoglobin
(97 %) dan larut dalam plasma (3 %) sedangkan CO₂ akan
berikatan dengan hb membentuk karbominohemiglobin (30%) dan
larut dalm plasma (50%) dan sebagaian menjadi HCO 3 berada pada
darah (65%). Transpotasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya:
a) Kardiak output merupakan jumlah darah yang dipompa oleh
darah. Normalnya 5 L/menit. Dalam kondisi patologi yang
dapat menurunkan kardiak output (misal pada kerusakan otot
21

jantung, kehilangan darah) akan mengurangi jumlah oksigen


yang dikirim ke jaringan umumnya jantung menkompensasi
dengan menambahkan rata-rata pemompaannya untuk
meningkatkan transport oksigen
b) Kondisi pembuluh darah, latihan dan lain lain secara langsung
berpengaruh terhadap transpor oksigen bertambahnya latihan
menyebabkan peningkatkan transport O₂ (20 x kondisi normal).
Meningkatkan kardiak output dan penggunaan O₂ oleh sel
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
a. Faktor Fisiologis
1) Penurunan kapasitas angkut O₂
Secara fisiologis, daya angkut hemoglobin untuk membawa O₂
ke jaringan adalah 97%. Akan tetapi, nilai tersebut dapat berubah
sewaktu-waktu apabila terdapat gangguan pada tubuh. Misalnya,
pada penderita anemia atau pada saat yang terpapar racun. Kondisi
tersebutdapat mengakibatkan penurunan kapasitas pengikatan O₂.
2) Penurunan Konsentrasi O₂ inspirasi
Kondisi ini dapat terjadi akibat penggunaan alat terapidan
penurunan kadar O₂ inspirasi.
3) Hipovolemik
Kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi darah
akibat kehilangan cairan ekstraselular yang berlebihan.
4) Peningkatan Laju Metabolik
Kondisi ini dapat terjadi pada kasus infeksi dan demam yang
terus-menerus yang mengakibatkan peningkatan laju metabolik.
Akibatnya, tubuh mulai memecah persediaan protein dan
menyebabkan penurunan massa otot.
5) Kondisi Lainnya
Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada, seperti
kehamilan, obesitas, abnormalitas musculoskeletal, trauma,
penyakit otot, penyakit susunan saraf, gangguan saraf pusat dan
penyakit kronis.
22

b. Faktor perkembangan
1) Bayi prematur
Bayi yang lahir prematur berisiko menderita penyakit
membran hialin yang ditandai dengan berkembangnya membran
serupa hialin yang membatasi ujung saluran pernafasan. Kondisi ini
disebabkan oleh produksi surfaktan yang masih sedikit karena
kemampuan paru menyintesis surfaktan baru berkembang pada
trimester akhir.
2) Bayi dan anak-anak
Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran
pernapasan atas, seperti faringitis, influenza, tonsilitis, dan aspirasi
benda asing (misal: makanan, permen dan lain-lain).
3) Anak usia sekolah dan remaja
Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran napas
akut akibat kebiasaan buruk, seperti merokok.
4) Dewasa muda dan paruh baya
Kondisi stress, kebiasaan merokok, diet yang tidak sehat,
kurang berolahraga, merupakan faktor yang dapat meningkatkan
risiko penyakit jantung dan paru pada kelompok usia ini.
5) Lansia
Proses penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan
perubahan fungsi normal pernafasan, seperti penurunan elastis paru,
pelebaran alveolus, dilatasi saluran bronkus dan kifosis tulang
belakang yang menghambat ekspansi paru sehingga berpengaruh
pada penurunan kadar O₂.
c. Faktor Perilaku
1) Nutrisi
Kondisi berat badan berlebih (obesitas) dapat menghambat
ekspansi paru, sedangkan malnutrisi berat dapat mengakibatkan
pelisutan otot pernapasan yang akan mengurangi kekuatan kerja
pernapasan.
23

2) Olahraga
Latihan fisik akan meningkatkan aktivitas metabolik, denyut
jantung dan kedalaman serta frekuensi pernapasan yang akan
meningkatkan kebutuhan oksigen.
3) Ketergantungan zat adiktif
Penggunaan alkohol dan obat-obatan yang berlebihan dapat
mengganggu oksigenasi. Hal ini terjadi karena:
a) Alkohol dan obat-obatan daoat menekan pusat pernapasan dan
susunan saraf pusat sehingga mengakibatkan penurunan laju dan
kedalaman pernapasan.
b) Penggunaan narkotika dan analgesik, terutama morfin dan
meperidin, dapat mendepresi pusat pernapasan sehingga
menurunkan laju dan kedalaman pernafasan.
4) Emosi
Perasaan takut, cemas dan marah yang tidak terkontrol akan
merangsang aktivitas saraf simpatis. Kondisi ini dapat
menyebabkan peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernapasan
sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Selain itu, kecemasan juga
dapat meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan.
5) Gaya hidup
Kebiasaan merokok dapat memengaruhi pemenuhan
kebutuhan oksigen seseorang. Merokok dapat menyebabkan
gangguan vaskulrisasi perifer dan penyakit jantung. Selain itu
nikotin yang terkandung dalam rokok bisa mengakibatkan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan koroner.
d. Faktor Lingkungan
1) Suhu
Faktor suhu dapat berpengaruh terhadap afinitas atau kekuatan
ikatan Hb dan O₂. Dengan kata lain, suhu lingkungan juga bisa
memengaruhi kebutuhan oksigen seseorang.
24

2) Ketinggian
Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada tekanan
udara sehingga tekanan oksigen juga ikut turun. Akibatnya, orang
yang tinggal di dataran tinggi cenderung mengalami peningkatan
frekuensi pernapasan dan denyut jantung. Sebaliknya, pada dataran
yang rendah akan terjadi peningkatan tekanan oksigen.
3) Polusi
Polusi udara, seperti asap atau debu seringkali menyebabkan
sakit kepala, pusing, batuk, tersedak, dan berbagai gangguan
pernapasan lain pada orang yang menghisapnya. Para pekerja di
pabrik asbes atau bedak tabur berisiko tinggi menderita penyakit
paru akibat terpapar zat-zat berbahaya.
4. Nilai-nilai Normal
Yang perlu diperhatikan pada pemberian Oksigen tergantung:
Oksigen aliran rendah
a. Kateter Nasal :
Aliran 1-5 liter/menit ------> O₂ dg konsentrasi 24 - 44%
Komplikasi : Iritasi hidung, Pengeringan mukosa hidung, Distensi
lambung.
b. Kanula Nasal (Binasal Kanul) :
Aliran 1-5 liter/menit -----> O₂ dg konsentrasi 24 – 44%
Komplikasi : Iritasi hidung, Pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus.
c. Face Mask :
Aliran 5-8 liter / menit -----> O₂ dg konsentrasi 40 – 60%
Komplikasi : Aspirasi bila muntah, Penumpukan O₂, Empisema
subcutan, Nekrose bila terlalu ketat.
d. Rebreating Mask (RM) :
Aliran 8-12 liter/menit ----> O₂ dg konsentrasi 60 –80%
Komplikasi : Aspirasi jika muntah, Empisema subcutan, Nekrose
jika ketat.
25

e. Sungkup Muka “Non Rebreathing Mask” (NRM ) :


Aliran 8 -12 liter/menit ---> O₂ konsentrasi 90 %.
Komplikasi : Aspirasi jika muntah, Empisema subcutan, Nekrose
jika ketat.

Nasal kanul RM NRM (Ada Penutup katup)

Oksigen aliran tinggi


a. Sungkup Muka Venturi (Venturi Mask)
Aliran 4 – 14 liter/ menit ---> O₂ dg konsentrasi 30 – 55%
Komplikasi : Aspirasi jika muntah, Empisema subcutan, Nekrose
jika ketat
b. Sungkup Muka Aerosol (Ambubag)
Aliran 10 -12 liter/ menit ----> O₂ dg Konsentrasi 100%

O2 < 50% O2 > 90%

5. Jenis Gangguan
a. Perubahan Pola nafas
1) Takipnea
Frekuensi pernafasan yang cepat. Biasanya ini terlihat pada kondisi
demam, asidosis metabolic, nyeri dan pada kasus hiperkapnia atau
hipoksemia.
2) Bradipnea
Frekuensi pernapasan yang lambat dan abnormal. Biasanya terlihat
pada orang yang baru menggunakan obat-obatan seperti morfin dan
pada kasus alkalosis metabolic, dan lain-lain.
26

3) Apnea
Biasanya juga disebut dengan henti napas.
4) Hiperventilasi
Peningkatan jumlah udara yang memasuki paru-paru. Kondisi ini
terjad saat kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan metabolic untuk
pembuangan karbondioksida.
5) Hipoventilasi
Penurunan jumlah udara yang memasuki paru-paru. Kondisi ini
terjadi saat ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolic untuk penyaluran oksigen dan pembuangan
karbondioksida.
6) Pernapasan Kusmal
Salah satu jenis hiperventilasi yang menyertai asidosis metabolic.
7) Orthopnea
Ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali dalam posisi tegak atau
berdiri.
8) Dispnea
Kesulitan atau ketidaknyamanan saat bernapas

D. Pengkajian
1. Riwayat Kebidanan
Meliputi pengkajian tentang masalah pernapasan dulu dan
sekarang, gaya hidup, adanya batuk, sputum, nyeri, dan adanya faktor
resiko untuk gangguan status oksigenasi.
a. Masalah pada pernapasan (dahulu dan sekarang)
b. Riwayat penyakit
1) Nyeri
2) Paparan lingkungan
3) Batuk
4) Bunyi nafas
5) Faktor resiko penyakit paru
6) Frekuensi infeksi pernapasan
27

7) Masalah penyakit paru masa lalu


8) Penggunaan obat
c. Adanya batuk dan penanganan
d. Kebiasaan merokok
e. Masalah pada fungsi kardiovaskuler
f. Faktor resiko yang memperberat masalah oksigenasi
g. Riwayat penggunaan medikasi
h. Stressor yang dialami
i. Status atau kondisi kesehatan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Mengamati tingkat kesadaran pasien, keadaan umum, postur tubuh,
kondisi kulit, dan membran mukosa, dada (kontur rongga interkosta,
diameter anteroposterior, struktur toraks, pergerakan dinding dada),
pola napas (frekuensi dan kedalaman pernapasann, durasi inspirasi
dan ekspirasi)
b. Palpasi
Dilakukan dengaan menggunakan tumit tangan pemeriksa mendatar
diatas dada pasien. Saat palpasi perawat menilai adanya fremitus taktil
pada dada dan punggung pasien dengan memintanya menyebutkan
“tujuh-tujuh” secara ulang. Normalnya, fremitus taktil akan terasa
pada individu yang sehat dan meningkat pada kondisi konsolidasi.
c. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam
sertamengkaji adanya abnormalitas, cairan/udara dalam paru.
Normalnya, dada menghasilkan bunyi resonan/gaung perkusi.
d. Auskultasi
Dapat dilakukan langsung/dengan menggunakan stetoskop, bunyi
yang terdengar digambarkan berdasarkan nada, intensitas, durasi dan
kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil terbaik, valid dan akurat,
sebaiknya auskultasi dilakukan lebih dari satu kali.
28

3. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengkaji status, fungsi dan
oksigenasi pernapasan pasien. Beberapa jenis pemeriksaan diagnostik
antara lain :
a. Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas
darah arteri, oksimetri, pemeriksaan darah lengkap.
b. Tes struktur sistem pernapasan : sinar- x dadabronkoskopi, scan paru.
c. Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan : kultur
kerongkongan, sputum, uji kulit toraketensis

4. Diagnosa Kebidanan/Keperawatan
Diagnosis kebidanan utama untuk klien dengan masalah oksigenasi pada
kasus Pneumonia adalah :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
gangguan batuk.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan napas

5. Rencana Kebidanan/ Keperawatan

Diagnosa Rencana Tindakan


No. Tujuan Kebidanan dan
Kebidanan
Dx Kriteria Hasil (NOC)
(NANDA) (NIC )

1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Asuhan - Jaga kepatenan jalan


pola nafas kebidanan selama 1x 24 napas: buka jalan napas,
berhubungan jam suction, fisioterapi dada
dengan obstruksi - Klien mampu sesuai indikasi
jalan napas mengidentifikasi dan - Monitor pemberian
mencegah faktor yang oksigen, vital sign tiap ....
dapat menghambat jam
jalan napas - Monitor status respirasi:
- Menunjukan jalan adanya suara tambahan
napas yang paten: - Ajarkan teknik batuk
klien tidak merasa napas efektif
tercekik, tidak terjadi
aspirasi, frekuensi
- Kolaborasi dengan tim
napas dalam rentang medis pemberian o2
normal - Catat tipe dan jumlah
- Tidak ada suara napas sekret pencegahan
abnormal aspirasi
- Mampu mnegeluarkan - Tinggikan posisi kepala
sputum dari jalan tempat tidur 30-45 derajat
napas setelah makan untuk
mencegah aspirasi dan
29

mengurangi dispnea
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Asuhan - Pantau adanya pucat dan
bersiihan jalan kebidanan selama 1x 24 sianosis
nafas yang jam - Pantau efek obat pada
berhubungan - Pasien akan status respirasi
dengan gangguan menunjukan - Pantau bunyi respirasi,
pernapasan optimal pola respirasi, dan vital
batuk
pada saat terpasang sign
ventilator Informasikan kepada klien dan
makanis’mempunyai keluarga tentang teknik
kecepatan dan irama relaksasi
respirasi dalam batas
normal
- Ajarkan cara batuk efektif
- Mempunyai - Catat tipe dan jumlah
dalamfunsi paru sekret pencegahan
dalam batas normal aspirasi
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN/KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Hari/Tanggal : Kamis, 20 Juli 2023
Pengkaji : Siti Rabiatun Adawiyah
Ruang : NICU RSUD dr R. Soedjono
1. Identitas
a. Nama : By. Ny “J”
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Tgl Lahir/Umur : 20 Juli 2023/0 hr
d. Diagnostik Medis : NCB SMK dengan Asfiksia Sedang
e. No. RM : 601445
Penanggung Jawab ( Orang Tua)
a. Nama Ibu/ Ayah : Ny. “J” / Tn “A”
b. Umur : 35 Tahun /37 Tahun
c. Pendidikan : SMA/SMA
d. Pekerjaan : IRT/Wiraswasta
e. Agama : Islam
f. Alamat : Aikmel
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan pasien
1) Keluhan utama : Sesak
2) Kronologi penyakit saat ini
Bayi baru lahir pindahan IBS RSUD R. Soedjono Selong dengan
NCBSMK dengan asfiksia sedang .Lahir SC Tanggal 20/7/2023 jam
10.59 wita dari ibu G4P3A0 Gravida 37 minggu lahir tidak langsung
menangis dengan A-S :5-6-7. BBL Jenis kelamin laki-laki, BB: 2600
gram, PB : 49 cm dan pada jam 15.40 Wita Bayi dipindahkan
keruangan Neo .

30
31

b. Riwayat kesehatan keluarga :


Tidak ada Riwayat asma, rhinitis alergi, penyakit jantung, hipertensi,
ataupun diabetes melitus pada keluarga.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Rambut : Tipis, tidak kering, bersih
b. Mata Konjungtiva : Merah muda
c. Sklera : Putih
d. Wajah : Tidak sianosis, tidak grimace
e. Telinga : Simetris, tidak ada sekret
f. Hidung : Tidak terdapat pernafasan cuping hidung
g. Mulut : Bibir lembab, lidah bersih, pada mulut bayi
terpasang OGT
h. Leher : Tidak terdapat bendungan vena jugularis
i. Thorak : Tidak terdapat retraksi dada
j. Bentuk : Normal
k. Irama nafas : Reguler
l. Payudara : Tidak ada Ronchi, Tidak ada Whezing:
m. Jantu : Reguler
n. Abdomen
Inspeksi : Bentuk Normal
Tali Pusar : Tidak ada perdarahan
Palpasi : Tidak ada massa
o. Genetalia
JK : Laki-laki
Scrotum : Normal
Venis : Normal terdapat lobang kencing
Anus : Berlubang, tidak ada perdarahan
p. Extermitas
Atas : Gerakan(+), Tidak Fratur, Pada tangan kiri
terpasang infus
Bawah : Gerak(+)
32

Reflek Bayi :
a) Moro : (+)
b) Hisap : (-)
c) Pegang : (+)
d) Babinsky : (+)
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi : Baby gram (+)
b. Laboratorium : GDS 86 mg/dl
Golongan darah A
Golongan darah rhesus (+)
5. Terapi yang diberikan tanggal 20 Juli 2023
a. Pemberikan salep mata
b. Inj vit K 0,5 mg phytomenadione secara IM
c. Infus D10% 6 ml/jam
d. O2 nasal 2 lpm
e. Inj Ampcilin 2x130 mg IV
f. Inj Gentamicin 1x13 mg IV

B. Analisa Data
Tgl/Jam Data Focus Etiologi Problem
20 Juli DS : Asfiksia Ketidakefektifan
pola nafas
2023
- P/B pindahan IBS dg 
16.00 Wita NCB SMK+Asfiksia Janin Kekurangan O2
Sedang lahur SC, Tgl
20/7/2023 jk laki-laki dan Kadar CO2
meningkat
DO :

- K/U lemah
- Sesak (+), Retraksi (+), Nafas Cepat
OGT decompresi (+) 
- Puasa sementara
Apneu
- Cek DL (-)
- S : 36,7 0C, N : 148 
x/mnt, R : 62 x/mnt, Ketidakefektifan Pola
SPO2 : 97%
- Infus D10% Nafas
- Menggunakan O2 Nk 2
lpm
33

C. Prioritas Diagnosa Kebidanan/Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas

D. Rencana (Intervensi)
Tujuan dan
No Tgl Dx Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1 20-7- Ketidakefektifan Setelah - Monitoring - Melihat status
2023 pola nafas dilakukan SPO2 oksigenasi
Asuhan - Monitoring - Memantau
keperawatan Frekuensi perkembangan
selama 3 x 24 nafas pernapasan
jam diharapkan
pola nafas
- Dokumentasi - Membantu
dalam batas hasil pemenuhan
normal pemantauan nutrisi bayi
- Jelaskan hasil melalui selang
pemeriksaan
- Kolaborasi
dalam
pemberian
obat

E. Implementasi
Tgl Dx Jam Implementasi Respon Hasil
20 Juli Ketidakefektifan 16.00 - Jaga suhu bayi - S : 36,70C
pola nafas Wita supaya tetap - RR : 49 x/mnt
2023
hangat - SPO2 : 97 %
- Monitor status - Inj Ampcilin 2x130 mg IV
respirasi - Inj Gentamicin 1x13 mg IV
- Monitor - ASI+OGT 12x3 ml
frekuensi
nafas
- Kolaborasi
pemberian
terapi obat
- Observasi
lanjut

21 Juli Ketidakefektifan 16.00 - Monitor irama - RR : 49 x/mnt


pola nafas Wita nafas - SPO2 : 97 %
2023
- Monitor SPO2 - O2 NK 1 lpm
- Kolaborasi - Inj Ampcilin 2x130 mg IV
pemberian - Inj Gentamicin 1x13 mg IV
terapi obat - Dexa 3x0,2 mg IV
- Observasi - ASI+OGT 12x10 ml
lanjut - Dot pelan-pelan
34

22 Juli Ketidakefektifan 16.00 - Monitor irama - RR : 50x/mnt


pola nafas Wita nafas - SPO2 : 98 %
2023
- Monitor SPO2 - O2 NK 1/2 lpm
- Kolaborasi - Inj Cefo 2x130 mg IV
pemberian - Ampicilin
terapi obat - ASI/OGT 12x15 ml+dot

F. Evaluasi
Tgl Dx Jam Catatan Perkembangan Paraf
23 Juli Ketidakefektifan 16.00 DS :
pola nafas DO:
2023 Wita
- K/U lemah
- Infus + O2
terpasang, Pasi /
OGT + Dot
- BAB/BAK (+)
- S : 36,70C, N : 140
x/mnt, R : 48 x/mnt,
SPO2 : 98%
A:
- Ketidak efektifan
pola nafas
P:
- Setelah dilakukan
Asuhan keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan pola
nafas dalam batas
normal
BAB IV
PEMBAHASAN

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan


manusia. Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam metabolisme sel.
Kekurangan oksigen akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah
satunya kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjamin
agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik.
Asfiksia disebabkan karena faktor gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih
berat,preeklamsi berat atau eklamsi eritroblastosis fetalis, kelahiran kurang bulan
(< 34 minggu), kelahiran lewat waktu, plasenta previa, solusio plasentae,
korioamnionitis, hidramnion dan oligohidramnion, gawat janin, serta pemberian
obat anastesi atau narkotik sebelum kelahiran. Kesenjangan yang terjadi antara
hasil pengkajian secara langsung dengan teori asfiksia adalah penulis tidak
menemukan suara napas tambahan, reflek tendon hiperaktif, tremor karena tidak
semua kasus pada teori ditemukan di lahan praktek.
Faktor yang paling besar meningkatkan resiko asfiksia neonatorum adalah
adanya lilitan tali pusat, anemia saat hamil, partus lama, berat badan lahir rendah,
umur ibu 35 tahun dan hipertensi pada saat hamil.
Bayi dengan masalah kesehatan asfiksia neonatorum Asfiksia neonatorum
adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan
oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Sunarti,
2017).
Berdasarkan data pengkajian By Ny. “J”, didapatkan hasil berupa bayi
tidak langsung menangis dan tidak bernapas kurang lebih 3 menit setelah
dilahirkan. Tidak terjadi sianosis dan APGAR skor 5. Diagnosa kebidanan yang
sesuai dengan klien asfiksia neonatorum adalah pola napas tidak efektif
berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan.
Intervensi adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (out
come) yang di harapkan (Ningsih, 2020) Tujuan intervensi terhadap diagnosa
kebidanan pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot
pernapasan pada By Ny. “J” yaitu setelah dilakukan tindakan kebidanan selama 1

35
36

x 24 jam maka pola napas dalam batas normal.


Implementasi merupakan salah satu tahap pelaksanaan proses asuhan
kebidanan, didalam implementasi kebidanan terdapat tatanan pelaksanaan
kebidanan yang akan mengatur kegiatan asuhan kebidanan yang disesuaikan
dengan diagnosa dan intervensi kebidanan yang telah di tetapkan sebelumnya
(Wijayanti, 2020). Berdasarkan masalah kebidanan pada By Ny. “J”, peneliti
melakukan implementasi kebidanan selama 1 hari yaitu pada tanggal 20 Juli 2023.
Implementasi kebidanan untuk diagnosa dengan pola napas tidak efektif adalah
jaga suhu bayi supaya tetap hangat, atur posisi bayi, monitor status respirasi,
kolaborasi dengan tim medis pemberian O2 dan kolaborasi pemberian terapi obat.
Dalam tahap evaluasi penulis menggunakan metode SOAP. S : Subyektif
data, O : Objektif data, A : Analisis atau Assesment, dan P : Planning setelah
melakukan implementasi selama 1 hari pada tanggal 20 Juli 2023, tindakan pada
By Ny. “J” dapat dilakukan penulis sesuai intervensi kebidanan yang ada.
Evaluasi pada tanggal 20 Juli 2023 pola napas efektif, data obyektif : K/U lemah,
Sesak(+), Pasi/OGT (+) 5/jam, Cek DL (-), S : 36,6 OC, N 131x/mnt, R: 47X/mnt,
SPO2 98%. P : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 1 x 6 jam
diharapkan pola nafas dalam batas normal.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil pengkajian melalui proses wawancara dan
pemeriksaan fisik dengan By Ny “J” pada tanggal 6 Juli 2022 di Ruang IGD
RSU dr. R. Soedjono Selong dengan Prioritas masalah kebutuhan dasar
Oksigenasi dapat disimpulkan sbb :
1. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian data subjektif pada By Ny ”J”
yang terdiri dari Identitas, riwayat kesehatan pasien, riwayat kesehatan
keluarga, pengkajian biologis, pengkajian psikososial dan spritual
2. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian data obyektif pada By Ny ”J”
yang terdiri dari pemeriksaan fisik yang meliputi keadaan umum
(kesadaran, BB/TB, Vital sign), pemeriksaan cepalo kaudal, dan
pemeriksaan penunjang
3. Mahasiswa dapat melakukan analisa data pada By Ny ”J” yang meliputi
data focus, etiologi dan problem
4. Mahasiswa dapat membuat diagnose Kebidanan/Keperawatan pada By
Ny ”J” yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan gangguan batuk dan Ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan obstruksi jalan napas.
5. Mahasiswa dapat melakukan Planning atau rencana kegiatan sesuai
dengan kebutuhan dan masalah yang ada pada By Ny ”J”
6. Mahasiswa dapat mengimplementasikan dan mengevaluasi asuhan
kebidanan pada By Ny ”J”

B. Saran
1. Bagi institusi pendidikan
Sebaiknya meningkatkan penerapan dan pengajaran asuhan kebidanan
kepada mahasiswa, meningkatkan ilmu pengetahuan dan memberikan
keterampilan yang lebih kepada mahasiswa dan menambah referensi
tentang penyakit Asfiksia dan pemenuhan kebutuhan oksigen.

37
38

2. Bagi tenaga kesehatan


Memberi masukan dan sumbangan bagi perkembangan ilmu
Kebidanan/Keperawatan dan profesi Kebidanan/Keperawatan yang
profesional sehingga bisa meningkatkan asuhan kebidanan yang
maksimal kepada klien atau masyarakat.
3. Bagi pasien
Dengan adanya bimbingan yang dilakukan oleh perawat selama proses
pemberian asuhan kebidanan, diharapkan klien mandiri dalam mencegah,
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan bagi diri dan keluarga
sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal.
4. Bagi penulis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi baru bagi
penulis tentang kebutuhan dasar oksigenasi, sehingga penulis dapat
memberikan asuhan Kebidanan/Keperawatan yang lebih baik lagi
terhadap masalah kebutuhan oksigenasi
39

DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer. 2011. Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3, Jakarta FKUI.

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Kebidanan Medikal bedah. Edisi 8,
Vol. 3, Jakarta, EGC.

Doengoes. E. marlynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan kebidanan, jakarta, EGC.

Elisabeth J.Corwin, 2011. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta EGC.

Hidayat & Uliyah, (2015). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Edisi 2, Buku
2. Jakarta: Salemba Medika

Mubarak,Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin.2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar


Manusia.Jakarta:EGC

Muttaqin,(2013). Asuhan kebidanan klien dengan gangguan system pernapasan.


Jakarta: Salemba Medika

Rosdahl & Kowalski, (2015). Buku ajar kebidanan dasar. Edisi 10, Volume 4.
Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith.M. 2006.Diagnosa Kebidanan NIC dan NOC, Edisi 7. Jakarta:


EGC

Wahid & Suprapto, (2013). Kebidanan medikal bedah, Asuhan kebidanan pada
gangguan sistem respirasi. Jakarta: Trans Info Media
World Health Organization. (2019). Integrated Community Case Management
(ICCM), 1–8.

Anda mungkin juga menyukai