Anda di halaman 1dari 52

PERNIKAHAN ADAT KETURUNAN BANGSAWAN PADA

MASYARAKAT BUGIS DI KECAMATAN LABAKKANG


KABUPATEN PANGKEP
(Analisis Hukum Islam)

Proposal
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Gelar Sarjana Hukum
Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum
Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Alauddin Makassar

OLEH:

A.WAHYUNI
NIM: 10300119049

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Eksistensi manusia hingga saat ini diawali dengan diturunkannya Nabi

Adam sebagai manusia pertama di muka bumi ini dan kemudian dengan turunnya

Hawa sebagai pengakhir kehidupan Nabi Adam yang selanjutnya melahirkan

keturunannya. Sudah menjadi kodrat manusia untuk menjalani kehidupan yang

berkelanjutan, yang kemudian menghasilkan keturunan dari generasi ke generasi.

Karena sifat ini, manusia hidup berpasangan, yang kemudian membentuk sebuah

keluarga. Yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah

tahap penyatuan untuk menghasilkan keturunan, yang disebut pernikahan. Hal ini

dikarenakan manusia adalah makhluk yang paling mulia yang diciptakan oleh

Allah SWT karena manusia tidak hanya memiliki keinginan-keinginan manusiawi

tetapi juga dikaruniai akal sehingga manusia layak untuk melakukan pernikahan

secara beradab.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang terdiri dari berbagai

suku, adat, bahasa daerah dan agama yang berbeda. Keanekaragaman ini dapat

dilihat di berbagai daerah di berbagai pulau di Indonesia. Setiap suku bangsa di

Indonesia memiliki cara hidupnya masing-masing. Kebiasaan gaya hidup menjadi

budaya dan karakteristik kelompok etnis tertentu. Susunan nilai-nilai kehidupan

manusia meliputi segala aktivitas yang tercermin dalam kehidupan manusia.

Mengingat besarnya peran kebudayaan dalam membangun kehidupan berbangsa

dan bernegara, bangsa Indonesia terus menggali dan mengembangkan kebudayaan

1
2

yang tersebar di berbagai daerah yang merupakan bukti kekayaan budaya bangsa

sebagai identitas bangsa Indonesia. di dunia internasional.

Budaya pada hakekatnya adalah sesuatu yang diturunkan dari generasi ke

generasi oleh nenek moyang kita. Setiap daerah pada dasarnya memiliki

budayanya masing-masing, namun tidak sedikit daerah yang memiliki budaya

yang sama dengan daerah lainnya. Budaya dapat berdampak pada lingkungan

tidak hanya pada orang dewasa, tetapi juga berlaku untuk kelompok umur yang

berbeda.1

"Adah" atau 'Adat' berarti 'kebiasaan', yaitu 'perlakuan masyarakat yang

terjadi berulang-ulang dalam kehidupan masyarakat sehari-hari'. Hukum adat

adalah hukum yang mengatur tingkah laku bangsa Indonesia dalam hubungannya

satu sama lain, baik itu semua adat istiadat, kebiasaan dan kesusilaan yang

sesungguhnya hidup dalam masyarakat hukum adat karena diikuti dan dijunjung

tinggi oleh anggota masyarakat itu, serta seluruh aturan mengenai sanksi atau

pelanggaran yang dituangkan dalam keputusan penguasa adat (mereka yang

memiliki wewenang dan kekuasaan untuk mengambil keputusan dalam adat). 0

Masyarakat yaitu dalam pengambilan keputusan oleh kepala desa, pangeran,

pembantu luruh, penjaga tanah, kepala adat dan hakim. memiliki konsekuensi

hukum.0

1
Samuin Rusman, “Adat Perkawinan Keluruhan Awainulu, Kecamatan Pasarwajo,
Kabupaten Buton Ditinjau Dari Hukum Islam”, Skripsi (Makassar: Fak. Syariah dan Hukum UIN
Alauddin, 2015), h. 3.
0
Bushur Mahmud, Penghantar Hukum Adat (Jakarta: Balai Buku Ictiar, 1961), h.30
0
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Cet. 12. Jakarta: Sinar Grafika,
2019), h. 134.
3

Kehadiran Islam dalam masyarakat Bugis merupakan bentuk penerimaan

nilai-nilai baru dalam budaya yang sudah mapan, namun hadirnya budaya baru

dalam budaya yang sudah ada tidak merusak nilai-nilai atau menghilangkan

identitas asli Islam dengan memperkenalkan Bugis baru. Kebudayaan kemudian

berpengaruh pada tradisi yang telah ada sebelumnya, namun perubahan

kebudayaan yang telah ada merupakan penyesuaian terhadap pandangan dan

penerimaan terhadap kebenaran agama yang diterima.

Budaya Bugis kemudian muncul dalam bentuk nilai dan standar baru

sesuai hasil perjumpaan dengan budaya lokal. Harmoni dan sinkronisasi yang

diciptakan antar agama Islam dan budaya Bugis dapat dibarengi dengan

keterbukaan pertimbangan para aktor.0

Salah satu masyarakat Indonesia dengan kekayaan budaya yang menarik

adalah masyarakat bugis Sulawesi Selatan. Budaya lokal di wilayah Sulawesi

Selatan masih bertahan hingga saat ini. Budaya adalah hasil transmisi progresif

dalam pola kesejahteraan. Di dalamnya terkandung simbol-simbol, serta adanya

sistem turun-temurun di dalamnya. Tentu saja kesinambungan ini muncul secara

otomatis sebagai sikap seseorang terhadap kehidupan. Suku bangsa yang berbeda

memiliki upacara pernikahan yang berbeda di Indonesia, sehingga sulit untuk

menentukan penampilan atau latar belakang orang Indonesia. Hal ini terlihat dari

ciri-ciri upacara pernikahan adat yang berbeda-beda. Adat pernikahan yang

berbeda menunjukkan latar belakang hukum adat istiadat yang berbeda yang

dipraktikkan oleh masyarakat Indonesia.

0
Ismail Suardi Wekke, Islam dan Adat :Tinjauan Akulturasi Budayadan Agama Dalam
Masyarakat Bugis, Jurnal Analisis, Vol. XIII. No. 1 Juni 2013, h. 31-32.
4

Seperti halnya tradisi pernikahan yang merupakan warisan turun-temurun,

pernikahan juga memiliki tempat yang penting dalam kehidupan manusia, karena

dipandang sebagai masa peralihan dari remaja menuju dewasa. Oleh karena itu,

acara pernikahan dianggap sakral dan harus dilakukan dengan penuh hormat dan

kebanggaan. Pernikahan adalah penyatuan dua keluarga ke dalam kontrak yang

lebih besar. Karena itu, pernikahan dilakukan dengan hati-hati, memilih pasangan

untuk anak perempuan. Setiap cara yang dipilih selalu memiliki alasan tertentu,

berdasarkan tradisi budaya dan kecenderungannya untuk mengangkat martabat

keluarganya.0

Makna pernikahan sangat penting karena agar pernikahan itu langgeng,

bahagia dan dikaruniai rezeki dari Tuhan Yang Maha Esa, maka perlu

diperhatikan berbagai perhitungan ritual serta kejelasan tentang keturunan,

kelahiran dan berat badan calon pasangan. dan akhirnya melahirkan anak. Seorang

anak yang bijak patuh kepada orang tuanya dan tunduk pada penyimpangan.0

Pernikahan adalah sunnah umum dan berlaku untuk semua makhluk

manusia, hewan dan tumbuhan. Pernikahan adalah jalan yang dipilih oleh Allah

(swt) bagi makhluk untuk bereproduksi dan mempertahankan kehidupan mereka.

Menikah juga merupakan cara untuk mempersenjatai diri melawan nafsu agar

tidak terjerumus ke dalam lembah kehinaan. Tuhan ingin semua makhluk-Nya

hidup berpasangan. Hal ini tertuang dalam QS Adz Dzariyaat/51:49:

0
Abd.Kadir Ahmad, Sistem Perkawianan di Sulawesi Selatan Dan Sulawesi Barat ( Cet
I;Makassar:Indobis, 2006), h. 32.
0
Laksanto Utomo, Hukum Adat (Cet. 2.Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 91.
5

       

Terjemahnya:

Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu


mengingat kebesaran Allah.0

Pernikahan merupakan hal yang sangat sakral bagi umat manusia dan
sekaligus memiliki tujuan yang sakral dan tidak terlepas dari ketentuan hukum
agama Islam. Pernikahan tidak hanya berfungsi untuk memuaskan nafsu, tetapi
juga untuk menjaga ketenangan, ketentraman dan sikap asuh antara suami istri
yang dilandasi cinta dan kasih sayang yang mendalam. 0 Seperti dalam
Al-Nur/24:32, yang juga menjelaskan pernikahan.

     


         
   
Terjemahnya:

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-


orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hambahamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas
(pemberianNya) lagi Maha Mengetahui.0

Keragaman suku bangsa di Indonesia juga mempengaruhi sistem

pernikahan di masyarakat. Orang Bugis memelihara tradisi yang disebut Siri, yang

berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang paling sensitif dalam

masyarakat Bugis seperti martabat, nama baik dan kehormatan, dan semua ini

0
Kementerian Agama RI, Al-Fattah Al-Qur’an 20 Baris Terjemahannya, (Bandung: CV
Mikrah Khazanah Ilmuah 2011), h. 261.
0
Mohammad Asnawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perdebatan, (Yogyakarta:
Darussalam, 2004), h. 20.
0
Kementerian Agama RI, Al-Fattah Al-Qur’an 20 Baris Terjemahannya, (Bandung: CV
Mikrah Khazanah Ilmuah 2011), h. 176.
6

harus dijaga dan dipertahankan dalam kehidupan nyata. 0 Ikatan kekerabatan

semakin lama semakin erat pada suku Bugis yang setuju untuk ikut serta dalam

upacara seperti khitanan, akika dan pernikahan bersama. 0 Upacara pernikahan

merupakan suatu sistem nilai budaya yang memberikan pedoman dan pandangan

untuk melindungi nilai-nilai kehidupan, khususnya mengenai perlindungan dan

pelestarian keturunan.

Tujuan pernikahan bagi masyarakat Bugis sama dengan masyarakat

Makassar. Bila orang Bugis mengucapkan istilah lanipattukmi ulanna salangganna

kepada seseorang yang hendak menikah, berarti yang belum menikah itu rindu. 0

Jadi pernikahan dalam masyarakat Bugis berarti siala atau saling mengambil, jadi

pernikahan adalah hubungan timbal balik. Selain itu, pernikahan bukan sekedar

penyatuan kedua mempelai, biasanya merupakan upacara penyatuan dua keluarga

besar yang telah menjalin hubungan sebelumnya dengan maksud untuk

mendekatkan (mappasideppe'mabelae) atau mempertemukan mereka yang sudah

memilikinya. mereka jauh lebih dekat. Hal ini karena orang tua memegang

peranan yang menentukan dalam mewujudkan pernikahan yang ideal bagi anak-

anaknya.0

0
Hardianti, “Adat Pernikahan Bugis Bone Desa Tuju-Tuju kecamatan Kajuara Kabupaten
Bone Dalam Perspektif Budaya Islam”, Skripsi (Makassar:Fak. Adab dab Humaniora UIN
Alauddin, 2015), h. 1-2.
0
1Shintia Maria Kapojos dan Hengki Wijaya, Mengenal Budaya Suku Bugis, Jurnal
Lembaga STAKN Kupang, Vol. 6, No. 2, November 2018, h. 158
0
Shintia Maria Kapojos dan Hengki Wijaya, Mengenal Budaya Suku Bugis, Jurnal
Lembaga STAKN Kupang, Vol. 6, No. 2, November 2018, h. 159
0
Stefie, Antropology Suku Bugis, (Jakarta: the London School of Public Relation, 2009),
h. 13.
7

Betapapun merasionalkan realitas adat dan tradisi agama dan pernikahan,

dapat dikatakan bahwa ada kesamaan visi dalam upacara pernikahan adat

bangsawan, hanya pelaksanaan upacaranya saja yang berbeda. Islam telah

memberikan rambu-rambu untuk menghindari penyimpangan dari upacara-

upacara yang berada di luar jangkauan ajaran Islam. Salah satu kebudayaan yang

menjadi perhatian peneliti di Kecamatan Labakkang Kabupaten Pengkep adalah

adat pernikahan dikalangan Bangsawan.

Berkaitan dengan upacara pernikahan mulai dari proses menyelenggarakan

suatu hal yang terkait sebelum upacara pernikahan tidak bisa lepas dari adat

kebiasaan yang sudah turun temurun dilakukan. Pangkep adalah sebuah

Kabupaten yang memiliki tiga belas Kecamatan yakni Kecamatan Balocci,

Bungoro, Labakkang, Liukang Tangaya, Liukang Kalmas, Liukang Tupabiring,

Liukang Tupabiring Utara, Mandalle, Ma’rang, Minasatene, Pangkajene, Segeri

dan Kecamatan Tondong Tallasa. Salah satu dari tiga belas Kecamatan tersebut

adalah Kecamatan Labakkang. Yang mana Kecamatan Labakkang merupakan

keturunan suku Bugis. Kecamatan Labakkang memiliki sembilan desa, di

Labakkang mayoritas penduduknya masih sangat mempercayai kepercayaan

terdahulu.

Di Pangkep orang Bangsawan amat memperhitungkan derajat calon

pasangan hidupnya. Aturan umumnya adalah, seorang laki-laki boleh mengawini

perempuan yang lebih rendah derajatnya, namun tidak demikian halnya dengan

perempuan. Semakin tinggi derajat seseorang semakin ketat aturan tersebut.


8

Biasanya seorang Bangsawan harus memperistrikan seorang Bangsawan pula. 0

Bangsawan rendah dan anggota masyarakat kebanyakan menggunakan sistem

klasifikasi berdasarkan gelar yang jauh sederhana. Ditingkat kampung, semua

orang berpengaruh baik itu bangsawan rendah. Dibugis bangsawan diberi nama

andi sebagai nama marga atas pencapain nenek moyangnya terdahulu. Nama andi

ini sering dikaitkan dengan sebutan tau deceng (orang berada).

Meskipun ajaran agama Islam telah begitu lama masuk dalam masyarakat

Bugis Pangkep, masyaraktnya sering kali menggabungkan unsur-unsur yang ada

dalam kepercayaan tradisional dengan unsur yang ada dalam islam. Tindakan ini

sering kali ditentang oleh para tokoh agama yang menekankan ajaran-ajaran islam

yang murni. Seperti halnya dengan proses Pernikahan bugis bangsawan

dilaksanakan dalam sebuah prosesi khusus dengan tata cara yang khusus yang

disesuaikan dengan ketentuan dalam agama dan tradisi namun semua prosesi

pernikahannya lebih mengarah pada tradisi leluhur. Proses adat pernikahan adat

terkhusus Bugis Bangsawan yang ada Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep

tidak memiliki keselarasan antara adat dengan agama sehingga dari keseluruhan

rangkaian upacara yang tercipta banyak melenceng dari agama islam. Salah satu

dari sekian banyaknya prosesi adat yang menurut peneliti melenceng dari ajaran

Islam yaitu sebelum dilangsungkan acara mappacci terlebih dahulu bagi kedua

mempelai sesuai kepercayaan masyarakat Labakkang.

Berdasarkan uruain diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pernikahan Adat Keturunan Bangsawan Pada

0
Abd. Kadir Ahmad, Perkawinan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Makassar:
Indobis, 2006), h. 21.
9

Masyarakat Bugis Di Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep (Analisis

Filsafat Hukum Islam)”.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

Untuk membuat penelitian ini terarah dan terfokus pada judul skripsi

maka peneliti memberikan fokus penelitian dan deskripsi fokus agar apa yang

menjadi tujuan dari penelitian dapat terfokus pada masalah yang di teliti dengan

tujuan memudahkan peneliti dalam menyelesaikan penelitiannya dan masalah

yang di teliti dapat terfokuskan.

1. Fokus Penelitian

Dalam Penelitian ini penulis mengangkat judul “Pernikahan Adat

Keturunan Bangsawan Pada Masyarakat Bugis Di Kecamatan Labakkang

Kabupaten Pangkep (Analisis Filsafat Hukum Islam).” Jenis penelitian yang di

gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian lapangan dengan jenis

pendekatan normatif dan sosiologi. Sehingga penelitian dapat menghasilkan suatu

penelitian yang efektif mengenai fenomena pernikahan adata keturunan

bangsawan pada masyarakat bugis. Bagaimana Islam memandang masalah ini

agar tidak menimbulkan suatu kesalahan pada masyarakat.

2. Deskripsi Fokus

Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam mendeskripsikan dan

memahami penelitian ini maka penulis akan memaparkan beberapa variable

pengertian yang di anggap penting dalam penelitian ini.


10

a. Pernikahan merupakan berarti perjodohan antara laki-laki dan perempuan

menjadi suami dan istri yang disahkan dengan adanya Ijab dan Kabul. 0

Pernikahan adalah akad atau mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan

untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan suka

rela dan kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup

berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan membangun rumah tangga

yang Sakinah Mawaddah warahma.Adat merupakan aturan tingkah laku yang

dianut secara turun temurun dan berlaku sejak lama. Adat istiadat termasuk

aturan yang sifatnya ketat dan mengikat. Adat istiadat yang diakui dan ditaati

oleh masyarakat sejak berabadabad yang lalu dapat menjadi hukum yang tidak

tertulis yang disebut sebagai hukum adat.0

b. Bangsawan adalah Bangsawan atau ningrat adalah kelas sosial tertinggi dalam

masyarakat pra-modern. Bangsawan sebagian besar adalah mereka yang

memiliki tanah dari penguasa dan harus bertugas untuknya, terutama dinas

militer.0

c. Suku Bugis merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi Selatan.

ciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga

pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad

0
Depaertemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1995) h. 1011.
0
Tim Sosiologi,. Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat. (Jakarta: Yudhistira
2004), h. 85.
0
Depaertemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1995) h. 345.
11

ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah

terakulturasi, juga dikategorikan sebagai orang Bugis.0

d. Filsafat hukum islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan

hukum islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya,

atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan, menguatkan, dan

memelihara hukum islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah

menetapkannya di muka bumi, yaitu untuk kesejahteraan umat manusia

seluruhnya.0

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka pokok permasalahan

dalam penelitian ini adalah Pernikahan Adat Keturunan Bangsawan Pada

Masyarakat Bugis Di Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep (Analisis

Filsafat Hukum Islam). Berdasarkan pokok masalah di atas, maka dapat

dirumuskan sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses Pernikahan Adat keturunan pada masyarakat Bugis

Bangsawan di Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep?

2. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang Pernikahan Adat keturunan

pada masyarakat Bugis Bangsawan di Kecamatan Labakkang Kabupaten

Pangkep?

0
Depaertemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1995) h. 367.
0
Ahsanuddin Jauhari, Filasafat Hukum Islam, (Bandung: PT. Liventurindo), h. 1.
12

3. Bagaimana Analisis Filsafat Hukum Islam terhadap permasalahan

Pernikahan Adat keturunan pada masyarakat Bugis Bangsawan di

Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep?

D. Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini penulis mengambil beberapa kajian pustaka dari

beberapa buku, jurnal dan skripsi diantaranya:

1. Kaitanya dengan Jurnal

1) Jurnal yang berjudul “Reinterpretasi Adat Pernikahan Suku Bugis

Sidrap Sulawesi Selatan” oleh Muh. Rusli, menjelaskan bahwa,

Masyarakat Bugis tetap mempertahankan adat pernikahannya yang

terkesan memberatkan didasarkan pada keyakinan bahwa pernikahan

merupakan hal yang sakral dan suci sebagaimana sakralnya menjaga

kehormatan anak gadis hingga duduk di pelaminan. Setiap proses yang

dilalui mengandung nilai-nilai kearifan di mana pelanggaran atas nilai-

nilai tersebut menimbulkan konsekuensi runtuhnya kehormatan pribadi,

baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat. Seyogyanya nilai-

nilai itu mampu dipahami secara arif dan bijaksana oleh generasi muda

sehingga nilai tersebut tidak terkikis sebagaimana tudingan miring yang

muncul selama ini.0

2) Jurnal yang berjudul “Bentuk dan Makna Ritual Mappacci pada

Pernikahan Bangsawan Bugis (Studi Kasus di Desa Benteng Gantarang

Kabupaten Bulukumba)”. Oleh Kasmawati Kasmawati, mengatakan

0
Muh. Rusli, Reinterpretasi Adat Pernikahan Suku Bugis Sidrap Sulawesi Selatan, Karsa
Reinterpretasi Adat Pernikahan Suku Bugis Sidrap Sulawesi Selatan, Karsa, vol. 20 no. 2 (2012).
13

bahwa Mapacci adalah salah satu dari sekian banyak ritual dalam

pernikahan adat suku Bugis di Sulawesi Selatan. Ritual ini adalah

upacara untuk membersihkan dan menyucikan diri bagi calon pengantin

dari hal-hal yang tidak baik. Prosesi ini biasa dilaksanakan pada saat

menjelang acara akad nikah keesokan harinya. Adat kebudayaan ini

ditradisikan oleh masyarakat dan diyakini dapat membawa keberkahan

dalam pernikahan hingga sampai sekarang.0

2. Kaitannya dengan Skripsi

1) Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Adat

Perkawinan Bugis Bangsawan Di Kecamatan Maiwa Kabupaten

Enrekang”, di tulis oleh Hadriani mengatakan bahwa, pelaksanaan

perkawinan adat bugis bangsawan di Kecamatan Maiwa Kabupaten

Enrekang ada 3 tahapan yakni 1)tahap pranikah meliputi mattiro,

(melirik jodoh), Mallattu (melamar), mendatangi manurung (kerajaan),

mappende balanca (membawa bahan makanan), manggumpu

(mendirikan bangunan tambahan)dan mattala undangan (menyebar

Undangan). Tahap upacara sebelum akad melipiti mappasosso salu

(memberikan sesajen), dio bajeng (mandi), mappacci, akad dan

mappende botting. Tahapan setelah akad nikah meliputi cado botting,

mapparola,matindo matua dan siara kubur. Benda-benda adat yang

digunakan seperti lipa (sarung), kain kafan, gong. Semua benda adat

0
Kasmawati Kasmawati, Dkk, Bentuk dan Makna Ritual Mappacci pada Pernikahan
Bangsawan Bugis (Studi Kasus di Desa Benteng Gantarang Kabupaten Bulukumba), Jurnal
Onoma Pendidikan Bahasa dan Sastra, vol. 7 no. 2 (2021).
14

mempunyai makna tersendiri seperti misalnya kain kafan, kain kafan

melambangkan hati yang suci, bersih untuk membina rumah tangga.0

2) Skripsi yang berjudul “Simbolisasi Status Sosial Dalam Uang Panai

Pada Masyarakat Bangsawan Bugis Bone Ditinjau Dari Hukum

Islam. (Studi Kasus di Kelurahan Bulu Tempe Kecamatan Tanete

Riattang Barat Kabupaten Bone’’ oleh, Nurfadila., ia mengatakan

bahwa Uang Panai Dalam budaya perkawinan masyarakat Bugis Bone,

seorang laki-laki melamar seorang perempuan yang tingkatan strata

sosialnya bangsawan, sedangkan dia bukan bangsawan maka Uang

Panai yang diberi harus lebih dari biasanya karena termasuk di

dalamnya “pangelli dara”(pembeli darah) demikian pula halnya dengan

perempuan yang berada (orang kaya), atau punya pangkat dan jabatan

serta terpandang di tengahtengah masyarakat, maka uang panai nya juga

harus tinggi. Dengan demikian ketika uang panai yang diberi oleh calon

mempelai laki-laki besar, maka menjadi kebanggaan bagi pihak

keluarga perempuan, demikian pula sebaliknya, jika uang panai agak

rendah yang diberi oleh seorang laki-laki, maka dinilai negatif atau

menjadi pembicaraan.0

3. Kaitanya dengan Buku

0
Hadriani, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Adat Perkawinan Bugis Bangsawan Di
Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang, (Skripsi: UIN Alauddin Makassar).
0
Nurfadila, Simbolisasi Status Sosial Dalam Uang Panai Pada Masyarakat Bangsawan
Bugis Bone Ditinjau Dari Hukum Islam. (Studi Kasus di Kelurahan Bulu Tempe Kecamatan
Tanete Riattang Barat Kabupaten Bone ). Skripsi skripsi, Iain Kendari. (2018).
15

1) Dalam buku yang berjudul “Filsafat Hukum Islam” yang di tulis oleh

Ahsanuddin Jauhari, mengatakan bahwa Manusia mungkin dapat

menetapkan moralitasnya sendiri tanpa agama, tetapi dengan mudah ia

akan menggunakannya untuk kepentingannya sendiri sehingga ukuran

moral dapat berubah-ubah, melainkan menurut kemampuan suami dan

keridhaan seorang istri. Dengan demikian, pernikahan adat keturunan

bangsawan merupakan adat yang sudah turun temurun.0

E. Tujuan dan Kgunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini antara lain:

a. Untuk mengetahui proses Pernikahan Adat keturunan pada masyarakat Bugis

Bangsawan di Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep.

b. Untuk mengetahui Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai Pernikahan

Adat keturunan pada masyarakat Bugis Bangsawan di Kecamatan Labakkang

Kabupaten Pangkep?

c. Untuk mengetahui Analisis Filsafat Hukum Islam terhadap permasalahan

Pernikahan Adat keturunan pada masyarakat Bugis Bangsawan di Kecamatan

Labakkang Kabupaten Pangkep.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian terbagi menjadi 2 (dua) bagian, diantaranya:

a. Manfaat teoritis

0
Ahsanuddin Jauhari, Filasafat Hukum Islam, (Bandung: PT. Liventurindo), h. 163.
16

Secara teoritis kepenulisan skripsi ini di harapkan dapat menambah

pengetahuan tentang pernikahan adat keturunan bangsawan pada masyarakat

bugis. Agar masyarakat dapat mengetahui fungsi dari pernikahan adat keturunan.

Dengan adanya penelitian ini di harapkan mampu memjawab segala permasalahan

di masyarakat yang berkenaan dengan pernikahan adat keturunan bangsawan dan

memberikan sumbangan pengetahuan akademik dan ilmiah mengenai fenomena

pernikahan adat keturunan bangsawan masyarakat bugis sehingga dapat menjadi

bahan penelitian-penelitian di masa yang akan datang.

b. Manfaat Praktis

1. Dapat memberikan pengetahuan yang berkenaan dengan pernikahan adat

keturunan bangsawan masyarakat bugis.

2. Memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat agar mengenai

pernikahan adat keturunan bangsawan masyarakat bugis.

3. Menjadi bahan referensi jika suatu saat ada penulis yang meneliti masalah

yang sama.

4. Menyediakan informasi bagi para ahli, mahasiswa dan masyarakat untuk

mengembangkan program yang berkenaan dengan pernikahan adat

keturunan bangsawan masyarakat bugis.


BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan Adat

1. Proses Perkawinan Adat

Perkawinan menurut hukum adat merupakan suatu hubungan kelamin

antara laki-laki dengan perempuan yang membawa hubungan yang lebih luas. 0

Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan

bermasyarakat.perkawinan tidak hanya menyangkut pada kedua mempelai saja,

tetapi juga orang tua kedua boleh pihak, saudara-saudaranya, bahkan dari keluarga

besar kedua mempelai. Dalam masyarakat adat pernikahan merupakan bagian

peristiwa yang sacral sehingga dalam pelaksanannya harus disertai dengan arwah

nenek moyang untuk dimintai doa restu agar keluarganya kelak menjadi keluarga

yang bahagia.

Masyarakat hukum adat juga disebut dengan istilah masyarakat

tradisional, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari kita sering dengar dengan

sebutan masyarakat adat. Pengertian hukum adat secara umum ialah hukum

kebiasaan masyarakat yang menjadi tingkah laku sehari-hari antara yang satu

dengan yang lain dan terdapat sanksi didalamnya berupa moral. Keberlakuan

hukum adat di Indonesia tidak diketahui secara pasti. Menurut Prof. Mr. c. van

Vollenhoven ia mengemukakan bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak

bersumber pada peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu

0
Laksanto Utomo, Hukum Adat, (Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 89.

17
18

atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh

kekuasaan Belanda dahulu.0

Di Indonesia berlaku pula hukum adat yang mengatur tentang perkawinan

yang pelaksanannya sesuai dengan adat kebiasaan disuatu tempat tertentu. Hukum

itu bersifat mengingat sesama masyarakat adat jika dilanggar maka sangsinya

berupa sangsi moral/malu ketika seseorang berprilaku tidak sesuai dengan hukum

yang berlaku dimasyarakat didaerah tersebut.

Sebagaimana yang diketahui bahwa dalam tujuan hukum adat adalah

untuk mewujudkan masyarakat yang aman, tentram dan sejehtera serta hidup yang

bahgia. Akan tetapi dalam pernikahan tidak semua yang menjadi harapan yang

tercapai dengan baik Perkawinan dalam arti perikatan adat ialah perkawinan yang

mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku didalam masyarakat

yang bersangkutan.

Dalam hukum adat perkawinan itu bukan hanya merupakan peristiwa yang

penting bagi mereka yang masih bernyawa, tetapi perkawinan juga merupakan

peristiwa yang sangat berarti serta sepenuhnya mendapatkan perhatian dan diikuti

oleh arwah-arwah para leluhur kedua belah pihak mempelai. Perkawinan yang

ideal itu yaknni perkawinan yang terjadi karena dikendaki oleh kedua keluarga

mempelai serta masyarakat di daerah tersebut. Setelah terjadinya ikatan

pernikahan maka timbullah hak dan kewajiban orang tua atau anggota keluarga,

serta kerabat menurut hukum adat setempat yaitu dengan pelaksanaan upacara

adat dan selanjutnya dalam peran serta membina dan melihat kerukunan, keutuhan

0
Laksanto Utomo, Hukum Adat, (Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 3.
19

dan kelanggengan kehidupan rumah tangga mereka yang terlibat dalam

perkawinan.0

Menurut hukum adat yang ada di Indonesia perkawinan terbentuk karena

adanya pelamaran yang dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan,

dan keluarga yang ingin melangsungkan sebuah pernikahan harus megerti tentang

tata tertib adat dalam masyarakat. Bagi masyarakat hukum adat perkawinan

memiliki tujuan yang bersifat kekerabatan untuk mempertahankan dan

meneruskan keturunan serta memeperoleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian.

2. Bentuk Pelaksanaan Perkawinan Adat di Indonesia

a. Pertunangan

Seperti yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, sebelum perkawinan

dilaksanakan ada tahapan yang dilalui sebelumnya yang dinamakan pertunangan,

tahap ini dilaksanakan pada awal pertemuan setelah terjadi kesepakatan antara

kedua belah pihak (keluarga mempelai pria dan keluarga mempelai wanita) untuk

mengadakan sebuah pernikahan dan mempunyai sifat yang mengikat. Ciri khas

dari pertunangan yaitu pemberian cincin yang dilakukan oleh calon mempelai

laki-laki kepada calon mempelai perempuan (cicin passio) sebagai tanda pengikat.

Pertunangan ini bertujuan untuk membatasi pergaulan antara kedua belah pihak

dan bisa menjamin perkawinan bisa dilangsungkan dalam waktu dekat.

0
Laksanto Utomo, Hukum Adat, (Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 3.
20

b. Tanpa pertunangan

Ada beberapa Pernikahan yang pernah kita jumpai di dalam masyarakat

yakni pernikahan tanpa mendahukukan pertunangan. Banyak yang menganggap

bahwa acara pertunangan itu tidak mesti harus ada, banyak orang yang

beranggapan bahwa pertunagan hanya akan membuang-buang uang saja karena

untuk melangsungkan acara pertuangan juga membutuhkan biaya. Biasanya

diakalangan masyarakat menengah kebawah acara lamaran ini dianggap tidak

perlu.

c. Kekeluargaan Patrilineal (garis keturunan Ayah)

Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan

yang berasal dari pihak ayah. Yang mana jika terjadi suatu masalah maka

pertanggung jawabannya ada pada pihak laki-laki. System kekeluargaan ini hanya

dianut oleh bangsa Eropa, Arab dan Suku Batak yang ada di Indonesia. Sifat

utama dari pernikahan system kekerabatan ini adalah dengan memberikan jujur

oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai lambang diputuskannya

hubungan kekeluargaan antara sang istri dengan keluarganya dengan begitu sang

istri beserta keturunannya kelak akan mengikut kelingkungan keluarga suami.

d. Kekeluargaan Matrilineal (garis keturunan Ibu)

Matrilineal adalah system kekerabatan suatu adat masyarakat yang alur

keturunannya berasal dari pihak Ibu. System kekerabatan ini hanya digunakan di

Indonesia tepatnya di Minangkabau.


21

e. Kekeluargaan parental (garis keturunan Keibu-bapaan)

Setelah terjadinya perkawinan baik suami maupun istri menjadi milik

keluarga bersama begitu pula dengan anak-anak dan keturunannya. Dalam sifat ini

juga terdapat kebiasaan berupa pemberian-pemebrian dari pihak laki-laki terhadap

pihak perempuan, tetapi pemberian ini tidak mempunyai arti seperti jujur, yang

dulu dasarnya seperti jujur tetapi lebih banyak diartikan sebagai hadiah. 0 Menurut

hukum adat yang berlaku di Indonesia syarat dan rukun perkawinan sama dengan

yang ada pada hukum Islam, yakni adanya calon mempelai laki-laki dan calon

mempelai perempuan, wali, saksi dan adanya ijab qabul serata adanya mas kawin

atau mahar.0

3. Tujuan Perkawinan Adat

Pernikahan masyarakat adat mempunyai tujuan tersedndiri baik secara

umum maupun khusus. Seperti apa yang disinggung dalam pengertian bahwa

dalam masyarakat adat, pernikahan tersebut mempunyai tujuan tersendiri baik

secara umum maupun khusus. Secara umum mempunyai tujuan mewujudkan

masyarakat yang aman, tentram dan sejahtera, secara khusus dengan berbagai

ritual-ritualnya dan sesajensesajen atau persyaratan-persyaratan yang melengkapi

upacara tersebut akan mendukung lancarnya proses upacara baik jangka pendek

maupun panjang namun pada akhirnya mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin

mendapatkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera dan keluarga yang utuh.

0
Hardianti, “Adat Pernikahan Bugis Bone Desa Tuju-Tuju kecamatan Kajuara
Kabupaten Bone Dalam Perspektif Budaya Islam”, Skripsi (Makassar:Fak. Adab dab Humaniora
UIN Alauddin, 2015), h. 20.
0
Laksanto Utomo, Hukum Adat, (Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 92.
22

4. Macam-macam Sistem Perkawina Adat

Menurut hukum adat, sistem perkawinan terbagi tiga macam:

a. Sistem Endogami

Sistem endogamy ini, orang hanya diperbolehkan kawin dengan sesorang

dari suku keluarganya. Sistem ini jarang terjadi di Indonesia. Menurut van

Vollenhoven hanya ada satu daerah yang secara praktis mengenal system

Endogami ini, yaitu daerah Toraja. Sekarang didaerah inipun system Endogami

akan lenyap dengan Sendirinya kalau hubungan dearah itu dengan daerah lainnya

akan menjadi lebih mudah, erat dan meluas. Sebab sistem Endogami tersebut

didaerah ini hanya terdapat secara praktis saja, lagipula sebetulnya tidak sesuai

dengan sifat susunan kekeluargaan yang ada didaerah itu yaitu Parental.

b. Sistem Exogami

Sistem Exogami ini orang diharuskan orang diharuskan menikah dengan

suku lain. Menikah dengan suku sendiri merupakan larangan namun demikian,

seiring berjalannya waktu dan berputarnya zaman lambat laun mengalami proses

perlunakan sedemikian rupa, sehingga larangan perkawinan itu diperlakukan

hanya pada lingkungan kekeluargaan yang sangat kecil. Sistem ini juga dapat

dijumpai didaerah Gayo, alas, Tapanuli, Minangkabau, Sumatera Selatan, Buruh

dan Seram.

c. Sistem Eluetherogami

Sistem Eluetherogami berbeda dengan kedua sistem diatas, yaitu

mememiliki larangan-larangan dan keharusan-keharusan. Sistem Eluetherogami

tidak mengenal larangan-larangan maupun keharusan-keharusan tersebut.


23

Larangan-larangan yang terdapat dalam system ini adalah larangan yang

berhubungan dengan ikatan kekeluargaan yang menyangkup nasab atau

keturunan, seperti kawin dengan nenek, ibu, anak kandung, cucu juga dengan

saudara kandung, atau saudara ibu atau bapak. Atau larangan kawin dengan

periparan, seperti kawin dengan ibu tiri, menantu, mertua, anak tiri. Sistem ini

hamper dijumpai diseluruh masyarakat di Indonesia termasuk Jawa.0

B. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan Islam

1. Pengertian Hukum Islam

Kata Islam berarti ketaatan atau ketundukan. Ketaatan atau ketundukan

yang dimaksud adalah untuk Allah. Orang yang berserah diri kepada Allah

disebut "Muslim". Menurut Alquran, seorang Muslim adalah orang yang berdamai

dengan Allah dan orang lain. Damai dengan Tuhan berarti penyerahan total

kepada Tuhan. Sedangkan berdamai dengan orang berarti tidak menciptakan

permusuhan, konflik, kecemburuan dan prasangka, dan selalu berdoa untuk

keselamatan orang-orang di sekitar dan meminta persahabatan.

Hukum Islam dalam istilah bahasa Indonesia sebagai terjemahan dari al-

fiqih al-Islamy. Dalam wacana sarjana hukum Barat, hal ini disebut sebagai

hukum Islam. Istilah “al-Islam” tidak muncul dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah,

tetapi digunakan kata “hukum Islam” dan istilah ini kemudian disebut sebagai

“fiqh” dalam tafsirnya.0

0
Laksanto Utomo, Hukum Adat, (Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 97.
0
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Depok: Rajawali Pers, 2018), h. 6.
24

2. Pengertian dan Penerapan Perkawinan

a. Pengertian Perkawinan

Perkawinan berasal dari kata “kawin”, yang menurut bahasa berarti

membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan seks atau

berhubungan intim. Menurut bahasa, perkawinan yang berasal dari kata

“perkawinan” yang berarti “bertemu”, “berkumpul” dan dahulu berarti hubungan

(wathi), disebut juga “perkawinan”. Kata “perkawinan” sendiri sering digunakan

untuk mengartikan akad nikah dan persetubuhan (coitus).0

Islam adalah agama universal yang mencakup semua bidang kehidupan,

tidak ada satu masalah pun yang belum terselesaikan dalam hidup. Tidak ada

petunjuk yang lebih besar daripada petunjuk Islam bagi umatnya. Dari sudut

pandang Islam, pernikahan dianggap suci, ikatan yang kuat antara seorang pria

dan seorang wanita. Islam banyak bicara tentang masalah pernikahan, mulai dari

bagaimana mencari kriteria pasangan hidup hingga bagaimana pasangan

diperlakukan saat resmi menjadi suami istri. Islam juga mengajarkan bagaimana

merayakan pernikahan namun tidak melanggar persyaratan sunnah Nabi (damai

dan berkah Allah besertanya). Juga, dia mengajarkan bagaimana menjadi

pernikahan yang berkah seperti pernikahan sederhana. Dalam skripsi ini, penulis

akan membahas tentang pernikahan menurut hukum Islam menurut Allah-

subhaanahu wa ta'ala-Q.S Al-Rum ayat 21:

       


      
      
0
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003),h. 1.
25

Terjemahnya:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu


isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.0 (Q.S Ar-Rum : 21)

Menurut ayat tersebut, keluarga islam terbentuk dalam keterpaduan antara

ketentraman, penuh rasa cinta, dan kasih sayang antara suami dan istri sehingga

menghasilkan keturunan putra putri yang patuh dan taat. Menurut hukum islam

perkawinan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan sayara‟ untuk

membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan

menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki. Adapun Abu

Yahya Zakariya Al- Anshari mendefinisikan nikah menurut istilah syara‟ ialah

akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan

lafas nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya.0

Adapun pengertian perkawinan secara istilah, maka para ulama

mendefinisikan pendapat mengenai hal ini, namun pada dasarnya seluruh

pengertian tersebut mengandung esensi yang sama meskipun redaksional katanya

yang berbeda namun memiliki makna yang sepaham. Perbedaan tersebut tidaklah

memperlihatkan adanya pertentangan akan makna yang terkandung dalam

pernikahan tersebut. Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan diterbitkan agar ada kepastian hukum dibidang hukum perkawinan di

Indonesia. Pengertian perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam pasal 1


0
Kementerian Agama Repoblik Indonesia, Al-Fattah Al-Qur’an 20 Baris Terjemahan
(Bandung: CV Mikrah Khazanah Ilmu 2011), h. 204.
0
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 8.
26

dinyatakan bahwa perkawinan merupakan suatu perjanjian yang terjadi karena

adanya kesepakatan.

Selain pendapat para ahli, Dalam pasal 1 Undang_undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan juga memberikan defenisi bahwa perkawinan adalah ikatan

lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

tujuan membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia) dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.0

Dengan demikian perkawinan atau pernikahan ialah suatu akad yang

keseluruhan aspeknya terkandung dalam kata nikah dan merupakan ucapan

seremonial yang sakral. Dalam islam, membina keluarga merupakan sesuatu yang

lebih berat daripada mendirikan Negara, karena islam sangat memperhatikan

tatanan keluarga. Dalam naungan rumah tangga perjanjian suci atau jalinan ikatan

manusia dipersatukan atas dasar cinta dan kasih sayang. Kemudian akan lahir

anak yang akan dibesarkan atas dasar kerjasama dan kasih sayang, oleh karnanya

islam sangat menganjurkan pernikahan pada ummatnya. Sejatinya perkawinan

merupakan sunnatullah yang umum yang berlaku pada semua mahluk-Nya, baik

itu manusia, hewan, maupun tumbuhan. Cara ini dipilih Allah SWT sebagai jalan

untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya.0

Menurut sejarah ilmu alam segala sesuatu kebanyak terdiri dari dua

pasangan misalnya listrik ada positif, da nada juga negatifnya seperti halnya

dengan manusia ia diciptakan untuk berpasang-pasangan seperti laki-laki dengan

perempuan. Berdasarkan pengertian Pernikahan atau perkawinan di berbagai

0
Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarg, a (Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 42.
0
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Depok: Rajawali Pers, 2018), h. 6.
27

kalangan dapat disimpulkan bahwa perkawianan merupakan sesuatu yang

dianggap suci, sakral, dan dianggap wajib untuk dilakukan.

Oleh karena itu, jika sesorang ingin melakukan suatu pernikahan dengan

tujuan pernikahan yang sifatnya sementara seolah-olah pernikahan dijadikan suatu

ajang permainan maka agama tidak memperkenangkannya. Pernikahan hendaknya

dilakukan antar seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan menciptakan

keluarga yang harmonis sakinah, mawadah, warahma untuk membentuk keluarga

sebagaimana yang ditetapkan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

b. Pelaksanaan perkawinan dalam Islam

Islam telah memberikan konsep yang jelas dan lengkap tentang cara

pernikahan yang berlandaskan Al-Qur‟an dan sunnahnya sebagaimana yang

diuraikan dibawah ini:

a) Peminangan (Khithbah)

Peminangan adalah kegiatan atau upayah kearah terjadinya perjodohan

antara seorang pria dengan seorang wanita, atau seorang laki-laki yang meminta

kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya dengan cara-cara umum yang

berlaku di tengah-tengah masyarakat Seorang laki-laki Muslim yang ingin

menyempurnakan agamanya dalam bentuk perkawinana, hendaklah ia meminang

terlebih dahulu karena di khawatirkan perempuan tersebut sudah dipinang oleh

laki-laki yang lain.

Meminang pinangan orang lain diharamkan oleh Allah SWT kecuali orang

lain yang meminang wanita itu yang telah memutuskan atau meninggalkannya.

Dalam agama Islam, melihat perempuan yang ingin dipinang hukumnya


28

diperbolehkan selama dalam batasan-batasan tertentu. Diamanatkan kepada Orang

tua atau Wali, ketika datang seorang laki-laki muslim yang ingin meminang anak

wanitanya, maka hendaklah dia menerimana pinangan laki-laki sholeh tersebut.

Dan apabila seorang laki-laaki muslim yang telah melihat wanita pinangannya

begitupun dengan wanitanya yang sudah meloihat laki-laki yang hendak

meminangnya dan mereka berdua telah bertekad untuk menikah maka mereka

hendaknya melakukan sholat istikhoroh agar Sang Pencipta memberikan Tufiq

dan kecocokan diantara mereka.

b) Aqad Nikah

Aqad nikah ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan qabul yang

diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya yang dikasksikan oleh dua saksi. 0

Pengertian lain dari akad adalaha gabungan Ijab salah satu dari dua pembicara

serta penerimaan yang lain. Seperti ucapan seorang laki-laki:” Akuh nikahkan

engkau dengan putriku” adalah Ijab. Sedangkan yang lain berkata: “ Aku terima “

adalah Qabul.0

Dalam agama Islam akad nikah memiliki beberapa syarat, rukun dan

kewajiban yang harus dipenuhi yakni rasa suka antara kedua calon mempelai, izin

dari Wali, Saksi-saksi, Mahar, Ijab Qabul, dan Khutbah nikah.

c) Walimah Urs

Walimah berasal dari bahasa arab yang artinya makanan pengantin,

maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam upacara pesta

0
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002), h.
69.
0
Abdul Aziz Muhammad Azzan dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat,
(Jakarta: Amzah, 2011), h. 60.
29

perkawinan.0 Waliamah juga bisa diartikan sebagai pesta pernikahan. Dalam

agama Islam melaksanakan walima hukumnya wajib diselenggarakan sesederhana

mungkin, selain untuk menjalankan syariat agama walimah urs juga dijadikan

tanda rasa syukur serta wujud kebahagiaan atas telah terlaksanya akad.

d) Malam pertama dan adat bersenggama

Setelah Aqad nikah, pengantin pria yang ingin menemui istinya untuk

pertama kalinya disunnahkan memegang kepala sang istri untuk mendoakannya,

selanjutnya keduanya melaaksankana sholat 2 rakaat, kemudian bercumburayu

dengan penuh kemesraan.0 Syarat dan Rukun Nikah Syarat adalah sesuatu yang

mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaa (ibadah), tetapi

sesuatu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat

untuk sholat atau menurut islam calon pengantin lakilaki/perempuan itu harus

beragama islam.0 Sedangkan sah yaitu suatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhu

hukum dan syarat.

Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan,

apabila syarat-syartanya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan

adanya segala hak dan kewajiban suami istri. Secara garis besar syarat-syarat

sahnya perkawinan yakni adanya kedua mempelai, wali dan saksi.

a. Syarat suami

1. Bukan mahram dari calon istri;

0
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Depok: Rajawali Pers, 2018), h. 131.
0
Hardianti, “Adat Pernikahan Bugis Bone Desa Tuju-Tuju kecamatan Kajuara Kabupaten
Bone Dalam Perspektif Budaya Islam”, Skripsi (Makassar:Fak. Adab dab Humaniora UIN
Alauddin, 2015), h. 20.
0
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Depok: Rajawali Pers, 2018), h. 12.
30

2. Tidak terpaksa atas kemauan sendiri;

3. Rangnya tertentu, jelas orangnya; dan

4. Tidak sedang ihram.

b. Syarat istri

1. Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami,bukan mahram dan tidak

dalam masa iddah;

2. Merdeka, atas kemauan sendiri;

3. Jelas orangnya; dan

4. Tidak sedang ihram.

c. Syarat wali

1. Laki-laki;

2. Baligh;

3. Waras akalnya;

4. Tidak dipaksa;

5. Adil; dan

6. Tidak sedang ihram.

d. Syarat saksi

1. Laki-laki;

2. Baligh;

3. Waras akalnya;

4. Adil;

5. Dapat melihat dan mendengar;

6. Bebas, tidak dipaksa;


31

7. Tidak sedang mengerjakan ihram; dan

8. Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab kabul.

Keberadaan saksi dalam pernikahan itu hukumnya wajib. Setiap

perkawinan itu harus disaksikan oleh dua orang saksi. Saksi harus hadir dalam

menyaksikan secara langsung akad pernikahan serta mendatangani akta nikah

pada waktu dan tempat akad nikah tersebut dilangsungkan. 0 Rukun yaitu sesuatu

yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan

sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka

untuk wudhu dan takbiratul ihram untu sholat atau adanya calon pengantin laki-

laki/ perempuan dalam perkawinan.

Menurut Imam Syafi‟I beliau berkata bahwa rukun nikah itu lima macam

yakni harus ada calon pengantin laki-laki, calon pengantin perempuan, wali, dua

orang saksi dan sighat atau akad nikah. Kemudian menurut Ulama Hanafiyah,

rukun nikah itu hanya ijab dan qabul (akad yang dilakukan oleh pihak wali

perempuan dan calon pengantin lakilaki). Adapun Rukun perkawinan menurut

Jumhur Ulama terdiri dari :

a) Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan

b) Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.(akad nikah akan

dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan

menikahkannya

c) Adanya dua orang saksi. Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua

orang saksi yang menyaksikan akad nikah tersebut.

0
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002), h.
75.
32

d) Sighat akad nikah, yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau

wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon penganti laki-laki.

Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah rukun nikah .seperti

halnya dengan Imam Malik ia mengatakan bahwa rukun nikah itu ada

lima yakni

a. Wali dari pihak perempuan

b. Mahar (maskawin)

c. Calon pengantin laki-laki

d. Calon pengantin perempuan

e. Sighat akad nikah

Imam Syafi’I juga mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima yakni :

a. Calon pengantin laki-laki

b. Calon penganti perempuan

c. Wali d) Dua orang saksi

d. Sighat akad nikah0

3. Hukum Perkawinan dalam Islam

Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-

Qur’an dan Sunnah-Nya sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan

naluri manusia yang asasi. Dalam pandangan Islam pernikahan merupakan ibadah

dan ketaatan, dengan seorang mukmin meraih pahala dan balasan tentu dengan

niat, meleruskan kehendak, serta memaksudkan pernikahannya demi menjaga

dirinya dari ha-hal diharamkan dalam Agama Islam. Dalam segi agama syarat sah

0
Thahir Maloko, Dinamika Hukum Dalam Perkawinan ( Alauddin: University Pers,
2012), h. 22-23
33

perkawinan sangat penting terutama menentukan sejak kapan pasangan pria dan

wanita itu dihalalkan. kita bisa melihat pada masa sekarang atau bisa dikatakan

zaman Milenium dimana seorang perempuan dengan seorang laki-laki bebas

berhubungan tanpa adanya ikatan yang sah atau dalam artian yang dikenal

sekarang adalah Pacaran.

Sebenarnya Islam disini telah memberikan batasa-batasan dalam pergaulan

antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahramnya supaya tidak terjadi

sesuatu yang tidak diinginkan dengan kata lain Zina. Zina adalah perbuatan dosa

besar yang bukan saja menjadi urusan pribadi dengan Sang Pencipta akan tetapi

juga termasuk pelanggaran-pelanggaran yang harus dihukum berat. Sebagaimana

dalam Al-Qura‟an surah Al-Isra’ ayat 32.

         

Terjemahnya:

Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.0

Perkawinan dalam Islam diantaranya ialah membentengi martabat manusia

dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan martabat manusia yang

luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana

efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi

masyarakat dari kekacuan. Asal hukum melakukan Perkawinan menurut pendapat

0
Kementerian Agama Repoblik Indonesia, Al-Fattah Al-Qur’an 20 Baris Terjemahan
(Bandung: CV Mikrah Khazanah Ilmu 2011), h. 144.
34

sebagian besar para Fuqaha ( para sarjana Islam) adalah mubah atau ibaha (halal

atau kebolehan), hal ini didasarkan pada garis hukumnya . asal hukum melakukan

perkawinan yang mubah atau (ibahah) tersebut dapat berubah-ubah berdasarkan

sebab-sebab („illahnya) kuasanya dapat berali menjadi wajib, sunnah, haram, dan

makruh.

1) Hukumnya menjadi wajib bagi orang yang telah mempunyai kemauan

dan kemampuan baik itu kemampuan fisik maupun harta untuk

menikah dan jika tidak dinikahkan maka dikhawatirkan akan

melakukan perbuatan zina.

2) Hukumnya menjadi sunnah jika seorang yang sudah mempunyai

kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan suatu pernikahan,

tetapi jika tidak menikah tidak di khawarirkan untuk melakukan

perbuatan zina

3) Hukumnya menjadi Haram jika seorang yang mempunyai kemauan

tetapi tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab dalam

mendirikan suatu rumah tangga, sehingga apabila melangsungkan

pernikahan akan terlantarlah ia dan istrinya.

4) Hukumnya menjadi makruh apabila seorang yang mempunyai

kemampuan untuk melakukan perkawinan dan juga cukup mempunyai

kemampuan menahan diri untuk melakukan suatu perbuatan yang

dilarang di agama Islam yakni zina.

5) Hukumnya menjadi mubah apabila seorang yang mempunyai

kemampuan untuk melakukan suatu perkawinan, tetapi apabila tidak


35

melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukan

suatu perkawinan ia juga tidak akan melantarkan istrinya.

Perkawinan tersebut hanya didasarkan atas dasar kemampuan tetapi belum

mempunyai dasar kemauan untuk melakukan suatu perkawinan. 0 Dasar hukum

melakukan suatu perkawinan Hukum nikah (perkawinan) yaitu hukum yang

mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut

penyaluran kebutuhan biologis antar jenis, dan hak serta kewajiban yang

berhubungan dengan akibat perkawinan tersebut. 0 Perkawinan tidak hanya

dilakukan oleh manusia, bahkan hewan dan tumbuhan pun bias melakukan

perkawinan, karena sejatinya memang kita diciptakan oleh sang pencipta untuk

saling berpasangan. Sebagaimana dalam firman Allah dalam Q.S Ar-Rum ayat 21.

       


        
    

Terjemahnya :

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu


isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfiki.0

0
Thahir Maloko, Dinamika Hukum Dalam Perkawinan (Alauddin: University Pers,2012),
h. 19-21.
0
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Depok: Rajawali Pers, 2018), h. 8.
0
Kementerian Agama Repoblik Indonesia, Al-Fattah Al-Qur’an 20 Baris Terjemahan
(Bandung: CV Mikrah Khazanah Ilmu 2011), h. 204.
36

Makna surah diatas yakni setiap manusia itu diciptakan dengan memiliki

pasangan mereka tidak diciptakan untuk sendirian, hal ini menunjukan bahwa

manusia pada akhirnya setelah cukup umur makaakan perlu memikirkan

kehidupan bersama pasangannya kelak. Selain itu disebutkan juga bahwa jika

seorang manusia memiliki hati yang terbuka, maka ia akan melihat pernikahan

sebagai sebuah berkah dan hikmah dalam menjalani kehidupan

4. Tujuan dan Hikmah Perkawinan

a. Tujuan Perkawinan

Dalam Agama Islam kita diajarkan dan dianjurkan untuk menikah. Karena

sejatinya Allah menjadikan mahkluknya berpasang-pasangan, menjadikan

pasangan laki-laki dengan perempuan, jantan dengan betina, dan begitu pula

dengan tumbuh-tumbuhan. Allah mensyariatkan pernikahan dan dijadikan dasar

yang kuat bagi kelangsungan hidup manusia kerena adanya beberapa nilai yang

tinggi dan memiliki beberapa tujuan yang baik bagi manusia, mahluk yang paling

dimuliakan oleh Allah.

Berbicara mengenai tujuan memang merupakan hal yang tidak mudah,

karena masing-masing individu mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Begitu

pula dengan perkawinan. Tanpa adanya kesatuan tujuan dalam keluarga, dan

tanpa adanya kesadaran tujuan itu harus dicapai bersama-sama untuk membentuk

keluarga yang bahagia.keluarga bahagia yang dimaksudkan ialah iala keluarga

yang saling mengerti sama satu sama lain, tidak terjadi cekcok dan pertangakaran

didalamnya. Adapun tujuan perkawinan menurut perintah Allah untuk

memeperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, memenuhi panggilan agama,


37

memelihara diri dari kejahatan serta menumbuhkan sengguhan untuk bertanggung

jawab menerima hak dan kewajiban dengan cara mndirikan rumah tangga yang

harmonis.0

b. Hikma Perkawinan

Berbicara tentang hikma perkawinan, islam mengajarkan nikah karena

akan mempengaruhi baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat, dan seluruh ummat

manusia. Adapun hikmah perkawinan adalah sebagai berikut:

1. Menikah merupakan jalan alami untuk menyalurkan dan memuaskan

naluri seks yang ada pada diri manusia

2. Menikah ialah jalan yang terbaik untuk membentuk anak yang mulia,

melestarikan hidup manusia, serta memperbanyak keturunan.

3. Naluri sebagai orang tua akan tumbuh saling melengkapi dalam

suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbu sifat yang ramah,

kasih sayang, dan cinta untuk menyempurnakan sifat kemanusiaan

seseorang

4. Menyadari tanggung jawab sebagai seorang istri seperti mendidik

anak-anak untuk tumbuh menjadi lebih berguna di masa depan.

5. Perkawinan dapat mempererat tali kekeluargaan, memperteguh

kelenggangan rasa cinta dan sayang antar keluarga.0

Sesunggunya Allah SWT menciptakan manusia untuk jadikan khalifah,

memakmurkan bumi untuk memperbanyak keturunan dalam keluarga. Islam

0
Thahir Maloko, Dinamika Hukum Dalam Perkawinan, (Alauddin: University Pers,2012),
h.
0
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Depok: Rajawali Pers, 2018), h. 19-20.
38

menetapkan bahwa untuk membangun rumah tangga yang damai dan teratur itu

haruslah dengan perkawinan dan akad nikah yang sah. Itulah sebabnya mengapa

kita dianjurkan untuk menikah karena mempunyai pengaruh yang baik bagi

pelakunya.0

0
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002), h.
31.
40

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Penelitian lapangan

adalah suatu metode penelitian yang menggunakan pengamatan secara langsung

dilapangan atau lokasi tempat yang dijadikan objek dalam penelitian. Dalam

penelitian lapangan, seorang peneliti biasanya melakukan pengamatan,

wawancara, survey ataupun eskperimen langsung terhadap objek penelitian yang

mejadi tempat penelitian.0

Tujuan utama dari penelitian lapangan adalah untuk memahami fenomena

yang terjadi atau suatu peristiwa yang terjadi didalam suatu lingkungan alam atau

sosial yang sebenarnya.

Penelitian ini sedapat mungkin memberikan gambaran secarah jelas

tentang fenomena dan kejadian yang terjadi di lokasi penelitian berdasarkan

kondisi alami dari objek penelitian, berdasarkan kondisi alami tersebut, macam-

macam fenomena yang akan diamati. Kemudian fenomena itu di ekspoitasi dan di

perdalam dengan tetap mengacu pada waktu, pelaku, objek dan rentetan kejadian.

Pengumpulan data dipandu oleh fakta-fakta dan di selaraskan dengan

teori-teori yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan. Kemudian data

dihimpun dari penguatan yang seksama, meliputi deskripsi yang mendetail

disertai catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam (interview), serta hasil

analisis dokumen.
0
Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Posdaya, 2002), h. 3.
41

2. Lokasi Penelitian

S. Nasution berpendapat bahwa ada tiga unsur penting yang harus

dipertimbangkan dalam menetapkan lokasi penelitian. Tiga unsur tersebut

meliputi tempat, pelaku dan kegiatan. 0 Olehnya itu, peneliti akan mengamati

Pernikahan Adat Keturunan Bangsawan Pada Masyarakat Bugis Di Kecamatan

Labakkang Kabupaten Pangkep (Analisis Filsafat Hukum Islam). Fokus

Penelitian ini tertuju pada Pernikahan Adat Keturunan Bangsawan Pada

Masyarakat Bugis Di Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang di gunakan pada penelitian ini adalah pendekatan

etnografi. Etnografi mendeskripsikan suatu budaya dengan tujuan utama

memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli pada tataran

behavioral, sedangkan pada tatanan kognitif, pendekatan etnografi lebih

memahami nilai-nilai di balik tradisi.0

Etnografi adalah penelitian dengan melakukan pengamatan terhadap suatu

kelompok sosial. Kegiatan ini dilakukan secara terlibat dengan subjek yang di

teliti. Etnografi diartikan sebagai riset lapangan (fielwork) melakukan obsevasi

dan wawancara sebagai instrumen penelitian dalam menginvestigasi praktik

kehidupan sosial, serta mengungkap makna dibalik interaksi sosial.0

0
S. Nasution, Metode Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsinto, 1996), h. 43.
0
Tjipto Subadi, Metode Penelitian Kualitatif (Muhammadiyah University Pres, 2006), h.
33-35.
0
Fokky Fuad Wasitaatmadja, Etnografi Budaya Hukum Masyarakat Cina Jelatan (Prenata
Media, 2020), h. 2.
42

Pendekatan sosiologi merupakan metode kedua yang di gunakan oleh

peneliti. Pendekatan ini membahas suatu objek yang di landaskan pada

masyarakat.0 Pendekatan ini mengungkap makna dan pengalaman sosio-kultural

penelitian terhadap suatu fenomena yang tidak bisa dengan mudah di ukur dengan

angka atau numeric. Pendekatan sosiologo secara deskriptif berusaha

mendeskripsikan dan menginterpretasi sesuatu, misalnya kondisi dan hubungan

yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat

atau efek yang terjadi. Fenomena di sajikan dan penelitian diuraikan dengan jelas

tanpa adanya manipulasi data dari peneliti.

C. Sumber Data

Lexi J. Moleong menjelaskan bahwa sumber utama dalam penelitian

adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan. Penelitian yang

di lakukan ini menggunakan 2 sumber data yaitu sumber data primer dan umber

data sekunder.0

1. Data Primer

Sumber data primer dalam penelitian ini merupakan data yang di peroleh

langsung dari objek penelitian dengan terjung langsung kelapangan dalam

memperoleh sumber data, peelitian secara langsung berhadapan dengan informan

untuk mendapatkan data yang akurat, agar teliti dalam melakukan pengolaan data

dan tidak mengalami kesulitan. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini

adalah keluarga yang pernah melaksanakan pernikahan adat keturunan

0
M. Arif Khoiruddin, Pendekatan Sosiologi Dalam Study Islam, Tribakti : Jurnal
Pemikiran Keislaman, 25. no 2 (2014), h. 350–352.
0
Djam’an Satori Aan Kamariah, Metodologi Penelitian Kualitatif (cet. I: Bandung:
Alfabeta, 2008).
43

bangsawan, dengan beberapa faktor seperti faktor adat, budaya, dan nilai-nilai

lokal dalam keluarga tersebut sebagai informan kunci tokoh agama, tokoh

masyarakat dan informan tambahan lainnya.

2. Data Sekunder

Selain menggunakan data primer dalam penelitian ini menggunakan data

sekunder. Data sekunder adalah data yang sifatnya mendukung data primer yang

dapat diperoleh dari objek penelitian yang bersumber dari dokumen-dokumen.

Data sekunder juga merupakan media perantara buku, catatan bukti serta arsip.

Dalam penelitian ini membutuhkan data dari berbagai literatur di antaranya buku,

jurnal, dan penelitian terdahulu yang relavan dengan objek yang akan di teliti

sebagai informasi dan referensi.0

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara yang digunnakan untuk

mengumpulkan informasi yang diperlukan dalam suatu penelitian. Teknik

pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian

karena tujuan utama dari peneliti adalah untuk mendapatkan data. 0 Adapun

metode yang di gunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Obsevasi

Observasi (observation) merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan

data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang

0
Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 74.
0
Endang Widi Winarni, Teori Dan Praktik Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif (Jakarta:
Bumi Aksara, 2021), h. 158.
44

berlangsung. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara

akurat dan mempertimbangkan hubungan dalam aspek dari objek penelitian. 0

Observasi dapat dilakukan dengan cara langsung, yaitu dengan mengamati praktik

secara langsung atau tidak langsung.

2. Wawancara

Wawancara merupakan suatu metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data. Peneliti mendapat keterangan secara lisan dari seorang

informan atau face to face bersama responden.0 Peneliti menggunakan metode

wawacara dalam penelitian agar dapat memperoleh data dalam penelitian secara

akurat. Dengan wawancara, penelitian dapat mengetahui fenomena Pernikahan

Adat Keturunan Bangsawan Pada Masyarakat Bugis Di Kecamatan Labakkang

Kabupaten Pangkep. Wawancara dapat dilakukan dengan tatap muka atau dengan

lewat Video Call.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan atau karya seseorang tentang sesuatu

yang sudah berlalu. Dokumen tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa,

atau kejadian dalam situasi sosial yang sesuai dan terkait dengan fokus penelitian

adalah sumber informasi yang sangat berguna dalam penelitian kualitatif.

Dokumen tersebut dapat berupa foto, video ataupun teks tertulis. 0 Selain observasi

dan wawancara penulis juga menggunakan metode dokumentasi untuk mencari

0
irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995),
h. 70.
0
Eva Ellya Sibagariang dkk, Buku Saku Metode Penelitian (cet. I : Jakarta: CV. Trans
Info Media, 2010), h. 99-100.
0
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Penelitian Gabungan (Cet.
IV: Jakarta: Kencana, 2014), h. 391.
45

data dan informasi yang sudah ada. Peneliti perlu memakai metode dokumentasi

dalam bentuk foto dan data yang relevan dengan penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian mrupakan alat atau sarana yang digunakan dalam

mengumpulkan data pada suatu penelitian. Pemilihan instrument sangat

berpengaruh pada suatu penelitian dengan adanya isntrumen penelitian dapat

mempengaruhi kualitas dan keakuratan data yang di kumpulkan. Instrument

penelitian dapat memperkuat hasil hasil penelitian sehingga peneliti dapat

mempertanggung jawabkan hasil penelitian yang di dapatkan.

1. Pedoman Observasi

Pedoman observasi merupakan sebuah lembar pengamatan yang di

gunakan oleh peneliti dalam melakukan pengamatan yang berkaitan dengan

fenomena Pernikahan Adat Keturunan Bangsawan Pada Masyarakat Bugis Di

Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep, dengan menggunakan pancaindra

maupun tertulis.

2. Pedoman Wawancara

Dalam melakukan wawancara dapat menggunakan alat bantu seperti: alat

tulis, daftar pertanyaan, surat tugas, surat izin, alat perekam dan daftar responden

sehinngga membantu peneliti dalam mengumpulkan data yang diperlukan.

3. Alat Dokumentasi
46

Peneliti dapat menggunakan alat perlengkapan yang dapat dipakai seperti:

foto, video dan alat tulis maupun dokumen yang berkaitan dengan dengan

penelitian.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data merupakan pengumpulan data yang berawal dari telaah

seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu informan. Berdasarkan

hasil wawancara, observasi dan dokumntasi, maka teknik analisis data dimulai

dengan mengamati data yang tersedia. Tujuan pengamatan data tersebut adalah

untuk menggambarkan fakta hasil penelitian sehingga menjadi data yang mudah

dipahami dan diinterpresikan. Analasis data yang di gunakan dalam penelitian ini

adalah analisis data kualitatif yang merupakan upaya lanjut dan berulang. Data

yang diperoleh dari lapangan diolah dengan makasud memberikan informasi yang

berguna untuk di analisis.0

1. Reduksi Data

Reduksi data menunjukkan kepada proses pemilihan, pemfokusan,

penyederhanaan dan pentransformasian data.0 Peneliti mereduksi data dengan

merangkum dan memilih beberapa data penting yang berkaitan dengan

Pernikahan Adat Keturunan Bangsawan Pada Masyarakat Bugis Di Kecamatan

Labakkang Kabupaten Pangkep. Setelah mereduksi data, kemudian data tersebut

disajikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif dalam laporan penelitian.

0
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori Dan Praktik (Bumi Aksara, 2022),
h. 209.
0
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Penelitian Gabungan,
( Cet. IV: Jakarta: Kencana, 2014), h. 408.
47

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang

lebih jelas sehingga mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data.

2. Penyajian Data

Penyanjian data adalah sekumpulan data yang tersusun yang

membolehkan mendeskripsikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam

penelitian kualitatif, penyajian data bisa di gunakan dalam bentuk uraian singkat,

bagan, hubungan antar kategoria dan sejenisnya. Oleh karena itu, pada penelitian

ini penyajian data dala bentuk teks naratif.

Dalam penyajian data merupakan tahap kedua dari analisis data yang

dilakukan setelah reduksi data. Pemyajian data dilakukan dengan menyusun data-

data yang diperoleh lalu di sajikan agar memudahkan peneliti dalam memahami

apa yang terjadi terkait permasalahan yang sedang di teliti, selanjutnya akan

dilakukan proses penarikan kesimpulan.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Data

Penarikan kesimpulan adalah proses mengevaluasi dan meganalisis data

untuk mengambil kesimpulan atau jawaban atas partanyaan peneliti. Kesimpulan

yang ditarik memungkinkan untuk menjawab rumusan masalah dan kesimpulan

merupakan pengetahuan baru yang belum pernah ada. Verifikasi data yaitu

peneliti membuktikan kebenaran data yang dapat di ukur melalui informan yang

memahami masalah yang diajukan secara mendalam dengan tujuan menghindari

adanya unsur subjektivitas yang dapat mengurangi bobot skripsi.

Secara keseluruhan, penarikan kesimpulan dan verifikasi data adalah

proses penting dalam penelitian. Hal ini membantu peneliti untuk memastikan
48

bahwa hasil penelitian yang di peroleh akurat, relevan, dan dapat di percaya,

sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengetahuan dan

pemahaman terhadap praktik pengalihan sunrang suami istri kepada anak pertama.

G. Pengujian Keabsahan Data

Setelah data terkumpul dan di analisis, maka perlu di lakukan pengecekan

ulang dengan tujuan mengetahui keabsahan data hasil dari penelitian tersebut.

Dalam teknik pengumpulan data, trianggulasi diartikan sebagai teknik

pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik

pengumpulan data dan berbagai sumber data yang telah ada. Bila peneliti

menggunakan trianggulasi data maka peneliti juga melakukan kredibilita data.

Dalam melakukan pengujian keabsahan data peneliti perlu memastikan

bahwa data yang digunakan dapat dipercaya dan memenuhi kriteria-kriteria

penelitian. Dengan melakukan pengujian pengabsahan data, hasil penelitian akan

menjadi lebih valid dan akurat sehingga dapat di andalkan dalam mengambil

kesimpulan atau jawaban atas pertanyaan penelitian.


48

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Arif. M Khoiruddin, Pendekatan Sosiologi Dalam Study Islam, Tribakti : Jurnal


Pemikiran Keislaman, 25. no 2 (2014).
Asnawi, Mohammad. Nikah dalam Perbincangan dan Perdebatan. Yogyakarta:
Darussalam, 2004.
Aziz, Abdul Muhammad Azzan dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh
Munakahat,. Jakarta: Amzah, 2011.
Depaertemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
Ellya, Eva Sibagariang, Dkk. Buku Saku Metode Penelitian (cet. I : Jakarta: CV.
Trans Info Media, 2010
Fuad, Fokky Wasitaatmadja, Etnografi Budaya Hukum Masyarakat Cina Jelatan.
Prenata Media, 2020.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori Dan Praktik. Bumi Aksara,
2022.
Hadriani, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Adat Perkawinan Bugis Bangsawan
Di Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang, Skripsi: UIN Alauddin
Makassar (2016).
Hardianti, “Adat Pernikahan Bugis Bone Desa Tuju-Tuju kecamatan Kajuara
Kabupaten Bone Dalam Perspektif Budaya Islam”, Skripsi, Makassar:
Fak. Adab dab Humaniora UIN Alauddin, (2015).
Hardianti, “Adat Pernikahan Bugis Bone Desa Tuju-Tuju kecamatan Kajuara
Kabupaten Bone Dalam Perspektif Budaya Islam”, Skripsi, Makassar:Fak.
Adab dab Humaniora UIN Alauddin, 2015.
Idris, Moh Ramulyo. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002.
Jauhari, Ahsanuddin, Filasafat Hukum Islam. Bandung: PT. Liventurindo.
Kadir, Abd. Ahmad. Sistem Perkawianan di Sulawesi Selatan Dan Sulawesi
Barat. Cet I;Makassar:Indobis, 2006
Kasmawati Kasmawati, Dkk, Bentuk dan Makna Ritual Mappacci pada
Pernikahan Bangsawan Bugis (Studi Kasus di Desa Benteng Gantarang
Kabupaten Bulukumba), Jurnal Onoma Pendidikan Bahasa dan Sastra,
vol. 7 no. 2 (2021).
Kementerian Agama RI, Al-Fattah Al-Qur’an 20 Baris Terjemahannya,
(Bandung: CV Mikrah Khazanah Ilmuah 2011), h. 261.
Mahmud, Bushur. Penghantar Hukum Adat. Jakarta: Balai Buku Ictiar, 1961.
Maloko, Thahir. Dinamika Hukum Dalam Perkawinan. Alauddin: University
Pers, 2012.
49

JURNAL

Maria, Shintia Kapojos dan Wijaya, Hengki. Mengenal Budaya Suku Bugis,
Jurnal Lembaga STAKN Kupang, Vol. 6, No. 2, (November 2018).
Muri, A. Yusuf. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Penelitian
Gabungan. Cet. IV: Jakarta: Kencana, 2014.
Nasution, S. Metode Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsinto, 1996.
Nurfadila, Simbolisasi Status Sosial Dalam Uang Panai Pada Masyarakat
Bangsawan Bugis Bone Ditinjau Dari Hukum Islam. (Studi Kasus di
Kelurahan Bulu Tempe Kecamatan Tanete Riattang Barat Kabupaten
Bone ). Skripsi skripsi, Iain Kendari. (2018).
Rahman, Abdul Ghozali, Fiqih Munakahat. Jakarta: Kencana, 2003.
Rusli, Muh. Reinterpretasi Adat Pernikahan Suku Bugis Sidrap Sulawesi Selatan,
Karsa Reinterpretasi Adat Pernikahan Suku Bugis Sidrap Sulawesi
Selatan, Karsa, vol. 20 no. 2 (2012).
Rusman, Samuin. “Adat Perkawinan Keluruhan Awainulu, Kecamatan
Pasarwajo, Kabupaten Buton Ditinjau Dari Hukum Islam”, Skripsi
(Makassar: Fak. Syariah dan Hukum UIN Alauddin, 2015).
Satori, Djam’an Satori Aan Kamariah. Metodologi Penelitian Kualitatif (cet. I:
Bandung: Alfabeta, 2008).
Sembiring, Rosnidar. Hukum Keluarg, a, Depok: Rajawali Pers, 2017.
Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1995.
Stefie. Antropology Suku Bugis. Jakarta: the London School of Public Relation,
2009.
Suardi, Ismail Wekke. Islam dan Adat :Tinjauan Akulturasi Budayadan Agama
Dalam Masyarakat Bugis, Jurnal Analisis, Vol. XIII. No. 1 (Juni 2013)
Subadi, Tjipto. Metode Penelitian Kualitatif. Muhammadiyah University Pres,
2006.
Tiena, Yulies Masriani. Pengantar Hukum Indonesia, Cet. 12. Jakarta: Sinar
Grafika, 2019.
Tihami dan Sahrani, Sohari. Fikih Munakahat. Depok: Rajawali Pers, 2018.
Tim Sosiologi,. Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat. Jakarta:
Yudhistira 2004.
Utomo, Laksanto, Hukum Adat. Depok: Rajawali Pers, 2017.
Utomo, Laksanto. Hukum Adat. Cet. 2.Depok: Rajawali Pers, 2017.
Widi, Endang Widi Winarni, Teori Dan Praktik Penelitian Kualitatif Dan
Kuantitatif (Jakarta: Bumi Aksara, 2021).
Wiratna, Sujarweni. Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2014.
50

KOMPOSISI BAB (OUT LINE)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Fokus Penelitian

C. Rumusan Masalah

D. Kajian Pustaka

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

BAB II TINJAUAN TEORETIS

A. Tinjaun Umum tentang Perkawinan Adat

1. Proses perkawinan adat

2. Bentuk pelaksanaan perkawinan adat

3. Tinjauan perkawinan adat

4. Macam-Macam perkawinan adat

B. Tinjauan Umum tentang Perkawinan Islam

1. Pengertian Hukum Islam

2. Pengertian dan Penerapan Perkawinan

3. Hukum Perkawinan dalam Islam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

B. Pendekatan Penelitian

C. Sumber Data

D. Metode Pengumpulan Data

E. Instrumen Penelitian

F. Teknik Pengelolaan Data dan Analisis Data

G. Pengujian dan Keabsahan Data


51

Anda mungkin juga menyukai