Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HEPATITIS

(Salah Satu Syarat Guna Memenuhi Tugas Matakuliah PATOFISIOLOGI PENYAKIT)


Dosen pengampu : Wanda JanuarAstawan, S.Kep., Ns., MPH

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
RIRI DEVIYANA 2102010025
SUCI WIDIYANI 2102010020
ANGGITA CAHYANI 2102010027
RIA PENIZA 21020100
BAIQ RIZKIA INTAN CAHYANI 21020100

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS KESEHATAN
UNUVERSITAS BUMIGORA
2021/2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "HEPATITIS B" dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Selain itu, makalah ini bertujuan menambah
wawasan tentang Kesehatan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram 18 desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Penyakit Hepatitis didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
peradangan pada hati. Penyakit Hepatitis merupakan suatu penyakit yang mengalami
proses inflamasi atau nekrosis pada jaringan hati yang disebabkan oleh infeksi virus,
obat-obatan, toksin, gangguan metabolik, maupun kelainan sistem antibodi. Infeksi
Hepatitis yang disebabkan oleh virus merupakan penyebab paling banyak dari penyakit
Hepatitis.
Ada beberapa jenis Penyakit Hepatitis seperti Hepatitis A, B, C, D dan E bahkan
kemungkinan dalam perkembangan kedepan akan bertambah. Penyakit Hepatitis A dan E
sering muncul sebagai penyakit yang menyebabkan Kejadian Luar Biasa. penyakit ini
ditularkan secara fecal oral dan biasanya berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan
hidup sehat. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa penduduk di
dunia akan terinfeksi virus Hepatitis A, B, C, D dan E. salah satunya penyakit Hepatitis A
secara global diperkirakan terjadi sekitar 1,4 juta kasus pertahun.
Penyakit Hepatitis A bersifat akut dan dapat sembuh dengan baik bila kondisi daya
tahan tubuh dan stamina baik. Sedangkan Hepatitis B, C dan D (jarang terjadi) ditularkan
secara parenteral dan dapat menjadi kronis serta dapat menimbulkan penyakit Cirrhosis
Hepatis dan lalu meningkat menjadi penyakit Kanker Hati.
Penyakit Hepatitis A kerap muncul menjadi penyakit yang menimbulkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) seperti yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Dalam satu
kejadian, Virus Hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia, sekitar
240 juta orang diantaranya mengidap penyakit Hepatitis B kronik, sedangkan untuk
penderita Hepatitis C di dunia diperkirakan sebesar 170 juta orang. Sebanyak 1,5 juta
penduduk dunia meninggal setiap tahunnya karena penyakit Hepatitis.
Secara epidemiologis, penyakit Hepatitis virus merupakan sebuah fenomena gunung
es, dimana penderita yang tercatat di fasilitas kesehatan lebih sedikit dari jumlah
penderita sesungguhnya. Penyakit ini merupakan penyakit kronis yang menahun. Saat
seseorang terinfeksi, kondisi masih sehat dan belum menunjukkan tanda dan gejala yang
khas serta munculnya keluhan, tetapi proses penularan atau masa inkubasi terus berjalan
hingga sampai pada tahap dini dan lanjut.

iv
1.2. RUMUSAN MASALAH
a. Pengertian hepatitis A, B, C, D, E
b. Epidiomologi hepatitis A, B, C, D, E
c. Etiologi hepatits A, B, C, D, E
d. Patofisiologi hepatitis A, B, C, D, E
1.3. TUJUAN
a. Untuk mengetahui pengertian hepatitis A, B, C, D, E
b. Untuk mengetahui epidiomologi hepatitis A, B, C, D, E
c. Untuk mengetahui etiologi hepatitis A, B, C, D, E
d. Untuk mengetahui patofisiologi hepatitis A, B, C, D, E

v
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian hepatitis
Hepatitis adalah penyakit yang menyebabkan peradangan pada hati karena
toxin/racun, seperti bahan kimia atau obatobatan ataupun agent penyebab infeksi
seperti Virus. Berdasarkan dari jenisnya penyebab terjadinya Hepatitis dibagi menjadi
2 jenis yakni Infeksi dan Hepatitis non infeksi. Pada Hepatitis non infeksi terjadi
adanya radang pada hati yang diakibatkan oleh penyebab yang bukan sumber infeksi,
seperti bahan kimia, minuman alkohol, dan penyalahgunaan obat obatan. Hepatitis
jenis non infeksi termasuk drug induced Hepatitis, tidak tergolong dalam penyakit
menular, karena penyebab terjadi Hepatitis karena radang bukan oleh agen infeksi
seperti jamur, bakteri, mikoorganisme dan virus. Penyakit ini yang banyak ditemukan
hampir seluruh negara di dunia. Penyakit Hepatitis bukan penyebab kematian
langsung, namun penyakit Hepatitis menimbulkan masalah pada usia produktif.
Penyakit Hepatitis yang berlangsung selama kurang lebih dari 6 bulan disebut
"hepatitis akut", Penyakit Hepatitis yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan
disebut "hepatitis kronis". Penyebab penyakit hepatitis ada 2 yaitu virus dan non-
virus. Penyebab non virus yang utama seperti alkohol dan obat-obatan. Sedangkan
penyebab virus seperti Virus Hepatitis A, B, C, D, E dan Virus-virus lain seperti Virus
Mumps, Virus Rubella, Virus Cytomegalovirus, Virus Epstein-Barr, Virus Herpes.
1.1.1. Hepatitis A
A. Pengertian Hepatitis A
Hepatitis adalah semua jenis peradangan sel-sel hati, yang bisa disebabkan
oleh infeksi (virus), obat-obatan, konsumsi alkohol, lemak yang berlebih
dan penyakit autoimmune (Kemenkes RI, 2014). Sedangkan menurut
Smeltzer (2001), Hepatitis A adalah infeksi oleh virus dengan cara
penularan melalui fekal-oral, terutama lewat konsumsi makanan atau
minuman yang tercemar virus tersebut. Virus Hepatitis A ditemukan dalam
tinja pasien yang terinfeksi sebelum gejalanya muncul dan selama
beberapa hari pertama menderita sakit. Secara khas, pasien dewasa muda
akan terjangkit infeksi di sekolah dan membawanya ke rumah dimana
kebiasaan sanitasi yang kurang sehat menyebarkannya ke seluruh anggota
keluarga.
B. Epidomologi Hepatitis

vi
Hepatitis virus merupakan sebuah fenomena gunung es, dimana penderita
yang tercatat atau yang datang ke layanan kesehatan lebih sedikit dari
jumlah penderita sesungguhnya. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013
bahwa jumlah orang yang terdiagnosis Hepatitis di fasilitas pelayanan
kesehatan berdasarkan gejala-gejala yang ada, menunjukan peningkatan 2
kali lipat apabila dibandingkan dari data tahun 2007 dan 2013. Pada tahun
2007, lima propinsi dengan prevalensi Hepatitis 8 tertinggi yaitu Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Aceh, Gorontalo, dan Papua Barat
sedangkan pada tahun 2013 lima propinsi dengan prevalensi tertinggi yaitu
Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan
Maluku Utara. Namun Kejadian Luar Biasa Hepatitis A pada tahun 2014
terjadi di 3 propinsi (Bengkulu, Sumatera Barat, dan Kalimantan Timur)
dan di 4 kabupaten/kota sejumlah 282 kasus (Kemenkes RI, 2014). Di
Indonesia, Hepatitis A muncul dalam Kejadian Luar Biasa (KLB). Tahun
2010 tercatat 6 KLB dengan jumlah penderita 279, tahun 2011 tercatat 9
KLB, jumlah penderita 550. Tahun 2012 sampai bulan Juni, telah terjadi 4
KLB dengan jumlah penderita 204 (Kemenkes, 2012).
C. Etiologi Hepatitis A
Hepatitis A, yang dahulu dinamakan hepatitis infeksiosa, disebabkan oleh
virus RNA dari family enterovirus. Masa inkubasi virus Hepatitis A
diperkirakan berkisar dari 1 hingga 7 minggu dengan rata-rata 30 hari.
Perjalanan penyakit dapat berlangsung lama, dari 4 minggu hingga 8
minggu. Virus Hepatitis A hanya terdapat dalam waktu singkat di dalam
serum, pada saat timbul ikhterik kemungkinan pasien sudah tidak infeksius
lagi (Smeltzer, 2001).
D. Patofisiologi Hepatitis B
VHA memiliki masa inkubasi ± 4 minggu. Replikasi virus dominasi terjadi
pada hepatosit, meski VHA juga ditemukan pada empedu,fases dan darah.
Anti gen VHA dapat ditemukan pada fases pada 1-2 minggi sebelum dan 1
minggu setelah awitan penyakit (Arif., 2014).
Fase akut penyakit ditandai dengan peningkatan kadar aminotransferase
serum, ditemukan antibody terhadap VAH ( IgM anti- VAH), munculnya
gejala klinis (jaundice). Selama fase akut, hepatosit yang terinfeksi

8
umumnya hanya mengalami perubahan morfologi yang minimal, hanya
<1% yang menjadi fulminant . kadar IgM anti-VAH umumnya bertahan
kurang dari 6 bulan, yang kemudia digantikan oleh IgG anti-VAH yang
akan bertahan seumur hidup. Infeksi VHA akan sembuh secara
spontan,dan tidak pernah menjadi kronis atau karier (Arif.,2014).
1.1.2. Hepatitis B
A. Pengertian Hepatitis B
Hepatitis B merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Virus
Hepatitis B (VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat
menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian
kecil kasus dapat belanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Sekitar
sepertiga dari populasi dunia atau lebih dari 2 miliar orang, telah terinfeksi
dengan virus hepatitis B. Deteksi virus hepatitis B dalam tubuh dapat
dilakukan dengan pemeriksaan HBsAg secara imunologis dengan
menggunakkan metode yang efektif dan efisien yaitu HBsAg Rapid
Skrinning Test dengan metode imunokromatografi (Wijayanti, 2016).
Virus Hepatitis B (VHB) ditemukan pertama kali tahun 1965 oleh Dr.
Blumberg ketika sedang mempelajari tentang hemofilia. Virus hepatitis B
merupakan double stranded DNA a42nm dari kelas Hepadnaviridae. Masa
inkubasi infeksi hepatitis B adalah 45-180 hari (rata-rata 60-90 hari).
Onset penyakit ini sering tersembunyi dengan gejala klinik yang
tergantung usia penderita. Kasus yang fatal dilaporkan di USA sebesar 0,5-
1%. Sebagian infeksi akut VHB pada orang dewasa menghasilkan
penyembuhan yang sempurna dengan pengeluaran HBsAg dari darah dan
produksi anti HBs yang dapat memberikan imunitas untuk infeksi
berikutnya (Lestari , 2015).
B. Epidomologi Hepatitis B
Infeksi HBV erat hubungannya dengan infeksi HDV, demikian pula
epidomologinya. HDV sendiri dipandang sebagai penyakit yang tersebar
luas tetapi distribusinya tidak kurang jelas. Fields (1996) jumlah kronis
diperkirakan 1-3% untuk coinfeksi dan 70-80% untuk supetinfeksi.
Prevalensi HDV tidak selalu merupakan gambaran prevalensi HBV,
misalnya infeksi hepatitis D, tidak bisa dijumpai di orang-orang Asia
Tenggara, Cina, di Afrika selatan dan orang orang Eskimo di Alaska

9
dimana pravelensi HBsAg sangat tinggi. Di Taiwan pravelensi HDV,20%
dari pengidap HBsAg. Di Indonesia tahun 1982 perum Bio farma dan
University of Lund (Sumara LH, dalam Sulaiman, A., 1995 Suwignyo,
dkk dalam Sulaiman, A., (1995) melaporkan di Mataram, 90 carrier
hepatitis B 1,1% positif anti HDV.
Prevalensi infeksi HDV juga tinggi pada para tahanan penjara dengan
HBsAg positif, pelaku yang berganti gentian partner sex , orang yang
terekspos produk darah, pasien HIV, dan penderita hemophylia.
C. Etimologi Hepatitis B
Virus Hepatitis B (VHB) merupakan virus DNA, suatu prototipe virus
yang merupakan kelompok Hepadnaviridae. Mempunyai DNA untai
tunggal (single standed DNA) dan DNA polimerase endogen yang
berfungsi menghasilkan DNA untai ganda (double standed DNA). Virion
berupa struktur berlapis ganda dengan diameter 42 mm, bagian inti sebelah
dalam (inner core) berdiameter 28 mm dan dilapisi selaput (envelope)
tebal 7 mm, mengandung dsDNA dengan BM 1,6 x 106. Envelop
mengelilingi core antigenic (HBcAg) dan antigen permukaan (HBsAg)
(Harti , 2013).

Virus hepatitis B merupakan virus DNA dan sampai saat ini terdapat 8
genotip VHB yang telah teridentifikasi yaitu genotip A-H, VHB memiliki
3 jenis morfologi dan mampu mengkode 4 jenis antigen, yaitu HBsAg,
HBeAg dan HBxAg. Virus hepatitis B yang menginfeksi manusia bisa
juga menginfeksi simpanse. Virus dari Hepadnavirus (genom DNA) tidak
bisa menginfeksi manusia tetapi bisa menginfeksi jenis unggas seperti
bebek, hewan pengerat seperti marmut dan tupai tanah (Kemenkes, 2008)
D. Patofisiologi Hepatitis B

10
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus
hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel
hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus
melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid.
Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati. Asam nukleat
VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA
hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah
DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus
baru. Virus Hepatitis B dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme
kerusakan hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik
penderita terhadap infeksi (Mustofa & Kurniawaty, 2013). Proses replikasi
virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel, terbukti banyak
karier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan hati ringan.
Respon imun host terhadap antigen virus merupakan faktor penting
terhadap kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus, makin lengkap
respon imun, makin besar klirens virus dan semakin berat kerusakan sel
hati. Respon imun host dimediasi oleh respon seluler terhadap epitop
protein VHB, terutama HBsAg yang ditransfer ke permukaan sel hati.
Human Leukocyte Antigen (HLA) class I-restricted CD8+ cell mengenai
fragmen peptida VHB setelah mengalami proses intrasel dan
dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh molekul Major
Histocompability Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir dengan
penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T sitotoksik CD8+
(Hardjoeno, 2007).
1.1.3. Hepatitis C
A. Pengertian Hepatitis C
Penyebab penyakit adalah virus hepatitis C (HCV) yang merupakan virus
RNA dengan amplop, diklasifikasikan ke dalam genus berbeda
(Hepacavirus) dari famili Flaviviridae. Paling sedikit ada 6 genotipe yang
berbeda dan lebih dari 90 subtipe HCV yang diketahui saat ini. Gejala
penyakit ini umumnya insidious,bisa disertai anoreksida, gangguan
abdominal tidak jelas, mual dan muntah-muntah, berlanjut menjadi icterus
(jaundience) lebih jarang jika dibandingkan dengan Hepatitis B. Meskipun
infeksi pertama mungkin asimtomatis (lebih dari 90% kasus) atau ringan,

11
namun sebagian besar (diantara 50%-80% kasus) akan menjadi kronis.
Pada orang yang mengalamin infeksi kronis, sekitar separuh dapat
berkembang menjadi cirrhosis atau kanker hati.
B. Epidomologi Hepatitis C
Survei epidemiologi memperkirakan terdapatnya 170 juta pengidap HCV
kronis di seluruh dunia.2 Infeksi virus hepatitis C relatif jarang terjadi pada
anak di dunia Barat, bahkan di daerah di mana prevalensi HCV pada orang
dewasa tinggi. Di Italia, pada awal 1990, sekitar 3,5% dari populasi orang
dewasa yang diperkirakan terinfeksi, diperkirakan mengenai populasi anak
0,3%. 4 Di Amerika Serikat insiden keseluruhan hepatitis C dilaporkan
sebanyak 849 kasus (0,3 kasus per 100.000 penduduk).5 Prevalensi HCV
pada anak 0,2% dengan umur kurang dari 12 tahun dan 0,4% dengan umur
12 sampai 19 tahun. 6 Di Pakistan hampir 60-70% pasien dengan penyakit
hati kronik cenderung memiliki anti HCV positif.7 Di Qatar dari penelitian
tahun 2000-2005 didapatkan 29,4% insiden HCV dari seluruh kelainan
hati.8 Penelitian pada umumnya populasi anak, tanpa faktor risiko yang
teridentifikasi, dilaporkan prevalensi terendah 0% di Jepang, Taiwan dan
Mesir, 0,4% di Italia, dan 0,9% di Arab Saudi. 2 Penularan infeksi HCV
pada anak yang utama adalah melalui transfusi darah atau produk darah
yang saat ini bertanggung jawab menyebabkan kasus hepatitis C kronis.
Selain itu infeksi HCV pada anak dapat disebabkan oleh transmisi
perinatal (vertikal). Prevalensi HCV pada anak beragam baik faktor risiko
begitu juga lokasi geografis. Di Indonesia prevalensi HCV sangat
bervariasi. Sekitar 0,5% sampai 3,37% diantaranya Jakarta sebesar 2,5%,
Surabaya 2,3%, Medan 1,5%, Bandung 2,7%, Yogyakarta 1%, Bali 1,3%,
Manado 3,0%, Makasar 1%, dan Banjarmasin 1%. Angka tersebut akan
sangat berbeda apabila kelompok yang diteliti merupakan kelompok yang
lebih khusus.1 Epidemiologi HCV masih belum jelas karena lebih dari
separuh jumlah pengidap kronis tidak diketahui dengan jelas darimana
sumber infeksinya. Walaupun dapat mengenai semua umur, tetapi infeksi
pada anak relatif sangat jarang terjadi. Distribusi yang berkaitan dengan
umur ini berhubungan dengan cara penularannya. Penularan melalui
transfusi darah, penggunaan obat-obatan intravena, hemodialisis, tertusuk
jarum suntik, serta dapat melalui transmisi vertikal.

12
C. Etimologi Hepatitis C
Infeksi hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV) yang
merupakan RNA beruntai tunggal dari genus Hepacivirus dalam family
Flaviviridae (gambar 1).11 HCV memiliki diameter 30- 60nm dan panjang
genom 10kb yang terdiri dari 3011 asam amino dengan 9033 nukleotida

Sruktur genom HCV terdiri dari satu open reading frame (ORF) yang
memberi kode pada polipeptida yang termasuk komponen struktural terdiri
dari nukleokapsid (inti/core), envelope (E1 dan E2), serta bagian non
struktural (NS) yang dibagi menjadi NS2, NS3, NS4a, NS4b, NS5a, dan
NS5b. Pada kedua ujung terdapat daerah non coding (NC) yang pendek
yaitu daerah 51 dan 31 terminal yang sangat stabil dan berperan dalam
replikasi serta translasi RNA. Nukleokapsid digunakan untuk deteksi
antibodi dalam serum pasien. Karakteristik HCV yang paling penting
adalah adanya variasi sekuens nukleotida, Genetik HCV yang heterogen
secara garis besar dibagi menjadi genotip dan quasispesies. Telah
diidentifikasi 6 genotip HCV dengan beberapa subtype yang diberi kode
dengan huruf. Genotip yang paling sering ditemukan adalah genotip 1a,
1b, 2a, dan 2b. genotip 1,2, dan 3 dengan subtipenya masing-masing
merupakan genotip yang tersebar diseluruh dunia, genotip 4 dan 5 di
Afrika, dan genotip 6 terutama di Asia. Genotip 3a lebih banyak terjadi
pada pemakaian obat terlarang intravena. Quasispesies menunjukkan
heterogenisitas populasi HCV pada seseorang yang terinfeksi HCV, yang
terjadi akibat sifat HCV yang mudah mengadakan mutasi. Hal ini
merupakan mekanisme HCV untuk meloloskan diri dari sistem imun atau

13
limfosit T sitolitik seseorang, sehingga infeksi HCV bersifat persisten dan
berkembang menjadi hepatitis kronik.
D. Patofisiologi Hepatitis C
Virus hepatitis C dapat masuk ke sel hati melalui sirkulasi darah (Irshad,
2013). Sasaran alami dari virus hepatitis C adalah hepatosit dan limfosit B.
Pada orang yang terinfeksi hepatitis C dapat disertai dengan peradangan
hati dan fibrosis (Dhawan, 2016). Virus hepatitis C mengalami replikasi
yang secara bersamaan dapat menyebabkan nekrosis sel melalui beberapa
mekanisme termasuk sitolisis imun. Protein/peptida yang dikodekan oleh
daerah sub genom dari genom VHC dan quasispecis mempengaruhi
mekanisme sitolisis imun (Irshad, 2013). Quasispecies merupakan
sejumlah besar virus mutan yang dapat menimbulkan tantangan besar
untuk mengontrol kekebalan tubuh yang dimediasi oleh VHC dan dapat
menjadi salah satu faktor penyebab sulitnya pengembangan vaksin
hepatitis C (Dhawan, 2016). Mutasi VHC genom terdeteksi dalam waktu 1
tahun dari infeksi (Dipiro, 2008). Respon imun (bawaan dan adaptif)
merupakan sistem pertahanan tubuh yang pertama terhadap replikasi virus,
namun VHC memiliki mekanisme yang kompleks untuk menghindari
respon imun ini. Interaksi antara VHC dan respon imun inangnya dalam
minggu pertama setelah pemaparan secara substansial mempengaruhi
evolusi berikutnya dan prognosis infeksi (Caruntu, 2006). Selama fase
awal infeksi, natural killer sel diaktifkan sebanding dengan kenaikan
tingkat RNA VHC yang cepat (Dipiro, 2008). Satu sampai dua minggu
setelah terpapar, RNA VHC dapat terdeteksi di dalam serum. Penelitian
imunolgi menunjukkan bahwa penundaan respon imun adaptif seluler
berkisar 1 – 2 bulan dan respon imun humoral berkisar 2 – 3 bulan.
Pengamatan ini menyebabkan adanya hipotesis bahwa VHC berhasil
melampui respon imun adaptif dan juga didukung oleh jarangnya gejala
yang ditunjukkan saat terkena infeksi virus hepatitis C (Caruntu, 2006).
Setelah minggu pertama paparan, awal dari puncak replikasi virus hepatitis
C adalah pada periode 4-6 minggu terjadinya infeksi, yang mana RNA
VHC mengalami peningkatan ataupun tetap pada kadar yang stabil tanpa
disertai dengan induksi inflamasi hati. Pada 2-8 minggu setelah paparan,
dapat terjadi kenaikan serum aminotransferase dan pada 8–12 minggu

14
setelah paparan, serum aminotransferase dapat mencapai nilai maksimum,
dan tingkat RNA VHC berkurang. Kehadiran antibodi anti VHC
merupakan suatu variabel yang dapat terdeteksi saat serum
aminotransferase mencapai nilai puncak (Caruntu, 2006). Namun, tingkat
antibodi anti VHC dapat hilang atau bersih pada 10-20 tahun setelah
penyembuhan, situasi ini ditemukan pada 7 – 40% pasien. Pada saat ini
telah terjadi perdebatan apakah VHC benar-benar hilang atau tidak
(Reherman, 2005).
1.1.4. Hepatitis D
A. Pengertiana Hepatitis D
Virus Hepatitis D paling jarang ditemui tetapi paling berbahaya. Hepatitis
D juga disebut dengan virus Delta, virus ini memerlukan Virus Hepatitis B
untuk berkembangbiak sehingga hanya ditemukan pada orang yang
terinfeksi virus Hepatitis B. Tidak ada faksin, tetapi orang otomatis
terlindungi jika telah di berikan imunisasi Hepatitis B
B. Epidomologi Hepatitis D
HDV didistribusikan ke seluruh dunia, dengan ende- micity tertinggi
berada di Amerika Selatan, mediterania, dan sebagian Afrika selatan
dan tengah penyebaran penyakit sangat bervariasi dan tidak persis
mecerminkan prevelenis infeksi HBV di seluruh dunia. Hingga 5% dari
populasi dunia diketahui terinfeksi HBV, dan diyakini bahwa
setidaknya 5% dari semua pembawa hepatitis B terinfeksi HDV. Ini
particulary endemic di meddterina countrie, afrika utara, Timur
Tengah, dan negara-negara amazon Basin. Di Di negara-negara dengan
prevalensi HBV rendah, seperti di Amerika Utara dan Eropa utara,
infeksi HDV terbatas terutama pada kelompok yang berisiko terpapar
HBV paren- teral , seperti pengguna narkoba intravena dan
hemofilia atau imigran dari jarum sekali pakai, skrining donor darah
untuk HBsAg, dan perbaikan sosial ekonomi, infec- tion HDV
sebagian besar telah menghilang pada subjek politransfus dan
hemofilia di dunia Barat dan menurun secara signifikan di banyak
daerah endemik, seperti Eropa Selatan dan Asia Tenggara. Yang lain
melaporkan leveling off ke jumlah prevalensi HDV signifikan yang
relatif stabil . HDV menyebar dengan cara yang sama seperti HBV. Di

15
daerah nonendemik, penggunaan narkoba intravena adalah rute masuk
yang paling umum, di manaseperti di daerah endemik, rute parenteral
yang tidak jelas menyumbang sebagian besar kasus penularan HDV
[5,6 ]. Berbeda dengan HBV, transmis- sion melalui kontak seksual
jarang terjadi di negara maju, meskipun merupakan mode transmisi
yang signifikan dalam c ountries endemik. Penyebaran parenteral yang
tidak disengaja di antara anggota keluarga karena kepadatan penduduk,
dengan tren untuk membentuk cluster, adalah mode umum lain dari
penyebaran penyakit di daerah endemik. Di negara-negara endemik,
anak-anak biasanya mendapatkan penyakit melalui kontak dengan
individu yang terinfeksi dengan kulit pecah. Risiko penularan vertical
sangat rendah.
C. Etimologi Hepatitis D
Virus Delta bila dilihat dari pandangan virology binatang memang
merupakan virus unik. Virus ini termasuk virus RNA yang sangat kecil.
Virion VHD hanya berukuran kira-kira 36 nm tersusun atas genom RNA
single stranded dan kira-kira 60 kopi antigen delta yang merupakan satu-
satunya jenis protein di kode oleh VHD. Antigen Delta terdiri dari 2 jenis
yakni large (L) dan small (S) Virion VHD mempunyai kapsul terdiri atas
protein yang dihasilkan oleh VHB. Dinding luar tersebut terdiri atas lipid
dan seluruh komponen HBsAg. Komponen HBsAg yang mendominasi
adalah small HBsAg kira-kira sebanyak 95%. Proporsi seperti ini sangat
berbeda dengan proporsi yang terdapat pada VHB. Selain menjadi
komponen utama dinding VHD, HBsAg juga diperlukan VHD untuk
transmisi dan masuk ke hepatosit. HBsAg akan melindungi virion VHD
tetapi secara langsung tidak mempengaruhi replikasi VHD. 3
D. Patofisiologi Hepatitis D
Patofisiologi infeksi virus hepatitis D atau HDV diawali oleh infeksi
hepatitis B virus. Virus hepatitis D merupakan patogen yang defected,
sehingga membutuhkan glikoprotein virus hepatitis B atau HBV untuk
replikasi. Patogenesis HDV bervariasi dan tergantung pada cara infeksi
HDV dan HBV.
Infeksi HDV dan HBV secara simultan akan menyebabkan hepatitis akut
(koinfeksi), sedangkan superinfeksi HDV dari HBV kronis akan

16
mengakibatkan infeksi HDV kronis yang dapat berkembang
menjadi sirosis hepatis, dekompensasi hati, dan karsinoma hepatoseluler
(Hepatocellular Carcinoma /HCC)

1.1.5. Hepatitis E
A. Pengertian Hepatitis E
Dahulu dikenal dengan Hepatitis Non A-Non B. Etiologi Virus Hepatitis E
adalah virus RNA. Hepatitis E memiliki masa inkubasi selama 2-9
minggu. Penularannya melalui fecal-oral seperti Hepatitis A. Gejalanya
ringan menyerupai gejala flu, sampai ikterus. Diagnosis Hepatitis dengan
didapatkannya IgM dan IgG anti HEV pada penderita Hepatitis E.
Pengobatan antivirus untuk Hepatitis E belum ada dan vaksinasinya juga
belum tersedia.
B. Epidomologi Hepatitis E
Epidemiologi hepatitis E dilaporkan dari berbagai daerah di seluruh dunia,
terutama daerah dengan iklim tropis, sanitasi kurang, dan kebersihan
personal kurang. Jumlah kasus hepatitis E diperkirakan mencapai 20 juta
kasus per tahun di seluruh dunia, dengan estimasi 3,3 juta kasus
simtomatik
C. Etimologi Hepatitis E
HEV merupakan virus RNA dengan diameter 27-34 mm. Pada manusia
hanya terdiri atas satu serotipe dengan empat sampai lima genotipe utama.
Genome RNA dengan tiga overlap ORF (open reading frame) mengkode
protein struktural dan protein non-struktural yang terlibat pada replikasi
HEV. Virus dapat menyebar pada sel embrio diploid paru akan tetapi
replikasi hanya terjadi pada hepatosit. 1
D. Patofisiologi Hepatitis E
Bila virus hepatitis masuk ke dalam hepatosit dan melakukan replikasi
maka terjadi pengaktifan imun seluler terutama sel limfosit T yang bersifat
sitotoksik (Anthony F. E, 2005). Sifat dari sel limfosit T tersebut akan
merusak sel hepatosit sehingga makin banyak sel yang rusak secara
bersamaan. Virus hepatitis A akan keluar dari tubuh penderita melalui
feses setelah 14 sampai 30 hari penderita terinfeksi virus. Setelah keluar

17
dari tubuh maka penularan dapat terjadi bila buruknya kualitas hygiene
dan sanitasi penderita.
Perubahan morfologik pada hati seringkali serupa untuk berbagai virus
yang berlainan. Pada kasus yang klasik, ukuran dan warna hati tampak
normal, tetapi kadang-kadang sedikit edema, membesar dan berwarna
seperti empedu. Secara histologik, terjadi susunan hepatoselular menjadi
kacau, cedera dan nekrosis sel hati dan peradangan perifer. Perubahan ini
reversibel sempurna, bila fase akut penyakit mereda. Pada beberapa kasus,
nekrosis submasif atau massif dapat mengakibatkan gagal hati yang berat
dan kematian.

18
DAFTAR PUSTAKA
Sulistiani, D. (2015). Gambaran Perilaku Personal Hygiene dan Kejadian Hepatitis A pada
Siswa di Pesantren Daarul Muttaqien Cadas Tangerang.
Maheswari, G. J. (2020). GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN HBsAg BAYI BARU LAHIR
PADA IBU PENDERITA HEPATITIS B DI KECAMATAN GENUK (Doctoral
dissertation, UNIMUS).
Jurnalis, Y. D., Sayoeti, Y., & Russelly, A. (2014). Hepatitis C pada Anak. Jurnal Kesehatan
Andalas, 3(2).
Koytak, E. S., Yurdaydin, C., & Glenn, J. S. (2007). Hepatitis d. Current treatment options in
gastroenterology, 10(6), 456-463.
Nuraini, D. F. (2016). Gambaran Hasil Pemeriksaan Bilirubin Total Pada Pasien
Hepatitis (Doctoral dissertation, STIKes Insan Cendekia Medika Jombang).
DEVI MARIYANI NINGSIH, P. (2020). ASUHAN GIZI PADA PASIEN HEPATITIS A
(STUDI KASUS DI RSUD X JAKARTA TIMUR) (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Riau).
Koewherawati, M. (2020). Gambaran Asuhan Keperawatan pada Klien yang Mengalami
Hepatitis dengan Nyeri Akut di RSUD Pasar Rebo Jakarta Timur (Doctoral
dissertation, Akademi Keperawatan Berkala Widya Husada).
Wahyudi, H. DI BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FK UNUD/RSUP SANGLAH
Pasaribu, D. M. (1998). Aspek Virologi Hepatitis B. Jurnal Kedokteran Meditek.

19
20

Anda mungkin juga menyukai